BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris. Negara yang memiliki sektor pertanian yang memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada sektor pertanian (Mubyarto, 1994). Indonesia sebagai Negara berkembang memiliki produktifitas pertanian yang sangat rendah. Hal ini berdampak nyata terhadap situasi perekonomian nasional yaitu impor beras terus meningkat, inflasi menjadi tak terkendali, kekurangan pangan dan kesempatan kerja terbatas sehingga menimbulkan pengangguran. Pembangunan pertanian merupakan langkah awal dalam strategi pembangunan nasional jangka panjang (Chrisma, 1994). Pada masa pembangunan ini pandangan, perhatian dan pemeliharaan terhadap petani di pedesaan ternyata demikian besar, seperti diadakannya penyuluhan-penyuluhan yang bertujuan untuk melakukan perubahan-perubahan antara lain peningkatan hasil pertanian dan peningkatan taraf hidup petani. Petani adalah tulang punggung perekonomian Negara dan desa adalah pangkal kehidupan perkotaan, tetapi kenyataanya kehidupan para petani di pedesaan masih berada pada tingkat kesejatraan yang rendah. Mereka buta akan pendidikan, teknologi yang baik usaha taninya, sehingga produksi yang mereka lakukan dari generasi ke generasi hannyalah berdasarkan pengalaman dan usaha sendiri, dalam waktu yang demikian lama perilaku kehidupan petani tidak mengalami perubahan. Mereka tidak bisa melakukannya karena terbentur pada keadaan sendiri, antara lain karena pendidikan yang diperolehnya terlalu rendah, bahkan kebanyakan diantara mereka ada yang tidak pernah sekolah, sehingga penguasaan ilmu pengetahuan untuk mengubah perilaku dan kehidupan tidak dapat mereka lakukan (Negara S, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani, daerah pedesaan tempat dimana mayoritas petani menjalani kehidupannya mempunyai beberapa permasalahan seperti tingkat pendidikan rendah, adanya sikap mental yang kurang mendukung dan masalah-masalah lainnya. Permasalahan tersebut meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat petani pedesaan yang satu sama lain saling berkaitan (Negara S, 2000). Salah satu metode penyuluhan yang berfungsi untuk memecahkan permasalahan yang terjadi di desa dengan objek metode adalah Metode Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) yang dicanangkan Pemerintah guna meningkatkan kualitas dan produktifitas padi. Metode ini sangat membantu para petani padi dalam melakukan pengelolaan untuk hasil yang lebih baik (Mar,2010). Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia merupakan salah satu agenda besar dalam metode ini. Dengan metode SLPTT ini diharapkan muncul pendamping yang dapat mendampingi petani di lapangan dalam menemukan dan memecahkan masalah mereka. Dipilihnya pola ini karena model penyuluhan sebelumnya belum terbukti mampu memecahkan masalah di lapangan (Mar, 2010). Banyak indikator untuk melihat keberhasilan metode SLPTT. Diantaranya adalah karakteristik sosial ekonomi dan tingkat adopsi petani dalam metode tersebut. Adopsi adalah penerapan/penguasaan dari suatu ide baru, alat-alat atau teknologi baru (modern). Manifestasi dari bentuk adopsi teknologi dapat berupa perubahan yang terlihat pada sikap dan perilaku, perubahan dalam pemakaian peralatan atau teknologi yang digunakan dalam usaha tani (Negara S, 2000). Keputusan untuk mengadopsi cara-cara baru atau ide-ide selalu memerlukan waktu dari menunggunya beberapa tahun sebelum mencoba ide dari waktu yang pertama sekali hingga waktu yang lebih panjang sebelum mengadopsi atau menerapkan. Penerapan teknologi dan informasi baru tersebut terjadi bila dalam diri petani telah timbul
Universitas Sumatera Utara
keyakinan akan mamfaat hal-hal baru itu setelah petani mengalami perubahan kelakukan (Mosher A T, 1983). Salah satu kabupaten yang menjalankan metode SLPTT adalah Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Sejarahnya memperlihatkan bahwa Kabupaten ini merupakan salah satu sentra produksi tanaman padi sawah. Pada tahun 2009 produksi padi sawah di Kabupaten Deli Serdang sebesar 389.597 ton dengan tingkat produktifitas 52,13 kw/ha. Jumlah produksi di atas tidak dapat dikatakan optimal karena tidak meratanya luas panen per Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang. Sehingga di Kabupaten ini masih menjalankan metode SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) yang akan semakin berkembang. Dibawah ini saya lampirkan tabel luas panen Kecamatan Hamparan Perak pada komoditi padi sawah. Dimana Kecamatan Hamparan Perak merupakan salah satu Kecamatan yang memiliki luas lahan panen terluas di Kabupaten Deli Serdang. Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah Menurut Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010 No. Kecamatan Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kw/Ha) 1. Gunung Meriah 1.104 5.612 50,82 2. STM Hulu 990 4.957 50,07 3. Sibolangit 1.370 6.925 50,56 4. Kutalimbaru 1.976 10.087 51,04 5. Pancur Batu 940 4.774 50,79 6. Namorambe 1.832 9.486 51,78 7. Biru-Biru 1.795 9.134 50,88 8. STM Hilir 1.715 8.739 50,97 9. Bangun Purba 365 1.827 50,03 10. Galang 2.063 10.772 52,20 11. Tanjung Morawa 4.925 25.669 52,12 12. Patumbak 1.428 7.200 50,42 13. Deli Tua 40 204 50,47 14. Sunggal 4.905 25.604 52,20 15. Hamparan Perak 10.222 53.396 52,24 16. Labuhan Deli 6.632 34.503 52,03 17. Percut Sei Tuan 10.167 53.585 52,71 18. Batang Kuis 2.029 10.296 50,75 19. Pantai Labu 8.443 43.872 51,96 20. Beringin 4.503 23.888 53,05 21. Lubuk Pakam 3.376 18.104 53,62 20.961 53,52 22. Pagar Merbau 3.916
Universitas Sumatera Utara
Jumlah
74.737
389.597
52,13
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 Karakteristik sosial ekonomi seperti umur, pendidikan, luas lahan mungkin mempunyai hubungan dengan tingkat adopsi petani dalam metode SLPTT dengan ukuran-ukuran yang akan ditetapkan. Banyak bagian yang penting ketika membahas mengenai karakteristik sosial ekonomi petani khususnya padi sawah. Ciri khas petani di Indonesia adalah mereka masih terpengaruh dengan kebudayaan asli daerah tersebut ketika mereka melakukan usaha tani. Dari uraian yang singkat di atas maka penulis ingin meneliti sejauh mana bahwa hubungan karakteristik sosial ekonomi dengan tingkat adopsi dalam metode SLPTT (sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti menyimpulkan dan disusun permasalahan-permasalahan yang terjadi. Adapun permasalahan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat adopsi petani padi sawah dalam metode SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) di daerah penelitian? 2. Bagaimana hubungan karateristik sosial ekonomi dengan tingkat adopsi petani padi sawah yang mengikuti metode SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) di daerah penelitian?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan sub-bab identifikasi masalah maka tujuan penelitian dapat dirumuskan, sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui tingkat adopsi petani padi sawah dalam metode SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) di daerah penelitian
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui hubungan karakteritik sosial ekonomi dengan tingkat adopsi petani padi sawah yang mengikuti metode SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) di daerah penelitian
1.3 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian dengan judul hubungan karakteristik sosial ekonomi dengan tingkat adopsi petani padi sawah dalam metode SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu), sebagai berikut : 1. Sebagai bahan informasi berbagai stakeholder yang melaksanakan metode SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) dan untuk memperoleh kesimpulan tingkatan adopsi petani terhadap metode tersebut. 2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya yang berhubungan dengan judul penelitian ini 3. Sebagai bahan untuk membuat skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara