BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan kehidupan masyarakat yang begitu cepat sebagai hasil dan proses pelaksanaan pembangunan di segala bidang kehidupan sosial, politik, ekonomi, keamanan dan budaya selain membawa dampak positif, juga telah membawa dampak negatif berupa peningkatan kualitas dan kuantitas berbagai macam kejahatan yang sangat merugikan dan meresahkan masyarakat, contohnya yaitu adanya praktek perjudian. Perjudian adalah suatu bentuk patologi sosial yang menjadi ancaman yang nyata atau potensial terhadap norma-norma sosial sehingga bisa mengancam berlangsungnya ketertiban sosial. Dengan demikian perjudian dapat menjadi penghambat pembangunan nasional yang beraspek materil-spiritual. Oleh karena itu perjudian harus ditanggulangi dengan cara yang rasional. Salah satu usaha yang rasional tersebut adalah dengan pendekatan kebijakan penegakan hukum pidana. Hukum pidana digunakan untuk menyelesaikan masalah sosial khususnya dalam penanggulangan kejahatan sebagai salah satu bentuk penyakit masyarakat dan satu bentuk patologi sosial seperti kasus perjudian. 1 Penegakan hukum pidana
1
Kartini Kartono, Patologi Sosial, Cet. 1, Jilid I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005)
hal. 57.
Universitas Sumatera Utara
untuk menanggulangi perjudian sebagai perilaku yang menyimpang harus terus dilakukan. Hal ini sangat beralasan karena perjudian merupakan ancaman yang nyata terhadap norma-norma sosial yang dapat menimbulkan ketegangan individual maupun ketegangan-ketegangan sosial. 2 Judi bukan masalah baru di Indonesia. Pada masa pemerintahan Orde Baru, untuk mengatasi masalah ini, lahir Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. Undang-undang ini jelas menyatakan bahwa ancaman hukuman dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) untuk perjudian tidak sesuai lagi sehingga perlu diperberat. Bahkan, Pasal pelanggaran judi dijadikan kejahatan dan hukumannya dinaikkan dari satu bulan menjadi empat tahun (Pasal 542 ayat 1), serta dari tiga bulan menjadi enam tahun (Pasal 542 ayat 2). Pada kasus perjudian, walaupun ancaman hukuman diperberat dan jenis delik diubah (dari pelanggaran menjadi kejahatan), tapi masalah masyarakat ini tidak tertanggulangi. Ada beberapa wacana untuk mengatasi, antara lain melokalisasi judi (biasanya selalu menyebut contoh Malaysia dengan Genting Highland-nya), sebagian yang lain dengan membuat Peraturan Daerah (Perda) di masing-masing daerah. Ada juga keluhan bahwa penegak hukum kurang antusias memberantas judi di beberapa daerah. Hal itu biasanya dibumbui kecurigaan adanya kepentingan dari bisnis judi yang menguntungkan. Sebagian menyebut 2
Saparinah Sadli, dalam Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Cet.. II, (Bandung: Alumni, 1998) hal. 148.
Universitas Sumatera Utara
bahwa penegak hukum tidak bisa bertindak jika permainan judi itu mendapatkan izin dari pemerintah daerah. Tindak pidana perjudian adalah tanpa mendapat izin dengan sengaja menawarkan
atau
memberikan
kesempatan
untuk
permainan
judi
dan
menjadikannya sebagai pencarian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu, dan atau dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tatacara. 3 Perjudian dalam proses sejarah dari generasi ternyata tidak mudah untuk diberantas. Meskipun kenyataan juga menunjukkan bahwa hasil perjudian yang diperoleh oleh pemerintah dapat digunakan untuk usaha-usaha pembangunan, sebagai contoh, di DKI Jakarta semasa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin yang melegalkan perjudian dan prostitusi. Namun, terlepas dari itu ekses negatif dari perjudian lebih besar daripada ekses positif. Oleh karena itu pemerintah dan aparat hukum terkait harus mengambil tindakan tegas agar masyarakat menjauhi dan akhirnya berhenti melakukan perjudian. 4 Penegakan hukum pidana di Indonesia dalam penanggulangan perjudian mengalami dinamika yang cukup menarik. Karena perjudian seringkali sudah
Pasal 1.
3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian,
4
Media Hukum, hukumonline.com, diakses tanggal 28 Nopember 2010.
Universitas Sumatera Utara
dianggap sebagai hal yang wajar dan sah (legal), namun di sisi lain kegiatan tersebut sangat dirasakan berdampak negatif dan sangat mengancam ketertiban sosial masyarakat. 5 Data yang diperoleh dari Polres Asahan menunjukkan bahwa kasus perjudian terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data selama 2 tahun terakhir yaitu pada tahun 2009 jumlah kasus perjudian yaitu 182 kasus, dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 215 kasus. Kasus judi yang paling marak di wilayah hukum Polres Asahan adalah judi togel, judi KIM, judi handphone (SMS), judi joker, dan lain-lain. Dari 397 kasus perjudian yang ada dalam dua tahun tersebut sudah dilimpahkan ke pengadilan sebanyak 385 kasus, sedangkan 12 kasus lainnya tidak sampai ke pengadilan karena tersangka melarikan diri saat wajib lapor. 6 Berita miring yang sempat menerpa aparat kepolisian di daerah ini menyebutkan, maraknya perjudian karena adanya kerja sama antara bandar judi dengan oknum-oknum polisi. Kondisi inilah yang kabarnya, membuat perjudian di Asahan lepas kendali. Meski hal tersebut telah dibantah oleh kepolisian atas keterlibatan anggotanya dalam melegalkan (kerjasama) bandar judi melakukan praktik-praktik perjudian, namun masyarakat tetap saja mempertanyakan, kapan Asahan bisa bersih kembali dari perjudian. Bukan hanya masyarakat saja yang memprotes kehadiran permainan judi yang ditemukan di Asahan, seperti judi 5
Judi: Hipokrisi, Lokalisasi, Legalisasi, http://www.freelists.org/cgi-bin/list?list_id=untirtanet., diakses tanggal 15 Oktober 2010. 6 Data diperoleh dari Polres Asahan, Januari 2011.
Universitas Sumatera Utara
samkwang, judi Singapore, togel, judi KIM dan judi undian, pemuka masyarakat dan masyarakat umum juga tidak menginginkan judi hidup dan berkembang di masyarakat. 7 Beberapa informasi dapat diketahui bahwa keadaan perekonomian masyarakat Asahan saat ini sudah berada pada tahap sangat sulit dan memprihatinkan akibat meningkatnya harga kebutuhan pokok. Hal tersebut sebagai akibat dari rendahnya penghasilan masyarakat, di samping itu banyaknya anggota masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan, hilangnya pekerjaan akibat adanya pengurangan tenaga kerja (PHK) dari perusahaan-perusahaan tempat mereka bekerja. Jika pun mereka mempunyai pekerjaan, penghasilan yang diperoleh jauh dari dapat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat dengan keluarganya. Berbagai hal tersebut menyebabkan mereka berusaha untuk menutupi kekurangan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berbagai cara ditempuh baik yang sah atau legal menurut hukum, maupun yang illegal atau bertentangan dengan hukum. Bagi sebagian anggota masyarakat jalan yang tidak menurut hukum ditempuh karena hal itu merupakan pilihan terbaik menurut dan bagi mereka. Salah satu cara yang banyak ditempuh dilarang dan akan mengakibatkan mereka berurusan dengan pihak yang berwajib mereka tetap melakukannya, dengan harapan kalau menang dapat menutupi kebutuhan hidup mereka.
7
Perjudian dan Komitmen Aparat, www.medanbisnisdaily.com, diakses tanggal 20 Januari
2011.
Universitas Sumatera Utara
Perjudian menjadi salah satu pilihan yang dianggap sangat menjanjikan keuntungan tanpa harus bersusah payah bekerja, judi dianggap sebagai pilihan yang tepat bagi rakyat kecil untuk mencari uang dengan lebih mudah. Mereka kurang menyadari bahwa akibat judi jauh lebih berbahaya dan merugikan dari keuntungan yang akan diperolehnya dan yang sangat jarang dapat diperolehnya. Dengan adanya berbagai faktor penyebab tersebut, polisi menemui hambatan dalam menertibkan perjudian. Hasil penelitian Galih Ian Rahadyan (2008) menunjukkan bahwa hambatan dalam penanggulangan tindak pidana perjudian di Polres Sragen berasal dari masyarakat (luar kepolisian) ataupun dari dalam tubuh polisi sendiri. Hambatan yang berasal dari masyarakat/luar tubuh kepolisian, yaitu : Perjudian bersifat tidak tetap atau berpindah–pindah, masyarakat tidak mau dijadikan saksi dalam perkara perjudian, Sebagian masyarakat masih memandang bahwa perjudian adalah warisan nenek moyangnya, perjudian adalah budaya, dan bukan merupakan pelanggaran hukum. Hambatan yang berasal dari dalam tubuh kepolisian, yaitu: Aparat kepolisian yang terbatas, Tidak ada satuan khusus yang menangani masalah perjudian, Adanya oknum kepolisian yang menjadi back-up perjudian. 8 Banyaknya kasus perjudian di Asahan dan berbagai daerah di Indonesia akan menjadi menghambat pembangunan nasional yang beraspek materil-spiritual. Karena perjudian mendidik orang untuk mencari nafkah dengan tidak sewajarnya dan membentuk watak “pemalas”. Sedangkan pembangunan membutuhkan
8
Galih Ian Rahadyan, Kebijakan dan Peran Kepolisian Resor Sragen Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Perjudian Demi Menciptakan Ketertiban Masyarakat. Abstrak.
Universitas Sumatera Utara
individu yang giat bekerja keras dan bermental kuat. 9 Sangat beralasan kemudian judi harus segera dicarikan cara dan solusi yang rasional untuk suatu pemecahannya. Karena sudah jelas judi merupakan problema sosial yang dapat mengganggu fungsi sosial dari masyarakat. 10 Salah satu tantangan yang dihadapi polisi dalam pelaksanaan tugas kesehariannya adalah adanya kesenjangan masyarakat atas tugas-tugas polisi seharusnya dengan kenyataan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. untuk mencapai pelaksanaan tugas kepolisian tersebut, polisi melakukan sejumlah tindakan-tindakan sesuai tugas dan wewenang yang diberikan dalam pengertian bahwa kepolisian harus menjalankan tugas dan wewenangnya setiap waktu meliputi : pelayanan masyarakat, menjaga ketertiban dan keamanan serta penegakan hukum, mengingat judi merupakan salah satu tindak pidana kejahatan. 11 Kepolisian merupakan salah satu lembaga pemerintah yang memiliki peranan penting dalam negara hukum. Di dalam negara hukum kehidupan hukum sangat ditentukan oleh faktor struktur atau lembaga hukum, di samping faktorfaktor lain, seperti faktor substansi hukum dan faktor kultur hukum. Dengan
9
B. Simandjuntak, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, (Bandung : Tarsito, 1990), hal. 352-353 10 Ibid, hal. 354 11 Kepolisian Negara Republik Indonesia. Perpolisian Masyarakat, Buku Pedoman Pelatihan untuk Anggota Polri, Jakarta: 2006, hal. 71.
Universitas Sumatera Utara
demikian, efektivitas operasional dari struktur atau lembaga hukum sangat ditentukan oleh kedudukannya dalam organisasi negara. 12 Dalam Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. 13 Berkaitan dengan tindak kejahatan perjudian, maka tugas polisi yaitu menegakkan hukum, menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta pelayanan dan pengayoman masyarakat adalah tugas yang mulia, yang aplikasinya harus berasaskan legalitas, undang-undang yang berlaku dan hak azasi manusia. Atau dengan kata lain harus bertindak secara professional dan memegang kode etik secara ketat dan keras, sehingga tidak terjerumus ke dalam perilaku yang dibenci masyarakat, terutama dalam memberantas tindak pidana perjudian. Penggunaan upaya hukum termasuk hukum pidana, merupakan salah satu upaya mengatasi masalah sosial termasuk dalam bidang kebijakan penegakan hukum. Disamping itu karena tujuannya adalah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada umumnya, maka kebijakan penegakan hukum itupun termasuk dalam bidang kebijakan sosial, yaitu segala usaha yang rasional untuk mencapai 12
Sadjijono, Seri Hukum Kepolisian, Polri dan Good Governance, (Jakarta: Laksbang Mediatama, 2008), hal. 1. 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tugas dan Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Bab III, Pasal 13.
Universitas Sumatera Utara
kesejahteraan masyarakat. Sebagai suatu masalah yang termasuk kebijakan, maka penggunaan (hukum) pidana sebenarnya tidak merupakan suatu keharusan. 14 Keberhasilan polisi dalam penanggulangan kejahatan harus disyaratkan pada integralitas berbagai pendekatan, yang secara garis besarnya dapat dibagi menjadi pendekatan penal, melalui penerapan hukum pidana dan upaya non-penal, yaitu kebijakan penanggulangan tanpa penerapan hukum pidana, melainkan dititikberatkan pada berbagai kebijakan sosial. 15 Hal ini dilatarbelakangi bahwa kejahatan adalah masalah sosial dan masalah kemanusiaan. Oleh karena itu upaya penanggulangan kejahatan tidak hanya dapat mengandalkan penerapan hukum pidana semata, tetapi juga melihat akar lahirnya persoalan kejahatan ini dari persoalan sosial, sehingga kebijakan sosial juga sangat penting dilakukan. 16 Kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy) harus mampu menempatkan setiap komponen sistem hukum dalam arah yang kondusif dan aplikatif untuk menanggulangi kejahatan, termasuk peningkatan budaya hukum masyarakat sehingga mau berpartisipasi secara aktif dalam penanggulangan kejahatan. Keterlibatan masyarakat ini sangat penting karena menurut G. Pieter Hoefnagels bahwa kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) merupakan usaha yang rasional dari masyarakat sebagai reaksi mereka terhadap kejahatan. Selanjutnya dikatakan bahwa 14
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 119. 15 Mahmud Mulyadi, Criminal Policy, Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan. (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), hal. 55. 16 Ibid, hal.51.
Universitas Sumatera Utara
kebijakan penanggulangan kejahatan merupakan ilmu untuk menanggulangi kejahatan. 17 Berbagai kalangan dalam masyarakat mengkritisi peran polisi, ada apresiasi yang diberikan masyarakat terhadap keberhasilan polisi, terutama pemberantasan terorisme. Tapi di sisi lain, masih banyak keluhan masyarakat seperti mengenai kasus korupsi, dan kasus perjudian yang semakin meresahkan masyarakat. Kultur korps berseragam cokelat ini belum banyak berubah, meski sudah 10 tahun lebih memisahkan diri dari Tentara Nasional Indonesia (TNI). Peran polisi sebagai pelayan dan pengayom masyarakat masih sebatas pada lip service atau ucapan belaka. Dalam penanganan kasus perjudian, polisi dapat berperan dengan menangkap pelaku kasus perjudian, baik pemain maupun bandar judi, dan melimpahkan kasusnya ke pengadilan agar mendapat hukuman dengan dijerat Pasal-Pasal dalam hukum pidana. 18 Efektifitas upaya penegakan hukum untuk merintangi berkembangnya perjudian hingga saat ini di Polres Asahan dirasa belum optimal. Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana peran Polri dalam penanggulangan tindak pidana kasus perjudian di Wilayah Hukum Polres Asahan dan apa saja kendala-kendala yang dihadapi dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian tersebut.
17
G. Pieter Hoefnagels, The Other Side of Criminology, An Inversion of The Concept of Crime. (Holland: Kluwer Deventer, 1992), yang dikutip oleh Mahmud Mulyadi, 2008, Opcit. hal. 52 18 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 72.
Universitas Sumatera Utara
Adanya berbagai macam alasan di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berhubungan dengan kebijakan Polri dalam pemberantasan perjudian khususnya penanganan hukum pidana di Wilayah Hukum Polres Asahan dengan judul: “Kebijakan Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana
Perjudian (Studi Di Wilayah Hukum Polres Asahan).
B. Perumusan Masalah Meningkatnya kasus perjudian di Wilayah Hukum Polres Asahan secara langsung berdampak terhadap penerapan hukum pidana pada pelaku. Sehingga dari uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah konsep penanggulangan kejahatan perjudian dari sudut pandang criminal policy? 2. Bagaimana kebijakan Polri dalam penanggulangan tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Asahan? 3. Faktor-faktor apakah yang menghambat penanggulangan tindak pidana perjudian oleh aparat penegak hukum di wilayah Polres Asahan?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk memperjelas masalah-masalah yang telah dirumuskan. Tujuan secara umum penelitian ini untuk menganalisis secara yuridis peran Polri dalam pidana kasus perjudian di wilayah hukum Polres Asahan. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk mengetahui konsep penanggulangan kejahatan perjudian dari sudut pandang criminal policy? 2. Untuk mengetahui kebijakan Polri dalam penanggulangan tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Asahan 3. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat penanggulangan tindak pidana perjudian oleh aparat penegak hukum di wilayah Polres Asahan D. Manfaat Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Kegunaan akademis yaitu sebagai tambahan referensi untuk memperkaya khasanah penelitian khususnya penelitian yang berhubungan dengan peran Polri dalam penanganan kasus perjudian. 2. Kegunaan praktis yaitu sebagai evaluasi dan memberikan informasi pemikiran serta pertimbangan dalam menangani perjudian di wilayah hukum Polres Asahan dan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi aparat penegak hukum dan pemerintah khususnya dalam menangani perjudian. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan pemerikaan yang dilakukan oleh peneliti di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, bahwa penelitian mengenai kebijakan Polri dalam tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Asahan belum pernah dilakukan dengan pendekatan dan perumusan masalah yang sama. Sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini asli dan belum pernah diteliti baik dari segi materi maupun lokasi penelitian, dengan demikian keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka.
Universitas Sumatera Utara
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Demi tercapainya tujuan negara yang makmur serta adil dan sejahtera maka diperlukan suasana yang kondusif dalam segala aspek termasuk aspek hukum. Untuk mengakomodasi kebutuhan dan aspirasi masyarakatnya tersebut, negara Indonesia telah menentukan kebijakan sosial (social policy) yang berupa kebijakan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial (social welfare policy) dan kebijakan memberikan perlindungan sosial (social defence policy). 19 Kebijakan untuk memberikan perlindungan sosial (social defense policy) salah satunya dengan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana atau kejahatan yang aktual maupun potensial terjadi. Segala upaya untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana/kejahatan ini termasuk dalam wilayah penanggulangan kejahatan atau kebijakan kriminal (criminal policy). 20 Kebijakan
penanggulangan
kejahatan
(criminal
policy)
menurut
Hoefnagels dapat dilakukan dengan memadukan upaya penerapan hukum pidana (criminal law application), pencegahan tanpa menggunakan hukum pidana (prevention without punishment) dan upaya mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kejahatan dan pemidanaan melalui media massa “influencing views of society on crime and punishment (mass media).” 21
19
Barda Nawawi Arief, Opcit. hal. 73. Ibid, hal. 73. 21 G. Pieter Hoefnagels. Opcit, hal. 56 20
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh G. Pieter Hoefnagels di atas, maka kebijakan penanggulangan kejahatan dapat disederhanakan melalui dua cara. Pertama, kebijakan penal (penal policy) yang biasa disebut dengan criminal law application”. Kedua, kebijakan non-penal (non-penal policy) yang terdiri dari “prevention without punishment” dan “influencing views of society on crime and punishment (mass media).” Pendekatan integral antara penal policy dan non penal policy dalam penanggulangan kejahatan harus dilakukan karena pendekatan penerapan hukum pidana semata mempunyai berbagai keterbatasan. Terdapat dua sisi yang menjadi keterbatasan hukum pidana ini. Pertama, dari sisi hakikat kejahatan. Hukum pidana tidak akan mampu melihat secara mendalam tentang akar persoalan kejahatan ini bila tidak dibantu oleh disiplin lain. Kedua, keterbatasan hukum pidana dapat dilihat dari hakikatnya hanya obat sesaat sebagai penanggulangan gejala semata dan bukan alat penyelesaian yang tuntas dengan menghilangkan sumber penyebabnya 22 Pembangunan dalam bidang hukum khususnya pembangunan hukum pidana, tidak hanya mencakup pembangunan yang bersifat struktural, yakni pembangunan lembaga-lembaga hukum yang bergerak dalam suatu mekanisme, tetapi harus juga mencakup pembangunan substansial berupa produk-produk yang merupakan hasil suatu sistem hukum dalam bentuk peraturan hukum pidana dan
22
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998), hal. 44-45.
Universitas Sumatera Utara
yang bersifat kultural, yakni sikap-sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi berlakunya sistem hukum. 23 Penggunaan hukum pidana sebagai suatu upaya untuk mengatasi masalah sosial (kejahatan) termasuk dalam bidang penegakan hukum (khususnya penegakan hukum pidana). Oleh karena itu sering dikatakan bahwa politik atau kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy). 24 Muladi mengemukakan, penggunaan upaya hukum (termasuk hukum pidana) sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah sosial seperti perjudian diharapkan dapat membuat efek jera bagi para pelakunya. 25 Dewasa ini, berbagai macam bentuk perjudian merebak dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyisembunyi. Bahkan sebagian masyarakat sudah cenderung permissif dan seolah-olah memandang perjudian sebagai sesuatu hal wajar, sehingga tidak perlu lagi dipermasalahkan. Sehingga yang terjadi di berbagai tempat sekarang ini banyak dibuka agen-agen judi togel dan judi-judi lainnya yang sebenarnya telah menyedot dana masyarakat dalam jumlah yang cukup besar. Sementara itu di sisi lain, memang ada kesan aparat penegak hukum kurang begitu serius dalam menangani masalah
23
Nyoman Serikat Putra Jaya, Relevansi Hukum Pidana Adat dalam Pembaharuan Hukum Pidana Nasional, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005). hal. 3-4. 24 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal 26. 25 Muladi, “Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana”, (Semarang: Badan Penerbit UNDIP, , 1995), hal. 35.
Universitas Sumatera Utara
perjudian ini. Bahkan yang lebih memprihatinkan, beberapa tempat perjudian disinyalir mempunyai backing dari oknum aparat keamanan. Polri sebagai salah satu pilar pertahanan negara pada dasarnya mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana ditetapkan secara yuridis dalam Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 itu bukan sesuatu yang baru, melainkan sudah pernah diatur dalam produk hukum sebelumnya yang sudah tidak berlaku lagi, terutama Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997. Tugas POLRI yang ditetapkan dalam Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 adalah sebagai berikut: 1. Tugas Polri sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat antara lain: Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan; membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan. 26 2. Tugas Polri sebagai penegak hukum antara lain : Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk keamanan swakarsa; melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; 26
Pasal 14 ayat 1 huruf a, b dan c Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002.
Universitas Sumatera Utara
menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan untuk kepentingan tugas kepolisian. 27 3. Tugas Polri sebagai pengayom dan pelayan masyarakat antara lain : Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang; memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian. 28 Berkaitan dengan penegakan hukum, peran Polri diantaranya yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Salah satu tindak pidana yang menjadi tanggungjawab Polri yaitu menanggulangi kasus perjudian. Pada hekekatnya perjudian bertentangan dengan agama, kesusilaan dan moral Pancasila serta membahayakan masyarakat, bangsa dan negara dan ditinjau dari kepentingan nasional. Perjudian mempunyai dampak yang negatif merugikan moral dan mental masyarakat terutama generasi muda. Di satu pihak judi adalah merupakan problem sosial yang sulit ditanggulangi dan timbulnya judi tersebut sudah ada sejak adanya peradaban manusia. 27 28
Pasal 14 ayat 1 huruf d, e, f, g dan h Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002. Pasal 14 ayat 1 huruf I, j dan k Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002
Universitas Sumatera Utara
Selain dilarang oleh agama, judi juga secara tegas dilarang oleh hukum positif (KUHP). Hal ini dapat diketahui dari ketentuan Pasal 303 KUHP Jo. UU No.7 tahun 1974 tentang Penertiban Judi Jo. Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1981 Jo. Instruksi Presiden dan Instruksi Menteri Dalam Negeri No.5, tanggal 1 April 1981. Hal tersebut disadari pemerintah, maka dalam rangka penertiban perjudian, Pasal 303 KUHP tersebut dipertegas dengan UU. No.7 Tahun 1974, yang di dalam Pasal 1, mengatur semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan. Di sini dapat dijelaskan bahwa semua bentuk judi tanpa izin adalah kejahatan tetapi sebelum tahun 1974 ada yang berbentuk kejahatan (Pasal 303 KUHP), ada yang berbentuk pelanggaran (Pasal 542 KUHP) dan sebutan Pasal 542 KUHP, kemudian dengan adanya UU. No.7 Tahun 1974 diubah menjadi Pasal 303 bis KUHP. Menurut perspektif hukum sendiri, tindak pidana perjudian ini sangat tidak sesuai dengan hukum yang berlaku di Negara kita, yaitu diatur dalam KUHP Pasal 303 KUHP jo. Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1974 yaitu : (1) Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta rupiah, barang siapa dengan tidak berhak: Ke-1 Dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi sebagai mata pencahariannya, atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan main judi.
Universitas Sumatera Utara
Ke-2 Dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi kepada umum atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan perjudian itu, biarpun diadakan atau tidak diadakan suatu syarat atau cara dalam hal memakai kesempatan itu. Ke-3 turut main judi sebagai mata pencaharian. (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya, maka dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan itu. (3) Main judi berarti tiap-tiap permainan, yang kemungkinannya akan menang pada
umumnya
tergantung
pada
untung-untungan
saja,
juga
kalau
kemungkinan itu bertambah besar karena pemain lebih pandai dan atau lebih cakap. Main judi mengandung juga segala pertaruhan tentang keputusan perombakan atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau main itu, dan juga segala pertaruhan lain. Perjudian menurut KUHP dalam Pasal 303 ayat (3) yang diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian disebutkan bahwa: “Yang disebut permainan judi, adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapatkan untung tergantung pada peruntungan belaka, juga karena permainannya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya, yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.” 29
29
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian.
Universitas Sumatera Utara
Dali Mutiara, dalam tafsiran KUHP menyatakan permainan judi sebagai berikut: “Permainan judi berarti harus diartikan dengan artian yang luas juga termasuk segala pertaruhan tentang kalah menangnya suatu pacuan kuda atau lain-lain pertandingan, atau segala pertaruhan, dalam perlombaanperlombaan yang diadakan antara dua orang yang tidak ikut sendiri dalam perlombaan-perlombaan itu, misalnya totalisator dan lain-lain”. 30 Saat ini, berbagai macam dan bentuk perjudian sudah demikian merebak dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik yang bersifat terang-terangan maupun
secara
sembunyi-sembunyi.
Bahkan
sebagian
masyarakat
sudah
cenderung permisif dan seolah-olah memandang perjudian sebagai sesuatu hal wajar, sehingga tidak perlu lagi dipermasalahkan. Sehingga yang terjadi di berbagai tempat sekarang ini banyak dibuka agen-agen judi togel dan judi-judi lainnya yang sebenarnya telah menyedot dana masyarakat dalam jumlah yang cukup besar. Sementara itu di sisi lain, memang ada kesan aparat penegak hukum kurang begitu serius dalam menangani masalah perjudian ini. Bahkan yang lebih memprihatinkan, beberapa tempat perjudian disinyalir mempunyai backing dari oknum aparat keamanan. Dalam arahannya KaPolri yang baru, Timur Pradopo, menyatakan bahwa untuk pemberantasan terhadap bentuk kasus perjudian, polisi harus secara konsisten, karena disinyalir masih tetap berlangsung di wilayah-wilayah tertentu dengan modus operandi yang beraneka ragam. Terkait dengan itu segera
30
Dali Mutiara, Tafsiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1962), hal. 220.
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan: menginventarisir kembali kegiatan berbagai bentuk perjudian di wilayah masing-masing; memberikan tindakan tegas terhadap bentuk perjudian yang masih berlangsung serta proses secara profesional, proporsional dan tuntas; menindak tegas oknum anggota, yang terlibat dalam kasus perjudian; Melaporkan kegiatan penindakan perjudian secara periodik, berjenjang dan berlanjut kepada kesatuan atas. 31 Melihat fakta yang ada, penegakan hukum oleh polisi terhadap perjudian ini tidak terlaksana dengan optimal. Para penjudi dan bandar-bandar judi tidak dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku, padahal perjudian ini jelas suatu tindak
pidana
yang
bertentangan
dengan
hukum
di
Indonesia.
Dalam
kenyataannya dimana masyarakat tidak ada yang perduli akan tindak pidana perjudian yang terjadi di lingkungannya, mereka memilih diam dan tidak ada perilaku hukum yang seharusnya ada dan dilakukan yaitu dengan menindak agar perjudian tersebut dapat dihilangkan dan para penjudi bisa ditangkap sesuai hukum yang berlaku. 32 Peran polisi sangat besar di dalam penegakan hukum pidana. Polisi sebagai bagian dari aparat penegak hukum merupakan salah satu subsistem yang bertugas dalam bidang penyidik dan penyelidik tindak pidana. Kedudukan Polri sebagai penegak hukum tersebut ditetapkan dalam Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 butir (1) dan Pasal 2 bahwa: 31
Arah Kebijakan KaPolri Tentang Revitalisasi Polri Menuju Pelayanan Prima Guna Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat, diakses dari http://www.kalsel.Polri.go.id/ index.php/profil/fungsi-pembinaan/bid-humas.html tanggal 09 Desember 2010. 32 B. Simandjuntak, Opcit, hal. 355.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1 butir (1) “Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Pasal 2 “Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. 33 Dari bunyi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 1 butir (1) dan Pasal 2 tersebut dapat dilihat dengan jelas bahwa Polri dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum mempunyai fungsi menegakkan hukum di bidang yudisial, tugas preventif maupun represif. Hal ini sesuai dengan pendapat Sadjijono 34 bahwa fungsi kepolisian tentunya berkaitan erat dengan tugas dan wewenang lembaga kepolisian yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan dari dibentuknya lembaga tersebut. Secara umum, tujuan dibentuknya lembaga kepolisian adalah untuk menciptakan kondisi aman, tenteram dan tertib dalam masyarakat. Dalam menyelenggarakan tugas dan wewenang tersebut dicapai melalui tugas preventif, pre-emtif dan tugas represif. Tugas-tugas di bidang preventif dilaksanakan dengan konsep dan pola pembinaan dalam wujud pemberian pengayoman, perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat, agar masyarakat merasa aman, tertib, dan tenteram tidak terganggu segala aktivitasnya. Faktor-faktor yang dihadapi pada tataran preventif ini secara teoritis dan teknis kepolisian, mencegah adanya Faktor Korelasi Kriminogin (FKK) tidak berkembang menjadi Police Hazard (PH) dan muncul 33
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 34 Sadjijono, Opcit, hal. 194.
Universitas Sumatera Utara
sebagai Ancaman Faktual (AF). Sehingga dapat diformulasikan apabila niat dan kesempatan bertemu, maka akan terjadi kriminalitas atau kejahatan (n + k = c), oleh karena itu langkah preventif adalah usaha mencegah bertemunya niat dan kesempatan berbuat jahat, sehingga tidak terjadi kejahatan atau kriminalitas. 35 Pengertian dari Faktor Korelasi Kriminogin (FKK) tersebut adalah situasi dan kondisi yang padat dengan faktor-faktor yang dapat menstimulir terjadinya Police Hazard dan Ancaman Faktual. Police Hazard (PH) adalah situasi dan kondisi sangat potensial untuk menjadi gangguan-gangguan dan ketertiban masyarakat, dan Ancaman Faktual (AF) adalah ancaman yang nyata dan terwujud dalam bentuk gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat seperti kejahatan atau pelanggaran hukum. Tindakan preventif ini biasanya dilakukan melalui cara penyuluhan, pengaturan, penjagaan, pengawalan, patroli polisi dan lain-lain sebagai teknis dasar kepolisian. 36 Tugas-tugas di bidang represif, adalah mengadakan penyidikan atas kejahatan dan pelanggaran menurut ketentuan dalam Undang-Undang. Tugas represif ini sebagai tugas kepolisian dalam bidang peradilan atau penegakan hukum, yang dibebankan kepada petugas kepolisian, sebagaimana dikatakan oleh Harsja W. Bachtiar, bahwa petugas-petugas kepolisian dibebani dengan tanggungjawab khusus untuk memelihara ketertiban masyarakat dan menangani tindakan-tindakan kejahatan, baik dalam bentuk tindakan terhadap pelaku
35 36
Ibid, hal. 194. Kunarto, Perilaku Organisasi Polri, (Jakarta: Cipta Manunggal, 1997), hal. 384.
Universitas Sumatera Utara
kejahatan maupun dalam bentuk upaya pencegahan kejahatan agar supaya para anggota masyarakat dapat hidup dan bekerja dalam keadaan aman dan tenteram. 37 Tugas preventif dan represif tersebut pada tataran tertentu menjadi suatu tugas yang bersamaan, oleh karena itu pekerjaan polisi pun menjadi tidak mudah, pada satu sisi dihadapkan pada struktur sosial dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, di sisi lain dihadapkan pada struktur birokrasi dan hukum modern yang memiliki ciri rasional. Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu ingin mengetahui peran polisi dalam penanggulangan tindak pidana perjudian, maka teori yang digunakan untuk menganalisis tujuan tersebut berdasarkan teori G. Pieter Hoefnagels tentang kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) melalui pendekatan integral antara penal policy dan non penal policy. Melalui pendekatan ini, aparat penegak hukum khususnya Polri harus mampu memadukan dalam setiap aktivitasnya menanggulangi kejahatan.
2. Kerangka Konsepsi Untuk memberikan pemahaman yang sama atas istilah-istilah yang dipakai dalam penelitian ini, peneliti memberikan pengertian-pengertian operasional terhadap istilah-istilah tersebut yaitu: a. Kebijakan adalah suatu perencanaan atau program mengenai apa yang akan dilakukan dalam menghadapi problema tertentu dan bagaimana cara 37
Harsjah W. Bachtiar, Ilmu Kepolisian, (Jakarta: Gramedia, 2004). hal. 1
Universitas Sumatera Utara
melakukan atau melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan atau diprogramkan. 38 b. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 39 c. Peran polisi / Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, pengayoman,
menegakkan dan
hukum,
pelayanan
serta
kepada
memberikan masyarakat
perlindungan, dalam
rangka
terpeliharanya keamanan khususnya dalam menindak kejahatan yang meresahkan masyarakat yaitu perjudian. 40 d. Penanggulangan adalah upaya mengatasi kejahatan lewat jalur penal yang lebih menitikberatkan pada sifat represif (penindakan/pemberantasan/ penumpasan) sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur non penal lebih menitikberatkan sifat preventif (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum terjadinya kejahatan. 41 e. Judi
atau
perjudian
adalah
pertaruhan
dengan
sengaja,
yaitu
mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai, dengan menyadari adanya risiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-
38
Barda Nawawi Arief, Opcit, hal. 72. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, hal. 3. 40 Ibid, hal. 4 41 Barda Nawawi Arief, Upaya Non Penal Dalam Penanggulangan Kejahatan, Makalah disampaikan pada Seminar Kriminologi VI, (Semarang, 16-18 September 1991), hal.2. 39
Universitas Sumatera Utara
peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak / belum pasti hasilnya. 42 f. Jenis perjudian adalah ragam bentuk judi terbagi dalam perjudian di kasino (Blackjack, Slot machine (Jackpot), Poker, Hwa Hwe, Qiu-qiu, dan lainlain), perjudian di tempat-tempat keramaian (lempar gelang, lempar bola, lembar uang, Kim, mayong, erek-erek, dan lain-lain), dan perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan (adu kerbau, adu burung merpati, adu ayam, dan lain-lain). 43
G. Metode Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang diangkat dan untuk menjawab tujuan penelitian maka dalam metode penelitian ini langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Jenis dan Sifat Penelitian Oleh karena fokus dan tujuan dari penelitian ini lebih berorientasi kepada upaya untuk memahami dan menjelaskan efektivitas peran Polri dalam menanggulangi tindak pidana perjudian, maka “penelitian kualitatif” yang akan menjadi landasan studi ini, dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis normatif digunakan untuk menganalisis konsep-konsep hukum dan peraturan yang berkaitan dengan pokok bahasan. 42
hal. 65.
Kartini Kartono, Patologi Sosial, Cet. 1, Jilid I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005)
43
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian.
Universitas Sumatera Utara
Pendekatan yuridis sosiologis digunakan untuk melihat hukum sebagai pola perilaku masyarakat dan terlihat sebagai kekuatan sosial. Dalam kebijakan penanggulangan kejahatan, selain pendekatan penal melalui penerapan hukum pidana, maka pendekatan non-penal (non-penal policy) berupa pemberdayaan masyarakat menjadi kekuatan besar untuk mencegah dan mengurangi angka kejahatan. 2. Sumber Data Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi: a. Bahan hukum primer yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1981 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, Undang-undang Kepolisian No. 2 tahun 2002, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan-bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar, pertemuan ilmiah atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek penelitian ini. c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, majalah, jurnal ilmiah, surat kabar, majalah dan internet juga menjadi tambahan bagi penulisan penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. 3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini melalui data primer yang diperoleh melalui studi lapangan (field research) dan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsep teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual yang berhubungan dengan penelitian ini berupa peraturan perundang-undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya tulis lainnya yang relevan dengan penelitian ini. Studi lapangan dilakukan untuk menggali dan memahami secara mendalam mengenai persepsi serta pendapat responden terhadap fakta-fakta kejahatan perjudian di Wilayah Hukum Polres Asahan. 4. Alat Pengumpulan Data Alat yang digunakan dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yaitu melalui wawancara mendalam (in-depth interview) dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) kepada informan, sedangkan data sekunder yaitu dengan menggunakan studi dokumentasi. Studi dokumentasi adalah dengan cara mempelajari undang-undang, peraturan-peraturan, teori, buku-buku, hasil penelitian, jurnal ilmiah, bulletin dan dokumentasi lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
39
5. Analisis Data Data dalam penelitian ini dikumpulkan dan diorganisasikan, serta diurutkan dalam suatu pola tertentu sehingga dapat ditemukan dan dirumuskan hal-hal yang sesuai dengan bahasan penelitian. Seluruh data dianalisa secara kualitatif, yaitu menginterpretasikan secara kualitas tentang pendapat atau tanggapan
responden,
kemudian
menjelaskannya
secara
lengkap
dan
komprehensif mengenai berbagai aspek yang berkaitan dengan pokok persoalan. 44 Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data hakikatnya adalah kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi. Kegiatan tersebut antara lain adalah : a. Memilih peraturan perundang-undangan dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan berkaitan dengan kepolisian dan kasus perjudian. b. Bahan hukum primer, sekunder maupun tertier yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis untuk menemukan jawaban yang tepat untuk menjawab permasalahan yang menjadi objek penelitian. c. Analisis dilakukan secara tekstual dengan memperhatikan hubungan seluruh bahan hukum tersebut.
44
Ronny Hanitijo Soemitro. Metode Penelitian Hukum. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982),
hal. 93.
Universitas Sumatera Utara