BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Kegiatan jual beli merupakan salah satu kegiatan yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyatakan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian yang salah satu pihak mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk membayar harga benda yang diperjanjikan. Jual beli merupakan perjanjian paling banyak diadakan dalam kehidupan masyarakat.1 Kegiatan jual beli yang dilakukan masyarakat berupa jual beli barang maupun jasa. Semakin meningkatnya kegiatan jual beli di masyarakat, semakin banyak pula cara untuk memudahkan masyarakat dalam melakukan kegiatan jual beli. Kemudahan dalam melakukan kegiatan jual beli dapat berupa tersedianya metode pembayaran yang beragam sehingga tercipta kenyamanan dalam bertransaksi. Masyarakat telah mengenal beberapa macam metode pembayaran yang tersedia. Salah satu sarana pembayaran yang paling umum dilakukan adalah dengan melalui pembayaran secara tunai. Munir Fuady mengemukakan metode-metode pembayaran dalam kegiatan jual beli2 yaitu : 1. Metode Pembayaran Tunai Seketika 2. Metode Pembayaran dengan Cicilan/Kredit 1
Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perdata Indonesia, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 317. 2 Munir Fuady, 2008, Pengantar Hukum Bisnis : Menata Bisnis Modern di Era Global, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Munir Fuady I), h. 26.
1
2
3. Metode Pembayaran dengan Memakai Kartu Kredit 4. Metode Pembayaran dengan Memakai Kartu Debit 5. Metode Pembayaran dengan Memakai Cek 6. Metode Pembayaran Terlebih Dahulu 7. Metode Pembayaran Secara Open Account 8. Metode Pembayaran Atas Dasar Konsinyasi 9. Metode Pembayaran Secara Documentary Collection 10. Metode Pembayaran Secara Documentary Credit Dewasa ini, kemudahan dalam kegiatan jual beli sangat diperlukan oleh masyarakat. Kartu kredit merupakan salah satu metode pembayaran yang diminati masyarakat karena memberikan kemudahan dalam melakukan kegiatan jual beli baik barang maupun jasa secara praktis, antara lain dalam melakukan transaksi online, pemesanan kamar hotel, pembayaran biaya rumah sakit, pemesanan tiket pesawat dan lain sebagainya. Penggunaan kartu kredit juga sangat membantu pada saat terjadi keadaan darurat yang memerlukan uang dalam jumlah yang cukup besar walaupun pada saat itu pengguna kartu kredit tidak mempunyai persediaan uang yang cukup. Kartu kredit adalah alat pembayaran pengganti uang tunai atau cek.3 Suryohadibroto dan Prakoso berpendapat bahwa kartu kredit adalah alat pembayaran sebagai pengganti uang tunai yang sewaktu-waktu dapat digunakan konsumen untuk ditukarkan dengan produk barang dan jasa yang diinginkannya pada tempat-tempat yang menerima kartu kredit (merchant) atau bisa digunakan konsumen untuk menguangkan kepada Bank Penerbit atau jaringannya (cash advance).4
3
Hermansyah, 2011, Edisi Revisi : Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, h. 90. 4 Ibid.
3
Berdasarkan data dari Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI), jumlah kartu kredit yang beredar di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2013 sampai dengan bulan Juli tahun 2014 yaitu dari 15.091.684 kartu meningkat menjadi 15.552.463 kartu. Hal tersebut menunjukkan minat masyarakat yang tinggi terhadap penggunaan kartu kredit sebagai metode pembayaran dalam kegiatan jual beli barang maupun jasa. Kelebihan penggunaan kartu kredit terutama terletak pada kegiatan jual beli barang atau jasa dengan jumlah transaksi yang besar, sehingga tidak perlu lagi membawa uang tunai yang banyak. Dengan tingginya minat masyarakat terhadap kartu kredit, masing-masing Bank Penerbit pun gencar berupaya untuk menawarkan kartu kredit kepada nasabahnya yang belum memiliki kartu kredit maupun kepada masyarakat umum. Untuk menertibkan peredaran kartu kredit di Indonesia, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14/2/PBI/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu dengan salah satu ketentuan yang diubah adalah pembatasan kepemilikan terhadap kartu kredit. Pembatasan kepemilikan kartu kredit dilakukan sebagai langkah manajemen risiko kredit baik di sisi Penerbit kartu kredit maupun pengguna kartu kredit. 1. Pembatasan kepemilikan kartu kredit dari sisi usia: a. Pemegang Kartu Utama berusia min. 21 tahun atau sudah menikah b. Pemegang Kartu Tambahan berusia min. 17 tahun atau sudah menikah
4
2. Pembatasan kepemilikan kartu kredit dari sisi pendapatan: a. Individu dengan pendapatan < Rp 3.000.000 tidak diperbolehkan memiliki kartu kredit. b. Individu dengan pendapatan antara Rp 3.000.000 – Rp 10.000.000 boleh memiliki kartu kredit dari maksimal 2 (dua) Penerbit, dengan pembatasan total plafon kredit dari seluruh kartu kredit yang dimilikinya yaitu maksimal 3 (tiga) kali pendapatan tiap bulan. c. Individu dengan pendapatan > Rp 10.000.000 tidak dibatasi kepemilikan kartu kreditnya namun mempertimbangkan analisis risiko masing-masing Penerbit kartu. Pendapatan tiap bulan yang dapat dijadikan pertimbangan Penerbit Kartu Kredit adalah pendapatan setelah dikurangi kewajiban antara lain pajak dan pembayaran utang kepada pemberi Pekerjaan atau disebut dengan take home pay. Berdasarkan pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17/DASP perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/27/DASP perihal Mekanisme Penyesuaian Kepemilikian Kartu Kredit, bahwa konsekuensi dari pembatasan kepemilikan kartu kredit yaitu dengan pengakhiran dan/atau penutupan kartu kredit bagi Pemegang Kartu Kredit yang tidak memenuhi batas minimum usia dan/atau memliki pendapatan di bawah Rp 3.000.000.00. Hal tersebut disesuaikan dengan kualitas kredit dari Pemegang Kartu Kredit. Apabila Pemegang Kartu Kredit yang telah memiliki kartu kredit lebih dari yang telah ditentukan, maka
5
kartu kredit yang menunjukkan kualitas kredit yang menurun maka kartu kredit tersebut harus diakhiri dan/atau ditutup. Namun, apabila kualitas kredit dari masing-masing kartu kredit berstatus lancar dan tidak ada penurunan maka kartu kredit tetap harus ditutup dengan memberikan kesempatan kepada Pemegang Kartu Kredit untuk menentukan kartu kredit yang akan diakhiri dan/atau ditutup. Jika Pemegang Kartu Kredit tidak menentukan pilihan, maka kartu kredit yang akan diakhiri dan/atau ditutup adalah kartu kredit dengan masa perolehan kartu kredit paling akhir. Tujuan pembatasan kepemilikan kartu kredit adalah untuk memperkuat perlindungan bagi konsumen kartu kredit melalui penguatan manajemen risiko. Namun, pelaksanaan peraturan pembatasan kepemilikan terhadap kartu kredit juga memiliki dampak tersendiri bagi Penerbit Kartu Kredit. Dampak yang bisa ditimbulkan antara lain adalah pengurangan pertumbuhan kartu kredit yang berarti berkurangnya pendapatan potensial yang diperoleh oleh Penerbit Kartu Kredit. Maka dari itu, berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka usulan penelitian ini diberi judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERBIT KARTU KREDIT BERKAITAN DENGAN PERATURAN BANK
INDONESIA
NOMOR
14/2/PBI/2012
TENTANG
PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU”.
6
1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dapat dapat dirumuskan masalah sebagai berikut yaitu : 1. Apa perlindungan hukum yang diberikan terhadap penerbit kartu kredit berkaitan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu? 2. Apa tindakan hukum yang dilakukan penerbit kartu kredit terhadap penyalahgunaan kartu kredit di Indonesia? 1.3.
Ruang Lingkup Masalah Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan maka diperlukan
adanya batasan-batasan yang cukup dalam ruang lingkup permasalahan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya penyimpangan terhadap pokok pembahasan dalam usulan penelitian ini. Ruang lingkup masalah yang akan dibahas adalah : 1. Terhadap permasalahan pertama, ruang lingkupnya meliputi perlindungan hukum yang diberikan terhadap penerbit kartu kredit terkait dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu mengenai pembatasan kepemilikan kartu kredit. 2. Terhadap permasalahan kedua, ruang lingkupnya meliputi tindakan hukum apa saja yang dilakukan oleh penerbit kartu kredit terhadap pihak yang melakukan penyalahgunaan kartu kredit.
7
1.4.
Orisinalitas Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang masih orisinil atau asli karena
belum terdapat penelitian yang secara khusus membahas mengenai perlindungan hukum terhadap Penerbit Kartu Kredit di Indonesia. Hal tersebut diketahui dari penelusuran judul-judul karya ilmiah di ruang skripsi perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana maupun melalui penelusuran di media internet. Namun demikian terdapat beberapa judul karya ilmiah yang membahas mengenai perlindungan hukum terkait dengan Kartu Kredit tetapi memiliki rumusan masalah yang berbeda secara substansial.
No. 1
Judul Tesis
yang
Peneliti berjudul Stefanus Yuwono 1.
“Penggunaan Kredit
Kartu Tedjosaputro, S.H.
Sebagai
Pembayaran Transaksi (Studi
Rumusan Masalah
Alat Dalam
Perdagangan Kasus
Kartu
Bagaimanakah
penanganan penyalahgunaan dalam hal pemalsuan, penipuan dan pencurian yang dialami para pihak
Kredit Yang Dikeluarkan
dalam penggunaan
PT Bank Central Asia
Kartu Kredit serta cara
Tbk
mengatasinya?
dan
PT
Bank
Danamon Indonesia Tbk
2. Bagaimanakah bentuk
Cabang Semarang” pada
perlindungan hukum bagi
tahun 2007.
para
pihak
dalam
8
penggunaan Kartu Kredit sebagai alat pembayaran dalam
transaksi
perdagangan? 2
Skripsi
yang
“Analisa
berjudul Anita Sjatria Yuridis
Terhadap
Bank
Jakarta
Bagaimanakah
perlindungan
Niaga
hukum
terhadap penerbit Credit
yang
Menerbitkan
1.
Card
Kartu
selaku
kreditur
apabila pemegang Credit
Kredit Terhadap Nasabah
Card
selaku
debitur
yang Wanprestasi” pada
melalaikan kewajibannya.
tahun 2010.
Usulan Penelitian No 1
Judul “Perlindungan
Peneliti Hukum Anandita Sasni
Rumusan Masalah 1. Bagaimana perlindungan
Terhadap Penerbit Kartu
hukum terhadap Penerbit
Kredit Berkaitan Dengan
Kartu
Peraturan Bank Indonesia
dengan
Nomor
Indonesia
Nomor
Tentang
14/2/PBI/2012
tentang
Penyelenggaraan
Penyelenggaraan
Kegiatan
14/2/PBI/2012
Alat
Kredit
berkaitan
Peraturan
Bank
Alat
Pembayaran Menggunakan
9
Pembayaran
Dengan
Menggunakan Kartu”.
Kartu
dengan
pembatasan
ketentuan kepemilikan
Kartu Kredit? 2. Tindakan hukum apa yang dilakukan terhadap penyalahgunaan
kartu
kredit di Indonesia?
1.5.
Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari dilakukannya penelitian ini yaitu : 1. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya dalam bidang penelitian. 2. Untuk mengetahui secara umum perlindungan hukum bagi Penerbit Kartu Kredit dalam menjalankan kegiatan usaha kartu kredit. 3. Untuk menyumbangkan pemikiran secara ilmiah di bidang ilmu hukum berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap Penerbit Kartu Kredit. b. Tujuan Khusus 1). Untuk mengetahui dan memahami perlindungan hukum yang diberikan kepada Penerbit Kartu Kredit berkaitan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan
10
Alat
Pembayaran
Menggunakan
Kartu
dengan
ketentuan
pembatasan kepemilikan Kartu Kredit. 2). Untuk mengetahui dan memahami tindakan hukum apa saja yang dapat dilakukan oleh penerbit kartu kredit terhadap pihak yang melakukan penyalahgunaan kartu kredit. 1.6.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis. a. Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap Penerbit Kartu Kredit secara umum. 2. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum terutama dalam bidang ilmu hukum perbankan dan dalam perkembangan di bidang ilmu hukum pada umumnya. b. Manfaat Praktis 1. Untuk dapat memberikan ilmu pengetahuan kepada Penerbit Kartu Kredit mengenai bentuk-bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepadanya sebagai badan yang menerbitkan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) berkaitan dengan Peraturan
Bank
Indonesia
Nomor
Penyelenggaraan
Kegiatan
Alat
14/2/PBI/2012
tentang
Pembayaran
Dengan
11
Menggunakan Kartu khususnya dengan ketentuan pembatasan kepemilikan Kartu Kredit. 2. Untuk memberikan sumbangan pemikiran mengenai Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14/2/PBI/2012 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan
Alat
Pembayaran
Dengan
Menggunakan
Kartu
khususnya terhadap pembatasan kepemilikan Kartu Kredit. 1.7.
Landasan Teoritis Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap
negara.5 Dr. Indrasukindro, MA mengemukakan bahwa sistem keuangan pada umumnya merupakan satu kesatuan sistem yang dibentuk dari semua lembaga keuangan yang ada dan kegiatan utamanya di bidang keuangan adalah menghimpun dana dari masyarakat dan kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat.6 Sistem keuangan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu sistem moneter dan lembaga keuangan lainnya. Sistem moneter yaitu otoritas moneter dan sistem Bank Umum. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia mengatur bahwa Bank Indonesia adalah penanggung jawab otoritas peraturan moneter. Sistem Bank Umum merupakan sistem perbankan sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah menjadi UndangUndang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
5 6
Hermansyah, op. cit, h. 7. Ibid, h. 1.
12
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan bahwa Otoritas Jasa Keuangan mengambil alih sebagian tugas dan wewenang Bank Indonesia yaitu dalam hal mengatur dan mengawasi industri jasa keuangan yang ada di Indonesia. Tugas yang tetap dipegang oleh Bank Indonesia adalah pengaturan kegiatan bank yang terkait dengan kewenangan otoritas moneter.7 Maka dari itu, pengaturan dan pengawasan mengenai penyelenggaraan kartu kredit di Indonesia diambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan. Kartu Kredit merupakan suatu alat pembayaran dalam kegiatan perdagangan yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14/2/PBI/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, kartu kredit adalah Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu kredit dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang telah disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus (charge card) ataupun dengan pembayaran secara angsuran.
7
Adrian Sutedi, 2014, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Raih Asa Sukses, Jakarta, (selanjutnya disingkat Adrian Sutedi I), h. 39.
13
Penerbit Kartu Kredit adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang menerbitkan APMK. Usaha Kartu Kredit merupakan salah satu dari kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum sesuai dengan Pasal 6 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Pasal 1 angka 2 dan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, memberikan definisi tentang Bank dan Bank Umum. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan Bank Umum adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Pengaturan mengenai Perbankan Syariah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Asas Perbankan yang dianut di Indonesia tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
yang
mengemukakan bahwa “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokkrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”. Sesuai dengan penjelasannya, demokrasi ekonomi yang dimaksud adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
14
Gatot Supramono mengemukakan asas-asas Perbankan dalam kegiatan usaha yang dilakukan oleh Bank yaitu8 : 1. Asas Hukum Bank dalam menjalankan tugasnya melayani masyarakat tidak terlepas dari landasan hukum yang berlaku. Kegiatan yang dilakukan Bank adalah didasarkan atas hukum tertulis yang berupa peraturan perundang-undangan maupun hukum tidak tertulis yang berupa hukum kebiasaan. 2. Asas Keadilan Dalam melayani masyarakat, Bank tidak boleh hanya memberikan fasilitas kredit kepada penguasaha besar saja, tetapi juga kepada pengusaha kecil serta memberikan pinjaman pada perusahaan baik yang tergabung dalam kelompoknya maupun perusahaan di luar kelompoknya. 3. Asas Kepercayaan Hubungan Bank dengan nasabahnya adalah atas dasar kepercayaan. Nasabah merasa percaya bahwa uang yang disimpang dapat dikelola dengan baik oleh Bank. Di lain pihak, Bank juga siap untuk membayar nasabah apabila nasabah ingin menarik simpanan uangnya. Selain itu, dalam memberikan kredit, Bank juga harus percaya bahwa uang tersebut dapat dibayar kembali oleh masyarakat beserta dengan bunganya. 4. Asas Keamanan Bank memberikan keamanan terhadap simpanan para nasabahnya agar terhindar dari suatu kejahatan. Bank juga memberikan rasa aman kepada nasabahnya dalam melakukan transaksi dengan Bank. 5. Asas Kehati-hatian Asas kehati-hatian berhubungan dengan tugas Bank karena dalam menjalankan tugasnya Bank wajib bekerja dengan penuh ketelitian, melakukan pertimbangan dengan matang, menghindari kecurangan, dan tidak mengambil langkah yang bertentangan dengan kepatutan. 6. Asas Ekonomi Bank sebagai sutu perusahaan yang tujuannya memperoleh keuntungan tidak dapat dipisahkan dengan prinsip ekonomi. Dengan tugasnya menghimpun dana dari masyarakatdan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit, Bank menarik bunga atau keuntungan dari masyarakat yang merupakan imbalan jasa bagi Bank.
8
Gatot Supramono, 2009, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, P.T. Rineka Cipta, Jakarta, h. 46.
15
Penelitian hukum normatif membahas doktrin-doktrin atau asas-asas hukum dalam ilmu hukum.9 Untuk memahami adanya hubungan antara ilmu-ilmu hukum dengan hukum positif, diperlukan suatu telaah terhadap unsur-unsur hukum yaitu unsur idiil dan unsur riil. Unsur idiil mencakup hasrat dan rasio manusia. Hasrat susila menghasilkan asas-asas hukum. Rasio manusia menghasilkan pengertian dalam hukum seperti masyarakat hukum, subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum, dan obyek hukum. Unsur riil mencakup manusia, kebudayaan dan lingkungan alam yang menghasilkan tata hukum.10 Menurut Johannes Ibrahim mengenai perlindungan hukum 11 yaitu : “Wujud perlindungan hukum pada dasarnya merupakan upaya penegakan hukum . . . . Faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam penegakan hukum adalah faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum yakni pihak-pihak yang membentuk atau menerapkan hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor masyarakat, yakni dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan . . .”.
Dalam rangka penegakan hukum dimaksud terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan12 yaitu : 1. Kepastian hukum (rechtssicherheit) 2. Kemanfaatan (zweckmassigkeit) 3. Keadilan (gerechttigheit). 9
Zainudin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, cetakan I, Sinar Grafika, Jakarta, h. 24. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2013, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 14. 11 Johannes Ibrahim, Dilematis Penerapan UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, Antara Perlindungan Hukum dan Kejahatan Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis,Volume 24, No. 1 Tahun 2005, hlm 43 dikutip dari Jonker Sihombing, 2010, Penjamin Simpanan Nasabah Perbankan, P.T. Alumni, Bandung, h. 97. 12 Sudikno Mertokusumo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1 dikutip dari Jonker Sihombing, 2010, Penjamin Simpanan Nasabah Perbankan, P.T. Alumni, Bandung, h. 98. 10
16
Kepastian hukum memiliki arti bahwa setiap orang dapat menuntut agar hukum dapat dilaksanakan dan tuntutan itu pasti dipenuhi, dan setiap pelanggaran hukum akan dikenakan sanksi menurut hukum.13 Sedangkan kemanfaatan berarti bahwa penegakkan hukum harus memberikan manfaat bagi masyarakat. Unsur yang terakhir yaitu keadilan berarti bahwa penegakkan hukum harus adil kepada setiap masyarakat. 1.8.
Metode Penelitian Metode penelitian merupakan salah satu bagian yang sangat penting
digunakan dalam hal melakukan suatu penelitian ilmiah. Metode penelitian terhadap suatu penelitian ilmiah memberikan pedoman mengenai cara untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ilmiah dan cara untuk mengolah data tersebut sehingga dapat menjadi suatu karya ilmiah. Melalui metode penelitian yang baik dan benar maka diharapkan dapat memberikan hasil penelitian yang bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya dalam bidang ilmu hukum. a. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini adalah jenis penelitian normatif. Penelitian hukum normatif atau biasa disebut penelitian yuridis normatif terdiri atas penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematik
13
Franz Magnis Suseno, 1994, Etika Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 79.
17
hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian terhadap sejarah hukum dan penelitian perbandingan hukum.14 b. Jenis Pendekatan Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dan jenis pendekatan analisis konsep hukum (analytical dan conceptual approach). Dalam pendekatan perundang-undangan, pendekatan dilakukan dengan menelaah Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.15 Pendekatan analisis konsep hukum merupakan jenis pendekatan yang meneliti konsep-konsep hukum, asasasas hukum serta doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum berkaitan dengan rumusan masalah yang telah ditentukan. c. Sumber Bahan Hukum Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah berasal dari penggunaan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
1. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang terdiri atas asas dan kaedah hukum berupa peraturan perundang-undangan, perjanjian
14
internasional,
konvensi
ketatanegaraan,
putusan
Zainuddin Ali, loc. cit. Peter Mahmud Marzuki, 2006, Penelitian Hukum, Kencana Perdana Media Grup, Jakarta, h. 93. 15
18
pengadilan, Keputusan Tata Usaha Negara maupun hukum adat.16 Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan yaitu : 1). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 3). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 4). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 5). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. 6). Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 7). Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan
Alat
Pembayaran
dengan
Menggunakan Kartu. 8). Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan
atas
11/11/PBI/2009
Peraturan tentang
Bank
Indonesia
Penyelenggaraan
Kegiatan
Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.
16
Nomor
Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, h. 76.
Alat
19
9). Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17/DASP Perihal Perubahan 11/10/DASP
atas Surat Perihal
Edaran
Bank
Penyelenggaraan
Indonesia Nomor Kegiatan
Alat
Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu. 10).
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/27/DASP Perihal
Mekanisme Penyesuaian Kepemilikan Kartu Kredit. 2. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer yaitu buku-buku hukum, jurnaljurnal hukum, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang dimuat di media massa, kamus dan ensiklopedi hukum serta bahan hukum dari internet dengan mencantumkan nama situsnya.17 d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan bahan hukum dalam penelitian ini adalah dengan studi pustaka yang mencakup bahan hukum primer berupa peraturan-peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rumusan permasalahan dan bahan hukum sekunder berupa bukubuku hukum, jurnal-jurnal hukum serta karya ilmiah atau pandangan ahli hukum. e. Teknik Analisis Untuk menganalisis bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan maka diperlukan adanya teknik analisis yang baik dan benar. Teknik 17
Ibid.
20
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskripsi dan teknik sistematisasi. Teknik deskripsi yaitu teknik menguraikan suatu kondisi sesuai apa adanya sedangkan teknik sistematisasi adalah teknik yang mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum antara suatu perundang-undangan yang sederajat maupun yang tidak sederajat.18
18
Ibid.
21