1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pemilu 2009 merupakan pemilu ketiga yang dilaksanakan selama Era Reformasi berlangsung. Pada Pemilu kali ini terdapat 38 Partai Politik untuk tingkat Nasional, dan tambahan 6 Partai Lokal di Aceh yang telah lolos seleksi sudah siap bertarung untuk mendapatkan hati rakyat Indonesia memperebutkan kursi legislatif di DPR. Setelah itu dilanjutkan dengan Pemilu kembali untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden untuk masa bakti 2009-2014. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebuah lembaga independen pemerintah telah menetapkan tanggal 9 April 2009 adalah hari Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2009 untuk pemungutan suara bagi warna negara Indonesia yang telah terdaftar dan memiliki hak pilih. Masa kampanye partai-partai di atas telah ditetapkan dan lebih panjang masanya dari pada Pemilu 2004 lalu, yaitu selama 9 bulan 7 hari.1 Makin dekat pemilu, makin banyak iklan politik di koran dan televisi. Pencitraan melalui media selalu dianggap efektif dalam membentuk citra, pasalnya, sebagian besar masyarakat di Indonesia tidak memiliki akses kepada informasi, dalam hal ini mengecek hal-hal yang ditayangkan melalui media massa untuk mengetahui kebenarannya. Salah satu isu menarik terkait Pemilu 2009 adalah iklan politik di media massa. 1
www.kpu.go.id
2
Maraknya iklan kampanye politik di media massa juga menunjukkan kesadaran partai politik untuk dapat memenangi suara dari para pemilih dengan memanfaatkan media massa yang juga dipertimbangkan efisiensi dan keefektifannya dalam menjangkau masyarakat luas. Apalagi dengan penerapan sistem pemilihan langsung yang mendorong para peserta pemilu maupun pilkada untuk lebih gencar dalam menggalang suara dari pemilih. Dengan kata lain, para aktor politik, terutama partai, telah didesak sedemikian rupa untuk mempertimbangkan “selera pasar”, dalam hal ini masyarakat, khususnya ketika melakukan kampanye politik. Penggunaan media massa sebagai alat kampanye, tidak dapat dimungkiri, ikut membantu jangkauan dan popularitas partai, apalagi ketika iklan kampanye politik ditayangkan secara rutin, misalnya di televisi di saat prime time dan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat (public figure). Beberapa hal yang patut menjadi perhatian Public Relation (PR) dalam mencapai target image yang dikehendaki yakni sosialisasikan program unggulan yang pro-rakyat, peka dengan permasalahan wilayah-daerah dan tonjolkan track record sang kandidat. Kampanye politik melalui iklan yang muncul pun tidak terlalu tampak perbedaan pesan yang ingin ditampilkan. Isu-isu ekonomi menjadi prioritas, namun korupsi dianggap merupakan biang keladi dari semua permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia. Hal itu nyaris mencakup seluruh aspek pembangunan, seperti pendidikan, lapangan kerja dan inflasi hingga kemanan dan keadilan. Sentimen pada masa lalu yang dipersepsikan sebagai lebih stabil dan terduga juga cukup menonjol,
3
meskipun disertai prasyarat untuk memperbaiki diri para pemimpin politiknya. Begitu pula terhadap kelemahan-kelemahan masa sekarang.2 Pada kenyataannya iklan politik di media massa sifatnya memang satu arah dan layaknya produksi di media massa, iklan politik dibentuk sedemikian rupa untuk menampilkan pencitraan dengan narasi dan ilustrasi yang dibuat secara menarik dan seolah-olah dekat dengan masyarakat yang juga diikutsertakan dalam iklan kampanye politik tersebut serta peduli dengan isu-isu yang dijadikan andalan.
Mengingat
pentingnya peran PR dalam menterjemahkan bahasa visi misi kedalam bahasa rakyat, menjadikan PR sebagai ujung tombak keberhasilan pencapaian “target image”. Iklan tidak membentuk image tetapi publikasilah yang membentuk image dan menorehnya dalam benak masyarakat. Setelah melalui proses panjang dan menghabiskan dana yang besar, partai politik tinggal menunggu apakah strategi kampanye yang dijalankannya berhasil. Efektivitas kampanye politik memang tidak biasa diukur hanya dari faktor persuasi melalui periklanan politik semata, tanpa melihat faktor-faktor lainnya. Periklanan tak bisa berdiri sebagai upaya partai politik membangun citra. Program komunikasi lainnya juga harus dilakukan, berjalan seiring, misalnya kegiatan kehumasan.3 Iklan humas merupakan tanggung jawab PR yang bekerjasama dengan staf periklanan dan mungkin bekerjasama dengan biro iklan.
Program-program
periklanan humas pada sebuah organisasi bisa saja direncanakan oleh bagian PR dari 2 3
Budi Setiyono, Iklan dan politik, 2008, hal 369 Budi Setiyono, ibid, hal 50
4
organisasi tersebut dan disesuaikan dengan keadaan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan sendiri; atau, perencanaan, pembuatan dan penempatan iklan yang ditangani oleh sebuah biro iklan dibawah pengawasan PR.4 Iklan humas merupakan media komunikasi yang efektif
dan ekonomis,
karena dapat menyampaikan pesan-pesan kehumasan kepada sejumlah besar pemirsa/pendengar dengan biaya yang relatif.
Iklan ini bisa sangat efektif dan
terpusat pada lapisan publik tertentu , dapat digunakan untuk kampanye Nasional maupun untuk liputan lokal.5 Alasan peneliti memilih partai Demokrat, sebagai partai pemenang pemilu dua kali berturut-turut, Capres Partai demokrat adalah ahli strategi dan politik. Sebelum menjadi Presiden beliau mejabat sebagai menteri koordinator politik dan keamanan (menkopolkam). Jadi sangat wajar sekali jika saat ini partai demokrat selalu memberikan kejutan-kejutan politik atau tingkah laku politik yang membuat khalayak penasaran.6 Terbentuk pada tangal 9 September 2001 dengan dikoordinatori oleh Susilo Bambang Yudoyono, terdaftar sebagai partai baru pada Pemilu 2004 dan langsung mengangkat Susilo Bambang Yudoyono sebagai Presiden di kala itu. Sebagai partai yang Nasionalis – Religius, partai Demokrat ingin memperjuangkan bangsa dan negara Indonesia dari perilaku yang dapat merusak usaha-usaha perdamaian,
4
H. Frazier Moore, Humas Membangun Citra dengan Komunikasi, hal 266 Ibid. hal 256 6 http://blog.bscore.net/strategi-politik-partai-demokrat.html 5
5
demokrasi dan kesejahteraan rakyat, serta pikiran-pikiran dan tindakan otoriter yang sewenang-wenang dan pemasungan terhadap hak-hak warga Negara yang berakibat terjadinya ketidakadilan, kesenjangan sosial, dan kehancuran ekonomi bangsa. Dengan berlandaskan pada moral dan agama, partai ini terbuka untuk semua warga Negara Republik Indonesia, tanpa membedakan ras, suku bangsa, profesi, jenis kelamin, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Serta
memperhatikan aspek humanisme, nasionalisme dan prularisme dalam rangka mencapai tujuan perdamaian, demokrasi dan kesejahteraan rakyat.7 Tidak mudah untuk mengubah sikap atau perilaku pemilih lewat kampanye politik berdurasi pendek. Media massa mungkin akan berhasil mempengaruhi massa untuk mengubah pilihan bila komunikasi tatap muka (komunikasi antarpersonal dan komunikasi kelompok) juga digunakan untuk memperteguh pesan-pesan media massa. Bila hal itu tidak dilakukan, pilihan seseorang akan lebih dipengaruhi oleh pilihan keluarga, komunitas agama, suku, agama, ras, atau kelompok rujukan (reference group) lainnya.8 Program PR mencerminkan permasalahan yang memiliki pengaruh terhadap perubahan sikap, kepercayaan dan kebiasaan masing-masing segmen, sehingga PR berperan dalam memaksimalkan efisiensi. PR dapat memberikan proposisi yang berbeda sebagai bagian dari perencanaan komunikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan kelompok individun tersebut.
7 8
Kampanye bekerja untuk merubah
Muhammad Fadlillah, Seluk Beluk Partai Peserta Pemilu 2009, hal 127-128 Budi Setiyono, Iklan dan politik, 2008, hal 50
6
pemikiran dan perasaan orang. Dalam hal ini, mereka berusaha untuk mendidik dan mengubah persepsi orang, disinilah tujuan kunci dari aktivitas PR.9 Peranan pokok PR dalam menjalankan fungsi dan tugasnya memiliki kekuatan dalam membentuk opini publik (power of opininon) dan menggalang pengertian antara lembaga yang diwakilinya dengan publik yang menjadi target sasarannya. Dalam iklim yang kompetitif (Pemilu), PR mempunyai fungsi utama , yaitu bertindak sebagai komunikator, mediator, kemudian bertindak sebagai pendukung manajemen (back up management), dan tujuan akhirnya adalah bagaimana memperoleh atau mempertahankan citra bagi lembaga yang diwakilinya.10 Menyandang sebutan sebagai pemilih pemula, golongan penduduk usia 17 hingga 21 tahun tidaklah selalu buta soal politik, termasuk soal pemilihan umum yang dihelat negeri ini. Pengetahuan mereka terhadap pemilu tidak berbeda jauh dengan kelompok lainnya. Yang berbeda adalah soal antusiasme dan preferensi. Antusiasme yang tinggi, sementara keputusan pilihan yang belum bulat, sebenarnya menempatkan pemilih pemula sebagai swing voters yang sesungguhnya. Pilihan politik mereka belum dipengaruhi motivasi ideologis tertentu dan lebih didorong oleh konteks dinamika lingkungan politik lokal.
Alasan di balik niat
mencoblos para pemilih mula adalah pemikiran bahwa apa pun hasil pemilu akan
9
Anne Gregory, PR dalam Praktik, hal 28 Rosady Ruslan, Kampanye Public Relation, hal 1 & 4
10
7
berdampak juga bagi kehidupan mereka, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga lebih baik ikut memberikan suara.11 Lembaga Survei Indonesia melakukan survei secara spesifik tentang tren pemilih mengambang dalam Pemilu 2009. Menurut survei itu, populasi swing voter ternyata sangat besar, yaitu sekitar 47%. Karena itu, swing voter yang besar ini menuntut partai bekerja sangat keras untuk meyakinkan massa mengambang tersebut. LSI melihat sumber dari tingginya swing voter adalah buruknya citra partai di mata pemilih, tapi pemilih masih punya harapan sehingga lebih memilih untuk swing daripada golput. Namun demikian, dalam jangka panjang, citra partai yang buruk bukan hanya memperbesar swing, tapi juga memperbesar jumlah golput. Menurut lembaga itu, tingginya fenomena swing voter membuat sulit memperkirakan pemenang pemilu, dan dapat membuka ruang bagi perubahan besar dalam peta kekuatan partai politik. Sistem kepartaian akan menjadi kurang stabil: Mudah berubah partai mana yang unggul, dan berapa banyak partai yang akan duduk di parlemen. Swing voter terutama menjadi ancaman atau tantangan bagi partaipartai papan atas, tapi sebaliknya akan menjadi peluang bagi partai menengah dan bagi partai baru untuk meningkatkan perolehan suara mereka. Bagi tokoh yang tidak terikat dengan parpol, fenomena tingginya swing voter merupakan faktor yang menguntungkan. 12
11 12
http://aepsusanto.blogspot.com/2008/11/memetakan-minat-pemilih-pemula.html http://web.bisnis.com/artikel/2id2103.html
8
Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif.
Persepsilah yang menentukan kita
memilih suatu pesan atau mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas.13 Peneliti memilih mahasiswa Akademi Sekretari dan Manajemen (ASEKMA) Don Bosco, Jakarta sebagai populasi dikarenakan, mahasiswa di ASEKMA Don Bosco merupakan target yang dapat memenuhi syarat sebagai pemilih pemula dengan gender perempuan dan partai Demokrat telah menyatakan diri sebagai partainya perempuan. Dimana secara keseluruhan sebagai bagian dari pemilih, kaum muda (pemilih pemula) yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, atau pemilih dengan rentang usia 17-21 tahun menjadi segmen yang memang unik, seringkali memunculkan kejutan, dan tentu menjanjikan secara kuantitas. Unik, sebab perilaku pemilih pemula dengan antusiasme tinggi, relatif lebih rasional, haus akan perubahan, dan tipis akan kader polusi pragmatisme.14 Kita semua berharap pelaksanaan Pemilu akan semakin baik jauh dari kecurangan, kekerasan dan dilakukan dengan damai dan aman. Oleh karena itu menarik sekali untuk mengetahui lebih jauh tanggapan pemilih pemula dalam menilai
13 14
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi suatu Pengantar, 2007, hal 180 www. wawasandigital.htm
9
pencitraan yang dibangun dengan kampanye melalui iklan Pemilu dan apakah iklan di media massa tersebut cukup lekat dalam kepala responden pada Pemilu 2009 ini. Apakah pencitraan partai Demokrat yang didapat oleh responden yang adalah pemilih pemula merupakan kategori positif atau negatif. Hal inilah yang menjadikan alasan peneliti untuk memilih judul, ” Persepsi Pemilih Pemula Terhadap Kampanye Partai Demokrat Pada Pemilu 2009 Melalui Iklan Di Televisi”
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan terlebih dahulu,
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah persepsi pemilih pemula di ASEKMA Don Bosco, terhadap kampanye partai Demokrat pada Pemilu 2009 melalui iklan di Televisi ?
1.3
Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi pemilih pemula dalam pembentukan citra melalui kegiatan kampanye partai Demokrat pada Iklan di televisi.
10
1.4
Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis 1. Penelitian ini diharapkan membawa manfaat bagi perkembangan ilmu komunikasi, Public Relation khususnya, mengenai keberhasilan kampanye yang disampaikan dan persepsi yang diterima pemilih pemula melalui iklan layanan masyarakat di televisi. 2. Sebagai bahan informasi bagi akademis dan merangsang penelitian selanjutnya yang lebih mendalam dan spesifik tentang komunikasi dalam mensosialisasikan .
1.4.2
Manfaat Praktis
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Partai Demokrat, Public Relation Partai pada khususnya, dalam menanggapi kampanye iklan partai Demokrat pada media televisi. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi partai Demokrat mengenai pengaruh iklan partai Demokrat pada pemilih pemula di televisi.