BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Puisi adalah bentuk karya sastra yang paling tua yang diciptakan oleh manusia. Menurut zamannya puisi dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu (1) Puisi lama, (2) Puisi baru, dan (3) Puisi modern (Badudu, 1984). Puisi lama yang kita kenal di Indonesia adalah puisi peninggalan sastra Melayu. Ada yang asli dan ada pula yang berasal dari puisi-puisi asing yaitu dari Arab, India, dan Parsi. Puisi baru (pada zaman Pujangga Baru) ialah bentuk puisi Indonesia yang banyak dipengaruhi oleh puisi Belanda terutama Angkatan ’80nya. Sedangkan puisi modern (mulai dari ’45) dipengaruhi oleh puisi dunia seperti Inggris, Prancis, Rusia, Italia, Spanyol, dan lain-lain. Badudu (1984) mengatakan, perbedaan utama puisi tiga zaman ini terletak pada sifat keterikatan dan kebebasan dalam mencipta. Puisi lama sangat terikat pada bentuk dan isinya. Kebebasan individu dalam kehidupan masyarakat modern terpantul kembali dalam ciptaan-ciptaan sastra. Pengarang dalam menciptakan karyanya tidak terikat lagi dengan kebiasaan-kebiasaan lama; mereka ingin bebas dalam mencipta menurut keinginan dan hati mereka, bebas menggunakan bahasa dan pemilihan kata-kata dan selalu menghindari bahasa klise dalam karya mereka. Mantra dan bidal dianggap sebagai permulaan bentuk puisi lama. Kemudian dalam kesuasateraan Melayu lahirlah bentuk-bentuk: pantun, syair,
Universitas Sumatera Utara
gurindam dan kalimat-berirama. Yang dimaksud dengan mantra ialah kata-kata yang mengandung hikmat dan kekuatan gaib. Biasanya hanya orang-orang tertentu yang dapat mengucapkannya seperti dukun atau pawang. Sedangkan bidal adalah peribahasa yang meliputi: pepatah (kiasan dengan kalimat selesai), ungkapan (kiasan tentang keadaan atau kelakuan seseorang yang berupa frase), perumpamaan ( kalimat yang menggunakan kata-kata perbandingan untuk mengungkapkan keadaan atau kelakuan seseorang), tamsil dan ibarat (kalimat perbandingan yang diiringi kalimat penjelas), serta pameo (kata-kata yang menjadi populer yang diucapkan dan mengandung dorongan semangat maupun ejekan). Pantun berdasarkan isinya dibedakan atas: pantun anak-anak, pantun orang muda, pantun orang tua, pantun jenaka, dan pantun teka-teki. Sedangkan berdasarkan bentuknya pantun dibedakan atas: pantun biasa, pantun berkait, talibun, dan pantun kilat (karmina). Syarat pantun ialah sebagai berikut: (1) terdiri atas empat baris; (2) tiap baris terdiri atas delapan sampai sepuluh suku kata; (3) dua baris pertama disebut sampiran dan dua baris berikutnya mengandung maksud si pemantun (isi pantun); (4) pantun mementingkan rima akhir dan rumus rima disebut dengan abjad/abjad; maksudnya bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga, bunyi akhir baris kedua sama dengan bunyi akhir baris keempat (Badudu, 1984). Syair mempunyai dua pengertian, yaitu salah satu bentuk puisi lama; dan sajak (puisi). Pada abad pertengahan, syair mendapat tempat yang penting dalam masyarakat karena pada masa itu karangan dalam bentuk prosa belum dikenal benar. Hampir semua cerita atau hikayat ditulis dalam bentuk syair. Syair
Universitas Sumatera Utara
dapat dibedakan atas; (1) syair-syair yang merupakan dongeng atau yang berisi angan-angan pengarang, (2) syair yang berisi kiasan atau sindiran, (3) syair yang berisi cerita atau hikayat, (4) syair yang berisi cerita kejadian, dan (5) syair yang berisi ajaran budi pekerti / agama. Sedangkan syarat sebuah syair adalah: terdiri atas empat baris; tiap baris terdiri atas delapan sampai sepuluh suku kata; tidak terbagi atas sampiran dan isi, tetapi semuanya merupakan isi; umumnya beruntun karena dipakai melukiskan cerita; dan rima akhirnya /aaaa/ artinya berima rangkai (Badudu, 1984). Gurindam adalah bentuk puisi lama yang kurang populer. Bentuk puisi ini diperkirakan berasal dari India (Tamil) masuk ke Indonesia karena adanya pengaruh kesusasteraan Hindu. Gurindam yang terkenal adalah kumpulan gurindam karangan pujangga Melayu lama Raja Ali Haji. Gurindam XII karena terdiri atas dua belas pasal dan berisi kurang lebih 64 buah gurindam. Melihat dari isinya gurindam mendekati pepatah. Syarat sebuah gurindam adalah: gurindam terdiri atas dua baris; rima akhirnya /aa/; sempurna dengan dua baris saja; baris pertama merupakan syarat, baris kedua berisi akibat daripada yang disebutkan dalam baris pertama; isi gurindam pada umumnya berisi nasihat atau sindiran (Badudu, 1984). Kalimat-berirama adalah bentuk prosa, tetapi di dalamnya irama puisi sangat terasa, sedangkan puisi dibedakan daripada prosa oleh iramanya, maka kalimat berirama dimasukkan ke dalam bentuk puisi. Di dalam bahasa Minangkabau, ada cerita-cerita pelipur lara dalam bentuk bahasa berirama yang dinamakan kaba (Badudu, 1984).
Universitas Sumatera Utara
Beberapa bentuk puisi lama yang berasal dari Arab dan Parsi ialah: Masnawi, Rubai, Kit’ah, Nazam, dan Gazal. Bentuk-bentuk puisi Arab-Parsi sangat berlainan dengan puisi asli baik Melayu maupun Indonesia. Kata-kata dan susunannya juga sudah berlainan sekali dengan bahasa yang kita pergunakan dewasa ini sehingga agak sukar untuk memahami artinya. Puisi baru Indonesia lahir pada tahun dua puluhan. Sebenarnya bukan Angkatan Pujangga Baru yang pertama sekali melahirkan puisi baru, melainkan beberapa pengarang yang lebih tua daripada mereka yang disebut Angkatan Prapujangga Baru, di antaranya ialah Mohammad Yamin dan Rustam Effendi lalu disusuul oleh Angkatan Pujangga Baru yang mulai bereksperimen dengan bentukbentuk puisi yang lebih bebas. Bebas menggunakan rima, memilih kata-kata dan perbandingan-perbandingan, bebas dalam menentukan irama. Kemudian lahirlah bentuk-bentuk puisi Indonesia baru seperti: (1) distichon / sajak dua seuntai; (2) terzina / sajak tiga seuntai; (3) quatrain / sajak empat seuntai; (4) quint / sajak lima seuntai; (5) sextet atau dubbel terzina / sajak enam seuntai; (6) septima / sajak tujuh seuntai; (7) stanza atau octaaf / sajak delapan seuntai; (8) soneta / sajak empat belas seuntai; (9) sajak bebas / bebas dalam jumlah baris (Badudu, 1984). Puisi Indonesia Modern bermula sejak zaman pendudukan Jepang yang dipelopori oleh Chairil Anwar yang dinamakan Angkatan ’45. bagi mereka puisi baru masih belum bebas seratus persen. Bentuknya harus sesuai dengan irama jiwa dan gerak sukma yang hendak dicetuskan. Menurut isinya, puisi modern dibagi atas: puisi yang melukiskan keindahan alam; puisi yang membayangkan kasih sayang kepada kekasih; puisi yang berisi semangat cinta tanah air; puisi yang berisi pujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau seseorang
Universitas Sumatera Utara
yang berjasa; dan lain-lain. Sedangkan puisi Barat membeda-bedakan puisi kedalam bentuk: balada, romance, elegi, ode, himne, epigram, dan satire. Puisi merupakan sebuah struktur yang kompleks. Kekompleksan itu merupakan: penggantian arti (displacing); penyimpangan arti (distorting); dan penciptaan arti (creating of meaning) .Kumpulan puisi Renungan Kloset karya Rieke Diah Pitaloka ini lebih mementingkan menggunakan majas metafora dan metonimi menggantikan majas kiasan lainnya seperti majas perbandingan (simile), personifikasi, senekdoke, perbandingan epos, dan alegori sehingga terjadi penggantian arti dalam puisi-puisi tersebut. Sebagai contoh: katakan pada empat penjuru angin tanah dewata berduka ada duri menggores jantungnya melukai ulu hatinya menusuk dadanya menghujam batinnya menghanguskan berpuluh raga membakar berpuluh nyawa
(Legian, Kuta 121002, hlm 80)
Dari penggalan puisi di atas yaitu katakan pada empat penjuru angin (personifikasi karena angin tidak dapat mendengar), tanah dewwata berduka (personifikasi karena tanah tidak dapat berduka), ada duri menggores jantungnyamelukai ulu hatinya-menusuk dadanya-menghujam batinnya-menghanguskan berpuluh raga-membakar berpuluh nyawa (personifikasi karena duri tidak dapat menggores, melukai, menusuk, menghujam, menghanguskan, dan membakar manusia). Akan tetapi yang dimaksud di sini adalah kengerian yang dialami manusia saat terjadinya pengeboman di Bali tahun 2002. Hal inilah yang menyebabkan penggantian arti.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, Pitaloka juga menggunakan ambiguitas yaitu adanya makna ganda (polyinterpretable) dalam puisinya dan kontradiksi yang mengandung pertentangan yang disebabkan paradoks atau ironi yang menyebabkan terjadinya penyimpangan arti. Sebagai contoh: Aku tak tahu, tunggu sampai ayahmu menjemput Kalau begitu tak usah pergi, Mak kita tunggu peluru menembus dada kita sama seperti ketika ia menembus dada Bapak… (Eksodus, dalam Renungan Kloset, hlm 69-70) Dari penggalan puisi di atas yang merupakan penyimpangan arti yaitu kata “peluru” yaitu untuk melambangkan kekerasan yang dilakukan oleh para penguasa kepada masyarakat golongan rendah bukan untuk menyatakan peluru dari sebuah pistol atau senapan. Sedangkan untuk penciptaan arti, tidak ditemukan penulis di dalam puisi-puisi Pitaloka ini. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis makna kumpulan puisi Renungan Kloset karya Rieke Diah Pitaloka ini. Penulis menganalisis kumpulan puisi Renungan Kloset karya Rieke Diah Pitaloka dari segi maknanya karena menurut penulis puisi-puisi Rieke Diah Pitaloka ini menggambarkan kepedihan, cinta, dan cita-cita rakyat Indonesia. Selain itu, puisi Pitaloka ini belum pernah dianalisis orang.
1.1.2 Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapatlah dirumuskan masalahnya sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Bagaimanakah srtuktur kelima lapis norma dalam puisi-puisi yang terdapat dalam kumpulan puisi Renungan Kloset karya Rieke Diah Pitaloka? 2. Bagaimanakah makna totalitas puisi berdasarkan tinjauan semiotik dalam kumpulan puisi Renungan Kloset karya Rieke Diah Pitaloka?
1.2 Batasan Masalah Dalam analisis struktural ini, dibatasi hanya pada struktur kelima lapis norma dalam puisi. Kelima lapis norma itu terdiri atas (1) lapis bunyi, (2) lapis arti, (3) lapis objek, (4) lapis “dunia”, dan (5) lapis metafisis. Analisis struktural dengan kelima lapis norma ini dianggap sudah dapat menyingkap makna puisipuisi tersebut setelah dihubungkan dengan pendekatan semiotik nantinya (Pradopo, 1999:20). Menganalisis semiotik dilakukan dengan subtinjauan yaitu: sintaksis semiotik, semantik semiotik, dan pragmatik semiotik (Zoest, !999:6). Hal ini dilakukan karena dengan pendekatan ketiga subtinjauan tersebut sudah dapat menyingkap makna puisi-puisi tersebut. Intensifnya penelitian, maka dipilih beberapa puisi dari kumpulan puisi Renungan Kloset tersebut yang dapat mewakili analisis puisi secara struktural dan semiotik.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis srtuktur kelima lapis norma dalam puisi-puisi yang terdapat dalam kumpulan puisi Renungan Kloset karya Rieke Diah Pitaloka. 2. Menganalisis makna totalitas puisi berdasarkan tinjauan semiotik dalam kumpulan puisi Renungan Kloset karya Rieke Diah Pitaloka.
1.3.2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini ialah: 1. Kajian ini untuk mengembangkan ilmu sastra di Jurusan Sastra Indonesia USU, khususnya dalam bidang genre puisi, pada umumnya untuk penerapan teori sastra dalam kajian ilmiah, 2. Kajian ini menambah khasanah dan wawasan ilmu yang dimiliki penulis.
Universitas Sumatera Utara