BAB I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Produksi karet alam Indonesia sekitar 3.088.000 ton di tahun 2011 dan diekspor ke luar negeri dengan berbagai tipe dan grade adalah sekitar 2.555.739 ton atau lebih kurang 17,24 % saja yang diproduksi menjadi barang jadi karet di dalam negeri. Produksi tersebut dihasilkan dari tanaman perkebunan karet sekitar 3.456.000 hektar. Negara-negara pengimpor karet alam Indonesia yang terbanyak pada tahun 2010 adalah Amerika Serikat, China, dan Jepang yang berturutberturut mengimpor sebanyak 546.550 ton, 418.100 ton, dan 313.240 ton (www.gapkindo.or.id 18 Februari 2013). Secara umum Indonesia memang belum banyak menggunakan karet alam untuk konsumsi sendiri. Sebagian besar karet alam di dalam negeri digunakan untuk ban kendaraan bermotor. Konsumsi karet alam di dalam negeri yang berkaitan dengan produk barang jadi karet meliputi konsumsi langsung oleh masyarakat, dikonsumsi oleh industri, dan diekspor ke luar negeri. Teknologi karet sangat berperan bagi para produsen barang jadi karet yang lama dan lebih penting lagi bagi para produsen barang jadi karet yang baru. Teknologi karet ini mencakup perancangan formula karet, mastikasi dan penggilingan, karakterisasi contoh uji atau produk dan vulkanisasi (curing) atau pecetakan produk. Perancangan formula atau resep karet merupakan awal dari proses pembuatan barang jadi karet. Formula karet terdiri atas karet itu sendiri, bahan kimia karet (rubber chemicals), dan bahan pengisi (filler). Penyusunan 1
formula ini harus memikirkan kegunaan vulkanisat karet itu sendiri, misalnya untuk sol sepatu. Karet, bahan kimia karet dan bahan pengisi serta sifat fisik harus diperhatikan untuk spesifikasi sol sepatu. Diantaranya sifat fisik yang perlu diperhatikan adalah retak lentur (flex cracking), pampatan tetap (compression set), kekerasan (hardness), kuat tarik (tensile strength), modulus, perpanjangan putus (elongation at break), ketahanan kikis (abrasion resistance), dan ketahanan sobek (tear resistance). Karet alam atau karet sintetis dapat digunakan dalam hal ini, sehingga bahan kimia karet mengikuti jenis karet yang digunakan termasuk sistem vulkanisasi yang akan digunakan. Bahan pengisi yang digunakan tergantung pada rancangan warna sol sepatu, berwarna hitam, berwarna, atau bahkan warna putih. Setelah formula karet dirancang, proses selanjutnya adalah mastikasi dan penggilingan karet. Mastikasi dan penggilingan karet juga berpengaruh terhadap sifat fisik vulkanisat karet. Di dalam proses ini, termasuk di dalamnya adalah urutan mencampurkan bahan kimia karet dan bahan pengisi ke dalam karet atau modifikasi urutan pencampuran bahan pengisi ke dalam karet secara khusus. Masing-masing urutan pencampuran memerlukan waktu pencampuran tertentu. Menurut Wang (2006), urutan mastikasi dan penggilingan karet berpengaruh terhadap sifat fisik terutama ketahanan kikis pada vulkanisat karet. Wang (1998) melaporkan hasil penelitian yang salah satunya tentang urutan pencampuran. Urutan pencampuran bahan kimia karet dan bahan pengisi dapat mempengaruhi bound rubber, meningkatkan atau bahkan menurunkan bound rubber itu sendiri. Di samping berpengaruh terhadap bound rubber, urutan pencampuran bahan kimia karet dan bahan pengisi diperkirakan juga dapat mencegah terhadap reaksi 2
vulkanisasi dini (prevulcanization) pada kompon karet. Setelah kompon karet diperoleh
dari
proses
mastikasi
dan
penggilingan,
kompon
kemudian
divulkanisasi pada suhu tertentu. Proses vulkanisasi merupakan proses terjadinya reaksi kimia antara molekul karet dengan bahan pemvulkanis (vulcanizing agent) dengan bantuan bahan pencepat (accelerator) dan bahan penggiat (activator) membentuk ikatan silang (crosslink) dengan struktur jaringan tiga dimensi. Disini terjadi perubahan sifat karet dari pseudoplastis menjadi elastis pada proses (Indian Rubber Institute, 2000 dan Morton, 1987). Karet yang sebelumnya sangat rawan terhadap oksidasi baik yang disebabkan oleh oksigen maupun oleh ozon berubah sifatnya menjadi lebih tahan terhadap oksidasi tersebut. Sebelum proses vulkanisasi, biasanya kompon karet diuji kematangannya (curing) dengan menggunakan rheometer. Rheografnya diperoleh pada suhu tertentu dan menunjukkan juga bahwa reaksi vulkanisasi ini berlangsung dengan waktu tertentu. Rheograf ini biasanya digunakan sebagai acuan untuk suhu dan waktu vulkanisasi produk. Akhir dari teknologi karet adalah karakterisasi atau pengujian produk atau vulkanisat karet. Karakterisasi ini umumnya menggunakan berbagai standar pengujian produk, misalnya ASTM, ISO, SNI, JIS, DIN, dan masih banyak lagi standar pengujian mutu vulkanisat karet. Proses mastikasi dan penggilingan karet yang biasa dilakukan adalah karet dimastikasi, dilanjutkan dengan penggilingan sambil ditambahkan bahan penggiat dan anti degradasi, bahan pengisi ditambahkan sebagian dan kemudian ditambahkan bahan pelunak, selanjutnya ditambahkan semua bahan sisa dari pengisi, bahan pencepat, dan terakhir ditambahkan bahan pemvulkanis. Proses ini 3
secara umum sudah memperhatikan agar supaya reaksi vulkanisasi dini atau prematur tidak terjadi dan sudah mencampurkan bahan pengisi dengan dua tahapan. Bahan penggiat dan anti degradasi dicampurkan terlebih dahulu diikuti oleh pencampuran bahan pengisi sebagian dan selanjutnya pencampuran bahan pelunak ke dalam karet. Pencampuran bahan penggiat asam stearat (asam lemak) dan bahan pelunak menyebabkan gaya geser karet menjadi rendah. Permukaan bahan pengisi dapat dikotori oleh anti degradasi (Wang, 1998), sehingga proses pencampuran seperti ini menghasilkan dispersi bahan pengisi di dalam karet menjadi kurang baik. Dispersi bahan pengisi di dalam karet sangat ditentukan oleh gaya geser (viskositas) karet yang mampu merusak agregat atau aglomerat bahan pengisi menjadi partikel yang berukuran lebih kecil. Karakteristik vulkanisasi dan sifat fisik vulkanisat karet dipengaruhi oleh sistem vulkanisasi dan bound rubber. Pertama, sistem vulkanisasi karet termasuk di dalamnya rancangan formula karet, menghasilkan jenis dan jumlah ikatan silang total (total crosslink density) monosulfida, disulfida, dan / atau polisulfida, dimana ikatan-ikatan ini sangat berhubungan dengan sifat fisik vulkanisat karet (Fath, 1993) dan karakteristik vulkanisasinya. Ikatan silang (crosslinking) merupakan ikatan yang menghubungkan diantara rantai molekul karet melalui jembatan belerang. Pembentukan ikatan silang dapat diamati melalui peningkatan nilai torsi sebagai fungsi waktu dan suhu vulkanisasi. Ikatan silang yang terbentuk adalah sebanding dengan torsi dan diperoleh dari rheograf yang diamati dengan menggunakan rheometer. Ikatan silang yang terbentuk menyebabkan peningkatan pada elastisitas karet (prinsip vulkanisasi yang ditemukan Charles Goodyear tahun 4
1939). Ketahanan kikis dan ketahanan sobek juga mengalami kenaikan dengan semakin banyak pembentukan ikatan silang. Oleh karena itu, ikatan silang mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap sifat fisik vulkanisat karet. Bound rubber merupakan metode yang kedua, dimana bound rubber dapat menentukan karakteristik vulkanisasi dan sifat fisik pada vulkanisat karet. Penggunaan bahan pengisi pada kompon karet dapat berfungsi tidak hanya sebagai suatu faktor penentu pada sifat fisik vulkanisat karet tetapi juga dengan alasan pertimbangan ekonomi pada produk barang jadi karet. Bahan pengisi dapat menurunkan harga produk barang jadi karet tanpa mengurangi mutu dari produknya. Karet dan bahan pengisi ini masing-masing mempunyai penguatan tersendiri terhadap sifat fisik pada vulkanisat karet, namun dari kedua bahan ini, sinergi penguatan sifat fisik pada vulkanisat karet dapat dihasilkan. Penguatan sifat fisik ini dapat disebabkan oleh semakin banyak volume bahan pengisi dan dapat juga disebabkan oleh penggunaan bahan pengisi dengan struktur tinggi (high structure) di dalam karet. Struktur bahan pengisi yang didasarkan pada ketidakteraturan pada permukaannya menyebabkan pada peningkatan luas permukaan bahan pengisi tersebut. Semakin tinggi struktur bahan pengisi, semakin besar luas permukaannya untuk setiap satuan masa bahan pengisi. Begitu juga dengan peningkatan jumlah bahan pengisi, ini juga berarti dapat meningkatkan luas permukaan untuk setiap satuan masa bahan pengisi. Luas permukaan yang besar dapat menyebabkan adsorpsi molekul karet di permukaannya menjadi semakin banyak, sehingga bound rubber menjadi lebih banyak yang terbentuk. Bound rubber merupakan level of reinforcement pada 5
vulkanisat karet, sehingga semakin banyak pembentukan bound rubber di dalam karet, menyebabkan penguatan pada karet mengalami kenaikan. Sebagai contoh, ketahanan kikis dan kekerasan mengalami peningkatan dengan kenaikan pembentukan bound rubber. Dengan fakta demikian, bound rubber dapat mempengaruhi sifat fisik pada vulkanisat karet. Bahan pengisi dapat dicampurkan lebih awal pada proses mastikasi dan penggilingan karet, dilakukan dengan cara mempersingkat waktu mastikasi karet, atau dapat juga dilakukan dengan metode mencampurkan bahan pengisi tersebut setelah proses mastikasi dan selanjutnya diikuti dengan pencampuran bahan kimia karet (secara konsekutif) ke dalam karet. Dengan metode tersebut, gaya geser (shearing force) karet yang masih cukup tinggi dapat diperoleh untuk dapat menghancurkan atau merusak agregat bahkan aglomerat dari bahan pengisi sehingga bahan pengisi dirusak (pecah) menjadi partikel yang berukuran lebih kecil. Perubahan ukuran agregat atau aglomerat menjadi partikel yang kecil ini dapat menyebabkan luas permukaan bahan pengisi mengalami peningkatan untuk setiap satuan masa bahan pengisi. Ukuran partikel kecil menyebabkan dispersi bahan pengisi tersebut menjadi lebih mudah di dalam karet, didukung oleh viskositas karet rendah dan panas yang dihasilkan oleh gesekan antara karet dan gilingan, karet dan bahan pengisi, dan antar molekul karet. Luas permukaan lebih besar dan dispersi dari bahan pengisi semakin baik menyebabkan pembentukan bound rubber mengalami peningkatan dan proses urutan pencampuran seperti ini sangat berhubungan dengan peningkatan sifat fisik pada vulkanisat karet.
6
Bound rubber merupakan sejumlah molekul-molekul karet yang dapat diadsorpsi oleh permukaan bahan pengisi di dalam kompon karet. Molekulmolekul tersebut tersebut tidak dapat diekstraksi atau dilarutkan dengan menggunakan pelarut organik, dan bound rubber ini dapat digunakan sebagai indikator tingkatan penguatan pada vulkanisat karet (Dannenberg, 1986 dan Tricas dkk., 2002). Bound rubber ini dapat ditingkatkan dengan menggunakan bahan pengisi yang berukuran partikel kecil seperti yang dilaporkan oleh Choi dkk. (2005). Bound rubber di dalam penelitian ini lebih ditekankan dalam peningkatan sifat fisik pada vulkanisat karet. Penurunan viskositas sebagai akibat proses mastikasi dan penggilingan karet dapat mempermudah dispersi bahan kimia karet dan bahan pengisi ke dalam karet. Beberapa peneliti melaporkan bahwa dispersi bahan pengisi di dalam karet merupakan kunci utama untuk mencapai sifat fisik vulkanisat karet yang diinginkan sehingga proses compounding (mastikasi dan penggilingan) menjadi penting sekali untuk didiskusikan. Mereka adalah Coran dan Donnet (1992a,b), Karasek dan Sumita (1996), O’Farrel dkk. (2000), Hjelm dkk. (2000), Gerspacher dan O'Farrell (2001), Gerspacher dkk. (2001), Reuvekamp dkk. (2002), Otto dkk. (2005), Bielinski dkk. (2005a,b), Lu dkk. (2007), Ali dkk. (2009), dan Schneider dkk. (2010). Dari uraian sebelumnya, ternyata merancang formula dan mastikasi dan penggilingan karet merupakan dua langkah yang paling penting dalam merancang produk barang jadi karet. Rancangan formula karet sangat berhubungan dengan bahan kimia (bahan kimia karet dan bahan pengisi) dan ini berarti berhubungan 7
dengan biaya pembuatan kompon karet. Mastikasi dan penggilingan karet tidak mempunyai hubungan secara langsung dengan biaya pembuatan kompon, tetapi dapat menghasilkan efisensi pada proses ini. Modifikasi yang dilakukan oleh Wang (2006) dan Wang (1998) merupakan efisiensi waktu dan biaya penggilingan karet karena termasuk di dalamnya ada peningkatan sifat fisik ketahanan kikis dan total waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan kompon karet bisa lebih pendek. Dengan demikian hanya dengan satu formula karet saja, sifat fisik vulkanisat karet dapat ditingkatkan dan efisiensi dapat diperoleh. Oleh karena itu di dalam penelitian ini, permasalahan dibatasi hanya pada “mastikasi dan penggilingan” karet. Proses ini dapat menentukan karakteristik vulkanisasi (curing characteristic) dan sifat-sifat fisik vulkanisat karet. Mastikasi karet, metode pencampuran bahan pengisi ke dalam karet, urutan pencampuran bahan kimia karet dan bahan pengisi ke dalam karet, dan suhu penggilingan karet dibuat bervariasi serta variasi tipe bahan pengisi dilakukan di dalam penelitian ini.
I.2 Rumusan dan Batasan Masalah Pencapaian mutu sifat fisik pada vulkanisat karet dapat ditentukan oleh formula karet yang dirancang dan proses mastikasi dan penggilingan karet yang dilakukan. Di dalam penelitian ini hanya ditekankan pada penelitian proses mastikasi dan penggilingan karet. Tujuan utama dari proses ini adalah untuk menjadikan bahan pengisi dan bahan kimia karet terdispersi secara sempurna di dalam karet. Mastikasi dan suhu proses penggilingan dapat menurunkan viskositas 8
karet. Proses mastikasi menyebabkan berat molekul karet turun dan jarak antar molekul karet menjadi renggang (relatif jauh) disebabkan oleh pengaruh suhu proses mastikasi dan penggilingan karet. Urutan pencampuran bahan pengisi dan bahan kimia karet ke dalam karet setelah proses mastikasi, metode pencampuran bahan pengisi ke dalam karet, dan penggunaan bahan pengisi dengan beda ukuran partikel, serta suhu penggilingan karet dapat menentukan sifat fisik pada vulkanisat karet. Berbagai metode yang diungkapkan ini mempunyai kelebihan dan kekurangannya, biasanya tergantung pada manfaat atau kegunaan dari vulkanisat karet itu sendiri. Proses mastikasi dan penggilingan karet berhubungan erat dengan sifatsifat fisik dan kimia vulkanisat karet dan tidak banyak ditemukan publikasinya. Sifat-sifat vulkanisat karet mempunyai nilai ekonomi tertentu sehingga menjadi rahasia bagi pabrik pembuatan barang jadi karet. Untuk mencapai tingkatan penguatan (level of reinforcement) pada vulkanisat karet, diperlukan modifikasi proses mastikasi dan penggilingan karet. Modifikasi proses ini, tidak hanya dapat meningkatkan penguatan pada vulkanisat karet tetapi juga dapat menghasilkan efisiensi waktu penggilingan karet, karena hanya menggunakan satu formula karet saja. Pada saat proses penggilingan, partikel-partikel bahan pengisi dan bahan kimia karet berubah ukurannya menjadi lebih kecil. Perubahan ukuran partikelpartikel ini disebabkan oleh gaya geser (viskositas) karet dan gaya geser yang disebabkan oleh gilingan karet. Semakin kecil ukuran partikel, semakin baik dispersi bahan pengisi dan bahan kimia karet di dalam karet. Ukuran partikel kecil 9
menyebabkan luas permukaan menjadi besar untuk sejumlah volume bahan pengisi dan bahan kimia karet yang sama. Adsorpsi molekul karet di permukaan bahan pengisi (carbon black) menjadi semakin banyak sehingga bound rubber meningkat dan meningkatkan penguatan (reinforcement) pada barang jadi karet (rubber goods). Begitu juga dengan belerang, bahan pencepat, dan bahan penggiat, semakin kecil ukuran partikelnya, menyebabkan kontak bahan-bahan tersebut terutama partikel belerang dengan molekul-molekul karet menjadi lebih banyak sehingga reaksi vulkanisasi menjadi semakin mudah. Ikatan silang (crosslinking) yang terbentuk menjadi lebih banyak, sehingga elastisitas barang jadi karet mengalami peningkatan. Dari uraian ini, sifat-sifat mikro seperti dispersi bahan pengisi dan bahan kimia karet, bound rubber, dan crosslinking dapat menyebabkan perubahan sifat-sifat makro, diantaranya kuat tarik, modulus 500 %, dan perpanjangan putus. Dari uraian tersebut, perumusan masalah di dalam penelitian ini dapat ditentukan sebagai berikut: 1.
Bagaimana pengaruh proses mastikasi dan penggilingan karet terhadap energi yang dibutuhkan pada saat penggilingan (mixing energy) dan viskositas karet,
2.
Bagaimana pengaruh proses mastikasi dan penggilingan karet terhadap viskositas karet, dispersi carbon black di dalam karet, bound rubber, crosslink density atau degree of crosslinking, karakteristik vulkanisasi (melalui curing time dan curing rate), dan sifat fisik vulkanisat karet.
3.
Bagaimana pengaruh dispersi carbon black di dalam karet terhadap kandungan jumlah bound rubber yang terbentuk, 10
4.
Bagaimana pengaruh suhu vulkanisasi terhadap kecepatan reaksi vulkanisasi, crosslink density atau degree of crosslinking, dan sifat fisik vulkanisat karet,
5.
Bagaimana pengaruh suhu penggilingan terhadap viskositas karet, bound rubber, kecepatan reaksi vulkanisasi, crosslink density atau degree of crosslinking, dan sifat fisik vulkanisat karet,
6.
Bagaimana pengaruh urutan pencampuran carbon black dan bahan kimia karet ke dalam karet (simultan atau bergiliran) pada proses mastikasi dan penggilingan karet terhadap dispersi carbon black di dalam karet, viskositas, bound rubber, crosslink density atau degree of crosslinking, karakteristik vulkanisasi, dan sifat fisik vulkanisat karet,
7.
Bagaimana pengaruh tipe carbon black terhadap dispersi di dalam karet, viskositas karet, bound rubber, kecepatan reaksi vulkanisasi, dan sifat fisik vulkanisat karet,
8.
Bagaimana pengaruh proses mastikasi dan penggilingan karet terhadap belerang sisa di dalam vulkanisat karet,
9.
Bagaimana hubungan antara bound rubber kompon dan crosslink density atau degree of crosslinking vulkanisat karet.
I.3 Keaslian Penelitian 1.
Jumlah bahan pengisi carbon black tipe N 220 dan N 550 mempengaruhi kadar bound rubber. Semakin banyak kandungan carbon black semakin meningkat bound rubber dan N 220 menghasilkan bound rubber lebih tinggi 11
dibandingkan dengan N 550 (Choi, 2005). Choi tidak mempelajari bagaimana cara mastikasi dan penggilingan karet. Mastikasi dan penggilingan karet sama untuk setiap percobaan, sedangkan yang dibuat bervariasi adalah jumlah kandungan carbon black dan tipe carbon black yang digunakan. Dalam penelitian ini, carbon black tipe N 330 dan N 660 digunakan dengan jumlah (phr) yang tetap dan disamping itu juga dibuat variasi proses mastikasi dan penggilingan serta variasi waktu mastikasi karet itu sendiri. 2.
Kinetika dispersi carbon black di dalam karet melalui pengamatan bound rubber dan mixing energy dilakukan oleh Leblanc (2001). Bound rubber merupakan fungsi mixing energy dan reaksi seri orde satu. Leblanc menganggap bahwa dispersi carbon black berbanding lurus dengan kadar bound rubber. Kadar bound rubber meningkat berarti dispersi carbon black di dalam karet semakin baik. Leblanc tidak mengamati dispersi carbon black dan bagaimana hubungan antara dispersi carbon black dengan mixing energy juga tidak dipelajari. Oleh karena itu dalam penelitian disertasi ini, pengaruh mixing energy terhadap dispersi carbon black dan pengaruh dispersi carbon black terhadap peningkatan kadar bound rubber dipelajari. Dispersi carbon black di dalam karet alam akan diamati dengan menggunakan mikroskop digital dan alat DisperGrader dan diamati sebagai fungsi waktu mastikasi dan penggilingan, dan proses mastikasi dan penggilingan itu sendiri
3.
Beberapa peneliti pernah mempelajari proses penggilingan karet misalnya, Wang (1998), Wang dkk. (2000), dan Wang (2006), tetapi tidak satupun dari mereka yang membahas pentingnya mastikasi sebelum proses penggilingan 12
karet. Dalam penelitian ini, pengaruh waktu mastikasi dan urutan penambahan bahan kimia karet dan bahan pengisi saat proses penggilingan karet berlangsung dipelajari. 4.
Pengaruh coupling agent terhadap sifat-sifat vulkanisat SBR dan blending karet alam (NR) dengan SBR (styrene butadiene rubber) yang menggunakan carbon black sebagai bahan pengisi dipelajari oleh Choi dkk. (2007). Tidak hanya sifat fisik yang dipelajari, tetapi juga bound rubber dan crosslink density terhadap blending NR/SBR. Dalam penelitian ini dipelajari tidak hanya bound rubber dan crosslink density tetapi juga hubungan antara bound rubber dan crosslink density pada karet alam.
5.
Pengamatan dispersi bahan pengisi di dalam karet dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya dispersi carbon black di dalam komposit menggunakan SANS (Hjelm dkk., 2000), dispersi carbon black di dalam komposit polimer dianalisis dengan menggunakan SAXS (Rieker dkk., 2000), dispersi bahan pengisi dianalisis dengan DisperGrader (Otto dkk., 2005), dan dispersi organoclay di dalam karet diamati menggunakan online measured electrical conductance (OMEC) (Ali dkk., 2009). Di dalam penelitian ini juga digunakan DisperGrader untuk membandingkan diameter partikel carbon black di dalam karet alam terhadap diameter partikel standar pada DisperGrader. Disamping menggunakan DisperGrader, juga digunakan mikroskop digital untuk menghitung diameter partikel carbon black di dalam karet alam dengan pembesaran 50 kali. Ukuran partikel baik pada standar Dispergrader maupun pada sampel difoto menggunakan camera digital untuk 13
menghitung jumlah dan ukuran spot. Pengukuran diameter spot pada DisperGrader menggunakan software image pro 4,5, termasuk juga sampel yang diamati dengan mikroskop digital. Ukuran diameter sampel pada mikroskop digital dikalibrasi dengan ukuran sebenarnya, sementara sampel pada DisperGrader kalibrasi ukurannya tidak dilakukan.
I.4 Tujuan Penelitian Mengacu kepada perumusan dan batasan masalah, maka tujuan penelitian difokuskan untuk mempelajari proses mastikasi dan penggilingan karet alam serta hubungannya dengan karakteristik vulkanisasi dan sifat fisik vulkanisat karet alam, sementara tujuan khususnya adalah sebagai berikut: 1.
Mempelajari pengaruh proses mastikasi dan penggilingan karet terhadap viskositas Mooney, dispersi bahan pengisi, dan jumlah bound rubber padakompon karet serta degree of crosslinking, belerang sisa dan sifat fisik pada vulkanisat karet alam.
2.
Mempelajari pengaruh suhu proses mastikasi dan penggilingan karet terhadap viskositas Mooney dan bound rubber pada kompon karet, degree of crosslinking, dan sifat fisik pada vulkanisat karet.
3.
Mempelajari pengaruh bound rubber terhadap degree of crosslinking pada berbagai proses mastikasi dan penggilingan karet.
4.
Mempelajari pengaruh suhu vulkanisasi terhadap degree of crosslinking, belerang sisa, dan sifat fisik pada vulkanisat karet. 14
5.
Mencari model reaksi vulkanisasi yang sesuai, baik berdasarkan rheograf maupun belerang sisa (sisa reaksi) yang dapat digunakan untuk menjelaskan proses vulkanisasi dengan baik.
I.5 Manfaat Penelitian Pemahaman yang baik terhadap proses pencampuran carbon black dengan karet alam termasuk di dalamnya urutan pencampuran dengan bahan kimia karet pada saat proses mastikasi dan penggilingan karet dapat digunakan sebagai salah satu acuan dasar untuk pemahaman teknologi karet padat. Proses pencampuran yang efisien menyebabkan biaya produksi menjadi ringan sehingga harga mampu bersaing dengan poduksi barang jadi karet yang diimpor. Pemahaman ini dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas produk barang jadi karet di Indonesia terutama di sektor industri kecil dan menengah (IKM). Semakin banyak orang yang memahami teknologi karet maka diharapkan timbul wirausahawan baru di bidang produksi barang jadi karet sehingga produksi barang jadi karet di dalam negeri meningkat. Produksi barang jadi karet meningkat, memerlukan bahan baku karet alam yang relatif lebih banyak dan dapat memberikan nilai tambah (added value) tersendiri bagi perkaretan di Indonesia terutama bagi produsen barang jadi karet. Semakin banyak produsen barang jadi karet, tidak hanya meningkatkan penggunaan karet alam di dalam negeri saja tetapi juga memperluas kesempatan bekerja bagi masyarakat Indonesia dan meningkatkan daya saing bangsa.
15