BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) disahkan pada tanggal 30 April 2008 dan mulai berlaku dua tahun setelah diundangkan, tepatnya mulai 30 April 2010. UU KIP ini mengatur tentang hak masyarakat dalam mendapatkan informasi publik, hak dan kewajiban badan publik, serta kategori informasi publik yang bisa dibuka dan tidak bisa dibuka ke masyarakat. Pengertian Informasi publik menurut UU KIP adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Adapun badan publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
1
dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. UU KIP menjabarkan 4 kategori informasi yaitu informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, informasi yang wajib diumumkan secara serta merta, informasi yang wajib tersedia setiap saat, dan informasi yang dikecualikan. Setiap badan publik harus melakukan pemilahan informasi yang dimiliki sesuai dengan kategorisasi tersebut serta berkewajiban untuk menyampaikan atau tidak menyampaikannya kepada publik sesuai dengan ketentuan UU KIP. Keberadaan UU KIP ini membawa paradigma baru dalam hal keterbukaan informasi pada badan publik pemerintah. Jika sebelum hadirnya UU KIP ini informasi pada badan publik pemerintah lebih banyak sisi tertutupnya, maka UU KIP ini membuka ruang keterbukaan lebih besar dan menyisakan sedikit saja informasi yang tidak bisa dibuka ke masyarakat. Dengan adanya undang-undang ini, pegawai pemerintah tidak bisa lagi menolak permintaan masyarakat atas sebuah informasi dengan alasan rahasia negara sepanjang undang-undang membolehkannya. Perbedaan status informasi pada badan publik pemerintah sebelum dan sesudah Undang-Undang KIP lahir bisa digambarkan sebagai berikut:
2
Gambar 1.1: Status informasi sebelum dan sesudah UU KIP
Tertutup
Terbuka Terbuka
Sebelum ada UU KIP
Tertutup
Sesudah ada UU KIP
Gambar diatas menjelaskan bahwa sebelum UU KIP disahkan, semua informasi di badan publik termasuk badan publik pemerintah bersifat tertutup, kecuali yang bisa dibuka. Kaidah dasarnya adalah semua informasi ditutup kecuali yang bisa dibuka. Dalam prakteknya, ketika ada permohonan informasi dari masyarakat, aparat pemerintah biasanya mengatakan bahwa informasi yang dimiliki badan publik pemerintah adalah dokumen negara yang tidak bisa dibuka bebas kepada masyarakat. Setelah UU KIP disahkan, maka kaidah dasarnya berubah. Seluruh informasi yang dimiliki badan publik pemerintah sifatnya terbuka, kecuali yang ditutup menurut UU tersebut. Dengan demikian, akses masyarakat terhadap informasi di lembaga pemerintahan menjadi lebih maksimal. Sedaangkan informasi yang dikecualikan untuk dibuka jumlahnya sedikit, bersifat terbatas dan ketat. UU KIP menuntut setiap badan publik untuk memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat. Tugas pelayanan tersebut dilakukan oleh
3
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang juga wajib dibentuk di setiap badan publik. PPID bertanggungjawab dalam pelaksanaan tugas penyediaan dan pelayanan informasi di badan publik. PPID bertanggungjawab terhadap penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan pelayanan informasi di badan publik. PPID merupakan implementor UU KIP yang berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 2010, harus terbentuk paling lambat 23 agustus 2011. Di Kabupaten Pesawaran, berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Komisi Informasi Provinsi Lampung pada tahun 2013, disebutkan bahwa pelaksanaan UU KIP masih jalan di tempat. Menurut Ketua Komisi Informasi Lampung Juniardi, Pemerintah Kabupaten Pesawaran belum menunjukkan rencana kegiatan, laporan keuangan, dan berbagai hal yang wajib disediakan dan diumumkan kepada publik.1 Hasil monitoring dan evaluasi Komisi Informasi Provinsi Lampung terhadap pelaksanaan keterbukaan informasi di kabupaten/kota se-Provinsi Lampung tahun 2013 selengkapnya sebagai berikut:
1
http://www.antaranews.com/berita/392624/keterbukaan-informasi-di-kabupaten-pesawaranlampung-statis
4
Tabel 1.1 Hasil Monitoring dan Evaluasi Komisi Informasi Provinsi Lampung Tahun 2013 No
Badan Publik
Website
Visitasi
PPID
Skor Akhir
1
Kota Bandar Lampung
30%
20%
24%
74%
2
Kab. Lampung Selatan
25%
14%
24%
63%
3
Kota Metro
22,5%
14%
24%
60,5%
4
Kab. Tulang Bawang
28,7%
12%
18%
58,7%
5
Kab. Pesawaran
25%
14%
18%
57%
6
Kab. Pringsewu
20%
12%
12%
44%
7
Kab. Lampung Timur
21,2%
10%
6%
37,2%
8
Kab. Lampung Tengah
15%
10%
0
35%
9
Kab. Lampung Barat
18,7%
10%
6%
34,7%
10
Kab. Way Kanan
17,5%
10%
6%
33,5%
11
Kab. Lampung Utara
15%
10%
6%
31%
12
Kab. Mesuji
11,2%
10%
6%
27,2%
13
Kab. Tanggamus
7,5%
10%
6%
23,5%
14
Kab. Tulang Bawang Barat
7,5%
10%
6%
23,5%
15
Kab. Pesisir Barat
0
10%
0
10%
Sumber: : http://bandarlampungkota.go.id/?p=4234
5
Meskipun hasil monitoring dan evaluasi Komisi Informasi Provinsi Lampung menempatkan Kabupaten Pesawaran pada urutan ke-5, tetapi nilai agregat yang diraih hanya 57% dari nilai maksimal 100%. Hal ini mengindikasikan pelaksanaan UU KIP di Kabupaten Pesawaran masih belum memenuhi apa yang diamanatkan UU tersebut. Makna angka 57% ini akan menarik apabila didukung data deskriptif tentang pelaksanaan UU KIP di Kabupaten Pesawaran. Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik meneliti tentang implementasi Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di Kabupaten Pesawaran. 1.2 Rumusan Permasalahan Bagaimana implementasi Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di Kabupaten Pesawaran?. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi UndangUndang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di Kabupaten Pesawaran.
6
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Pesawaran terkait pelaksanaan keterbukaan informasi publik di Kabupaten Pesawaran. 1.5 Penelitian Terkait Penelitian
dan
penilaian
atas
implementasi
Undang-Undang
Keterbukaan Informasi Publik sudah cukup banyak dilakukan. Salahsatu penelitian tersebut dilakukan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Yayasan TIFA pada tahun 2012. Mereka melakukan kajian pelaksanaan keterbukaan informasi publik di beberapa daerah yaitu Jawa Timur, Papua Barat, Aceh, dan DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi capaian keterbukaan informasi baik dari sisi pengembangan kelembagaan seperti pembentukan PPID dan Komisi Informasi maupun dari sisi substantif yakni penyediaan informasi bagi masyarakat. Secara umum, faktor penyebab adanya variasi capaian tersebut adalah rendahnya pengetahuan, kapasitas dan kemauan aparatur pemerintahan di daerah dalam memahami dan melaksanakan ketentuan yang digariskan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.2 Selain itu, isu keterbukaan
2
Pratikno, dkk. 2012. Kajian Implementasi Keterbukaan Informasi Dalam Pemerintahan Lokal Pasca UU nomor 14 tahun 2008.
7
informasi publik di daerah tidak menjadi perhatian utama karena tertutupi oleh isu lain. Penelitian lain yang berkaitan dengan implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik adalah penelitian yang dilakukan Feri Ferdaus (2014). Ia melakukan penelitian tentang implementasi UU KIP di Provinsi Lampung tahun 2010-2013. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa implementasi UU KIP di Provinsi Lampung secara umum baru menyentuh aspek formal yang ditandai dengan terbentuknya struktur pendukung berupa PPID dan Komisi Informasi Daerah. Implementasi belum sampai pada level perubahan atau paradigma dalam birokrasi yang lebih berorientasi keluar dan lebih bersifat terbuka dalam melayani masyarakat.3 Penelitian lainnya dilakukan oleh Diah Fatma Sjoraida dan Novie Indrawati Sagita. Keduanya melakukan penelitian tentang implementasi kebijakan keterbukaan informasi di Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Hasil dari penelitian tersebut terdapat beberapa faktor yang yang mempengaruhi implementasi kebijakan keterbukaan informasi publik di Jawa Barat tidak berjalan efektif, yaitu: (1) struktur organisasi dan kewenangan pelaksana yang tidak memadai; (2) anggaran khusus urusan pelayanan informasi publik yang tidak mendukung; (3) Budaya kerja dan mentalitas SDM dalam pelaksanaan pelayanan informasi kepada publik.
3
Lihat Tesis Feri Ferdaus, 2014, halaman 81
8
Soal budaya kerja dan mentalitas aparat, meskipun sudah beberapa kali diberikan sosialisasi dan bimbingan teknis mengenai pembuatan daftar informasi publik dan teknik pelayanan informasi, namun aparat belum mampu
melaksanakannya.
Aparat
pelaksana
juga
kurang
update
menginformasikan kegiatan-kegiatan di website jabarprov.go.id serta lambannya merespon tuntutan permohonan informasi publik dari masyarakat kepada PPID. Hal ini disebabkan adanya pandangan bahwa setiap sosialisasi dan bimtek hanya diperuntukkan bagi aparat daerah (kabupaten/kota) bukan aparat Provinsi. PPID di tiap organisasi perangkat daerah (OPD) hanya ditangani oleh sekretaris tanpa didukung oleh organ penunjang. Urusan PPID sampai saat ini masih berupa fungsi sampingan bukan fungsi utama dari OPD, sehingga aparat menjadi malas mengerjakan karena pelaksanaan urusan PPID tidak masuk ke dalam perhitungan kinerja. Padahal urusan PPID tersebut sangat menyita waktu, tenaga dan pikiran, sehingga sesungguhnya membutuhkan perhatian dan konsentrasi khusus.4 Dibandingkan dengan daerah-daerah yang diteliti diatas, Kabupaten Pesawaran tergolong daerah yang usianya lebih muda. Kabupaten Pesawaran merupakan daerah otonomi baru yang dibentuk pada tahun 2007, satu tahun sebelum UU KIP disahkan. Sampai dengan tahun 2010, Kabupaten Pesawaran dipimpin oleh Penjabat Kepala Daerah. Setelah dilaksanakan pemilihan kepala daerah pada tahun 2010, Kabupaten Pesawaran barulah
4
Diah Fatma Sjoraida dan Novie Indrawati Sagita. Tanpa tahun. Diunduh dari https://www.conftool.com/.../Sjoraida-IMPLEMENTASI_KEBIJAKAN_...
9
resmi memiliki kepala daerah definitif. Dalam konteks sebagai daerah otonomi baru inilah penelitian atas implementasi UU KIP di Kabupaten Pesawaran menarik dilaksanakan.
10