BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang Masalah Prabowo Subianto belakangan ini sering disebut sebagai calon presiden (capres) RI periode 2014-2019 yang paling potensial terpilih. Berbagai lembaga survei melansir bahwa Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu berpeluang besar memenangkan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014. Pada tanggal 17 Maret 2012, seluruh pengurus DPD provinsi dan kabupaten/kota Partai Gerindra telah menetapkan Prabowo Subianto sebagai capres melalui kongres luar biasa1. Sebelumnya, tidak banyak yang mengira bahwa Prabowo Subianto bakal meramaikan pertarungan memperebutkan kursi RI-1 pascakekalahannya pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009. Berdasarkan Keputusan KPU Nomor 373/Kpts/Tahun 2009, Prabowo Subianto yang pada saat itu mencalonkan diri sebagai wakil presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri hanya memperoleh 32.548.105 suara sah atau 26.79% dari total suara sah2. Namun, sejak awal tahun 2012, elektabilitas atau tingkat keterpilihan Prabowo Subianto sebagai capres meningkat. Meskipun demikian, Prabowo Subianto memiliki rekam jejak yang dapat menjegalnya menuju kursi RI-1. Prabowo Subianto sempat tersandung kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, yaitu sebagai dalang penculikan terhadap sejumlah aktivis pro-reformasi dan dalang kerusuhan Mei 1998. Selain itu, Prabowo Subianto juga dikabarkan sempat merencanakan kudeta terhadap Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research Center (SMRC) terhadap 800 responden yang mencoblos pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta putaran kedua tanggal 20 September 2012, 59% responden tidak mengetahui bahwa Prabowo Subianto pernah diberhentikan dari
1
http://www.tempo.co/read/news/2012/07/18/078417735/Oktober-Prabowo-Deklarasi-Menuju-RI-1 Komisi Pemilihan Umum, Buku Saku Pemilu 2009 Bagian 5: Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Jakarta: Komisi Pemilihan Umum, 2009, hlm. 76. 2
1
dinasnya sebagai Panglima Komando Cadangan Strategi TNI Angkatan Darat (Pangkostrad) karena dinilai telah melakukan pelanggaran HAM berat3. Artinya, mayoritas responden tidak mengetahui rekam jejak negatif Prabowo Subianto. Menurut Grace Natalie selaku Direktur Utama SMRC, jika Prabowo Subianto berhasil meyakinkan masyarakat bahwa dirinya tidak terlibat dalam kasus pelanggaran HAM berat tersebut, maka langkahnya untuk menjadi orang nomor satu di Indonesia tidak akan terbendung. Elektabilitas Prabowo Subianto tak dapat dilepaskan dari popularitas yang didapatkan melalui media yang memberitakan sosoknya kepada masyarakat luas. Media memainkan peran yang sangat penting dalam konstruksi citra Prabowo Subianto sebagai kandidat capres. Konstruksi citra melalui media bertujuan untuk menciptakan citra positif seorang kandidat politik sehingga masyarakat pada akhirnya akan menilai kandidat tersebut layak menduduki suatu jabatan publik4. Citra seorang kandidat politik yang diketahui melalui media menjadi determinan utama sikap masyarakat untuk mendukung atau tidak mendukung kandidat politik tersebut. Preferensi media yang digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk mengakses berita masih didominasi oleh televisi. Namun, frekuensi penggunaan internet untuk mengakses berita meningkat dari tahun ke tahun (lihat: tabel 1). Di kalangan urban Indonesia, internet bahkan telah menjadi media kedua yang paling banyak digunakan setelah televisi, mengalahkan radio dan surat kabar (lihat: tabel 2). Survei yang dilakukan oleh Yahoo! dan TNS (2011) menghasilkan temuan bahwa aktivitas mengakses berita via internet mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu 47% pada tahun 2009 menjadi 61% pada tahun 2011. Selain itu, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Edelman Trust Barometer (2012), media online merupakan media yang paling dipercaya oleh masyarakat Indonesia untuk mengakses informasi (lihat: tabel 3). Menurut Alan van der Molen selaku 3
http://nasional.kompas.com/read/2012/09/23/14432579/SRMC.Jokowi.Basuki.Unggul.Untungkan. Prabowo.Daripada.Mega 4 Emmy Poentarie, Konstruksi Citra Melalui Media Online, dalam Jurnal IPTEK-KOM Volume 13, Nomor 2, Desember 2011, hlm. 2.
2
CEO Global Practices Edelman, hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia cenderung ingin mengkroscek beberapa kali sebelum memercayai kebenaran suatu informasi. Tabel 1: Frekuensi Penggunaan Media untuk Mengakses Berita5 Media 2006 2007 2009 Televisi 95% 97% 97% Radio 50% 44% 35% Surat kabar 22% 17% 16% Internet/Online 2% 3% 4% 6 Tabel 2: Penggunaan Media di Kalangan Urban (2011) Media Persentase Televisi 97% Internet/Online 33% Surat kabar 25% Radio 24% Tabel 3: Tingkat Kepercayaan terhadap Media (2012)7 Media Persentase Media online 76% Media konvensional (surat kabar, majalah, radio, televisi) 75% Media sosial 68% Media milik perusahaan 67% Media online tidak hanya terdiri dari berita yang ditulis oleh jurnalis profesional, tetapi juga terdiri dari konten-konten yang ditulis oleh user (pengguna) internet atau disebut dengan user-generated content, salah satunya berupa komentar user yang terletak di akhir berita online. Berdasarkan penelitian Yang (2008), user lebih terpengaruh oleh komentar dari user lain daripada berita online8. User membaca komentar dari user lain untuk mengetahui opini publik sebelum kemudian membangun opini mereka sendiri terkait suatu hal. Sebagai manifestasi dari opini publik, 5
Merlyna Lim, @Crossroads: Democratization and Corporatization of Media in Indonesia, 2011, hlm. 2. 6 http://id.berita.yahoo.com/blogs/jagat-pintar/akses-internet-di-indonesia-melampaui-radio-dansurat-110514575.html 7 http://www.antaranews.com/berita/356063/riset-tingkat-kepercayaan-pada-media-di-indonesiatinggi 8 Natalie Henrich., Bev Holmes., Web News Readers‟ Comments: Towards Developing a Methodology for Using On-line Comments in Social Inquiry, dalam Journal of Media and Communication Studies Volume 5, Nomor 1, January 2013, hlm. 2.
3
komentar user penting dalam memengaruhi sikap seseorang, baik itu memperkuat atau bahkan mengubahnya. Penelitian yang dilakukan oleh Ahn (2011) kepada 120 mahasiswa universitas Alabama di Amerika Serikat tentang persoalan university service menghasilkan temuan bahwa berita online dengan komentar user pro university service akan menghasilkan sikap responden yang lebih positif terhadap university service dibandingkan berita online tanpa komentar user dan berita online dengan komentar user kontra university service9. Penelitian tersebut telah membuktikan adanya pengaruh komentar user terhadap sikap. Sementara itu, pemilih pemula atau kelompok yang baru pertama kali menggunakan hak pilihnya dalam pemilu, sangat menjanjikan secara kuantitas. Pemilih pemula berjumlah sekitar 20-30% dari total jumlah pemilih dalam pemilu. Pada pemilu 2004, jumlah pemilih pemula sekitar 27 juta dari 147 juta pemilih. Pada pemilu 2009, jumlah pemilih pemula sekitar 36 juta dari 171 juta pemilih10. Pemilih pemula merupakan swing voters karena keputusannya masih bisa berubah-ubah. Pemilih pemula akan mencari informasi mengenai rekam jejak Prabowo Subianto melalui media, untuk memastikan bahwa Prabowo Subianto merupakan kandidat capres yang lebih baik dibandingkan kandidat lainnya. Berdasarkan tingginya kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap media online, dapat dikatakan bahwa media online yang terdiri dari berita online beserta komentar user berperan lebih besar dalam pembentukan sikap pemilih pemula terhadap Prabowo Subianto ketimbang jenis media lainnya. Melalui media online, pemilih pemula dapat mengetahui opini publik yang termanifestasikan melalui komentar dari user lain sebelum menentukan sikap terhadap pencapresan Prabowo Subianto pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014. 9
Hyonjin Ahn, The Effect of Online News Story Comments on Other Readers‟ Attitudes: Focusing on the Case of Incongruence Between News Tone and Comments, A Thesis in the Department of Telecommunication and Film in the Graduate School of The University of Alabama, 2011, hlm. 2931. 10 Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta, Pemilih Pemula, Jakarta: Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta, 2009, hlm. 3.
4
I.2
Rumusan Masalah Bagaimana pengaruh komentar user pada berita “SMRC: JokowiBasuki Unggul Untungkan Prabowo Ketimbang Mega” di Kompas.com edisi 23 September 2012 terhadap sikap siswi SMA Stella Duce 1 Yogyakarta dalam mendukung Prabowo Subianto sebagai capres RI periode 2014-2019?
1.3
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh komentar user pada berita “SMRC: Jokowi-Basuki Unggul Untungkan Prabowo Ketimbang Mega” di Kompas.com edisi 23 September 2012 terhadap sikap siswi SMA Stella Duce 1 Yogyakarta dalam mendukung Prabowo Subianto sebagai capres RI periode 2014-2019.
I.4
Manfaat Penelitian
Manfaat akademis: -
Mendorong perkembangan penelitian di ranah ilmu komunikasi tentang user-generated content.
Manfaat praktis: -
Memberi masukan kepada masyarakat agar bersikap kritis dan skeptis terhadap segala informasi yang tersedia di internet.
-
Memberi masukan kepada praktisi media online agar menjaga user-generated content dari ulah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
-
Memberi masukan kepada praktisi komunikasi politik agar menggali potensi user-generated content, khususnya dalam pembentukan opini publik.
I.5
Kerangka Pemikiran I.5.1
Komparasi Opini pada Komentar User Seiring dengan perkembangan teknologi internet, kegiatan membaca berita online mengalami peningkatan yang cukup signifikan di kalangan urban Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Yahoo! dan TNS (2011) menyebutkan bahwa kegiatan
5
membaca berita online mencapai 61%, meningkat sebesar 14% selama dua tahun terakhir. Artinya, mayoritas masyarakat Indonesia yang berada di perkotaan mengakses situs berita ketika sedang berselancar di dunia maya. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Edelman Trust Barometer (2012) mengemukakan bahwa tingkat kepercayaan
masyarakat
Indonesia
terhadap
media
online
merupakan yang tertinggi dibandingkan media-media lainnya, yaitu mencapai 76%. Internet merupakan preferensi utama masyarakat urban di Indonesia ketika mengonfirmasi suatu informasi. Artinya, mereka cenderung mengakses berita online dibandingkan mengakses berita melalui media konvensional. Preferensi tersebut tentu tidak mengherankan mengingat berita online memiliki beberapa kelebihan11, diantaranya: audience control sehingga audiens mempunyai kontrol yang besar untuk memilih informasi yang mereka inginkan, nonlinearity sehingga audiens dapat memilih untuk membaca bagian tertentu dari suatu berita tanpa harus membaca bagian lainnya, storage and retrieval sehingga audiens dapat mengakses informasi dengan mudah menggunakan kata kunci pada mesin pencari, unlimited space sehingga dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu pada media konvensional, immediacy sehingga audiens dapat mengakses informasi dengan segera, multimedia capability sehingga audiens dapat mengakses informasi berupa teks, foto, gambar, audio, maupun video, dan interactivity and user-generated content yang dapat meningkatkan level partisipasi audiens. Karakter interaktivitas internet telah membuka peluang bagi audiens untuk berpartisipasi dalam konsumsi sekaligus produksi berita. Oleh karena itu, audiens pada media online bukan disebut sebagai pembaca seperti pada media cetak atau pendengar dan 11
James C. Foust, Online Journalism: Principles and Practices of News for the Web. Arizona: Holcomb Hathaway Publishers Inc., 2009, hlm. 8.
6
pemirsa seperti pada media penyiaran, melainkan disebut sebagai user (pengguna). Berita online tidak hanya terdiri dari berita yang ditulis oleh jurnalis profesional tetapi juga terdiri dari user-generated content, yaitu materi yang berasal dari user dan berkontribusi terhadap produk jurnalistik. Sementara itu, berdasarkan Pedoman Pemberitaan Media Siber, definisi user-generated content adalah segala isi yang dibuat dan/atau dipublikasikan oleh pengguna media siber, antara lain artikel, gambar, komentar, suara, video, dan berbagai bentuk unggahan yang melekat pada media siber, seperti blog, forum, komentar pembaca atau pemirsa, dan bentuk lain12. Dengan demikian, komentar yang disampaikan oleh user pada akhir berita online merupakan salah satu bentuk user-generated content. Mayoritas komentar user mengandung opini terkait berita yang ditulis oleh jurnalis profesional. Dengan menggunakan metode analisis isi, Milioni, Vadratsikas, dan Papa (2012) menemukan bahwa 98% komentar user pada berita tentang imigrasi di media online Yunani mengandung opini13. Selain dapat menyampaikan opininya melalui komentar, user juga dapat mengonstruksi opininya dengan membaca komentar dari user lain. Berdasarkan penelitian Kim & Rhee (2005), jumlah user yang membaca komentar dari user lain jauh lebih banyak dibandingkan dengan user yang benar-benar menulis komentarnya sendiri sebagai respons terhadap suatu berita online14. Penelitian serupa yang dilakukan oleh NHN Corporation menghasilkan temuan bahwa 50% komentar pada situs Naver di Korea Selatan hanya diproduksi oleh 0.25% user. Penelitian tersebut mengindikasikan bahwa sangat sedikit user yang turut berpartisipasi menulis komentar, mayoritasnya hanya menjadi pembaca komentar.
12
http://www.dewanpers.or.id/page/kebijakan/pedoman/?id=494 Dimitra Milioni., Konstantinos Vadratsikas., Venia Papa, „Their Two Cents Worth‟: A Content Analysis of Online Readers‟ Comments in Mainstream News Outlets, A Thesis in the Department of Communication and Internet Studies of Cyprus University of Technology, 2012, hlm. 13. 14 Hyonjin Ahn. Op. cit., hlm. 2. 13
7
Berdasarkan teori uses and gratification, motivasi seseorang menggunakan media atau mengonsumsi konten media adalah untuk memperoleh kepuasan tertentu. Penelitian Diakopoulos & Naaman (2011) menjelaskan motivasi user membaca komentar dari user lain, yaitu untuk mengetahui hal-hal yang dipikirkan oleh user lain15. Setelah mengetahui opini mayoritas, user akan membangun opininya sendiri terkait suatu hal. Berdasarkan teori komparasi sosial, secara alami, seseorang selalu ingin mengevaluasi opininya16. Kognisi seseorang yang terdiri dari opini dan keyakinan akan memengaruhi kecenderungan perilakunya. Oleh karena itu, berpegang teguh pada opini yang keliru dapat berakibat fatal. Pada banyak kesempatan, tidak terdapat referensi objektif sebagai pedoman untuk memastikan kebenaran suatu opini. Dengan kata lain, tidak ada referensi objektif yang memastikan bahwa Prabowo Subianto adalah kandidat capres yang lebih baik daripada kandidat lainnya. Jadi, user membaca komentar dari user lain untuk memastikan kebenaran opininya terkait hal di atas. Jika suatu opini tidak dibandingkan dengan opini orang lain, seseorang akan menggunakan level aspirasi diri sendiri yang fluktuatif atau tidak stabil. Seseorang membandingkan opininya dengan opini orang lain dengan tujuan untuk mencari tahu kebenaran suatu opini yang akan menghasilkan evaluasi yang stabil. Jika seseorang membandingkan opininya dengan opini orang lain dan mengetahui bahwa opini mayoritas yang termanifestasikan melalui komentar user berbeda dengan opininya, maka ia akan merasa kurang percaya diri kemudian mengganti opininya. Sebaliknya, jika seseorang mengetahui bahwa opini mayoritas sama dengan opininya, maka ia tidak akan 15
Antonio A. Prado, Collective Contemplation and Issues in the News: Why Citizens Gather Online to Share and Debate, A Thesis in the Department of Communication of the California State University, 2011, hlm. 18. 16 Leon Festinger, A Theory of Social Comparison Processes, 1954, hlm. 117.
8
mengganti opininya. Setelah membandingkan opini, seseorang akan berperilaku untuk mengurangi perbedaaan opini antara dirinya dan orang lain. Adanya perbedaan opini meningkatkan tekanan untuk mencapai keseragaman sehingga terjadi proses saling memengaruhi opini satu sama lain. Jika keseragaman opini tercapai, maka akan terjadi social quiescence (ketenangan sosial). Semakin penting dan relevan suatu opini terhadap perilaku tertentu, semakin tinggi tuntutan untuk mencapai keseragaman opini. I.5.2
Sikap Secord
dan
Backman
mendefinisikan
sikap
dengan
menggunakan pandangan tri-komponen, yaitu kognitif (pengetahuan dan keyakinan), afektif (perasaan dan emosi), dan konatif (predisposisi tindakan) terhadap objek sikap. Berdasarkan pandangan ini, sikap adalah keteraturan tertentu antara komponen kognitif, afektif, dan konatif yang terwujud melalui pemahaman, perasaan, dan kecenderungan berperilaku seseorang terhadap suatu objek sikap. Ketiga komponen tersebut akan berkombinasi bersama-sama dalam mengorganisasikan sikap seseorang. Pandangan tri-komponen menuntut konsistensi komponen kognitif, afektif, dan konatif. Padahal, seringkali terjadi inkonsistensi pada ketiga komponen tersebut dalam membentuk sikap.
Para penganut pandangan single component merasa perlu untuk membatasi konsep sikap hanya pada komponen afektif saja.
9
Artinya, sikap adalah afek atau penilaian positif atau negatif terhadap suatu objek sikap. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Artinya, komponen afektif merupakan perasaan seseorang terhadap suatu objek sikap yang menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling tahan dari pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang17. Pada umumnya, reaksi emosional yang merupakan komponen afektif banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang dipercaya sebagai benar dan berlaku bagi objek sikap. Louis Thurstone, Rensis Likert, dan Charles Osgood mendefinisikan sikap sebagai suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan18.
Melalui
proses
evaluasi,
sikap
seseorang
akan
termanifestasikan sebagai perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) terhadap suatu objek sikap. Objek sikap yang dimaksud dapat berupa sikap terhadap diri sendiri, orang lain, objek, atau isu. Adapun objek sikap pada penelitian ini adalah Prabowo Subianto sebagai capres RI periode 2014-2019. Dengan demikian, sikap pro Prabowo Subianto merupakan sikap yang mendukung Prabowo Subianto sebagai capres RI periode 2014-2019. Sebaliknya, sikap kontra Prabowo Subianto merupakan sikap yang tidak mendukung Prabowo Subianto sebagai capres RI periode 2014-2019. Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan sikap: a). Pengalaman Langsung Ada berbagai faktor predisposisi seseorang mengadopsi suatu sikap tertentu. Namun, apapun faktor predisposisinya, pembentukan sikap mutlak membutuhkan pengalaman19. Cara 17
Saifuddin Azwar, Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012, hlm. 24. 18 Ibid, hlm. 5. 19 Ibid, hlm. 30
10
paling awal dan fundamental seseorang membentuk sikap adalah melalui pengalaman personal langsung dengan objek sikap20. Hal-hal yang telah dan sedang dialami oleh seseorang akan ikut membentuk dan memengaruhi tanggapannya terhadap suatu stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Agar dapat menanggapi suatu objek sikap, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek sikap tersebut. Tidak adanya pengalaman sama sekali terhadap suatu objek sikap cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek sikap tersebut. Agar
dapat
menjadi
dasar
pembentukan
sikap,
pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional karena akan lebih mendalam dan lebih lama membekas. Agar melibatkan emosi, suatu sikap harus terbentuk melalui pengalaman
langsung.
Sikap
yang
terbentuk
melalui
pengalaman langsung terhadap objek sikap akan lebih kuat dibandingkan
dengan
sikap
yang
terbentuk
melalui
pengalaman tidak langsung. b). Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting Orang lain merupakan salah satu komponen sosial yang turut memengaruhi sikap seseorang. Seseorang yang dianggap penting atau berarti khusus (significant others) akan banyak memengaruhi pembentukan sikap seseorang. Pada umumnya, seseorang cenderung memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan menghindari konflik dengan orang yang 20
Stuart. P. Oskamp., Wesley Schultz, Attitudes and Opinions. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Inc. Publishers, 2005, hlm. 165.
11
dianggap penting. Orang-orang yang biasanya dianggap penting bagi seseorang21, antara lain sebagai berikut: Orangtua Sikap seseorang sebagian besar terbentuk melalui pengalamannya. Namun, pengalaman tersebut juga terdiri dari pengetahuan dan contoh sikap yang diajarkan oleh orangtua. Oleh karena itu, sikap seseorang merupakan kombinasi dari pengalamannya di dunia luar dan hal yang dikatakan dan/atau dilakukan oleh orangtuanya. Pada beberapa hal, misalnya sikap terhadap partai politik dan/atau seorang tokoh politik, seorang anak bahkan belum mempunyai pengalaman sama sekali sehingga pengaruh orangtua menjadi sangat besar dalam membentuk sikap politik. Guru Ketika menginjak usia sekolah, seorang anak akan menerima sumber informasi
baru sebagai
pembentuk sikap. Akibatnya, derajat pengaruh orangtua terhadap pembentukan sikap anak akan semakin berkurang. Setelah orangtua, faktor yang memengaruhi sikap
politik
seorang
anak
adalah
ajaran
dan
indoktrinasi guru di sekolah. Ajaran guru di ruang kelas biasanya memengaruhi sikap seorang anak terhadap pemerintah. Peer Group Setelah orangtua dan guru, faktor determinan utama pembentuk sikap anak adalah peer group. Peer group
adalah
sekumpulan
remaja
sebaya
yang
mempunyai hubungan erat dan saling tergantung. Jika norma peer group sejalan dengan norma orangtua dan 21
Ibid, hlm. 163-174.
12
guru, sikap akan semakin kuat. Meskipun demikian, peer
group
seringkali
memperkenalkan
dan
menambahkan pandangan baru yang bertentangan dengan
ajaran
orangtua
dan
guru.
Timbulnya
generation gap antara sikap kaum muda dan sikap generasi yang lebih tua dikarenakan pengaruh dari peer group terhadap kaum muda. c). Demografi Pemilih Sikap, khususnya sikap politik dipengaruhi oleh beberapa faktor demografi pemilih, antara lain usia, jenis kelamin, agama, etnis, dan kelas sosial (pendapatan dan pendidikan)22. Setiap generasi memiliki pengalaman politik yang berbeda-beda sehingga sikap politik mereka pun pada umumnya berbeda-beda antargenerasi. Sementara itu, agama meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri seseorang. Konsep moral tersebut sangat menentukan sistem kepercayaan yang pada gilirannya turut berperan dalam menentukan sikap seseorang terhadap suatu objek. Apabila terdapat hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya seseorang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau justru tidak mengambil sikap. Namun, hampir tidak mungkin untuk bersikap netral. Dalam keadaan demikian, ajaran moral yang diperoleh dari agama seringkali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap. Faktor etnis yang erat kaitannya dengan kebudayaan di tempat seseorang tinggal dan dibesarkan juga berpengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Norma-norma sosial yang berlaku sangat memengaruhi penilaian seseorang terhadap suatu objek sikap. Seseorang memiliki pola sikap tertentu karena mendapat ganjaran dan hukuman dari masyarakat 22
Ibid, hlm. 307.
13
ketika bersikap demikian. Tanpa disadari, kebudayaan telah tertanam sebagai pengarah sikap seseorang. Selain itu, kelas sosial juga memengaruhi sikap politik seseorang. Seseorang dengan tingkat pendapatan yang berbeda cenderung memiliki sikap politik yang berbeda, terutama terkait suatu isu. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang berbeda juga cenderung memiliki sikap politik yang berbeda, terutama terkait dukungan terhadap seorang kandidat politik. d). Identitas Partai Politik Identifikasi diri terhadap partai politik adalah orientasi afeksi, sikap, atau perasaan seseorang terhadap partai politik23. Orientasi afeksi positif artinya mengidentikkan diri dengan partai politik tertentu dan sikap negatif artinya tidak mengidentikkan diri atau bahkan anti dengan partai politik tertentu. Identitas partai politik dipercaya berpengaruh kuat terhadap berbagai sikap politik, antara lain sikap terhadap kebijakan publik, kinerja pemerintahan, partai politik, dan kandidat politik. Identitas partai politik berada pada tingkat sikap atau orientasi pemilih bukan pada tingkat tindakan atau perilaku pemilih. Seseorang yang mempunyai sikap tertentu belum tentu bertindak sebagaimana sikapnya tersebut. e). Media Media yang meliputi koran, majalah, buku, film, radio, televisi, dan internet, turut membentuk sikap seseorang. Sebagai sarana komunikasi, media mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan seseorang terhadap suatu objek sikap. Adanya informasi baru dari media mengenai suatu hal akan memberikan landasan kognitif baru bagi
23
Saiful Mujani., R. William Liddle., Kuskridho Ambardi, Kuasa Rakyat: Analisis tentang Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca-Orde Baru, Jakarta: Mizan Publika, 2011, hlm. 374.
14
terbentuknya sikap terhadap suatu objek sikap24. Pesan-pesan sugestif tersebut apabila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai suatu hal sehingga terbentuklah arah sikap
tertentu.
Dengan
tingginya
tingkat
kepercayaan
masyarakat Indonesia terhadap media online, dapat dikatakan bahwa media online merupakan jenis media yang paling berperan dalam pembentukan sikap. I.5.3
Penilaian Retrospektif Pemilih rasional akan menggunakan penilaian retrospektif, penilaian masa sekarang, dan penilaian prospektif dalam menilai seorang kandidat politik. Menurut Anthony Downs, pemilih rasional akan memilih kandidat tertentu dengan pertimbangan bahwa kandidat tersebut akan lebih menjanjikan bagi dirinya apabila kandidat tersebut berhasil menduduki suatu jabatan publik25. Agar dapat mengetahui kandidat mana yang lebih menjanjikan, pemilih harus memiliki informasi mengenai kandidat di masa lalu, masa kini, dan di masa mendatang. Jika pemilih tidak mempunyai informasi yang cukup mengenai kandidat, maka mereka akan mengambil keputusan berdasarkan ketidaktahuannya. Oleh karena itu, pemilih rasional biasanya mencari informasi melalui media sebelum mengambil keputusan. Berdasarkan penilaian retrospektif, seorang pemilih lebih memusatkan perhatian pada performa masa lalu seorang kandidat ketimbang program kerja kandidat ke depan26. Retrospektif dimaksudkan sebagai penilaian terhadap masa lalu kandidat yang meliputi kesuksesan maupun kegagalan kandidat27. Inti dari penilaian retrospektif adalah penilaian terhadap aspek kinerja, rekam jejak, dan kepribadian yang berhubungan dengan kandidat di masa
24
Saifuddin Azwar, Op. cit., hlm. 38. Dieter Roth, Studi Pemilu Empiris, Jakarta: Mitra Alembana Grafika, 2008, hlm. 49. 26 William G. Mayer, Retrospective Voting in Presidential Primaries, 2010, hlm. 1. 27 Ignacio Esponda., Demian Pouzo, Conditional Retrospective Voting in Large Elections, 2012, hlm. 1. 25
15
lalu sebelum mencalonkan diri sebagai kandidat28. Jika seluruh hasil penilaiannya positif, maka pemilih akan cenderung mendukung kandidat tersebut. Jika sebaliknya, maka pemilih akan cenderung mendukung kandidat lain yang dianggap lebih menguntungkan29. Aspek kinerja
yang meliputi
kualitas, integritas,
dan
kompetensi merupakan faktor penting dalam menentukan sikap pemilih. Jika kinerja seorang kandidat ketika masih menjabat dianggap cukup baik, maka pemilih cenderung akan mendukung kandidat tersebut30. Jika sebaliknya, maka pemilih akan cenderung mendukung kandidat lainnya. Aspek rekam jejak yang meliputi sejarah dan pengalaman masa lalu kandidat dalam bernegara maupun bermasyarakat
juga
menjadi
pertimbangan
pemilih
dalam
menentukan sikap terhadap seorang kandidat politik. Jika kandidat tersebut dianggap mempunyai rekam jejak yang positif, maka pemilih cenderung akan mendukung kandidat tersebut. Jika sebaliknya, maka pemilih cenderung akan mendukung kandidat lainnya. Selain
itu,
kepribadian
kandidat
juga
menjadi
bahan
pertimbangan pemilih dalam mendukung seorang kandidat politik. Kualitas tokoh merupakan magnet utama penarik massa pemilih. Menurut Miller & Shanks, secara umum, kualitas tokoh mencakup dimensi kompetensi, integritas, ketegasan, empati, dan kesukaan31. Secara umum, pemilih Indonesia mempunyai afeksi terhadap tokoh politik tertentu yang cukup konsisten dari pemilu ke pemilu bahkan cenderung terus meningkat. Berdasarkan penelitian Lembaga Survei Indonesia, kualitas personal tokoh diukur berdasarkan dimensi menyenangkan, bisa dipercaya, pintar, berwibawa, tegas, perhatian 28
Firman, Pengaruh Pilihan Rasional terhadap Perilaku Memilih Orang Bugis pada Pemilukada Langsung di Kab. Sampang Tahun 2010, Pascasarjana Ilmu Politik Fisipol UGM, 2012, hlm. 46. 29 Bendor, Jon., Sunil Kumar., David Siegel, Retrospective Voting as Adaptive Behavior, 2005, hlm. 4. 30 Afan Gaffar, Politik Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006, hlm. 147. 31 Saiful Mujani., R. William Liddle., Kuskridho Ambardi. Op. cit., hlm. 425.
16
pada orang lain, berwawasan luas, dan memecahkan masalah. Kualitas tokoh lebih berpengaruh secara signifikan pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dibandingkan dengan pemilu legislatif32. Semakin positif penilaian terhadap kualitas personal seorang tokoh, semakin besar pula probabilitas dukungan terhadap tokoh tersebut. Penilaian retrospektif memegang peranan penting ketika kandidat incumbent, pemerintah yang saat ini sedang menjabat, mencalonkan diri kembali dalam pemilu yang akan datang33. Contohnya, John McCain kalah dalam pemilu Amerika Serikat tahun 2008 karena ia mendapatkan dukungan George W. Bush dan memilih Sarah Palin sebagai wakil presiden. Padahal, kedua tokoh politik tersebut dinilai gagal oleh warga Amerika Serikat dalam menjalankan pemerintahan sebelumnya34. Meskipun demikian, penilaian retrospektif pun digunakan untuk menilai seorang tokoh nasional yang telah diketahui oleh warga sebelum mencalonkan diri untuk menduduki suatu jabatan publik. Sekalipun bukan kandidat incumbent, Prabowo Subianto merupakan tokoh nasional yang telah dikenal luas. Selain itu, masa kampanye belum berlangsung pada saat penelitian ini dilakukan sehingga warga belum mengetahui janji-janji dan program kerja Prabowo Subianto. Oleh karena itu, para pemilih menggunakan penilaian retrospektif dalam menilai kelayakan Prabowo Subianto sebagai capres RI periode 2014-2019.
32
Ibid, hlm. 431. Christopher R. Berry., William G. Howell, Accountability and Local Elections: Rethinking Retrospective Voting, dalam The Journal of Politics, Volume 69, Nomor 3, August 2007, hlm. 845. 34 Roy Elis., D. Sunshine Hillygus., Norman Nie, The Dynamics of Candidate Evaluations and Vote Choice in 2008: Looking to the Past or Future?, 2010, hlm. 2. 33
17
I.6
Kerangka Konsep Pemilih pemula merupakan sekelompok orang berusia 17-21 tahun yang baru pertama kali menggunakan hak pilihnya pada pemilu, dalam hal ini Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014. Lantaran baru akan menggunakan hak pilihnya pertama kali, kebanyakan pemilih pemula belum memiliki kandidat capres unggulan atau sudah memiliki kandidat capres unggulan tetapi masih berubah-ubah (swing voters). Pemilih pemula akan mencari informasi melalui media yang akan memberi landasan kognitif baru tentang kandidat capres yang akan mereka pilih. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, komponen kognitif sikap yang disebut sebagai kepercayaan, dapat terus berkembang. Informasi baru dari media akan memberikan landasan kepercayaan pemilih pemula untuk mengevaluasi kelayakan Prabowo Subianto sebagai capres RI periode 20142019. Kepercayaan terhadap objek sikap akan memengaruhi komponen afektif pemilih pemula. Setelah mendapatkan pengetahuan tentang rekam jejak Prabowo Subianto, pemilih pemula akan bersikap karena seseorang tidak mungkin netral dengan melepaskan perasaan suka atau tidak suka terhadap objek sikap. Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan sikap, antara lain pengalaman langsung, pengaruh orang lain yang dianggap penting, demografi pemilih, identitas partai, dan media. Tanpa mengesampingkan faktor-faktor lainnya, penelitian kali ini akan memfokuskan pada pengaruh media terhadap pembentukan sikap. Sebab, seorang pemilih harus mempunyai informasi yang cukup tentang seorang kandidat capres agar dapat mempunyai sikap terhadap kandidat tersebut. Tidak ada alat untuk menumbuhkan afeksi pemilih terhadap seorang tokoh nasional yang lebih masif dan efektif ketimbang media karena dapat menjangkau pemilih yang berjumlah sangat besar di wilayah yang sangat luas. Bahkan, media seringkali menjadi satu-satunya sumber informasi pemilih tentang seorang kandidat politik.
18
Adapun jenis media pada penelitian ini adalah media online yang terdiri dari berita online dan user-generated content berupa komentar user yang terletak di akhir berita online. Lantaran kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap media online cukup tinggi, asumsinya media online berperan lebih besar daripada media konvensional lainnya seperti televisi, radio, dan surat kabar dalam pembentukan sikap pemilih pemula terhadap Prabowo Subianto. Berdasarkan teori uses and gratification, seorang user membaca komentar dari user lain karena termotivasi untuk mengetahui hal-hal yang dipikirkan oleh user lain. Opini bahwa seorang kandidat capres lebih baik daripada kandidat lainnya tidak dapat dipastikan. Berdasarkan teori komparasi sosial, ketika tidak ada referensi objektif sebagai pedoman evaluasi opini, seseorang akan membandingkan opininya dengan opini orang lain. Oleh karena itu, user membaca komentar dari user lain karena ingin mengetahui opini mayoritas sebelum membangun opininya sendiri mengenai pencapresan Prabowo Subianto. Pada saat penelitian dilakukan, berbagai media telah ramai memberitakan pencapresan Prabowo Subianto. Namun, masa kampanye belum berlangsung sehingga Prabowo Subianto belum menyampaikan janjijanji dan program kerja ke depannya. Oleh karena itu, pemilih menggunakan penilaian retrospektif yang lebih menekankan pada masa lalu Prabowo Subianto. Lantaran Prabowo Subianto bukan calon incumbent, maka aspek kinerja pada pemerintahan sebelumnya ditiadakan. Aspek sikap dalam penelitian ini hanya meliputi rekam jejak dan kepribadian. Jika pemilih menganggap positif rekam jejak dan kepribadian Prabowo Subianto, maka pemilih akan mempunyai sikap yang positif terhadap pencapresan Prabowo Subianto.
19
Bagan Konsep: VARIABEL X (independent) Komentar user pada berita online Berita online dengan komentar user pro Prabowo Subianto (kelompok perlakuan A) Berita online dengan komentar user kontra Prabowo Subianto (kelompok perlakuan B) Kuesioner tanpa berita online dan komentar user (kelompok kontrol)
Pengaruh
VARIABEL Y (dependent) Sikap pemilih pemula dalam mendukung Prabowo Subianto sebagai capres RI periode 20142019 Aspek sikap: - Rekam jejak Prabowo Subianto - Kepribadian Prabowo Subianto
VARIABEL Z (control) Faktor lain pembentuk sikap: Pengalaman langsung Pengaruh orang lain yang dianggap penting Demografi pemilih Identitas partai politik
Menurut
De
Vaus,
formulasi
hubungan
antarvariabel
memperbolehkan jumlah variabel sebab (X) lebih dari satu. Peneliti dapat melakukan pengujian hubungan beberapa variabel sebab (X) terhadap akibat (Y). Oleh karena itu, dalam penelitian ini, ada tiga variabel sebab (X) yaitu berita online dengan komentar user pro Prabowo Subianto, berita online dengan komentar user kontra Prabowo Subianto, dan kuesioner tanpa berita online dan komentar user sebagai kontrol. Ketiga variabel sebab (X) tersebut akan diteliti pengaruhnya terhadap variabel akibat (Y), yaitu sikap pemilih pemula dalam mendukung Prabowo Subianto sebagai capres RI periode 2014-2019. Adapun aspek sikap pada penelitian ini adalah rekam jejak dan kepribadian. Jika pemilih menganggap Prabowo Subianto
20
memiliki rekam jejak dan kepribadian yang positif, maka mereka cenderung akan mendukung pencapresan Prabowo Subianto. Sementara itu, variabel kontrol (Z) merupakan beberapa faktor pembentuk sikap selain komentar user pada berita online, yaitu pengalaman langsung, pengaruh orang lain yang dianggap penting, demografi pemilih, dan identitas partai politik. Keempat faktor tersebut menjadi variabel kontrol, yang diupayakan sehomogen mungkin pada setiap responden yang akan menjadi objek penelitian, baik yang mendapatkan perlakuan maupun yang tidak. Harapannya agar variabel sebab (X) berupa komentar user pada berita online menjadi satu-satunya determinan pembentuk sikap pemilih pemula dalam mendukung Prabowo Subianto sebagai capres RI periode 2014-2019. I.7
Hipotesis H1:
Rata-rata (mean) sikap antara kelompok A (membaca komentar user pro Prabowo Subianto), kelompok B (membaca komentar user kontra Prabowo Subianto), dan kelompok C (tidak membaca komentar user/kontrol) berbeda secara signifikan.
H0:
Rata-rata (mean) sikap antara kelompok A (membaca komentar user pro Prabowo Subianto), kelompok B (membaca komentar user kontra Prabowo Subianto), dan kelompok C (tidak membaca komentar user/kontrol) tidak berbeda secara signifikan.
H2:
Komentar user pro Prabowo Subianto akan menghasilkan sikap pemilih pemula yang lebih positif terhadap Prabowo Subianto dibandingkan dengan komentar user kontra Prabowo Subianto.
H0:
Komentar user pro Prabowo Subianto tidak akan menghasilkan sikap pemilih pemula yang lebih positif terhadap Prabowo Subianto dibandingkan dengan komentar user kontra Prabowo Subianto.
H3:
Komentar user pro Prabowo Subianto akan menghasilkan sikap pemilih pemula yang lebih positif terhadap Prabowo Subianto dibandingkan dengan kuesioner tanpa komentar user (kontrol).
21
H0:
Komentar user pro Prabowo Subianto tidak akan menghasilkan sikap pemilih pemula yang lebih positif terhadap Prabowo Subianto dibandingkan dengan kuesioner tanpa komentar user (kontrol).
H4:
Komentar user kontra Prabowo Subianto akan menghasilkan sikap pemilih pemula yang lebih negatif terhadap Prabowo Subianto dibandingkan dengan kuesioner tanpa komentar user (kontrol).
H0:
Komentar user kontra Prabowo Subianto tidak akan menghasilkan sikap pemilih pemula yang lebih negatif terhadap Prabowo Subianto dibandingkan dengan kuesioner tanpa komentar user (kontrol).
I.8
Definisi Operasional I.8.1
Berita Online Berita online adalah berita yang dipublikasikan melalui internet atau media online, yang berdasarkan Pedoman Pemberitaan Media Siber disebut sebagai media siber. Dengan demikian, berita online adalah teks-teks yang ditulis oleh jurnalis profesional yang dipublikasikan melalui media yang menggunakan wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik serta memenuhi persyaratan UU Pers dan Standar Perusahaan Pers yang ditetapkan Dewan Pers. Berita online yang dimaksud berjudul “SMRC: Jokowi-Basuki Unggul Untungkan Prabowo Daripada Mega” di Kompas.com edisi 23 September 2012. Sebab, berita tersebut mengungkapkan fakta bahwa mayoritas responden tidak mengetahui rekam jejak Prabowo Subianto yang diduga terlibat dalam sejumlah kasus pelanggaran HAM berat. Dengan demikian, user yang mendukung maupun yang tidak mendukung Prabowo Subianto sebagai capres 2014 akan menggunakan rekam jejak Prabowo Subianto tersebut sebagai bahan argumentasi dalam berkomentar.
I.8.2
Komentar User Komentar user adalah salah satu bentuk isi buatan pengguna (user-generated content) berupa berbagai respons dari user (pengguna) internet yang ditulis dan dipublikasikan pada kolom
22
komentar yang terletak di akhir teks berita online. Pada umumnya, media online mematuhi ketentuan Pedoman Pemberitaan Media Siber dari Dewan Pers, bahwa user harus melakukan registrasi keanggotaan dan login terlebih dahulu untuk dapat mempublikasikan komentarnya. Dalam registrasi tersebut, media online mewajibkan user memberi persetujuan tertulis bahwa komentar yang akan dipublikasikan tidak bertentangan dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Lebih jelasnya, komentar user dilarang memuat isi bohong, fitnah, sadis, cabul, prasangka dan kebencian terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA),
menganjurkan
tindakan
kekerasan,
diskriminatif
berdasarkan jenis kelamin dan bahasa, merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, dan cacat jiwa atau cacat jasmani. I.8.3
Komentar User Pro Prabowo Subianto Komentar user pro Prabowo Subianto memenuhi salah satu kriteria berikut ini: mendukung Prabowo Subianto sebagai capres RI periode 2014-2019, tidak mempermasalahkan rekam jejak jika seandainya Prabowo Subianto benar-benar terlibat dalam sejumlah kasus pelanggaran HAM berat, menganggap Prabowo Subianto hanya korban politik orde baru yang tidak punya kendali terhadap pasukan, menuntut perlakuan yang sama terhadap para pelanggar HAM berat selain Prabowo Subianto, dan/atau meragukan keterlibatan Prabowo Subianto. Adapun komentar-komentar user pada penelitian ini benarbenar komentar user yang terletak di akhir teks berita “SMRC: Jokowi-Basuki Unggul Untungkan Prabowo Daripada Mega” di Kompas.com edisi 23 September 2012. Diantara komentar-komentar user pada berita tersebut, peneliti hanya memilih empat komentar user yang memenuhi kriteria-kriteria pro terhadap Prabowo Subianto di atas.
23
I.8.4
Komentar User Kontra Prabowo Subianto Komentar user kontra Prabowo Subianto memenuhi salah satu kriteria berikut ini: tidak mendukung Prabowo Subianto sebagai capres RI periode 2014-2019, mempermasalahkan rekam jejak Prabowo Subianto yang diduga terlibat dalam sejumlah kasus pelanggaran HAM berat dengan meminta orang-orang untuk tidak melupakan rekam jejak tersebut dan/atau meminta aparat untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Adapun komentar-komentar user pada penelitian ini benar-benar komentar user yang terletak di akhir teks berita “SMRC: Jokowi-Basuki Unggul Untungkan Prabowo Daripada Mega” di Kompas.com edisi 23 September 2012. Diantara komentar-komentar user pada berita tersebut, peneliti hanya memilih empat komentar user
yang memenuhi kriteria-kriteria kontra
terhadap Prabowo Subianto di atas. I.8.5
Sikap terhadap Prabowo Subianto Sikap
terhadap
mendukung/memihak
atau
Prabowo tidak
Subianto
adalah
mendukung/tidak
memihak
Prabowo Subianto, dalam hal ini terkait pencapresan Prabowo Subianto dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014, dengan mempertimbangkan aspek-aspek sebagai berikut: Rekam jejak Rekam jejak meliputi sejarah dan pengalaman masa lalu kandidat dalam bernegara maupun bermasyarakat. Pada penelitian ini, rekam jejak yang diutamakan adalah kontroversi keterlibatan Prabowo Subianto dalam kasus pelanggaran HAM berat, yaitu sebagai dalang penculikan terhadap sejumlah aktivis proreformasi, dalang kerusuhan Mei 1998, dan kudeta terhadap Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Jika pemilih menyangsikan keterlibatan Prabowo Subianto dalam kasus pelanggaran HAM berat tersebut, maka pemilih cenderung akan bersikap positif terhadap Prabowo Subianto sebagai capres RI periode 2014-2019.
24
Kepribadian Kepribadian meliputi sejumlah dimensi kualitas tokoh sebagai berikut: kompetensi (berwawasan luas dan mampu memecahkan masalah), integritas (dapat dipercaya), ketegasan (mampu memimpin), empati (memahami dan memperhatikan kebutuhan rakyat), dan kesukaan (disukai oleh rakyat). Jika pemilih menganggap kualitas tokoh Prabowo Subianto positif, maka pemilih cenderung akan bersikap positif terhadap Prabowo Subianto sebagai capres RI periode 2014-2019. I.8.6
Pengalaman Langsung Pengalaman dapat menjadi dasar pembentukan sikap apabila meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, pengalaman terhadap peristiwa kerusuhan Mei 1998 dikontrol sedemikian rupa sehingga tidak ikut serta menjadi penyebab terbentuknya sikap responden terhadap Prabowo Subianto. Dengan demikian, orangorang yang memiliki pengalaman langsung dalam kerusuhan Mei 1998 tidak bisa menjadi responden. Asumsinya, responden hanya mengetahui dugaan keterlibatan Prabowo Subianto dalam kerusuhan Mei 1998 dan kasus dugaan pelanggaran HAM berat lainnya dari media. Pemilih pemula pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014 masih berusia balita pada tahun 1998 sehingga tidak memiliki pengalaman langsung terhadap peristiwa kerusuhan Mei 1998.
I.8.7
Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting Opini dari orang lain yang dianggap penting, seperti orangtua, guru, dan peer group banyak memengaruhi pembentukan sikap seseorang terhadap suatu objek sikap. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, pengaruh dari orang lain yang dianggap penting dikontrol sedemikian rupa sehingga tidak ikut serta menjadi penyebab terbentuknya sikap responden terhadap Prabowo Subianto.
25
Pada kelompok responden pertama dan kedua, setelah membaca berita online dan komentar user, mereka langsung diperintahkan untuk mengisi kuesioner. Demikian pula dengan kelompok responden ketiga, mereka langsung diperintahkan untuk mengisi kuesioner. Harapannya, ketiga kelompok responden tersebut tidak sempat mendiskusikannya dengan orang lain yang dianggap penting. I.8.8
Demografi Pemilih Demografi pemilih dalam penelitian ini terdiri dari usia, jenis kelamin,
etnis,
agama,
dan
tingkat
pendidikan.
Peneliti
mengupayakan kelima unsur demografi tersebut sehomogen mungkin pada setiap responden. I.8.9
Identitas Partai Politik Afiliasi partai politik turut memengaruhi pembentukan sikap seseorang terhadap seorang tokoh politik. Orang-orang yang berafiliasi dengan Partai Gerindra cenderung akan bersikap positif terhadap Prabowo Subianto yang merupakan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. Dengan demikian, orang-orang yang merupakan anggota Partai Gerindra atau memiliki anggota keluarga yang merupakan anggota Partai Gerindra tidak bisa menjadi responden.
I.9
Metodologi Penelitian I.9.1
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen karena peneliti mengondisikan responden dalam suatu keadaan tertentu, yaitu membaca komentar user pada berita online. Dalam metode eksperimen, peneliti memanipulasi salah satu variabel untuk mempelajari hubungan sebab-akibat35. Pada penelitian ini, variabel yang dimanipulasi adalah variabel sebab (X) yang akan dilihat pengaruhnya terhadap variabel akibat (Y). Variabel sebab (X) dalam penelitian ini juga disebut sebagai variabel bebas (independent) karena peneliti mempunyai kebebasan untuk memanipulasi variabel
35
Seniati., Setiadi., Yulianto, Psikologi Eksperimen, Jakarta: Indeks, 2011, hlm. 23.
26
tersebut. Artinya, peneliti bebas mengondisikan keadaan yang berbeda kepada objek penelitian. Peneliti bebas memberi sejumlah variabel bebas kepada satu atau lebih kelompok responden dan membandingkannya
dengan
kelompok
kontrol
yang
tidak
mengalami manipulasi36. Penelitian eksperimen berbeda dengan penelitian noneksperimen seperti survei. Pada penelitian survei, peneliti mencari responden yang telah membaca komentar user pada berita online yang
dimaksud.
Sedangkan
pada
penelitian
ini,
peneliti
mengondisikan responden untuk membaca komentar user pada berita online yang dimaksud sebelum melakukan pengukuran terhadap variabel akibat (Y) yang disebut juga sebagai variabel terikat (dependent), yaitu sikap pemilih pemula dalam mendukung Prabowo Subianto sebagai capres RI periode 2014-2019. Pada penelitian survei, peneliti tidak membuat variabel terikat (dependent) terjadi karena sudah terjadi sebelum penelitian dilakukan, dalam hal ini sikap pemilih pemula dalam mendukung Prabowo Subianto sebagai capres RI periode 2014-2019 sudah terbentuk karena responden sudah membaca komentar user pada berita online sebelum penelitian dilakukan. Sedangkan pada penelitian ini, peneliti memunculkan sesuatu agar terjadi pada variabel terikat (dependent) yang akan diukur, dalam hal ini sikap pemilih pemula dalam mendukung Prabowo Subianto sebagai capres RI periode 2014-2019. Sikap tersebut baru terbentuk setelah peneliti melakukan berbagai perlakuan tertentu kepada variabel bebas (independent) yang pada akhirnya akan memengaruhi variabel terikat (dependent). Penelitian eksperimen dilakukan dalam situasi yang terkontrol ketat. Artinya, peneliti mengusahakan agar suatu akibat (variabel 36
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi Contoh Analisis Statistik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012, hlm. 32.
27
terikat) hanya ditimbulkan oleh penyebab (variabel bebas), bukan oleh faktor-faktor lain. Dalam hal ini, peneliti mengusahakan komentar user pada berita online menjadi satu-satunya determinan pembentuk sikap pemilih pemula dalam mendukung Prabowo Subianto sebagai capres RI periode 2014-2019. Oleh karena itu, peneliti melakukan kontrol yang ketat terhadap faktor-faktor lain yang disebut sebagai variabel sekunder, yaitu pengalaman langsung, pengaruh orang lain yang dianggap penting, demografi pemilih, dan identitas partai politik. Peneliti mengeliminasi variabel sekunder dengan cara membuat responden sehomogen mungkin dalam keempat faktor tersebut. Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen posttest-only control design. Artinya, tes hanya dilakukan setelah responden diberi suatu perlakuan. Pada penelitian ini, ada dua kelompok responden yang diberi treatment sebagai kelompok eksperimen dan ada satu kelompok responden yang tidak diberi treatment sebagai kelompok kontrol. Posttest-only control design digambarkan sebagai berikut37: A
(X1)
A‟
B
(X2)
B‟
C
C‟
Keterangan: A = kelompok responden pertama yang dipilih secara random B = kelompok responden kedua yang dipilih secara random C = kelompok responden ketiga yang dipilih secara random X1 = treatment pertama, mengondisikan A untuk membaca komentar user pro Prabowo Subianto X2 = treatment kedua, mengondisikan B untuk membaca komentar user kontra Prabowo Subianto 37
Erwan Agus Purwanto., Dyah Ratih Sulistyastuti, Metode Penelitian Kuantitatif: Untuk Administrasi Publik dan Masalah-masalah Sosial, Yogyakarta: Gava Media, 2011, hlm. 89.
28
A‟ = hasil penilaian A setelah diberi treatment X1 B‟ = hasil penilaian B setelah diberi treatment X2 C‟ = hasil penilaian C tanpa treatment I.9.2
Jenis Penelitian Penelitian
ini
termasuk
jenis
penelitian
analitik
atau
eksplanatori. Sebab, penelitian eksperimental berfungsi untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat, bukan hanya menjelaskan hubungan antarvariabel. Oleh karena itu, penelitian ini meneliti hubungan kausal antara variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Dengan kata lain, variabel terikat merupakan akibat dari variabel bebas. I.9.3
Objek Penelitian Populasi yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini adalah pemilih pemula di Kota Yogyakarta. Populasi adalah semua anggota dari objek yang akan diteliti yang memiliki batasan dan karakteristik yang relevan dengan tujuan penelitian38. Populasi adalah konsep abstrak, tidak bisa ditunjuk secara langsung. Agar lebih operasional, yaitu dapat dihitung dan diukur, suatu populasi harus didefinisikan secara jelas dan spesifik. Populasi yang sudah didefinisikan ini disebut sebagai populasi sasaran. Dalam populasi sasaran, peneliti harus menjelaskan secara spesifik batasan dan definisi dari populasi yang dipakai. Syaratnya, populasi sasaran harus
sesuai
dengan
tujuan
penelitian
tetapi
tetap
mempertimbangkan akses untuk menjangkau populasi. Oleh karena itu, populasi sasaran pada penelitian ini adalah orang-orang yang berusia 17-21 tahun pada saat Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014, yang akan berlangsung sekitar bulan Juli 2014. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden berlangsung lima tahun sekali sehingga rentang usia tersebut pada umumnya baru akan menyalurkan hak pilihnya pertama kali. Dengan mempertimbangkan 38
Eriyanto, Teknik Sampling: Analisis Opini Publik, Yogyakarta: LKiS, 2007, hlm. 61.
29
tujuan dan akses, populasi sasaran pada penelitian ini didefinisikan sebagai siswi kelas XII salah satu SMA yang terletak di Kota Yogyakarta, yaitu SMA Stella Duce 1 Yogyakarta. Penelitian ini membutuhkan objek penelitian yang homogen secara demografis. Siswi SMA Stella Duce 1 Yogyakarta homogen dalam hal jenis kelamin (perempuan) dan tingkat pendidikan. Selain itu, mayoritas siswi SMA Stella Duce 1 Yogyakarta juga homogen dalam hal usia (17 tahun), agama (Katolik), dan etnis (Tionghoa/Cina). I.9.4
Teknik Sampling Teknik penarikan sampel pada penelitian ini adalah sampel acak sederhana (simple random sampling). Artinya, penarikan sampel melalui teknik random (acak) sehingga setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel39. Alasannya, penelitian ini menggunakan teknik analisis data uji Anova yang mensyaratkan sampel berasal dari kelompok yang independen, yaitu nilai dari suatu kelompok tidak tergantung dari nilai kelompok lainnya. Syarat tersebut hanya dapat terpenuhi apabila pengambilan sampel dilakukan secara acak. Teknik sampling ini membutuhkan kerangka sampel yang baik dan lengkap yang memuat daftar nama semua anggota populasi. Peneliti memiliki kerangka sampel objek penelitian berupa daftar presensi yang memuat nama seluruh siswi SMA Stella Duce 1 Yogyakarta. Kerangka sampel tersebut menjadi acuan dalam penarikan sampel. Merujuk pada penelitian Ahn (2011), kelompok responden yang membaca komentar user pro, komentar user kontra, dan kelompok kontrol yang masing-masing terdiri dari 20 orang, sudah dapat menunjukkan perbedaan sikap yang signifikan. Meskipun demikian, agar data berdistribusi secara normal, masing-masing kelompok harus berjumlah minimal 30 orang40. Dalam penelitian ini,
39 40
Ibid, hlm. 73. Zachary R. Smith., Craig S. Wells., Central Limit Theorem and Sample Size, 2006, hlm. 5.
30
responden berjumlah 90 orang, terdiri dari: kelompok responden yang membaca komentar user pro Prabowo Subianto sebanyak 30 orang, kelompok responden yang membaca komentar user kontra Prabowo Subianto sebanyak 30 orang, dan kelompok kontrol sebanyak 30 orang. I.9.5
Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian eksperimen, salah satu teknik pengumpulan data adalah dengan menggunakan kuesioner41. Melalui kuesioner, peneliti dapat mencari informasi lengkap mengenai suatu masalah dari responden tanpa merasa khawatir bila responden memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak jujur menjawab jika ditanya secara langsung melalui wawancara42. Selain itu, teknik ini dipilih agar peneliti dapat dengan mudah mendapatkan data kuantitatif yang dibutuhkan dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat43. Kuesioner juga memudahkan responden menjawab karena pilihan jawaban telah tersedia. Pengelompokan tersebut juga memudahkan peneliti dalam penghitungan statistik dan melihat tren data. Kuesioner pada penelitian ini dilengkapi dengan skala yang diadaptasi dari revisi skala sikap terhadap Alfred E. Smith sebagai kandidat presiden Amerika Serikat yang terdiri dari 57 item pernyataan44 (lihat: lampiran 1). Dengan penyesuaian konteks terhadap kandidat presiden pada penelitian ini, yaitu Prabowo Subianto, peneliti merumuskan 56 Item pernyataan (lihat: lampiran 2). Item-Item dalam skala ini terdiri dari Item favorable, yang sejalan dengan atribut yang diukur dan Item unfavorable, yang tidak sejalan dengan atribut yang diukur. Skala
41
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001, hlm. 238. 42 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 97. 43 Rahayu, Metode Survei: Karakteristik dan Prosedur Aplikasinya. Dalam Metodologi Riset Komunikasi: Panduan Untuk Melaksanakan Penelitian Komunikasi hlm 49-79, Yogyakarta: BPPKI Wilayah IV Yogyakarta dan Pusat Kajian Media dan Budaya Populer, 2008, hlm. 71. 44 Herman C. Beyle, Political Methodology: A Scale for the Measurement of Attitude toward Candidates for Elective Governmental Office, hlm 539-541.
31
sikap terhadap kandidat capres Prabowo Subianto disusun dengan metode summated rating dari Likert45 dengan empat alternatif jawaban, yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). Skor Item favorable sebagai berikut: STS=1, TS=2, S=3, SS=4. Sedangkan skor Item unfavorable sebagai berikut: STS=4, TS=3, S=2, SS=1. Adapun alternatif jawaban tengah (netral atau tidak tahu) dihilangkan untuk menghindari jawaban tengah. Sebab, alternatif jawaban tengah mengakibatkan objek yang belum dapat memutuskan atau ragu-ragu cenderung memberikan jawaban netral sehingga menimbulkan kecenderungan menjawab ke tengah (central tendency). Tabel 4: Blueprint Item Skala Sikap terhadap Prabowo Subianto sebagai Capres RI Periode 2014-2019 (sebelum uji coba) Nomor Item Jumlah Aspek Favorable Unfavorable Item 3, 13, 15, 19, 25, 6, 14, 20, 24, 26, Rekam jejak 27, 31, 53 32, 36, 38, 42, 50 18 1, 5, 7, 9, 11, 17, 2, 4, 8, 10, 12, 21, 23, 29, 33, 35, 16, 18, 22, 28, 30, 37, 39, 41, 43, 45, 34, 40, 44, 46, 48, Kepribadian 47, 49, 51, 55 52, 54, 56 38 28 28 56 Total I.9.6
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Peneliti melakukan uji validitas Item-Item dalam skala penelitian kepada sejumlah orang yang sesuai dengan karakteristik objek penelitian. Kemudian, peneliti menyeleksi Item-Item skala menggunakan PASW Statistics 18. Item yang lolos adalah Item yang memiliki korelasi antara skor Item dan skor total skala46 (corrected Item-total correlation) ≥ 0.25. Setelah menyeleksi Item dan mengompilasikannya
menjadi
satu,
peneliti
melakukan
uji
reliabilitas menggunakan PASW Statistics 18. Reliabilitas atau konsistensi skala sikap terhadap Prabowo Subianto sebagai capres RI 45 46
Saifuddin Azwar, Op. cit., hlm. 139. Saifuddin Azwar, Penyusunan Skala Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, hlm. 65.
32
periode 2014-2019 dinyatakan memuaskan apabila nilai koefisien reliabilitas Alpha Cronbach47 ≥ 0.9. I.9.7
Teknik Analisis Data Data yang telah terkumpul kemudian akan dianalisis menggunakan Uji Analysis of Variance (Anova), khususnya one way anova (anova satu jalur). Dengan menggunakan uji Anova, peneliti dapat menguji perbedaan rata-rata (mean) skor data pada lebih dari dua kelompok48. Pemilihan uji Anova dikarenakan responden pada penelitian ini terdiri dari tiga kelompok, yaitu kelompok responden yang membaca komentar user pro Prabowo Subianto, kelompok responden yang membaca komentar user kontra Prabowo Subianto, dan kelompok responden yang tidak membaca komentar user (kelompok kontrol). Prinsip uji Anova adalah menganalisis variabilitas data di dalam kelompok (within) dan data antarkelompok (between). Jika variasi data antarkelompok lebih besar daripada variasi data di dalam kelompok, maka rata-rata (mean) data antarkelompok menunjukkan perbedaan yang signifikan. Suatu Item yang baik dan memiliki daya beda tinggi akan menghasilkan hasil rata-rata skor lebih tinggi bagi responden yang bersikap positif daripada rata-rata skor kelompok responden yang sikapnya negatif49. Pernyataan yang menghasilkan rata-rata skor yang tidak berbeda secara signifikan bagi setiap kelompok, tidak mampu membedakan sikap sehingga tidak berguna dalam pengungkapan sikap.
47
Ibid, hlm. 96. Erwan Agus Purwanto., Dyah Ratih Sulistyastuti, Op. cit., hlm. 168. 49 Saifuddin Azwar, 2013, Op. cit., hlm. 148. 48
33