BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif atau wacana naratif. Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Fiksi menceritakan atau melukiskan kehidupan, baik fisik maupun psikis, jasmani maupun rohani. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan dalam interaksinya dengan lingkungan sendiri, maupun dengan Tuhan. Fiksi merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Walau berupa khayalan, fiksi dihasilkan dari perenungan terhadap hakikat hidup dan kehidupan yang dilakukan dengan penuh kesadaran oleh pengarangnya. Karya fiksi, seperti halnya dalam kesusastraan Inggris dan Amerika, merujuk pada karya yang berwujud novel dan cerita pendek. Menurut The American College Dictionary (dalam Tarigan, 1984:164) novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau dan kusut. Dewasa ini istilah novella dan novele mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia “Novellet”. Menurut Abrams (dalam Nurgiantoro, 2010:9) novellet adalah sebuah karya sastra yang tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Menurut Watt (dalam Tuloli, 2000:17) berpendapat, novel adalah suatu ragam sastra yang memberikan gambaran pengalaman manusia, kebudayaan manusia, yang disusun berdasarkan
peristiwa, tingkah laku tokoh, waktu dan plot, suasana dan latar. Memperhatikan pengertian novel di atas, dapat dikemukakan bahwa novel merupakan karya sastra yang mengungkapkan sisi kehidupan para pelaku dan cerita dalam novel tidak harus panjang. Penelitian ini
menggunakan novel sebagai objek penelitian,
walaupun dianalisis dengan menggunakan deiksis. Dari pengertian tentang prosa dan novel, peneliti menarik kesimpulan bahwa di dalam kehidupan khususnya karya sastra sisi kehidupan pelaku diangkat di dalamnya. Misalnya dalam novel “Yang Miskin Dilarang Maling” (selanjutnya disingkat YMDM) sisi kehidupan tokoh utama bernama Sukasman dan keluarganya yang serba kekurangan diangkat dalam novel dan tokoh pendukung lainnya. Untuk melukiskan peristiwa yang terjadi dalam novel maka digunakan bahasa sebagai sarana pengungkapannya. Bahasa sebagai medium dalam novel, memegang peranan penting dalam kehidupan. Tanpa bahasa manusia tidak akan bisa berbahasa dengan manusia lain. Jadi, bahasa memegang peran penting sebagai sarana komunikasi dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah salah satu ciri pembeda utama manusia dengan mahluk hidup lainnya. Bahasa sebagai bidang ilmu memiliki berbagai cabang, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, dan pragmatik. Fonologi adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari bunyi bahasa menurut fungsinya. Morfologi adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji seluk beluk kata. Sintaksis adalah ilmu bahasa yang mengkaji kalimat. Di balik bunyi, kata, dan kalimat terdapat makna yang tersirat yang sangat bergantung pada kapan, dimana, siapa yang berbicara, siapa lawan bicara, dan dalam situasi apa. Kajian seperti ini, memerlukan cabang bahasa
tertentu untuk mengkajinya. Cabang ilmu kebahasaan yang dimaksud adalah pragmatik. Istilah pragmatik berasal dari pragmatika. Menurut Morris (dalam Djajasudarma, 2012 : 71), pragmatika adalah ilmu tentang pragmatik yang mengkaji hubungan antara tanda dengan penggunaannya. Pragmatik adalah language in use, studi terhadap makna ujaran dalam situasi tertentu. Sifat-sifat bahasa dapat dimengerti melalui pragmatik, yakni bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi. Makna ujaran yang dimaksudkan di sini adalah makna yang ada dalam komunikasi. Banyak yang tidak mengetahui maksud dari pembicaraan karena tidak mengerti makna dalam sebuah pembicaran tersebut. Menurut Tarigan (1985: 25) pragmatik sebagai suatu telaah makna dalam hubungannya dengan aneka situasi ujaran. Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil simpulan bahwa pagmatik adalah ilmu yang menelaah makna, namun makna yang dimaksudkan di sini adalah makna dalam kaitannya dengan konteks kalimat bukan makna-makna yang lain. Pragmatik adalah kajian tentang penggunaan bahasa sesungguhnya. Di dalam pragmatik tercakup bahasan tentang deiksis, praanggapan, tindak tutur, dan implikatur percakapan. Sebuah
kata dikatakan bersifat deiksis apabila
referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, bergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu (Purwo 1984:1-2). Menurut Djajasudarma (2012:43) deiksis dapat diartikan sebagai lokasi dan identifikasi orang, objek, peristiwa, proses atau kegiatan yang sedang dibicarakan atau yang sedang diacu dalam
hubungannya dengan dimensi ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak bicara. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa deiksis adalah suatu tuturan yang mengacu pada
situasi yang berada di luar bahasa, seperti pada
kata, saya, di sini, sekarang. Misalnya dalam sebuah dialog antara si A dan si B, kata saya mengacu pada si A dan si B. Kata di sini mengacu pada tempat yang dekat dengan penutur, kata sekarang mengacu pada waktu ketika penutur sedang berbicara. Bila dihubungkan
dengan novel
banyak
pembaca yang belum
memahami makna, terutama makna yang berkaitan dengan pragmatik. Para membaca atau pencinta novel hanya menyukai novel karena hobi, iseng atau sekedar mengisi waktu luang dengan membaca. Tidak disadari oleh pembaca bahwa cerita yang ada dalam novel banyak sekali tersirat makna. Itu semua disebabkan oleh pembaca tidak mengetahui apa itu pragmatik dan apa itu makna. Banyak pembaca yang beranggapan bahwa novel hanya sebagai hiburan. Oleh sebab itu banyak pembaca yang hanya sekedar membaca saja dan tidak ingin mengetahui lebih lanjut apa sebenarnya yang ada dalam kalimat-kalimat dari novel tersebut. Begitu juga mengenai deiksis, pembaca sama sekali tidak mengetahui apa itu deiksis yang sebenarnya. Pembaca tidak menyadari bahwa di dalam sebuah cerita khususnya dalam novel terdapat kalimat-kalimat yang mengandung arti, dan terdapat jenis-jenis deiksis. Adapun jenis-jenis deiksis ini adalah deiksis persona atau orang, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial.
Maksud peneliti dalam kalimat di atas adalah dengan mengetahuai pragmatik. Maka, pembaca akan lebih paham lagi dalam membaca novel. Karena dengan mengertinya pembaca dengan pragmatik maka pembaca akan lebih mudah memahami isi cerita. Makna yang dimaksud dalam pragmatik adalah maknamakna yang ada dalam novel atau kalimat. Makna yang dimaksud adalah makna dalam komunikasi. Khususnya yang ada dalam cerita dalam novel. Sedangkan dengan deiksis itu sendiri, apabila membaca mengetahui tentang deiksis maka akan mudah buat pembaca untuk memahami isi cerita dalam novel. Deiksis terbagi atas lima yaitu deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Dengan adanya pemahaman pembaca dalam kelima deiksis maka pembaca akan mengerti dengan pragmatic dan deiksis. Semua itu perlu untuk diteliti, oleh karena itu peneliti sangat tertarik untuk meneliti deiksis dalam novel dengan judul “Deiksis Dalam Novel Yang Miskin Dilarang Maling Karya Salman Rusydie Anwar”.
1.2 Identifikasi Masalah Mencermati uraian latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Kurangnya pengetahuan tentang jenis-jenis deiksis (deiksis persona atau orang, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial). 2. Adanya anggapan bahwa membaca novel hanya merupakan hobi. 3. Dengan adanya pemahaman tentang deiksis maka akan bisa dipahami tentang makna yang tersirat dalam novel.
1.3 Batasan Masalah Mengacu pada latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka masalah dibatasi pada “Deiksis Dalam Novel yang Miskin Dilarang Maling Karya Salman Rusydie Anwar “
1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah deiksis persona dalam novel YMDM Karya Salman Rusydie Anwar? 2. Bagaimanakah deiksis tempat dalam novel YMDM Karya Salman Rusydie Anwar? 3. Bagaimanakah deiksis waktu dalam novel YMDM Karya Salman Rusydie Anwar? 4. Bagaimanakah deiksis wacana dalam novel YMDM Karya Salman Rusydie Anwar? 5. Bagaimanakah deiksis sosial dalam novel YMDM Karya Salman Rusydie Anwar?
1.5 Definisi Operasional Definisi operasional merupakan bagian dari penelitian dan mempertegas makna kata-kata yang terdapat dalam novel YMDM Karya Salman Rasydie
Anwar. Untuk menghindari salah penafsiran dalam penelitian ini perlu diberikan penjelasan terhadap istilah yang ada dalam judul penelitian. Deiksis, suatu kata bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada saat dituturkannya kata itu. Jadi, yang dimaksud dengan deiksis dalam penelitian ini adalah deiksis yang berkaitan dengan persona atau orang, tempat, waktu, wacana, dan social, dalam novel YMDM.
1.6 Tujuan Penelitian 1. Memperoleh deskripsi deiksis persona dalam novel YMDM Karya Salman Rusydie Anwar. 2. Memperoleh deskripsi deiksis tempat dalam novel YMDM Karya Salman Rusydie Anwar. 3. Memperoleh deskripsi deiksis waktu dalam novel YMDM Karya Salman Rusydie Anwar. 4. Memperoleh deskripsi deiksis wacana dalam novel YMDM Karya Salman Rusydie Anwar. 5. Memperoleh deskripsi deiksis sosial dalam novel YMDM Karya Salman Rusydie Anwar.
1.7 Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Manfaat teoritis yaitu memberikan sumbangsih terhadap, pengembangan teori pada umunnya, khususnya pada teori pragmatik. Penelitian ini akan memperkuat posisi teori pragmatik diantara teori-teori lainnya. 2. Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan berbagai persoalan yang berhubungan dengan deiksis dalam novel dan penuturan sehari-hari.