BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang merupakan salah satu faktor yang memiliki peran besar dalam menentukan tingkat pertumbuhan penduduk yang diindikasikan dengan besarnya proporsi remaja (Indrawanti, 2002). Menurut data dari WHO dalam situasi kesehatan reproduksi remaja yang di rilis oleh pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI (2015), remaja adalah penduduk dengan rentang usia 10-19 tahun, dan menurut
Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Masa remaja ditandai dengan perubahan-perubahan fisik pubertas dan emosional yang kompleks, dramatis serta penyesuaian sosial yang penting untuk menjadi dewasa. Kondisi demikian membuat remaja belum memiliki kematangan mental oleh karena masih mencari identitas atau jati dirinya sehingga sangat rentan terhadap berbagai pengaruh dalam lingkungan pergaulan termasuk dalam perilaku seksualnya (Sarwono, 2011). Sifat khas remaja adalah memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar, menyukai petualangan dan tantangan juga cenderung berani menanggung risiko atas perbuatan tanpa pertimbangan yang matang. Apabila keputusan yang di ambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, mereka akan jatuh dalam perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat jangka pendek dan panjang dalam berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial.
1
Universitas Sumatera Utara
Sebagian kelompok remaja mengalami kebingungan untuk memahami tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukannya, antara lain boleh tidaknya melakukan pacaran, onani, nonton bersama atau berciuman. Kebingungan ini akan menimbulkan suatu perilaku seksual yang kurang sehat dikalangan remaja. Perasaan bersalah atau berdosa tidak jarang dialami oleh kelompok remaja yang pernah melakukan perilaku seksual dalam hidupnya. Hal ini diakibatkan adanya pemahaman tentang ilmu pengetahuan yang dipertentangkan dengan pemahaman agama, yang sebenarnya harus saling menyokong. Adanya kemudahan dalam menemukan berbagai macam informasi termasuk informasi yang berkaitan dengan masalah seks, merupakan salah satu faktor yang bisa menjadikan sebagian besar remaja terjebak dalam perilaku seks yang tidak sehat. Berbagai informasi bisa diakses oleh para remaja melalui internet atau majalah yang disajikan baik secara jelas dan secara mentah yaitu hanya mengajarkan cara-cara seks tanpa ada penjelasan mengenai perilaku seks yang sehat dan dampak seks yang beresiko, misalnya penyakit yang diakibatkan oleh perilaku seks yang tidak sehat (Novita, 2011). Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012 komponen kesehatan Reproduksi Remaja (SDKI 2012 KRR), bahwa secara nasional terjadi peningkatan angka remaja yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah dibandingkan dengan data hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) 2007. Hasil survei SDKI 2012 KRR menunjukkan bahwa sekitar 9,3% atau sekitar 3,7 juta remaja menyatakan pernah melakukan hubungan seksual pranikah, sedangkan hasil SKRRI 2007 hanya sekitar 7% atau sekitar 3 juta remaja. Sehingga
2
Universitas Sumatera Utara
selama periode tahun 2007 sampai 2012 terjadi peningkatan kasus remaja yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah sebanyak 2,3%. Pernyataan Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (BKKBN) Julianto Witjaksono yang dirilis pada tanggal 12 Agustus 2014 yang mengatakan jumlah remaja yang melakukan hubungan seks di luar nikah mengalami tren peningkatan. Berdasarkan catatan lembaganya, Julianto mengatakan 46 persen remaja indonesia berusia 15-19 tahun sudah berhubungan seks. Data Sensus Nasional bahkan menunjukkan 48-51 persen perempuan hamil adalah remaja (BkkbN,2014). Melalui mini survei yang dilakukan di semua provinsi di seluruh Indonesia, tercatat di provinsi Sumatera Utara angka kehamilan pertama pada usia 19 tahun kebawah mencapai angka 21,3 %, bahkan tercatat ada kehamilan pertama yang terjadi pada umur di bawah 24 tahun (BkkbN, 2013) Seks pranikah di kalangan remaja semakin meningkat. Keingintahuan remaja yang besar, perkembangan teknologi informasi, kurangnya komunikasi dalam keluarga, dan semakin tak pedulinya masyarakat membuat perilaku itu semakin meluas (Anna, 2012). Akibat buruk dari seksual pranikah dapat membawa remaja masuk pada hubungan seks pranikah dengan segala akibatnya antara lain, terjadi kehamilan remaja putri diluar nikah, infeksi organ reproduksi, perdarahan, pengguguran kandungan yang tidak aman, resiko tertular penyakit seksual dan meningkatkan remaja putus sekolah (Susilawaty 2012). Menurut Sarwono (2011), perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan pada diri sendiri, lawan jenis
3
Universitas Sumatera Utara
maupun sesama jenis yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacammacam, mulai dari perasaan tertarik, berkencan, berpegangan tangan, mencium pipi, mencium bibir, berpelukan, memegang buah dada, memegang alat kelamin, sampai dengan melakukan senggama. Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003) masalah kesehatan dipengaruhi oleh penyebab non perilaku dan perilaku. Penyebab non perilaku adalah berbagai faktor individu dan lingkungan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan tetapi tidak dapat dikendalikan oleh perilaku manusia. Perilaku merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi dan sikap. Green juga mengemukakan tiga faktor utama yang mempengaruhi perilaku manusia yaitu faktor predisposisi yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, dan nilai-nilai. Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas dan sarana-sarana kesehatan seperti paparan terhadap media dan faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang melupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Berdasarkan data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak tahun 2008. Dari 4.726 responden siswa SMP dan SMA di 17 kota besar diperoleh hasil, 97% remaja pernah menonton film porno serta 93,7% pernah melakukan ciuman, meraba kemaluan, ataupun melakukan seks oral. Sebanyak 62,7% remaja SMP tidak perawan dan 21,2% remaja mengaku pernah aborsi. Perilaku seks bebas pada remaja terjadi di kota dan desa pada tingkat ekonomi kaya dan miskin (Anna, 2012) Kementerian
4
Universitas Sumatera Utara
Kesehatan 2009 pernah merilis hasil penelitian di empat kota yakni Jakarta Pusat, Medan, Bandung, dan Surabaya yang menunjukkan sebanyak 35,9% remaja punya teman yang sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Bahkan, 6,9% responden telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah (Harian Merdeka, 2013). Hasil survey 2010 yang dilakukan BKKBN; tercatat 51% remaja Jabodetabek sudah tidak perawan lagi, di Surabaya tercatat 54%, di Bandung 47% dan 52% di Medan dan Yogya 37% dan estimasi jumlah aborsi di Indonesia per tahun mencapai 2,4 juta jiwa dan 800 ribu diantaranya terjadi dikalangan remaja (BkkbN, 2011). Hasil itu sejalan dengan kondisi kesehatan reproduksi remaja berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012 yang menyebutkan, 11% pria yang tak tamat SD dan 9% pria dengan pendidikan SMA ke atas menyetujui hubungan seks pranikah (Rahman, 2013). Remaja kota kini semakin berani melakukan hubungan seksual pranikah. Hal itu berkaitan dengan hasil sebuah penelitian, 10 – 12% remaja di Jakarta pengetahuan seksnya sangat kurang. Ini mengisyaratkan pendidikan seks bagi anak dan remaja secara intensif terutama di rumah dan di sekolah, makin penting. Pengetahuan yang setengah-setengah justru lebih berbahaya ketimbang tidak tahu sama sekali. Hasil penelitian Seotjiningsih (2008) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja adalah hubungan orang tua dengan remaja, tekanan negatif teman sebaya, pemahaman tingkat agama (religiustik), dan
5
Universitas Sumatera Utara
eksposur media pornografi memiliki pengaruh yang signifikan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Berdasarkan survey awal yang di lakukan, di Kabupaten Labuhan Batu Induk, tercatat sepanjang tahun 2015, terdapat 159 orang remaja berusia di bawah 18 tahun yang sudah menikah, dan dalam rentang waktu bulan Januari – Juni 2016 tercatat 82 orang remaja berusia di bawah 18 tahun yang sudah menikah, jumlah ini memang tercatat merupakan penurunan jika di bandingkan dengan jumlah remaja usia di bawah 18 tahun yang sudah menikah tercatat pada rentang waktu bulan Januari- Juni 2015 yaitu sebanyak 98 orang. (Departemen agama Labuhan Batu, 2016) SMA (Sekolah Menengah Atas) Negeri 3 Rantau Utara merupakan sekolah menengah yang terletak di Ibukota Kabupaten Labuhan Batu Induk yaitu kota Rantauprapat. Latar belakang siswa yang mengenyam pendidikan di sekolah tersebut berasal dari seluruh kecamatan di Kabupaten Labuhan Batu Induk, yakni sebanyak 9 kecamatan yang mempunyai gambaran geografis yang berbeda – beda seperti daerah perkebunan, daerah pesisir pantai dan daerah perkotaan, membuat lingkungan sosial di kalangan siswa SMA ini juga berbeda. Dalam wawancara kepada guru BP di SMA Negeri 3 Rantau Utara, pada tahun 2015 terdapat siswa yang di keluarkan karena masalah asusila, dan sepanjang tahun 2016-maret 2017 ada 5 kasus dimana siswa ketahuan berbuat asusila seperti berciuman di sekolah. Daerah pesisir pantai di Kabupaten Labuhan Batu memiliki angka pernikahan dini yang cukup tinggi, berdasarkan survey yang peneliti dengan melakukan wawancara kepada Kepala Badan BP2KB Kabupaten Labuhan Batu menyatakan bahwa tingginya tingkat
6
Universitas Sumatera Utara
pernikahan dini di Kabupaten Labuhan Batu terlebih di lingkungan pesisir pantai ini di sebabkan oleh kurang paham nya masyarakat di daerah itu tentang pengetahuan seksual dan anggapan lebih memilih untuk menikah atau bekerja daripada melanjutkan pendidikan. dan beragamnya lingkungan sosial di kalangan siswa SMA Negeri 3 Rantau Utara yang berasal dari beragam kecamatan di Kabupaten Labuhan Batu, dan berbagai kasus asusila yang melibatkan siswa-siswi di SMA Negeri 3 Rantau Utara ini lah yang membuat peneliti berasumsi bahwa pengetahuan mereka tentang perilaku seksual juga berbeda-beda. Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti sampai tingkatan gambaran sikap siswa tentang perilaku seksual saja, dan tidak meneliti sampai tindakan siswa tentang perilaku seksual, karena menurut Notoadmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap belum tentu terwujud dalam bentuk tindakan, sebab untuk mewujudkan tindakan perlu faktor lain, yaitu adanya fasilitas atau sarana dan prasarana sebagai mediator agar sikap dapat meningkat menjadi tindakan. Berdasarkan teori tindakan beralasan (Theory of Reason and Action), menyatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang di teliti dan beralasan, dan dampaknya terbatas pada tiga hal, yaitu : Pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum, tetapi juga oleh sikap spesifik terhadap sesuatu. Kedua, perilaku tidak hanya di pengaruhi oleh sikap spesifik tetapi juga oleh norma-norma subjektif yaitu keyakinan seseorang terhadap yang di inginkan orang lain untuk dia berprilaku. Ketiga, sikap terhadap suatu perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu (Fishbein dan Ajzen,1988).
7
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan rumusan masalah di atas maka peneliti ingin melihat gambaran pengetahuan dan sikap siswa SMA N 3 Rantau Utara tentang perilaku seksual tahun 2017 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap siswa SMA Negeri 3 Rantau Utara tentang perilaku seksual 1.3.2. Tujuan Khusus Berdasarkan tujuan umum di atas, maka tujuan khusus yang ingin dicapai pada penelitian ini untuk : 1. Mengetahui karakteristik siswa tentang perilaku seksual. 2. Mengetahui sumber informasi siswa tentang perilaku seksual. 3. Mengetahui gambaran pengetahuan siswa tentang perilaku seksual. 4. Mengetahui gambaran sikap siswa tentang perilaku seksual. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan bagi pihak sekolah agar dapat mengenalkan pendidikan seksual pada siswa dan siswinya. 2. Sebagai masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan baik dari kalangan akademis dan peneliti. 3. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat diFKM-USU.
8
Universitas Sumatera Utara