1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kebakaran merupakan salah satu peristiwa yang harus diwaspadai, khususnya
di lingkungan perkotaan besar seperti Surabaya. Banyaknya jumlah kawasan industri dan padatnya jumlah penduduk menyebabkan peristiwa kebakaran ini seringkali terjadi. Hal ini sesuai dengan data jumlah kejadian kebakaran yang dilansir oleh Dinas Kebakaran Kota Surabaya sebagai berikut :
Grafik Kejadian Kebakaran di Surabaya Selama 5 (Lima) Tahun Terakhir 600 500 400 300 200 100 0 2011
JAN 9
FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGT SEPT OKT NOV DES 13 22 20 12 33 40 66 91 87 22 8
JML 423
2012
16
11
14
24
28
27
71
109
95
75
54
15
539
2013
13
16
19
17
19
14
27
63
64
94
39
12
397
2014
14
26
25
27
20
24
35
101
114
119
71
20
596
2015
24
12
14
17
23
16
106
Gambar 1.1. Grafik kejadian kebakaran di Surabaya selama 5 (lima) tahun terakhir (Sumber : Dinas Kebakaran Kota Surabaya, 2015)
1
2
Berdasarkan gambar 1.1, dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun peristiwa kebakaran yang terjadi di Surabaya selalu mengalami peningkatan yang signifikan. Tingginya angka kejadian kebakaran di Surabaya berpotensi menyebabkan jatuhnya korban jiwa maupun harta benda yang jumlahnya tidak sedikit. Salah satu elemen atau instansi yang berkaitan langsung dengan kejadian kebakaran di kota Surabaya adalah Dinas Kebakaran Kota Surabaya. Dinas Kebakaran Kota Surabaya merupakan salah satu kelompok Dinas Pemerintah Kota Surabaya yang memiliki wewenang untuk menanggulangi kebakaran di wilayah kota Surabaya. Untuk mendukung wewenang tersebut, maka diperlukan suatu sasaran umum yang menjadi target didalam mengoptimalkan usaha pemadaman yang dilakukan oleh Dinas Kebakaran Kota Surabaya. Sasaran umum tersebut adalah mengoptimalkan waktu tanggap Petugas Pemadam Kebakaran Kota Surabaya didalam melakukan pemadaman kebakaran. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum mengenai pedoman teknis manajemen proteksi kebakaran di perkotaan, waktu tanggap adalah periode waktu yang terdiri atas waktu pengiriman pasukan dan sarana pemadam kebakaran (dispatching time), waktu perjalanan menuju lokasi kebakaran, dan waktu menggelar sarana pemadam kebakaran sampai siap untuk melaksanakan pemadaman. Standarisasi waktu tanggap untuk petugas pemadam kebakaran di Indonesia adalah maksimal 15 menit. (Aditya, 2011) Alur aktivitas yang menjadi standarisasi waktu tanggap dijelaskan pada picture diagram dibawah ini :
REPORT
Verifikasi Data ( 5 menit)
Perjalanan (5 menit)
Gelar Peralatan (5 menit)
Pemadaman
Gambar 1.2. Standar aktivitas yang terdapat pada waktu tanggap (Sumber : Data Dinas Kebakaran Kota Surabaya, 2015) 2
3
Masalah yang seringkali muncul pada Dinas Kebakaran Kota Surabaya adalah terdapat beberapa kejadian kebakaran yang memiliki waktu tanggap lebih dari 15 menit, sehingga kelebihan waktu tanggap tersebut menyalahi standarisasi periode waktu tanggap kebakaran yang seharusnya (Sumber : Data Dinas Kebakaran Kota Surabaya). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kemoloran waktu tanggap kebakaran antara lain adalah sebagai berikut : 1.
Penyampaian verifikasi terhadap suatu kejadian kebakaran yang membutuhkan waktu terlalu lama, sehingga memperlambat respon petugas kebakaran didalam melakukan persiapan awal penanganan;
2.
Kemacetan lalu lintas menuju ke titik bencana yang memperlambat sampainya petugas pemadam kebakaran beserta prasarana seperti mobil dan alat pemadam;
3.
Tidak terdapat database mengenai kondisi dan informasi sarana dan prasarana, seperti kondisi jalan raya, lebar jalan yang akan dilewati, kondisi rumah yang tertimpa bencana kebakaran, titik suplai air, dan informasi yang lain. Hal ini berpotensi mengurangi respon dan dapat memecah konsentrasi petugas kebakaran yang diterjunkan ke titik api, karena muncul masalah yang disebabkan ketiadaan informasi-informasi tersebut;
4.
Penggunaan sistem informasi penanganan bencana yang masih manual sehingga dapat menurunkan respon terhadap waktu tanggap. Hal ini dikarenakan komponen dan entitas yang berpengaruh terhadap bencana kebakaran belum berintegrasi secara total sehingga masih memerlukan bantuan operator secara manual. Termasuk menghubungi pihak-pihak lain selain dinas kebakaran seperti polisi,
3
4
PLN, pamong praja, dan instansi-instansi lainnya didalam melakukan penanganan bersama terhadap bencana kebakaran. Guna memecahkan masalah tersebut, maka melalui Peraturan Walikota Surabaya No. 32 Tahun 2006 diputuskan untuk membagi Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK) menjadi 5 Wilayah Operasional Pemadaman yakni Surabaya I, Surabaya II, Surabaya III, Surabaya IV, dan Surabaya V. Pembagiannya ditentukan berdasarkan waktu tanggap, dengan ketentuan tidak boleh lebih dari 15 (lima belas) menit. Berdasarkan ketentuan ini, Kepmeneg menetapkan bahwa daerah layanan dalam setiap WMK tidak boleh melebihi radius 7,5 km. Cara ini dilakukan untuk meminimalisasikan waktu yang dibutuhkan oleh petugas untuk tiba ke lokasi sehingga penanganan yang diberikan bisa lebih cepat dan efisien. Selanjutnya, masing-masing wilayah tersebut didirikan 1 (satu) Pos Induk Pemadam Kebakaran yang biasanya dikenal dengan istilah UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas). Semua UPTD berada di bawah pengawasan dari Instansi Dinas Kebakaran Kota Surabaya. Masing-masing UPTD juga memiliki dan membawahi beberapa Pos Pembantu yang fungsinya adalah membantu UPTD dalam pelaksanaan tugasnya di ruang lingkup yang lebih kecil. Berikut ini adalah tugas dari Pos Pembantu Pemadam Kebakaran : 1. melaksanakan kegiatan UPTD dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil ; 2. melaksanakan kebersihan dan keamanan pos pembantu ; 3. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala UPTD sesuai dengan tugas dan fungsinya. Baik UPTD maupun Pos pembantu semuanya harus bekerja sama memberikan pelayan terbaik kepada masyarakat sesuai dengan tugas dan fungsinya di bidang operasional 4
5
pemadaman. Untuk lebih mempermudah memberikan gambaran terkait pembagian UPTD maupun pos pembantu, berikut adalah bagan yang bisa memberikan sedikit gambaran tentang pembagian UPTD dan Pos Pembantu yang ada di Surabaya : Pembagian UPTD dan Pos Pembantu Pemadam Kebakaran Kota Surabaya
Dinas Kebakaran Kota Surabaya
UPTD Surabaya I
UPTD Surabaya II
UPTD Surabaya III
UPTD Surabaya IV
UPTD Surabaya V
Pos. Pemb Pegirian
Pos. Pemb Menur
Pos. Pemb Kalirungkut
Pos. Pemb Jambangan
Pos. Pemb Pakal
Pos. Pemb Grudo
Pos. Pemb Bulak
Pos. Pemb Sukolilo
Pos. Pemb Lakarsantri
Pos. Pemb Kandangan
Pos. Pemb Keputih
Pos. Pemb Waru Gunung
Pos. Pemb Tambak Oso Wilangon
Pos. Pemb Gunung Anyar
Gambar 1.3. Pembagian UPTD dan Pos Pembantu Pemadam Kebakaran Kota Surabaya (Sumber : Dinas Kebakaran Kota Surabaya, 2015) Berdasarakan gambar 1.3, diketahui bahwa total keseluruhan Pos Pemadam Kebakaran yang dimiliki Kota Surabaya sampai dengan Tahun 2015 ini adalah sebanyak 5 (lima) UPTD dan 14 (empat belas) Pos Pembantu. Tujuannya adalah 5
6
memberikan kemudahan layanan kepada masyarakat dibidang operasional pemadaman berdasarkan radius terdekat. Salah satu UPTD yang banyak mendapat perhatian dan sorotan dari masyarakat adalah UPTD Surabaya I. UPTD Surabaya I berlokasi di Jl. Pasar Turi No. 21, tepatnya berada persis di belakang Pusat Perbelanjaan “Pasar Turi Surabaya”. UPTD ini membawahi Surabaya bagian Pusat dengan wilayah operasional meliputi Kecamatan Bubutan, Genteng, Tegalsari, Krembangan dan Gubeng. UPTD Surabaya I juga memiliki 2 (dua) Pos Pembantu, yakni Pos Pembantu Pegirian dan Pos Pembantu Grudo. Pada dasarnya, UPTD Surabaya I ini lebih sering disebut dengan istilah UPTD Pusat. Hal ini dikarenakan UPTD ini memiliki luas bangunan, jumlah pegawai, dan jumlah sarana prasarana yang jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan ke 4 (empat) UPTD lainnya. Selain itu, letak UPTD ini juga berada satu lokasi dengan Kantor Instansi Dinas Kebakaran Kota Surabaya, sehingga bisa dikatakan lebih strategis jika dibandingkan dengan UPTD lainnya. Dengan beberapa kelebihan yang dimiliki, seharusnya hal ini dapat menjadi stimulasi tersendiri bagi UPTD I untuk memberikan pelayanan yang lebih baik, efektif dan juga efisien. Namun, pada kondisi aktual, ternyata permasalahan yang seringkali dihadapi juga masih sama dengan ke empat UPTD lainnya, yakni proses pelayanan yang cenderung lambat. Padahal, semua pengaduan kebakaran yang dilakukan oleh masyarakat melalui saluran 113 semuanya berpusat di UPTD I. Dengan demikian, maka seharusnya penyampaian verifikasi terhadap suatu kejadian kebakaran tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama yang dapat memperlambat respon petugas kebakaran didalam melakukan persiapan awal penanganan. Namun pada kenyataannya ada beberapa kasus kejadian kebakaran yang 6
7
pernah ditangani oleh UPTD Surabaya I yang melibihi waktu tanggap 15 menit (Sumber: Data Dinas Kebakaran Kota Surabaya). Hal tersebut membuat masyarakat merasa kurang puas dengan pelayanan yang diberikan, sebab pada dasarnya peristiwa kebakaran memerlukan upaya penanganan yang cepat dan tidak bisa menunggu. Selain itu, sorotan masyarakat juga seringkali mengarah pada kinerja dari pegawai Pemadam Kebakaran yang dirasa kurang efektif. Sebagian besar masyarakat hanya mengetahui bahwa tugas dari petugas pemadam kebakaran hanyalah sebatas melakukan pemadaman api pada saat terjadi peristiwa kebakaran saja, hanya sedikit saja masyarakat yang tahu persis apa sebenarnya tugas dari para petugas pemadam kebakaran disamping melakukan operasi pemadaman. Hal tersebutlah yang membuat beragam opini negative masyarakat bermunculan dan berkembang luas. Berlatarbelakang dari masalah diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana efektifitas dari Instansi UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I ini, apakah sudah efektif atau justru belum. Oleh sebab itu penelitian ini diberi judul “Efektivitas Unit Pelaksana Teknis Dinas Pemadam Kebakaran Surabaya I”.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis merumuskan permasalahan, yakni “Bagaimanakah efektivitas Unit Pelaksana Teknis Dinas Pemadam Kebakaran Surabaya I ?”.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan efektivitas Unit Pelaksana Teknis Dinas Pemadam Kebakaran Surabaya I. 7
8
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat dikategorikan sebagai manfaat teoritis dan juga manfaat praktis. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Sosial dan Politik khususnya seputar efektivitas organisasi. Sedangkan secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Dinas Kebakaran khususnya UPTD Surabaya I dalam mengefektifkan organisasi dan menentukan kebijakan yang berkaitan dengan efektivitas organisasi.
8
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu Sebelum penelitian ini dibuat, sebelumnya telah ada 2 (dua) penelitian dengan hal yang serupa. Berikut adalah tabel hasil dari penelitian yang didapat dari keduanya : Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu Nama Peneliti
Andri Joko Purnomo Analisis
Dinas Pegawai
Perikanan Kelautan
Nikmatul Ari W.
Efektivitas Pengaruh
Organisasi Judul
Zulkarnain
Kinerja Efektivitas
Unit
Terhadap Pelaksana
Teknis
Dan Efektivitas Organisasi Dinas
Pemadam
Kabupaten Di Kantor Kecamatan Kebakaran Surabaya I
Batang
Kelapa
Dua
Kabupaten Tangerang Tahun Jenis Penelitian
2006
2012
2015
Kuantitatif
Kuantitatif
Kualitatif
Kantor Lokasi
Perikanan
Penelitian
Kelautan
Dinas Kantor
Kecamatan Kantor Instansi UPTD
dan Kelapa
Dua Pemadam Kebakaran
Kabupaten Kabupaten Tangerang
Surabaya I
X
Fokus
Batang Variabel & Operasion al Variabel Atau Fokus Penelitian
Variabel
dalam
penelitian ini yaitu : Motivasi
pegawai,
kepemimpinan, disiplin
dan
pegawai,
sedangkan
variabel
terikatnya
adalah
efektifitas
organisasi
Variabel
X
dalam
penelitian ini adalah kinerja
pegawai,
sedangkan
Variabel
terikatnya
adalah
efektifitas
organisasi
(Y) 9
Penelitian
dalam penelitian ini adalah
Efektivitas
UPTD
Pemadam
Kebakaran Surabaya I
10
(Y). 1. Data
primer
diperoleh
Data
primer
diperoleh
langsung
Sumber
1. Data
dari
dari
Kepala
Sekretaris,
pegawai
semua
Perikanan
dan
Primer
diperoleh
Kepala,
Kepala, staff, dan Dinas
1. Data
dan
Staff
pegawai
pada
dari UPTD,
TU,
dan
Pegawai/Petugas
kantor
Lapangan.
Kelautan
Kecamatan
Kabupaten
Kelapa
Batang.
Kabupaten
catatan,
Tangerang.
dan arsip lainnya.
2. Data sekundernya diperoleh catatan,
dari buku,
dan arsip lainnya.
2. Data sekundernya Dua
diperoleh
dari buku,
2. Data sekundernya diperoleh
dari
catatan, buku, dan arsip lainnya.
Teknik
Kuesioner,
Kuesioner,
Wawancara,
Pengumpu
wawancara, dan juga wawancara, dan juga pengamatan,
lan Data
observasi
observasi
dokumentasi
Koefisien
Rank Koefisien
Korelasi Pemeriksaan
dan
data,
Teknik
Kendall dan Koefisien dan Uji Determinasi.
Pengelompokan data,
Analisa
Konkordasi Kendall
pengklasifikasian
Data
data, dan penarikan kesimpulan. (1) koefisien korelasi Dalam variabel
Hasil penelitian
penelitian
independen analisis data dengan
motivasi
pegawai menggunakan
dengan
variabel koefisien korelasi dan
dependen organisasi
efektivitas mendapatkan adalah sebesar
uji
hasil --0,765,
sebesar
0,459** kemudian melakukan
dengan
angka uji determinasi dengan
probabilitas
0,000 hasil sebesar 58,5%. 10
11
dengan dapat
demikian Serta
memiliki
disimpulkan T(hitung) lebih besar
bahwa Hipotesis : Ho dari ditolak
atau
diterima,
T(tubel)
Ha (8,219>1,67722), berarti berdasarkan
terdapat
perhitungan
uji
hubungan/korelasi
hipotesis, maka dapat
antara
variabel dinyatakan Ho ditolak
independen
motivasi dan
Ha
diterima,
pegawai
dengan berate
terdapat
variabel
dependen pengaruh
yang
efektivitas organisasi, signifikan
antara
dengan
tingkat kinerja
pegawai
signifikansi
sebesar terhadap
efektivitas
52,9%; (2) koefisien organisasi di Kantor korelasi
variabel Kecamatan
independen
Dua
Kelapa Kabupaten
kepemimpinan dengan Tangerang. variabel
dependen Berdasarkan
efektivitas organisasi penelitian, adalah
pengaruh
sebesar kinerja
pegawai
0,462** dengan angka memiliki probabilitas dengan dapat
besasran
0,000 pengaruh yang cukup, demikian akan
tetapi
masih
disimpulkan tedapat permasalahan
bahwa Hipotesis : Ho lain ditolak
hasil
atau
diterima,
diluar
Ha pegawai berarti mencapai
kinerja dalam
efektivitas
terdapat
organisasi Kecamatan
hubungan/korelasi
Kelapa
antara
Dua
variabel Kabupaten Tangerang.
independen 11
12
kepemimpinan dengan variabel
dependen
efektivitas organisasi, dengan
tingkat
signifikansi
sebesar
75,0%; (3) koefisien korelasi
variabel
independen
disiplin
pegawai
dengan
variabel
dependen
efektivitas organisasi adalah
sebesar
0,531** dengan angka probabilitas dengan dapat
0,000 demikian
disimpulkan
bahwa Hipotesis : Ho ditolak
atau
Ha
diterima,
berarti
terdapat hubungan/korelasi antara
variabel
independen
disiplin
pegawai
dengan
variabel
independen
efektivitas organisasi, dengan
tingkat
signifikansi
62.5%,
sedangkan
(4)
berdasarkan
Uji
Keselarasan
antara
variabel–varibel 12
13
independen : motivasi pegawai, kepemimpinan,
dan
disiplin
pegawai,
terhadap
variabel
dependen
efektivitas
organisasi
dengan
Konkordasi Kendall’s, maka
diperoleh
koefisien Konkordasi W
sebesar
dengan
0,990
harga
Chi
Squere Hitung sebesar 118.830
sedangkan
Chi Tabel 3, maka dapat
disimpulkan
bahwa Hipotesis Ho : ditolak
atau
diterima,
Ha berarti
terdapat
hubungan
keselarasan
antara
variabel-variabel independen : motivasi pegawai, kepemimpinan,
dan
disiplin
pegawai
dengan
variabel
dependen
efektivitas
organisasi
dengan
tingkat
signifikansi
sebesar 95%.
13
14
Jika dibandingkan antara penelitian yang sudah dilakukan oleh Andri Joko Purnomo dengan penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnain di atas, maka terdapat kesamaan dan juga perbedaan dari keduanya, yakni :
Tabel 2.2. Persamaan dan perbedaan dari kedua penelitian terdahulu Persamaan
Perbedaan
Variabel terikat yang digunakan sama,
Metode Penelitian yang digunakan.
yaitu “Efektivitas Organisasi”.
Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis deskriptif dengan menggunakan variabel yang sama, tetapi berbeda dalam menunjukan metode penelitiannya. Penelitian ini hanya akan mendeskripsikan bagaimana efektivitas UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I tanpa membandingkan hubungan antara 2 variabel.
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Organisasi 2.2.1.1. Pengertian Organisasi Menurut Mulyadi (2007), organisasi adalah kumpulan orang yang memiliki kompetensi yang berbeda-beda, yang membangun saling ketergantungan diantara mereka untuk mewujudkan tujuan bersama, dengan memanfaatkan berbagai sumber daya. Pada dasarnya tujuan utama yang ingin diwujudkan oleh organisasi adalah penciptaan kekayaan, oleh karena itu organisasi dapat dikatakan sebagai instusi kekayaan (wealth-creating instution).
14
15
Thompson dalam Thoha (1992), bahwa organisasi adalah: “an organization is a highly rationalized and impersonal integration of a large member of specialists cooperating to achieve some announched specific objectif”. Organisasi merupakan tata hubungan sosial. Dalam hal ini seorang individu melakukan proses interaksi dengan sesamanya di dalam organisasi, baik antara pimpinan dan anggota maupun antar anggota sendiri. Organisasi mempunyai pembatasan-pembatasan tertentu. Setiap anggota organisasi yang melakukan hubungan interaksi dengan yang lainnya tidaklah didasarkan atas kemauan sendiri, akan tetapi mereka dibatasi oleh peraturan tertentu. Organisasi merupakan suatu kumpulan tata aturan. Dengan adanya tata aturan setiap organisasi maka dapat lebih mudah dibedakan suatu organisasi dengan kumpulan kemasyarakatan. Organisasi merupakan suatu kerangka hubungan yang berstruktur, yang di dalamnya berisi wewenang, tanggung jawab, dan pembagian kerja untuk menjalankan suatu fungsi tertentu. Adanya hirarkhi atau tingkatan mulai dari pimpinan sampai pada bawahan atau staf. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa orangorang terlibat dalam organisasi harus tunduk pada suatu aturan untuk mengadakan kerjasama dan interaksi guna mencapai suatu tujuan bersama. Peneliti mengkaitkan paradigma organisasi dengan konsep klasik, lebih banyak mempertimbangkan hal-hal yang berhubungan dengan struktur seperti hirarkhi, wewenang, tanggungjawab, kesatuan komando, dan jenjang pengawasan. Organisasi juga dapat diartikan dalam dua macam yakni: (1) dalam arti statis, organisasi sebagai wadah kerja sama sekelompok orang yang bekerja sama, untuk mencapai tujuan tertentu, (2) dalam arti dinamis, organisasi sebagai suatu sistem atau kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. 15
16
2.2.1.2. Prinsip-Prinsip Organisasi Ada beberapa ahli yang memberikan definisi tentang prinsip-prinsip atau azasazas organisasi, masing–masing ahli memberikan perumusan yang berbeda, baik dalam jumlah maupun istilah yang digunakan. Dibawah ini beberapa pengertian organisasi antara lain: 1. Warren dan Joseph dalam Wursanto (2003) dalam bukunya yang berjudul Management for Business and Industri, menyatakan ada 4 (empat) macam prinsip organisasi yaitu: prinsip kesatuan perintah (unity of command), prinsip rentang kendali atau rentang pengawasan (span of control), prinsip pengecualian (the exeption princeple) dan prinsip hirarki (the scala principle). 2. Henry Fayol dalam Wursanto (2003) Seorang insiniur pertambangan dari Perancis mengemukakan 14 (empat belas) prinsip organisasi yaitu: pembagian kerja (devision of work), wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility), disiplin (discipline), kesatuan komando (unity of command), kesatuan langkah (unity of direction), subordinasi minat dibawah minat pada umumnya (subordination of individual interest to general interest), pemberian hadiah (remuneration), sentralisasi atau pemusatan (centralization), jenjang hirarki (line of autority/hierarchie), ketertiban (order), kesamarataaan (equity), stabilitas jabatan pegawai (stability of personel), inisiatif (iniciative) dan kesatuan jiwa korps (esprit de corps). Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk membangun dan menggerakkan organisasi yang kompleks (organisasi modern) diperlukan prinsipprinsip organisasi sebagai dasar atau fondamen sehingga organisasi dapat berjalan dengan baik, serta struktur organisasinya efektif dan efisien. Dengan demikian tercapai tidaknya 16
17
tujuan
organisasi
tergantung
pada
kemampuan
pimpinan
organisasi
dalam
melaksanakan prinsip-prinsip organisasi.
2.2.1.3. Macam-Macam Organisasi Menurut Wursanto (2003), macam atau jenis-jenis organisasi dapat dilihat dari berbagai segi yaitu dari jumlah pucuk pimpinan, segi keresmian, segi tujuan segi luas wilayah, segi kebutuhan sosial serta segi bentuk. Berikut adalah penjelasan lengkapnya: 1. Jenis Organisasi dari Segi Pucuk Pimpinan: Organisasi segi pucuk pimpinan terdiri dari dua macam yakni : (1) organisasi tunggal, apabila pucuk pimpinan organisasi tersebut berada pada tangan satu orang. Nama pimpinan yang dipergunakan tergantung dari jenis kegiatan organisasi tersebut. Contoh dalam bidang pemerintahan presiden, menteri, gubernur, direktur, bupati dan lain-lain, dalam bidang kemiliteran: panglima, komandan, kapolri, kapolda, dalam bidang pendidikan; rektor, dekan, ketua program studi, ketua departemen , dalam bidang niaga adalah adminstrator, (2) organisasi jamak, apabila pucuk pimpinan berada di tangan beberapa orang, contohnya: presidium (presidium kabinet ampera), Dewan Pempinan Pusat (DPP), DPD, MAWI, KWI, MUI dan lain-lain. Masing-masing pimpinan dan dewan memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda sehingga perlu ada pembagian tugas dan wewenang maka dibutuhkan adanya koordinasi kerja. 2. Jenis Organisasi dari Segi Keresmian Menurut segi keresmian organisasi terdiri dari dua yaitu: (1) organisasi formal, apabila kegiatan dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam suatu kelompok secara sadar dikoordinasi guna tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, 17
18
sehingga orang-orang yang tergabung dalam kelompok itu mempunyai struktur yang jelas, (2) organisasi informal, organisasi disusun secara bebas dan spontan dan keanggotaannya diperoleh secara sadar atau tidak sadar. 3. Jenis Organisasi dari Segi Tujuan Menurut segi tujuan yang hendak dicapai, contohnya: organisasi niaga atau ekonomi yang mempunyai tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesarbesarnya. Kegiatan yang dilakukan adalah untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa. Organisasi niaga ini dibedakan lagi menjadi organisasi swasta dan pemerintah. 4. Jenis Organisasi dari Segi Luas Wilayah Menurut luas wilayahnya organisasi dapat dibagi menjadi empat macam yaitu: (1) organisasi daerah (local organization), (2) organisasi regional (regional organization), (3) organisasi nasional (national) dan (4) organisasi internasional (international organization). 5. Jenis Organisasi dari Segi Kebutuhan Sosial/Kemasyarakatan Organisasi kemasyarakatan semua organisasi atau perhimpunan yang dibentuk atas secara sukarela oleh anggota masyarakat warga negara Republik Indonesia yang keanggotaan terdiri dari warga negara Indonesia dan warga negara asing, namun dalam pelaksanaannya harus tunduk pada ketentuan dan Undang-undang Republik Indonesia.
18
19
2.2.2.
Teori Efektivitas Organisasi
2.2.2.1. Pengertian Efektivitas Organisasi Berikut adalah beberapa pengertian efektivitas menurut para ahli, diantaranya sebagai berikut: Menurut S. P. Siagian, efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankan. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran berarti makin tinggi efektivitasnya (Siregar, 2011). Sedangkan Handayaningarat disebutkan bahwa efektivitas adalah Suatu tujuan atau sasaran yang telah tercapai sesuai dengan rencana adalah efektif tetapi belum tentu efisien suatu pekerjaan pemerintah sekalipun tidak efektif, dalam arti input dan output tetapi tercapainya efek atau pengaruh besar terhadap kepentingan masyarakat banyak, baik politik, ekonomi, sosial dan sebagainya (Siregar, 2011). Dari beberapa pendapat di atas mengenai efektivitas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas organisasi adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh sebuah organisasi, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan melalui konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor untuk menentukan apakah perlu dilakukan perubahan secara signifikan terhadap bentuk dan manajemen organisasi atau tidak. Dalam hal ini efektivitas merupakan pencapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi masukan 19
20
(input), proses, maupun keluaran (output). Dalam hal ini yang dimaksud sumber daya meliputi ketersediaan personil, sarana dan prasarana serta metode dan model yang digunakan. Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila dikerjakan dengan benar dan sesuai dengan prosedur sedangkan dikatakan efektif bila kegiatan tersebut dilaksanakan dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat.
2.2.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Organisasi Menurut Strees dalam Siregar (2011), ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi yaitu: 1. Karakteristik organisasi Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi. Struktur diartikan sebagai hubungan yang relatif tetap sifatnya, merupakan cara suatu organisasi menyusun orang-orangnya untuk menciptakan sebuah organisasi yang meliputi faktor-faktor seperti deentralisasi pengendalian, jumlah spesialisasi pekerjaan, cakupan perumusan interaksi antar pribadi dan seterusnya. Secara singkat
struktur
diartikan
sebagai
cara
bagaimana
orang-orang
akan
dikelompokkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Teknologi menyangkut mekanisme suatu organisasi untuk mengubah masukan mentah menjadi keluaran jadi. Teknologi dapat memiliki berbagai bentuk, termasuk variasi-variasi dalam proses mekanisme yang digunakan dalam produksi, variasi dalam pengetahuan teknis yang dipakai untuk menunjang kegiatan menuju sasaran. Ciri organisasi yang berupa struktur organisasi meliputi faktor luasnya desentralisasi. Faktor ini akan mengatur atau menentukan sampai sejauh mana para anggota organisasi dapat mengambil keputusan. Faktor lainnya 20
21
yaitu spesialisasi pekerjaan yang membuka peluang bagi para pekerja untuk mengembangkan diri dalam bidang keahliannya sehingga tidak mengekang daya inovasi mereka. Faktor formalisasi berhubungan dengan tingkat adaptasi organisasi terhadap lingkungan yang selalu berubah, semakin formal suatu organisasi semakin sulit organisasi tersebut untuk beradaptasi terhadap lingkungan. Hal tersebut berpengaruh terhadap efektifitas organisasi karena faktor tersebut menyangkut para pekerja yang cendenrung lebih terikat pada organisasi dan merasa lebih puas jika mereka mempunyai kesempatan mendapat tanggung jawab yang lebih besar dan mengandung lebih banyak variasi jika peraturan dan ketentuan yang ada dibatasi seminimal mungkin. Harvey (dalam Steers, 1985) menemukan bahwa semakin mantap teknologi sebuah organisasi, makin tinggi pula tingkat penstrukturannya yaitu tingkat spesialisasi, sentralisasi, spesifikasi tugas dan lain-lain. Efektifitas organisasi sebagian besar merupakan hasil bagaimana tingkat Indonesia dapat sukses memadukan teknologi dengan struktur yang tepat. Keselarasan antara struktur dan teknologi yang digunakan sangat mendukung terhadap pencapaian tujuan organisasi. 2. Karakteristik Lingkungan Karakteristik lingkungan ini mencakup dua aspek yaitu internal dan eksternal. Lingkungan internal dikenal sebagai iklim organisasi. Yang meliputi macam-macam atribut lingkungan yang mempunyai hubungan dengan segi-segi dan efektifitas khususnya atribut lingkungan yang mempunyai hubungan dengan segi-segi tertentu dari efektifitas khususnya atribut diukur pada tingkat individual. 21
22
Lingkungan eksternal adalah kekuatan yang timbul dari luar batas organisasi yang memperngaruhi keputusan serta tindakan di dalam organisasi seperti kondisi ekonomi, pasar dan peraturan pemerintah. Hal ini mempengaruhi: derajat kestabilan yang relatif dari lingkungan, derajat kompleksitas lingkungan dan derajat kestabilan lingkungan. Steers menyimpulkan dari penelitian yang dilakukan para ahli bahwa keterdugaan, persepsi dan reasionalitas merupakan faktor penting yang mempengaruhi hubungan lingkungan. Dalam hubungan terdapat suatu pola dimana tingkat keterdugaan dari keadaam lingkungan disaring oleh para pengambil keputusan dalam organisasi melalui ketetapan persepsi yang tepat mengenai lingkungan dan pengambilan keputusan yang sangat rasional akan dapat memberikan sumbangan terhadap efektifitas organisasi. (Steers, 1985). 3. Karakteristik pekerja Pada kenyataannya, para karyawan atau pekerja perusahaan merupakan faktor pengaruh yang paling penting atas efektivitas karena prilaku merekalah yang dalam jangka panjang akan memperlancar atau merintangi tercapainya tujuan organisasi. Pekerja merupakan sumberdaya yang langsung berhubungan dengan pengelolaan semua sumber daya yang ada di dalam organisasi, oleh sebab itu perilaku pekerja sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi 4. Kebijakan dan praktek manajemen Dengan makin rumitnya proses teknologi serta makin rumit dan kejamnya lingkungan, maka peranan manajemen dalam mengkoordinasi orang dan proses demi keberhasilan organisasi semakin sulit. Kebijaksanaan dan praktek manajemen dapat mempengaruhi atau dapat merintangi pencapaian tujuan, ini tergantung 22
23
bagaimana kebijaksanaan dan praktek manajemen dalam tanggung jawab terhadap para karyawan dan organisasi.
2.2.2.3. Alat Ukur Efektivitas Organisasi Mengukur efektivitas organisasi bukanlah suatu hal yang sederhana, karena efektivitas dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan tergantung pada siapa yang menilai serta menginterprestasikannya. Bila dipandang dari sudut produktivitas, maka seorang manager produksi memberikan pemahaman bahwa efektivitas berarti kualitas dan kuantitas (output) barang dan jasa. Tingkat efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif. Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau tidak, sebagaimana dikemukakan oleh S.P. Siagian dalam Rihadini (2012), yaitu: a.
Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksdukan supaya karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan organisasi dapat tercapai.
b.
Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah “pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai sasaransasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi.
c.
Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan, artinya kebijakan harus 23
24
mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional. d.
Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.
e.
Penyusunan program yang tepat, suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja.
f.
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Sarana dan prasarana kerja yang lengkap akan menunjang prestasi kinerja seseorang.
g.
Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya.
h.
Pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik, mengingat sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian. Adapun kriteria lain untuk mengukur efektivitas suatu organisasi dikemukakan
oleh Martani dan Lubis dalam Rihadini (2012), yakni: 1.
Pendekatan Sumber (resource approach), yakni mengukur efektivitas dari input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun nonfisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
2.
Pendekatan proses (process approach), yaitu untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi. 24
25
3.
Pendekatan sasaran (goals approach,) dimana pusat perhatian pada output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana. Selanjutnya Strees dalam Rihadini (2012) juga mengemukakan 5 (lima) kriteria
dalam pengukuran efektivitas organisasi, yaitu: 1.
Produktivitas
2.
Kemampuan adaptasi kerja
3.
Kepuasan kerja
4.
Kemampuan berlaba
5.
Pencarian sumber daya
Sedangkan Duncan dalam Rihadini (2012), mengatakan mengenai ukuran efektivitas, sebagai berikut: 1. Kemampuan menyesuaikan Diri (Adaptasi) Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk itu digunakan tolak ukur proses pengadaan dan pengisian tenaga kerja. 2. Diklat Pendidikan dan pelatihan (Diklat) merupakan salah satu kunci manajemen tenaga kerja, merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab yang tidak dilaksanakan secara sembarangan. Artinya, agar efektivitas dan pendidikan dapat terjamin, perlu adanya penanganan yang serius dan baik yang menyangkut sarana maupun prasarana sehingga meningkatkan keahlian dan prestasi kerja karyawan. Pendidikan dan pelatihan merupakan dua hal yang hampir sama maksud pelaksanaannya, namun ruang lingkup yang membedakannya. 25
26
3. Ketepatan Waktu Ketepatan waktu merupakan perbandingan antara standard waktu yang telah ditentukan sebelumnya dengan aktualisasi waktu sebenarnya.
2.3. Kerangka Pikir
Efektivitas UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I
Kemampuan Menyesuaikan Diri
Diklat
Ketepatan Waktu
Dimensi Ukur :
Dimensi Ukur :
Komunikasi
Diklat Dasar
Ketepatan
Kerjasama
Diklat Lanjutan
Dimensi Ukur :
Waktu Tanggap (Respon Time) Ketepatan Waktu Penyelesaian
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian
26
27
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif. Menurut Danim (2003), penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memotret fenomena individual, situasi, atau kelompok tertentu, yang terjadi baru-baru ini. Sedangkan menurut
Hamdi (2014), penelitian deskriptif merupakan adalah suatu metode
penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada yang berlangsung pada saat ini atau pada saat lampau. Sedangkan menurut Menurut Arikunto (2005), penelitian deskriptif merupakan jenis penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelian tersebut dilakukan. Penelitian ini akan mencoba menjelaskan bagaimana efektivitas UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I pada saat ini.
3.2. Lokasi Penelitian Tempat yang dijadikan lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah Kantor Dinas Kebakaran UPTD Surabaya I. Kantor ini berada di Jl. Pasar Turi No. 21, Surabaya. Ada dua hal menarik dari UPTD ini, pertama : UPTD I memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan empat UPTD lainnya, diantaranya adalah UPTD ini memiliki jumlah pegawai dan jumlah sarana prasarana yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan empat UPTD lain, kemudian letak pangkalan UPTD ini tepat berada dibelakang kantor PHB, dimana semua laporan yang berasal dari saluran 113 berpusat disana. Hal ini tentu memberikan perbedaan dan keuntungan tersendiri, 27
28
khususnya dalam hal verifikasi data, akan tetapi pada Tahun 2007 lalu pada saat terjadi kebakaran hebat yang menghanguskan salah satu pusat perbelanjaan besar, yakni Pasar Turi, di beberapa media baik koran, tabloid, maupun media sosial ramai ditulis bahwa upaya penanganannya masih cenderung lambat.
Tentu sebuah tanda tanya besar
mengapa hal ini bisa terjadi, padahal letak Pasar Turi dengan UPTD ini hanya berjarak beberapa meter saja. Yang kedua adalah jika ke empat UPTD lain berada di lokasi atau tempat yang notabennya jauh dari keramaian, UPTD I justru berada disekitar area pusat perbelanjaan besar, seperti PGS dan juga Pasar Turi. Kondisi jalan yang semerawut serta banyaknya lampu lalu lintas yang terpasang juga terkadang kerap membuat kemacetan panjang, belum lagi jika ada kereta api yang melintas. Parkir liar dan bangunan pertokoan besar yang jarang ditemukan di empat UPTD lain justru menjadi pemandangan biasa di sini. Secara logika, tentu hal ini akan menimbulkan banyak persoalan yang mungkin jarang dialami oleh empat UPTD lain.
3.3. Fokus Penelitian Fokus penelitian penulis pada penelitian ini adalah Efektivitas UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I. Adapun 3 (tiga) indikator dalam penelitian ini yang akan digunakan untuk mengukur efektivitas UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I adalah sebagai berikut : 1. Kemampuan menyesuaikan diri, dengan dimensi ukur sebagai berikut : a.
Komunikasi Komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah komunikasi yang dilakukan antara atasan dengan bawahan, juga komunikasi yang dilakukan
28
29
antar petugas, baik dalam satu regu maupun dengan regu yang lain. Apakah semuanya berjalan dengan baik atau justru banyak ditemukan kendala. b.
Kerjasama Kerjasama yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kekompakan antar petugas satu dengan petugas yang lain, baik pada saat mereka bekerja ataupun diluar dari jam kerja.
2. Diklat, dengan dimensi ukur sebagai berikut : a.
Diklat Dasar Diklat dasar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses pembelajaran awal. Disini peneliti akan melihat apakah materi yang diberikan dalam waktu singkat dapat diterima dan dimengerti oleh petugas, atau justru sebaliknya.
b.
Diklat Lanjutan Diklat Lanjutan disini adalah lanjutan dari pendidikan dan latihan dasar yang sudah pernah diberikan sebelumnya di awal.
3. Pencapaian Tujuan, dengan dimensi ukur sebagai berikut : a.
Ketepatan Waktu Tanggap (Respon Time) Ketepatan waktu disini dilihat dari perbandingan standard waktu tanggap yang diberikan olehWpemerintah dengan aktualisasi waktu yang terdapat pada UPTD Surabaya I. Waktu tanggap yang dimaksud adalah waktu yang dimulai dari penerimaan laporan kebakaran sampai dengan operasi pemadaman siap dilakukan oleh petugas.
29
30
b.
Ketepatan Waktu Penyelesaian Waktu penyelesaian pemadaman dilihat mulai dari para petugas siap melakukan operasi pemadaman sampai dengan tahap pembasahan selesai dilakukan.
3.4. Subyek dan Sumber Informasi Sumber informasi adalah darimana informasi tersebut didapat, dan yang akan menjadi sumber informasi atau informan dalam penelitian ini adalah : 1.
Pimpinan atau Kepala Dinas Kebakaran UPTD I Surabaya
2.
Pegawai atau staff Dinas Kebakaran UPTD I Surabaya
3.
Petugas lapangan, dalam hal ini adalah sebagai berikut : a.
Ketua
b.
Anggota Regu
3.5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah cara yang dilakukan oleh peneliti guna mendapatkan serta mengumpulkan data sesuai dengan apa dia yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini proses pengumpulan data dilakukan dengan teknik sebagai berikut : 1.
Wawancara Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara mengadakan tatap muka dan berinteraksi tanya jawab langsung dengan pihak responden atau subyek untuk mempermudah data. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 2 (dua) bentuk wawancara, yakni :
30
31
a.
Wawancara informal Wawancara informal yaitu wawancara dimana pertanyaan yang diajukan tergantung pada pewawancara itu sendiri, jadi tergantung pada spontanitasnya pada saat mengajukan pertanyaan kepada narasumber.
b.
Wawancara formal Wawancara formal yaitu wawancara yang dilakukan dengan terlebih dahulu pewawancara mempersiapkan pedoman tertulis tentang apa yang akan ditanyakan kepada responden sesuai dengan fokus penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi responden atau informan adalah : 1.
Pimpinan atau Kepala Dinas Kebakaran UPTD I Surabaya
2.
Pegawai atau staff Dinas Kebakaran UPTD I Surabaya
3.
Petugas lapangan, dalam hal ini adalah sebagai berikut : a. Ketua b. Anggota Regu
2.
Pengamatan (Observasi) Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati secara langsung dari jarak yang dekat dengan objek penelitian, dan yang akan menjadi objek penelitian dalam penelitian ini adalah Instansi UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I.
3.
Dokumentasi Yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara membaca buku-buku serta dokumen, arsip ataupun catatan lain yang berkaitan dengan Instansi Dinas Pemadam Kebakaran dan juga buku-buku lain yang mendukung penelitian ini, seperti efektifitas, dll. 31
32
3.6. Teknik Analisis Data Menurut Lusiana (2015), setelah data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah mengolah dan dan menganalisa data. Pengolahan dan analisis data dapat dilakukan secara manual maupun dengan Komputer. Mengingat penelitian ini adalah mendeskripsikan bagaimana efektivitas kerja pegawai di Dinas Kebakaran UPTD I Surabaya, maka teknis analisis datanya dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut : 1.
Memeriksa data yang sudah terkumpul;
2.
Mengelompokkan
data
yang
ada
berdasarkan
fokus
penelitian
untuk
mempermudah penelitian; 3.
Mengklasifikasikan data yang sudah terkumpul sesuai dengan sumber data masingmasing;
4.
Pengelolaan data dengan cara membuat tabel-tabel serta uraian-uraian terhadap data yang sudah terkumpul yang selanjutnya dianalis secara cermat untuk menarik kesimpulan pemecahannya.
3.7. Keabsahan Data (Trianguasi Data) Menurut Moleong dalam Ardianto (2009), untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan dalam penelitian ini didasarkan atas 4 (empat) kriteria, yaitu : 1.
Derajat kepercayaan (Credibility) Penerapan kriteriun derajat kepercayaan pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari kualitatif. Kriterium ini berfungsi melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai dan 32
33
untuk mempertunjukan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan yang sedang diteliti. 2.
Keteralihan Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung kepada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan pengalihan tersebut seorang peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Dengan demikian peneliti bertanggung jawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya jika ingin membuat keputusan tentang pengalihan tersebut. Untuk keperluan itu peneliti harus melakukan penelitian kecil untuk memastikan usaha memverifikasi tersebut.
3.
Kebergantungan Kebergantungan merupakan subtitusi istilah reliabilitas dalam penelitian yang non kualitatif, yaitu dengan diadakan pengulangan studi dalam suatu kondisi yang sama dan hasilnya secara esensial sama maka dikatakan reliabilitasnya tercapai. Peneliti sebagai instrument penelitian bisa saja membuat kesalahan karena keterbatasan yang dimiliki atau bisa juga karena keletihan, untuk itu digunakan kriterium kebergantungan, dimana konsepnya lebih luas daripada reliabilitas. Hal tersebut disebabkan oleh peninjauannya dari segi bahwa konsep itu memperhitungkan segala-galanya, yaitu yang ada pada reliabilitasnya sendiri ditambah faktor-faktor lainnya yang bersangkutan.
4.
Kepastian Kepastian disini adalah sesuatu itu obyektif atau tidak bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat dan penemuan seseorang. Sesuatu yang obyektif berati dapat dipercaya, faktual dan dapat dipastikan. 33
34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Deskripsi Umum
4.1.1. Latar Belakang Pembentukan UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya Pada dasarnya, tidak ada sejarah khusus yang membahas mengenai sejarah berdirinya Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pemadam Kebakaran, Pembentukan UPTD dilakukan setelah turun peraturan dari Pemerintah Kota Surabaya melalui Peraturan Walikota Surabaya No. 32 Tahun 2006. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa untuk meringankan pekerjaan dari Instansi Dinas Kebakaran serta guna memberikan kemudahan layanan kepada masyarakat, maka diputuskan untuk dibentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas Pemadam Kebakaran Surabaya menjadi 5 (lima) unit yang tersebar di semua wilayah Kota Surabaya. Ke lima UPTD tersebut antara lain adalah UPTD Surabaya I (Pusat), UPTD Surabaya II (Utara), UPTD III (Timur), UPTD IV (Selatan) dan UPTD V (Barat). Selanjutanya masing masing UPTD membawahi beberapa pos pembantu yang fungsi dan tujuannya sama halnya dengan UPTD akan tetapi pos pembantu ini memiliki ruang lingkup dan kelengkapam sarana prasarana serta fasilitas jauh dibawah UPTD (Sumber: UPTD Surabaya I, 2015). Berdasarkan hasil keterangan yang diperoleh langsung dari Dinas Pemadam Kota Surabaya dapat disimpulkan bahwa pembentukan UPTD ini memang dimaksudkan untuk mewujudkan sistem kerja yang lebih baik dan tertata. Sebelum Pemerintah Kota Surabaya resmi mengumumkan pembentukan UPTD ini, semua pusat kegiatan pelayanan yang berhubungan dengan pemadaman kebakaran, baik urusan teknisi maupun adminstrasi, semua ditangani oleh Dinas Pemadam Kebakaran Kota Surabaya, alhasil target yang ingin dicapai yakni memberikan pelayanan dan 34
35
penanganan yang cepat dan menyeluruh kepada semua lapisan masyarakat pun sulit untuk dicapai. Banyak faktor yang menjadi kendala, salah satunya adalah jarak. Lokasi Dinas Pemadam Kebakaran yang berada di Jl. Pasar Turi No. 21 belum bisa menjangkau seluruh wilayah yang ada di Surabaya dengan baik. Misalnya, ketika ada kasus kebakaran yang terjadi di daerah Surabaya Barat. Bayangkan berapa waktu tempuh yang diperlukan petugas untuk tiba di lokasi kebakaran. Hal tersebut dirasa kurang efektif dan efisien. Untuk itulah pada tahun 2006 melalui Perwali No. 36 Tahun 2006 Pemerintah resmi menetapkan pembentukan lima UPTD pemadam Kebakaran. Sejak saat itu praktis semua urusan dan pekerjaan yang berkaitan dengan masalah teknis dialihkan kepada ke lima UPTD sesuai dengan wilayah operasionalnya masingmasing, sedangkan urusan penyuluhan, laporan, dll yang sifatnya lebih mengarah ke administratif tetap di handle oleh Dinas Pemadam Kebakaran Kota Surabaya. Dengan demikian pemerintah berharap agar kedepannya urusan pelayanan masyarakat yang berhubungan dengan operasional pemadaman dapat dilayani dan ditangani dengan lebih efektif dan efisien lagi (Sumber: Dinas Kebakaran Kota Surabaya, 2015).
4.1.2. Tugas dan Fungsi UPTD Pemadam Kebakaran Menurut Peraturan Walikota No. 32 Tahun 2006 Pasal 5, dijelaskan bahwa masing-masing UPTD Pemadam Kebakaran
mempunyai tugas yang sama, yakni
melaksanakan sebagian tugas Dinas di bidang penanggulangan kebakaran khususnya operasional pemadaman kebakaran dan pertolongan akibat bencana lain. Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana yang dimaksud Pasal 5, UPTD mempunyai fungsi, yaitu :
35
36
1.
pelaksanaan pemadaman, penanggulangan, dan penyelamatan jiwa/harta benda sebagai akibat bencana kebakaran dan bencana lain ;
2.
pelaksanaan pengkoordinasian dan pengendalian kegiatan unit-unit operasional pos pembantu ;
3.
pelaksanaan pengawasan terhadap sarana dan prasarana pemadam kebakaran ;
4.
pelaksanaan pengelolaan retribusi dan pendapatan daerah lainnya ;
5.
pelaksanaan ketatausahaan UPTD ;
6.
pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas ;
7.
pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
4.1.3. Struktur Organisasi UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I Kepala UPTD Surabaya I (Bp. Ari Bekti Iswantoro)
Kepala Sub. Bag. TU (Bp. Rudy Darmawan, ST) Staff TU (2 Orang)
Peleton II (3 Regu)
Pos Pemb. Pegirian
Peleton II (3 Regu)
Peleton III (3 Regu)
Peleton IV (3 Regu)
Pos Pemb. Grudo
Gambar 4.1. Struktur Organisasi UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I (Sumber : UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I, 2015) 36
37
UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I dipimpin oleh seorang Kepala UPTD yang dalam melaksanakan tugas berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Dalam pelaksaan tugasnya ini, Kepala UPTD dibantu oleh sekretariat (dalam hal ini TU). Sampai dengan saat ini, UPTD I memiliki 2 pegawai staff TU yang dipimpin oleh seorang Kepala Sub. Bagian TU. Sekretariat ini memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut : 1.
Menyusun perencanaan dan kegiatan UPTD ;
2.
Melaksanakan urusan keuangan, rumah tangga, perlengkapan dan peralatan serta kebersihan kantor ;
3.
Melaksanakan administrasi kepegawaian ;
4.
Melaksanakan pembinaan kelembagaan dan ketatalaksanaan;
5.
Melaksanakan penerimaan dan penyetoran retribusi serta pendapatan daerah lainnya ke kas daerah ;
6.
Melaksanakan koordinasi penyusunan laporan ;
7.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala UPTD sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Jadi, dapat dikatakan bahwa tugas dari sekretariat adalah menangani segala urusan yang menyangkut urusan administrasi kantor (intern). Sedangkan untuk petugas lapangannya, UPTD I. Masing-masing Peleton beranggotakan 5 orang (1 orang sebagai Komandan Peleton, 1 orang sebagai Juru Mudi Rescue, dan 3 orang sebagai Anggota Rescue). 1 (satu) Peleton terdiri dari 3 regu, dimana masing-masing regu beranggotakan sebanyak 5 orang (1 orang sebagai Komandan Regu, 1 orang sebagai Juru Mudi, dan 3 orang sebagai Anggota). Sama halnya dengan Sekretariat, Peleton juga memiliki tugas dan fungsi, diantaranya adalah sebagai berikut : 37
38
1.
Melaksanakan tugas pemadam kebakaran ;
2.
Melaksanakan tugas penyelamatan jiwa dan harta benda atau kekayaan sebagai akibat kebakaran dan bencana lain;
3.
Melaksanakan tugas pertolongan pertama pada kecelakaan dan pelayanan ambulan terhadap korban kebakaran dan bencana lain ;
4.
Mengatur tugas juru mudi kendaraan pemadam kebakaran, juru padam, juru sumur dan juru teknik ;
5.
Melaksanakan kerjasama dengan instansi lain yang terkait dalam pertolongan kecelakaan dan pelayanan ambulan ;
6.
Melaksanakan tugas pemadam kebakaran di wilayah kerja lain ;
7.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala UPTD sesuai dengan tugas dan fungsinya. Selain itu, UPTD Surabaya I juga membawahi 2 Pos Pembantu, yakni Pos
Pembantu Pegirian dan Pos Pembantu Grudo. Keduanya berada dibawah naungan dari UPTD I. Berikut adalah tugas dan fungsi dari Pos Pembantu : 1.
Melaksanakan kegiatan UPTD dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil;
2.
Melaksakan kebersihan dan keamanan pos pembantu;
3.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala UPTD sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Berdasarkan hasil observasi di lapangan hampir semua pegawai yang ada di
UPTD Surabaya I mengerti akan struktur organisasi ini, akan tetapi banyak dari mereka yang sebenranya belum mengerti dengan jelas apa tugas dari masing-masing jabatan. Selama ini mereka hanya berpedoman pada SK yang mereka dapat dari Kepala Dinas pada saat serah terima jabatan, ketika peneliti mencoba menanyakan beberapa 38
39
pertanyaan yang berkaitan dengan struktur organisasi yang ada di UPTD I khusunya tentang tanggung jawab apa saja yang diberikan kepada masing-masing yang bersangkutan, beberapa pegawai hanya menjelaskan secara gamblang saja, dan ketika peneliti mencoba mengkonfirmasikan hal ini kepada Staff TU maupun Kepala UPTD, keduanya juga menjelaskan hal yang sama. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa memang selama ini UPTD I sudah memiliki struktur organisasi yang baik, akan tetapi perlu penjabaran lebih spesifik lagi khususnya kepada petugas lapangan. Logikanya adalah bagaimana petugas bisa menjalankan tugas dan tanggungjawabnya secara efektif apabila mereka belum mengerti dengan baik isi dari pekerjaan yang harus dilakukan tersebut.
4.1.4. Karakteristik Kepegawaian UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I Berbicara masalah pegawai tentu memiliki kaitan erat dengan Sumber Daya Manusia (SDM). Menurut Sutrisno (2009), sumber daya manusia merupakan satusatunya sumber daya yang memiliki akal perasaan, keinginan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya, dan karya (rasio, rasa dan karsa). Semua potensi SDM tersebut berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam mencapai tujuan. Betapapun majunya teknologi, perkembangan informasi, tersedianya modal dan memadainya bahan, jika tanpa SDM sulit bagi organisasi itu untuk mencapai tujuannya. SDM yang dimaksud dalam hal ini adalah pegawai. Setiap instansi tentu membutuhkan pegawai dengan jumlah yang tidak sedikit. Mereka dilatih untuk menjadi pegawai yang memiliki kualitas tinggi, pegawai yang bukan hanya menciptakan nilai komperatif, akan tetapi mampu juga menciptakan nilai kompetitif, generative dan juga inofatif. 39
40
Menurut Tobari (2015), SDM yang berkualitas memiliki peranan penting dalam sebuah organiasi karena peranannya sebagai motor penggerak yang dapat mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Pengembangan SDM merupakan suatu conditio sine qua non, atau sesuatu yang tidak dapat dihindarkan yang harus terus dilakukan, karena bagaimanapun canggihnya sarana dan prasarana tanpa ditunjang oleh SDM yang berkualitas , organisasi itu tidak dapat maju dan berkembang. UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I merupakan satu dari sekian banyak organisasi pemerintah yang memiliki jumlah pegawai yang tidak sedikit. Setiap tahun selalu dibuka lowongan pendaftaran bagi siapapun yang berkeinginan untuk bergabung dengan instansi ini. Hal ini terkadang menimbulkan permasalahan tersendiri bagi instansi ini. Masing-masing calon pendaftar maupun pegawai yang saat ini dimiliki oleh UPTD I tentu memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Tiap-tiap pegawai memiliki skill dan kemampuan yang bervariasi, ada yang bagus da nada pula yang kurang. Hal ini bisa juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, jenis kelamin, usia, pengalaman, dll, akan tetapi satu hal yang paling penting adalah bagaimana instansi ini mampu menjadikan perbedaan ini menjadi sebuah kelebihan yang nantinya akan membantu instansi ini untuk mencapai target yang diharapkan. Total pegawai yang dimiliki oleh UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I sampai dengan pertengahan Juli 2015 ini adalah sebanyak 81 orang dengan latar belakang pendidikan dan usia yang berbeda. Untuk mempermudah memberikan gambaran terkait kondisi real pegawai yang ada di UPTD I, berikut penulis mengelompokkan karakteristik pegawai UPTD I menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan dan tingkat kepegawaian/kepangkatan. 40
41
Karakteristik pegawai Pemadam Kebakaran di UPTD Surabaya I berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan dan tingkat kepegawaian/kepangkatan dapat dilihat pada tabel 4.1 – 4.3 berikut ini : Tabel 4.1. Karakteristik Pegawai UPTD Surabaya I Berdasarkan Jenis Kelamin No
Jenis Kelamin
Jumlah Pegawai
Presentase
1
Laki-laki
81 Orang
98 %
2
Perempuan
2
2%
Jumlah
Orang
83 Orang
100 %
Sumber : UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I, 2015
Berdasarkan tabel 4.1, diketahui bahwa jumlah pegawai Pemadam Kebakaran UPTD Surabaya I yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal ini dikarenakan bahwa pegawai laki-laki lebih dibutuhkan tenaganya pada saat melakukan operasi pemadaman. Seperti yang diketahui bersama, pekerjaan sebagai seorang petugas pemadam kebakaran bukanlah pekerjaan yang mudah. Pekerjaan ini memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Tidak sedikit kejadian kebakaran yang menewaskan korban jiwa, beberapa diantaranya terkadang berasal dari petugas pemadam kebakaran sendiri. Bukan berati mereka tidak memiliki kemampuan yang cukup bagus sehingga tidak mampu meloloskan diri dari kobaran api, akan tetapi keadaan seperti ini memang sulit untuk diprediksi. Masing-masing tempat dan bangunan memiliki tingkat kesulitan tersendiri, misalnya pemadaman yang berlangsung di gedung A pasti berbeda dengan pemadaman di gedung B. Hal inilah yang terkadang menyulitkan petugas. Bukan hanya tampilan dan kondisi prima yang 41
42
dibutuhkan, akan tetapi mental dan juga tenaga juga dibutuhkan, apalagi jika kebakaran terjadi di gedung bertingkat. Masing-masing petugas tentu harus memiliki kemampuan dan keberanian untuk memanjat meski hanya menggunakan seutas tali sebagai medianya. Atraksi yang berbahaya seperti menyusuri puing-puing yang terbakar, kemudian melompati satu tempat ke tempat lain itu semua juga harus bisa dilakukan oleh semua petugas pemadam kebakaran. Dalam hal ini tenaga pria dirasa lebih cocok dan dibutuhkan daripada wanita. Meski demikian, bukan berate wanita juga tidak bisa menjadi petugas pemadam kebakaran. Seringkali tanpa sengaja ada wanita mengenakan pakaian petugas pemadaman dan membantu melakukan operasi pemadaman. Memang benar, di era globalisasi seperti sekarang ini tidak hanya kaum pria saja yang bisa melakukan pekerjaan ini, wanita pun bisa. Para wanita ini tergabung dalam sebuah kelompok petugas pemadaman yang dinamakan PASUKAN SRIKANDI. Pasukan Srikandi ini terdiri dari kumpulan beberapa wanita yang notabennya mereka ini adalah Staff TU. Semua staff TU dari 5 UPTD bergabung menjadi satu. Sampai dengan tahun 2015 ini total jumlah anggota Pasukan Srikandi yang dimiliki oleh Instansi Pemadam Kebakaran adalah sebanyak 16 orang. Tidak ada perbedaan signifikan antara Pasukan Srikandi dengan Pasukan Petugas Pemadam Kebakaran biasa. Semua pekerjaan yang biasa dilakukan oleh petugas pemadaman juga bisa dilakukan oleh Pasukan Srikandi, hanya saja yang membedakan adalah kondisi. Pasukan Srikandi hanya diterjunkan ke lapangan apabila pada saat itu kondisinya benar-benar mendesak. Mereka dituntut untuk bisa membantu dan bekerjasama dengan petugas pemadaman lain pada saat melakukan operasi pemadaman. Pada saat di lokasi pun tugas mereka hanya membantu para petugas, bukan sebagai petugas utama. Semua pekerjaan yang berat dan memiliki resiko tinggi tetap diberikan kepada petugas biasa, akan tetapi jika pada saat itu 42
43
kondisinya benar-benar mendesak dan memaksa pasukan srikandi ini untuk terjun langsung, maka mereka mempunyai kewajiban untuk melakukannya, itupun atas perintah dan instruksi dari Komandan regu dan atau Komandan peleton atau bisa juga atas perintah langsung dari Komandan Tertinggi. Tabel 4.2. Karakteristik Pegawai UPTD Surabaya I Berdasarkan Tingkat Pendidikan No
Pendidikan
Jumlah Pegawai
Presentase
1 2
Strata-I (S1) SLTA / Setara
2 Orang 81 Orang
2% 98 %
83 Orang
100 %
Jumlah
Sumber : UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I, 2015
Dari tabel 4.2, diketahui bahwa jumlah pegawai Pemadam Kebakaran UPTD Surabaya I berdasarkan tingkat pendidikan yang terbanyak adalah pegawai dengan tingkat pendidikan SMA/Sederajat. Berdasarkan hasil observasi dan data kepegawaian yang terdapat pada Kantor Dinas Pemadam Kebakarn Kota Surabaya, diketahui bahwa tidak semua pegawai yang ada di UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I memiliki pendidikan terakhir S1. Sebagian besar dari mereka berasal dari tamatan SMA/Sederajat. Hasil wawancara peneliti dengan beberapa petugas dilapangan menyebutkan bahwa untuk menjadi seorang petugas tidak harus memiliki ijazah S1, pada saat informasi pendaftaran penerimaan seleksi calon Petugas Pemadam Kebakaran dibuka, siapapun berhak mendaftarkan diri asalkan telah menyelesaikan pendidikannya di bangku SMA. Tidak disebutkan secara lengkap apa saja kriteria agar peserta lolos seleksi, akan tetapi 43
44
beberapa petugas sempat menjelaskan bahwa salah satu yang dilihat adalah kemampuan fisik dan ada juga beberapa tes yang harus dijalani, tidak diketahui pasti apa saja tes yang diberikan, akan tetapi apabila peserta pendaftar lolos penyeleksian itu, maka dia akan menerima serah terima Surat Kerja yang langsung diberikan oleh Kepala Dinas Pemadam Kebakaran. Dari hasil observasi dan wawancara yang sudah dilakukan oleh peneliti dengan beberapa narasumber yang ada di UPTD I disebutkan bahwa calon pendaftar tidak hanya saja bisa melakukan pendaftaran yang dibuka oleh Dinas Pemadam Kebakaran, pada saat tes CPNS pun terkadang juga disebutkan lowongan ini, akan tetapi menurut penuturan dari beberapa orang yang ada disana disebutkan bahwa mekanisme dan penyeleksian lewat tes CPNS ini sedikit lebih sulit dan panjang, sebab tes ini yang mengadakan adalah langsung dari pemerintah. Tidak hanya petugas saja yang memiliki pendidikan terakhir SMA, bahkan untuk menjadi staff TU pun tidak diwajibkan memiliki pendidikan terakhir S1. Semua Staff TU rata-rata hanya memiliki ijazah tamatan SMA/sederajat, akan tetapi beberapa diantaranya saat ini memutuskan untuk meneruskan pendidikannya dibangku kuliah, meski demikian bukan berate setelah lulus dari kuliah, hal tersebut langsung merubah statusnya menjadi PNS, masih diperlukan waktu yang lama untuk bisa melalakukan pengangkatan. Selain itu tentu ada pertimbangan tersendiri kapan seorang pegawai akan diangkat menjadi seorang PNS.
44
45
Tabel 4.3. Karakteristik Pegawai UPTD Surabaya I Berdasarkan Tingkat Kepegawaian / Kepangkatan No
Golongan
Jumlah Pegawai
Presentase
1
Belum PNS
58 Orang
70 %
2
I
6
Orang
7 %
3
II
17 Orang
20 %
4
III
2
Orang
3 %
83 Orang
100 %
Jumlah
Sumber : UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I, 2015
Berdasarkan tabel 4.3, diketahui bahwa mayoritas pegawai yang bekerja di UPTD Surabaya I masih berstatus sebagai pegawai Outsourcing yang belum diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal ini tentu wajar, bagaimanapun untuk menjadi seorang PNS tidak bisa dilihat hanya berdasarkan latar belakang pendidikan terakhir saja. Terdapat sebanyak 25 orang pegawai yang ada di UPTD I yang sudah memiliki jabatan sebagai PNS. Sebagian besar hal itu didapat karena masa kerja mereka yang sudah sangat lama, selain itu skill dan kemampuan per individu juga menjadi salah satu pertimbangan khusus lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk menjadi seorang petugas pemadam kebakaran yang memiliki status sebagai seorang PNS itu tidak mudah, diperlukan usaha dan kerja keras, selain itu pengabdian dan kesetian menjadi seorang petugas uga menjadi salah satu kunci utama.
4.1.5. Sarana dan Prasarana UPTD Surabaya I Dalam menjalankan tugasnya di bidang penanggulangan kebakaran khususnya operasional pemadaman kebakaran dan pertolongan akibat bencana lain, maka 45
46
diperlukan sarana dan prasarana kerja yang dapat mendukung aktifitas tersebut. Adapun sarana dan prasarana kerja yang dimiliki oleh UPTD Surabaya I dapat diuraikan seperti berikut :
Tabel 4.4. Data Sarana dan Prasarana Kerja Yang Dimiliki UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I Kondisi No
Jenis Barang
Jumlah
1 Mobil Rescue 2 2 Mobil Kebakaran 7 3 Mobil Pumper 3 4 Mobil Tangga 52M 1 5 Mobil Tangga 55M 1 6 Mobil Pendukung lain 14 7 Sepeda Motor Pendukung 20 8 Baju Tahan Panas 47 9 Helm 52 10 Sepatu Magnum 56 11 Sarung Tangan 35 12 Senter 20 13 Rig 5 14 Senso Sedang 2 15 HT 7 16 Baju Tahan Api 4 Sumber : UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I, 2015
Baik
Rusak
2 6 3 1 1 12 18 42 48 36 35 19 2 7 2
1 2 2 5 4 20 1 5 2
Berdasarkan tabel 4.4, diketahui bahwa sarana dan prasarana kerja yang dimiliki oleh UPTD Surabaya I dan dibutuhkan untuk digunakan dalam memberikan proses pelayanan yaitu : Mobil Rescue sebagai mobil penyelamat yang bersisikan peralatanperalatan penting dan serbaguna yang dibutuhkan oleh petugas pada saat melakukan operasi pemadaman maupun pada saat melakukan tindakan penyelamatan lainnya. Mobil kebakaran berisikan tendon air, dibutuhkan pada saat melakukan pemadaman 46
47
maupun pembasahan api. Mobil pumper, mobil ini dirancang hanya untuk membawa pomp saja (ada juga yang membawa air dalam jumlah sedikit). Mobil tangga digunakan digunakan untuk mencapai tempat-tempat yang tinggi/bangunan bertingkat. Mobil dan motor pendukung hanya berfungsi untuk situasi dan kondisi tertentu saja, misalkan mengantar berkas, dll. Sedangkan untuk peralatan lainnya diperlukan petugas guna kelancaran operasi pemadaman, misalkan baju tahan panas, digunakan untuk melindungi tubuh petugas dari panas yang disebabkan oleh kobaran api, HT digunakan untuk media komunikasi antar petugas, dll. Berdasarkan hasil tabel tersebut diketahui bahwa terdapat beberapa sarana dan prasarana yang kondisinya mengalami kerusakan. Peneliti sempat melakukan konfirmasi dengan Staff TU perihal masalah ini. Beberapa staff TU menjelaskan bahwa pihaknya sudah mencoba membicarakan hal tersebut dengan atasan, bahkan Kepala UPTD juga sudah melakukan upaya pengajuan perbaikan atau penggantian sarana dan prasarana yang mengalami kerusakan, akan tetapi sejauh ini belum ada tanggapan yang diberikan oleh Dinas Kebakaran, mungkin saat ini pihaknya masih mengusahakan dan mengajukan hal tersebut kepada Pemerintah Kota dan Ibu Walikota Surabaya.
4.2. Temuan Penelitian Temuan penelitian ini akan membahas mengenai temuan dalam observasi pada sumber data primer dan sekunder. Dalam observasi sumber data primer akan dijelaskan efektivitas Unit Pelaksana Teknis Dinas Pemadam Kebakaran Surabaya I berdasarkan teori yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil dalam analisa temuan penelitian ini akan dibahas dalam sub bab Pembahasan temuan penelitian. Berikut ini adalah temuan penelitian yang berhasil didapat peneliti di UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I. 47
48
4.2.1. Kemampuan Menyesuaikan Diri Pegawai Indikator kemampuan menyesuaikan diri pegawai menurut Dunchan terdiri dari dua hal. Berikut ini adalah ke-dua indikator tersebut : 1.
Kemampuan untuk berkomunikasi
2.
Kemampuan untuk bekerjasama Dalam penelitian ini kemampuan menyesuaikan diri pegawai yang ada di
Kantor UPTD Surabaya I akan dianalisa dengan menggunakan indikator dari Dunchan tersebut dengan menggunakan pendekatan sumber (resource approach). Berdasarkan hasil observasi lapangan diketahui bahwa terdapat beberapa permasalahan yang seringkali muncul dan dialami oleh pegawai UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I. Salah satu masalah yang sering terjadi adalah dikarenakan keterbatasan media komunikasi yang digunakan. Saat ini UPTD Surabaya I hanya menggunakan HT sebagai media komunikasi, baik dengan PHB maupun dengan sesama anggota regu. Sampai dengan saat ini jumlah HT yang tersedia pun sebenarnya belum bisa mencukupi secara keseluruhan. Total keseluruhan pegawai yang ada di UPTD Surabaya I hingga pertengahan bulan Juli 2015 ini adalah sebanyak 83 orang, sedangkan jumlah HT yang tersedia hingga saat ini hanyalah sebanyak 7 pcs. Permasalahan berikutnya yang kerap dialami adalah masalah jaringan dan koneksi. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa pegawai yang saat ini bekerja di UPTD I diketahui bahwa ternyata frekuensi HT yang ada di UPTD I ini sangat rendah, tentunya hal ini menghambat kinerja para petugas selama melakukan operasi pemadaman. Paada situasi dan kondisi tertentu petugas kerap kali mengalami kesulitan menemukan signal yang bagus, khususnya ketika mereka sedang menyelesaikan operasi pemadaman gedung bertingkat tinggi. Pada saat berada di luar gedung petugas 48
49
masih bisa melakukan komunikasi dengan lancar, akan tetapi ketika menyusuri bagian tertentu dari gedung tesebut kerap kali petugas mengalami kesulitan.
4.2.2. Diklat Setiap organisasi memiliki tujuan dalam melaksanakan segala aktivitasnya. Tujuan tersebut akan tercapai apabila ditunjang oleh seluruh komponen dalam organisasi yang bersangkutan. Untuk menujang hal tersebut tentu perlu dilakukan pembinaan yang berkesinambungan terhadap sumber daya manusia yang ada. Cara yang lazim dilakukan oleh instansi pada umumnya adalah melalui Pendidikan dan Latihan (Diklat). Menurut The Manpower Service Commision’s Glossary of Training Terms dalam Tobari (2015), pelatihan didefinisikan sebagai suatu proses perencanaan untuk mengembangkan sikap, pengetahuan atau keahlian melalui pembelajaran untuk meningkatkan kinerja yang efektif dalam aktivitasnya. Tujuan dari pelatihan itu sendiri adalah untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari para pegawai. Hal yang sama juga dilakukan oleh Instansi Pemadam Kebakaran. Untuk melatih dan mengembangkan skill yang dimiliki para petugas, Dinas kebakaran rutin mengadakan Diklat tiap tahunnya. Diklat pada petugas Pemadam Kebakaran dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) macam, yakni Diklat Dasar dan Diklat Lanjutan. Pada dasarnya fungsi dari keduanya adalah sama, yang membedakan hanyalah waktu pelaksanaan dan materi yang diberikan. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di lokasi dan didukung pula oleh pernyataan yang sempat disampaikan oleh beberapa pegawai disana diketahui bahwa selama ini diklat hanya dilakukan beberapa kali saja. Diklat yang pertama diberikan 49
50
adalah diklat dasar.
Diklat ini diberikan pada saat pertama kali mereka diterima
bergabung menjadi petugas PMK. Para pegawai ini mendapatkan pendidikan dan latihan selama tiga bulan. Pada saat itu materi yang berikan adalah materi dasar, seperti bagaimana mengaplikasikan penggunaan selang, appair, bagaimana cara mengenali lokasi titik api, dll. Pemberi materi atau instruktur dalam diklat ini biasanya langsung dari Dinas Pemadam Kebakaran. Untuk lokasi yang dijadikan tempat pelatihan ini adalah di UPTD V, tepatnya di Jl. Margomulyo. Disinilah semua calon petugas pemadam kebakaran diajari dan dilatih untuk menjadi tenaga ahli. Setelah tiga bulan, mereka akan ditempatkan di masing-masing pos pemadam kebakaran. Penempatan ini sesuai dengan SK yang diterima dari Dinas Pemadam Kebakaran. Selain diklat dasar ada pula diklat lanjutan. Untuk waktu pengadaan diklat lanjutan ini tidak tentu, biasanya diklat ini dilakukan 1 tahun sekali, bisa juga lebih dari 1 kali, tergantung kebijakan dari Dinas Pemadam Kebakaran. Tujuan dari diklat lanjutan ini adalah hanya sebatas penyegaran saja. Untuk pemantapan dan pengembangan skill pada umumnya dilakukan hanya dengan learning by pocces. Maksudnya adalah para petugas ini tetap melakukan latihan dan pengembangan diri secara individu maupun kelompok pada UPTD masing-masing. Biasanya masing-masing UPTD memberikan latihan kepada semua pegawainya, untuk kapan dan dimana latihan ini diberikan itu semua tergantung pada kebijakan UPTD dan pos pembantu masing-masing. Para petugas baru ini lantas bergabung dengan petugas lama (senior) yang sudah lama bergabung menjadi petugas pemadam kebakaran. Mereka yang bisa dan memiliki kemampuan lebih harus mengajari rekan kerjanya yang kurang bisa. Selama latihan mereka harus bisa bekerjasama dan saling membantu satu sama lain. Akan tetapi, masalah yang sering muncul adalah tidak semua orang memiliki sudut pandang positif seperti ini, ada 50
51
beberapa petugas yang memiliki sifat egois dan susah untuk diajak bekerjasama dengan baik. Mungkin para petugas ini takut jika posisinya akan terancam dan digantikan oleh orang yang diajari tersebut.
4.2.3. Ketepatan Waktu Ketepatan waktu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perbandingan antara standar waktu pelayanan yang diberikam oleh pemerintah kepada Intansi Pemadam Kebakaran dengan aktulisasi waktu pelayanan yang ada di UPTD I. ketepatan waktu dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 macam, yaitu : 1. Ketepatan waktu tanggap (Respon Time) 2. Ketepatan waktu penyelesaian Berdasarkan hasil temuan dilapangan, diketahui bahwa standard aktivasi yang diberikan oleh pemerintah kepada seluruh Instansi Pemadam Kebakaran yang ada di Surabaya adalah 15 menit. Menurut Peraturan Walikota Surabaya No. 16 Tahun 2010 Pasal 6, waktu tanggap pelayanan pemadam kebakaran terdiri dari : a. Waktu dimulai sejak diterimanya pemberitahuan adanya kebakaran di suatu tempat, interpretasi penentuan lokasi kebakaran dan penyiapan pasukan serta sarana pemadaman adalah 5 (lima) menit. b. Waktu perjalanan dari pos pemadam menuju lokasi adalah 5 (lima) menit c. Waktu gelar peralatan di lokasi sampai dengan siap operasi penyemprotan adalah 5 (lima) menit .
51
52
Tabel 4.5. Standar Aktivitas Yang Terdapat Pada Waktu Tanggap (Respon Time) Keterangan
Lama Waktu
Tahap Persiapan a. Terima Berita b. Verivikasi Data dan Penentuan UPTD maupun Pos Pembantu terdekat c. Persiapan pasukan dan sarana pemadaman Perjalanan Menuju Lokasi Kebakaran Tiba Dilokasi a. Penilaian Kondisi b. Gelar Peralatan TOTAL STANDAR WAKTU
5 Menit
5 Menit 5 Menit 15 Menit
Sumber : Data UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I, 2015
Masalah yang muncul dan ditemukan pada Kantor Pemadam Kebakaran Surabaya I saat ini adalah terdapat beberapa kejadian kebakaran yang memiliki waktu tanggap lebih dari 15 menit, sehingga kelebihan waktu tanggap tersebut menyalahi standarisasi periode waktu tanggap kebakaran yang tertera pada peraturan. Tabel dibawah ini menunjukkan data mengenai prosentase terpenuhinya waktu tanggap kebakaran untuk keseluruhan kejadian kebakaran yang ditangani oleh UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I tahun 2015 dengan kurun waktu dari bulan Januari sampai dengan Pertengahan bulan Juni 2015.
52
53
Tabel 4.6. Rekapitulasi Cakupan Pelayanan Kejadian Kebakaran Tahun 2015
No
1 2 3 4 5 6
Bulan
Terlayani UPTD I (Waktu Tanggap Kurang Dari 15 Menit)
Terlayani UPTD I (Waktu Tanggap Lebih Dari 15 Menit)
Total Kejadian
21 12 12 15 19 14 93
3 2 2 4 2 13
24 12 14 17 23 16 106
87 %
13%
100%
Januari Februari Maret April Mei 01-17 Juni TOTAL
PROSENTASE
Sumber : Data UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I, 2015
Selama kurun waktu 5½ bulan di tahun 2015 ini, ternyata masih saja ada kejadian kebakaran yang memiliki waktu tanggap lebih dari 15 menit dari total keseluruhan kejadian yang sudah ditangani oleh UPTD Surabaya I. Dari data di atas dapat diketahui bahwa persentase tingkat waktu tanggap UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I adalah sebesar 87%. Salah satu contoh kejadian kebakaran yang tidak sesuai dengan standarisasi lama waktu 15 menit adalah kebakaran yang terjadi pada tanggal 27 Januari 2015 berlokasi di Jl. Jl. Villa Bukit Mas Blok O No. 30, kebakaran ini terjadi disebabkan oleh api terbuka yang membakar 1 bidang lahan kosong. Berita ini diterima oleh petugas piket pada pukul 15.45 WIB, kemudian petugas berangkat dari UPTD I pada pukul 15.46 WIB, waktu perjalanan ditempuh selama 19 menit, sehingga petugas dan mobil pemadam kebakaran baru tiba di lokasi kebakaran pada pukul 16.05 WIB. Dan operasi pemadamannya sendiri baru dilakukan pukul 16.06 WIB. Dari data tersebut 53
54
dapat diketahui bahwa respon time pelayanan pada kasus tersebut adalah 21 menit (+ 6 (enam) menit dari standar waktu yang sudah ditetapkan). Sampai sejauh ini belum ada peraturan pemerintah yang menyebutkan berapa lama standar waktu yang dimiliki oleh Instansi Pemadam Kebakaran untuk melakukan penyelesaian operasi pemadaman. Seperti yang diketahui bersama, masing-masing kejadian kebakaran memiliki jenis dan tingkat kesulitan yang berbeda. Kebakaran yang terjadi pada sebuah rumah tidak bisa dibandingkan dengan kebakaran yang terjadi pada gedung bertingkat. Cara penanganan dan juga waktu yang dibutuhkan tentu tidaklah sama. Hal ini juga lah yang terjadi di UPTD Surabaya I. Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber dijelaskan bahwa rentan waktu penyelesaian pemadaman adalah sekitar 1 sampai dengan 2 jam, tergantung besar kecilnya kobaran api.
4.3. Interpretasi Penelitian Dalam penelitian ini peneliti berpedoman pada teori yang dikemukakan oleh Dunchan, dimana untuk mengukur keefektivitasan sebuah organisasi atau instansi dapat dilihat dari 3 indikator. Ketiga indikator tersebut lah yang dipakai peneliti untuk mengukur tingkat efektifitas UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I. Berikut adalah hasil intepretasi dan pembahasan dari hasil yang didapat selama penelitian :
4.3.1. Kemampuan Menyesuaikan Diri Pegawai Kemampuan menyesuakan diri pegawai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan para pegawai untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri baik dengan lingkungan maupu rekan kerjanya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 2
54
55
dimensi ukur untuk mengetahui seberapa besar tingkat keberhasilan pegawai untuk mampu beradaptasi, ke-dua dimensi ukur tersebut yaitu :
4.3.1.1. Komunikasi Menurut Arwani (2002), Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku secara keseluruhan, baik secara langsung dengan lisan maupun tidak langsung melalui media. Komunikasi yang terjalin di UPTD Surabaya I selama ini sudah berjalan dengan cukup baik, baik komunikasi yang terjalin antara pimpinan dengan bawahan, maupun antara rekan kerja seprofesi, sejauh ini semuanya berjalan cukup lancar. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Kepala UPTD Surabaya I sebagai berikut : “Sejauh ini komunikasi antara saya dengan semua pegawai disini berjalan dengan baik, mereka sering sharing sama saya seputar pekerjaan, setiap selesai melakukan operasi pemadaman kami selalu melakukan evaluasi, dan disitu mereka juga aktif dalam mengemukakan pendapat mereka, jadi kalau ditanya bagaimana komunikasi kami sejauh ini ya menurut saya cukup baik ya, karena saya sendiri tidak pernah membatasi mereka untuk mengobrol dengan saya, kapanpun dan dimanapun mereka perlu berbicara dengan saya ya silakan saja” (Sumber : wawancara pada tanggal 19 Juni 2015). Hal yang senada juga di ungkapkan oleh salah seorang staff TU yang bekerja di UPTD I sebagai berikut : “Komunikasi yang terjalin antara saya dengan petugas teknisi disini semuanya berjalan dengan baik, baik pada saat jam kerja maupun di luar jam kerja. Seperti yang terlihat sekarang ini, kami biasa bercanda dengan mereka, mengobrol, menanyakan kabar, bertegur sapa, berbagi makanan, dll, termasuk juga dengan Pak Ari, selaku atasan kami. Pak ari selalu menanyakan bagaimana kabar kami, apakah kami mengalami kesulitan, apakah kami memerlukan bantuan beliau, itu semua selalu beliau tanyakan. Dan kami merasa senang dan nyaman dengan kondisi seperti ini” (Sumber : wawancara pada tanggal 10 Juni 2015).
55
56
Beliau juga menambahkan bahwa pada kondisi formal (misalnya pada saat bertugas) semua pegawai berusaha bersikap seprofesional mungkin. “Pada saat kondisi formal kami memposisikan diri sebagai bawahan yang harus tunduk dan patuh pada atasan. Ada batasan-batasan dan etika yang harus tetap dijaga. Tapi di luar jam kerja atau pada saat jam-jam santai kami seperti seorang sahabat yang bisa menceritakan kendala apa saja yang kami alami selama bekerja. Bisa dibilang kami bebas mencurahkan unek-unek yang dirasakan selama ini” (Sumber : wawancara pada tanggal 10 Juni 2015). Hal yang sama juga ditambahkan oleh salah seorang petugas teknisi pemadam kebakaran UPTD Surabaya I seperti di bawah ini : “Komunikasi kami sejauh ini baik-baik saja, tidak ada masalah apapun. Kalaupun ada masalah mengenai pekerjaan biasanya kami sampaikan kepada Komandan Regu kami terlebih dahulu, kalau dengan Pak Ari langsung sih terus terang jarang, karena kan semua ada prosedur, harus disampaikan melalui Komandan Regu dulu, lalu Komandan Regu menyampaikan kepada Komandan Peleton, baru Komandan Peleton menyampaikan langsung kepada Kepala UPTD. Tapi kalau pas jalan, lalu ketemu beliau sih biasanya kita juga saling bertegur sapa, ya sedikit tanya basa basi lah” (Sumber : Wawancara pada tanggal 27 Juni 2015). Hal yang sama juga dikemukakan Komandan Peleton I, sebagai berikut: “Sejauh ini komunikasi kami berjalan lancar, baik antara saya dengan regu, maupun saya dengan Pak Ari dan juga Danton yang lain” (Sumber : Wawancara pada tanggal 27 Juni 2015). Meski komunikasi yang terjalin di UPTD I ini sudah berjalan dengan cukup baik, namun kenyataanya masih ada beberapa kendala yang dihadapi, khusunya pada saat melakukan operasi pemadaman, hal ini disampaikan oleh salah seorang Staff TU sebagai berikut : “Kendala yang kami hadapi biasanya dikarenakan oleh gangguan signal dan jaringan. Untuk memantau perkembangan ter up to date selama operasi pemadaman kami biasanya menggunakan HT. Di beberapa wilayah, seperti Benowo, biasanya cukup sulit mendapatkan signal yang bagus. Tapi Alhamdulillah selama ini tetap bisa tercover dengan baik. Biasanya yang paling sulit adalah ketika melakukan operasi pemadaman di luar Kota Surabaya, seperti Gresik dan sekitarnya, sangat susah mendapatkan signal yang bagus disana, satusatunya cara yang biasanya kami lakukan adalah dengan menggunakan media telepon genggam dan meminta bantuan pihak lain seperti Linmas, dll. Tapi situasi 56
57
ini pada umumnya jarang terjadi” (Sumber : wawancara pada tanggal 10 Juni 2015). Kendala yang sama juga diungkapkan oleh Danton I UPTD Surabaya I sebagai berikut: “… biasanya pada saat operasi pemadaman yang menjadi salah satu kendala kami adalah HT. HT yang kami miliki saat ini memiliki jangkauan frekuensi kurang tinggi, jadi kalau sudah masuk melakukan penyisiran ke dalam gedung bertingkat, bahkan di lantai 3 saja kami sudah kesulitan komunikasi dengan PHB, jadi ya mau tidak mau kadang kami harus memanjat pohon, jendela, kursi dll untuk mendapatkan signal yang bagus” (Sumber : wawancara pada tanggal 27 Juni 2015). Kendala lain juga diungkapkan oleh salah seorang petugas Juru Padam UPTD I yakni sebagai berikut : “… kalau untuk komunikasi antara saya dengan rekan-rekan yang ada disini saya rasa cukup baik. Masalah yang biasanya terjadi itu justru pada saat sedang bertugas, pada saat kami tiba di TKK itu kan biasanya warga sudah banyak yang pada datang, kami sendiri kan memakai masker dan juga helm, jadi kalau untuk memangnggil atau meminta bantuan, intinya untuk berbicara lah, itu agak susah, ya mungkin faktor pendengaran kali, jadi perlu teriak-teriakan, kadang yang diteriaki juga gak denger, tapi justru karena itu biasanya timbul miss komunikasi. Tapi Alhamdulillah sejauh ini tidak adalah masalah yang cukup berate. Paling ya Cuma itu.” (Sumber : wawancara pada tanggal 27 Juni 2015).
Berdasarkan jawaban yang sudah disampaikan oleh beberapa narasumber diatas dapat diketahui bahwa komunikasi yang terjalin selama ini sudah bisa dikatakan berajalan dengan baik. komunikasi yang terjalin antara atasan dengan bawahan, maupun antar sesama rekan kerja semuanya berjalan dengan baik, hanya saja kendalanya terdapat pada media komunikasi yang digunakan. Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan selama penelitian, peneliti menemukan beberapa peralatan yang mengalamikerusakan dan sudah seharusnya mendapatkan penggantian. Akan tetapi menurut penuturan beberapa narasumber menyebutkan bahwa pihaknya sudah mengadukan hal ini kepada Dinas pemadam Kebakaran akan tetapi belum ada 57
58
tembusan. Sejauh ini upaya yang dilakukan oleh para petugas pemadam adalah dengan menggunakan operasi gabungan, dimana pada saat itu tidak hanya para pemadam saja yang ikut terjun ke lokasi, akan tetapi beberapa aparat lain seperti kepolosian, Linmas, dsb juga turut berpartisipasi sehingga para petugas tidak mengalami kesulitan untuk melakukan komunikasi. Namun tidak menutup kemungkinan, dibeberapa kasus kejadian beberapa juga sempat mengalami kesulitan komunikasi, khususnya di luar Kota Surabaya, seperti Gresik, Sidoarjo, Lamongan, dll. UPTD I sebagai UPTD Pusat pada dasarnya tidak hanya memberikan pelayanan hanya sebatas ruang lingkup yang telah ditentukan oleh pemerintah saja, dibeberapa kejadian apabila tenaga dan partisipasi mereka dibutuhkan, mereka juga akan terjun ke lokasi, tentunya dengan berdasarkan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah sebelumnya.
4.3.1.2. Kerjasama Kerjasama yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kerjasama antar anggota regu, baik dalam satu regu maupun dengan regu lain. Dalam pelaksanaan tugasnya di bidang operasional penanggulangan dan pemadaman kebakaran, semua pegawai di UPTD Surabaya I dibagi menjadi beberapa tim/regu. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan yang disampaikan oleh staff TU UPTD Surabaya I sebagai berikut : “Semua petugas teknisi pemadam kebakaran disini bekerja secara tim (team work), saat ini kami memiliki 4 (empat) Peleton yang masing masing terdiri dari 3 (tiga) regu, masing-masing regu beranggotakan 4 s/d 5 orang” (Sumber : wawancara pada tanggal 10 Juni 2015). Dalam pelaksanaan tugasnya, semua petugas juru padam UPTD I dituntut untuk saling bekerjasama satu sama lain. Semua pekerjaan apapun yang berkaitan dengan proses operasi pemadaman setidaknya dilakukan minimal oleh 2 (dua) orang. Hal ini dikarenakan pekerjaan sebagai pemadam kebakaran memiliki risiko kecelakaan kerja 58
59
yang cukup tinggi, sehingga sangat berbahaya jika itu dilakukan sendiri tanpa bantuan dari rekan kerja yang lain. Menurut hasil wawancara yang sudah dilakukan dengan beberapa petugas juru padam yang ada di UPTD I, sebagian besar mengatakan bahwa sejauh ini semua tim atau regu yang ada di UPTD I sudah cukup solid. Berikut adalah pernyataan dari salah seorang anggota regu II Peleton I: “… menurut saya, sampai dengan saat ini tim saya cukup solid. Rekanrekan saya disini memiliki rasa solidaritas yang cukup tinggi, terbukti pada saat saya mengalami kesulitan di pekerjaan mereka mau membantu” (Sumber : wawancara pada tanggal 27 Juni 2015). Pendapat tersebut disetujui oleh rekan-rekan kerja yang lain yang kebetulan pada saat itu mereka sedang berkumpul setelah melakukan latihan, salah seorang petugas lain juga menambahkan : “… untuk melakukan proses pemadaman tidak bisa dilakukan secara individu, dibutuhkan kerja sama dan kekompakan tim, dan saya senang memiliki rekan kerja seperti mereka, mereka tidak egois. Pada saat latihan pun seperti itu, kami selalu melakukan sharing bersama demi kebaikan bersama pula. Apalagi pada saat operasi pemadaman, sebagai petugas pemadam memang kami tidak bisa melakukannya secara individu, pada saat masuk kedalam lokasi saja minimal harus 2 (dua) orang yang masuk kedalam, tidak bisa jika hanya satu orang, apalagi kalau ada korban yang terjebak didalam, masak iya saya angkat sendiri.” (Sumber : wawancara pada tanggal 27 Juni 2015). “… kalau dengan regu lain sebenarnya tidak ada bedanya juga ya. Kami juga tetap saling bantu, jadi waktu di TKK itu sebenarnya kami tidak bekerja hanya dengan rekan dalam satu regu saja. Untuk memadamkan api itu merupakan tugas dari semua tim yang terlibat, tidak ada kata regu sebenarnya. Istilah regu itu hanya sekedar embel-embel kalau bagi saya. Fakta di lapangan, kami semua adalah satu tim, dimana kami semua memmpunyai tugas yang sama untuk memadamkan api. Kalau kami egois bagaimana api itu bisa padam. Logikanya kan seperti itu.” (Sumber : wawancara pada tanggal 27 Juni 2015). Pendapat tersebut juga senada dengan pendapat yang disampaikan oleh salah seorang Danton UPTD Surabaya I sebagai berikut : “Pemadam kebakaran itu pada dasarnya memang bukan pekerjaan individu, tapi tim, kenapa ? karena semuanya tidak bisa dilakukan hanya dengan 1 orang saja. Misalnya saja selang, 1 selang itu harus di pegang oleh 2 orang, bayangkan 59
60
kalau misalnya mereka ada yang egois, satunya mau nyemprot sebelah sana, satunya sini, ya kapan mau selesainya ? itulah sebabnya saya selalu tekankan pada mereka, jangan egois, kekompakkan dan kerjasama tim harus tetap dijaga, jika tidak maka kalian sendiri yang rugi. Tapi Alhamdulillah sejauh ini mereka sangat kompak. Selain itu, sebelumnya kan mereka juga mengikuti di Diklat, dalam Diklat itu kan juga diajari kekompakan tim” (Sumber : wawancara pada tanggal 27 Juni 2015). Meski demikian, kerjasama yang sudah terjalin dengan cukup baik tersebut juga masih memiliki beberapa kendala, salah satunya adalah perbedaan karakter atau sifat yang dimiliki oleh masing-masing petugas. Hal tersebut dibenarkan oleh Bp. Rossi selaku salah satu Ketua Peleton yang ada di UPTD I sebagai berikut : “… kalau dibilang baik ya baik, tapi sebaik-baiknya pekerjaan kan pasti juga masih ada sedikit celah. Masing-masing orang itu punya karakter yang berbeda, ada yang gampang diajak bekerja sama ada juga beberapa yang egois, satunya pengen gini satunya ndak mau, disini juga ada seperti itu. Saya selalu tekankan sama mereka, egois itu boleh asal tau tempat, jangan pas di lokasi terus sifat egois itu muncul, ya pasti kalian sendiri yang rugi. Saya selalu ingatkan itu kepada mereka. Kalau pas latihan atau sharing biasanya kita juga seringkali bahas masalah ini juga (Sumber : wawancara pada tanggal 27 Juni 2015). Berdasarkan hasil analisa peneliti, pada dasarnya kerjasama regu yang ada di UPTD I sudah cukup solid. Peneliti sempat mengamati pada saat mereka latihan, satu sama lain saling membantu. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri jika masing-masing individu tentu memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda, ada yang cuek dan ada pula yang sebaliknya. Ada yang mau mengajari, ada pula yang tidak. Itu semua kembali lagi kepada personality dari masing-masing pegawai.
4.3.2. Diklat Menurut Drs. Jan Bella (dalam Hasibuan, 2006:70) bahwa pendidikan dan latihan sama dengan pengembangan yaitu merupakan proses peningkatan keterampilan kerja baik teknis maupun manajerial. Pendidikan berorientasi pada teori, dilakukan dalam 60
61
kelas, berlangsung lama, dan biasanya menjawab why. Latihan berorientasi pada praktek, dilakukan di lapangan, berlangsung singkat dan biasanya menjawab how. Diklat pada petugas Pemadam Kebakaran dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) macam, yakni Diklat Dasar dan Diklat Lanjutan.
4.3.2.1. Diklat Dasar Menurut hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh penelititi dengan beberapa narasumber, diketahui bahwa Diklat Dasar yang diterima oleh petugas Pemadam Kebakaran hanyalah dilakukan sebanyak satu kali saja. Diklat ini diberikan pada saat mereka terpilih menjadi anggota atau bagian dari petugas juru padam. Hal ini sesuai dengan jawaban yang disampaikan oleh salah seorang Danton UPTD I sebagai berikut : “Latihan pertama yang didapat oleh petugas diperoleh pada saat mereka dikirim untuk mengikuti Diklat. Jadi apabila mereka lolos tes, kemudian mereka bekerja disini, para petugas baru ini akan mendapatkan diklat dasar di UPTD V. Instruktur dalam Diklat itu dilakukan oleh orang dari Dinas. Jadi selama tiga bulan itu mereka diberikan teori-teori dasar seperti bagaimana menggunakan selang air, kemudian diajarkan pula cara baris berbaris. Tidak hanya anak SD saja yang mendapatkan materi cara baris berbaris, kami semua disini juga seperti itu, setiap pertukaran shift malah.” (Sumber: Wawancara pada tanggal 27 Juni 205). Hal tersebut juga dibenarkan oleh beberapa anggota Juru Padam UPTD Surabaya I sebagai berikut : “.. jujur saya sih agak lupa. Tapi seingat saya itu materi yang diberikan ya mataeri dasar lah pokoknya. Jadi saya ingat benar waktu itu, saya disuruh naik tower yang tinggginya berapa meter gitu, saya lupa. Namanya juga pertama ya, jadi agak gimana lah rasanya”. (Sumber: Wawancara pada tanggal 27 Juni 205). “Latihannya sih gitu-gitu aja ya, kayak lari, kemudian panjat tower, ada lagi baris berbaris, kemudian bagaimana cara menggunakan alat-alat pemadaman, tapi tidak semua sih, hanya beberapa saja, kayak appair, selang air, kemudia 61
62
teknik penyisiran, pemadaman, pembasahan. Ya seperti itu lah”. (Sumber: Wawancara pada tanggal 27 Juni 205). “… latihannya tiga bulan. Cukup lama tapi sebenarnya menurut saya pribadi malah kurang. Karena bagaimanapun peralatan pemadaman itu kan banyak, jadi mustahil lah rasanya kalau kita bisa menghafal dalam waktu yang sesingkat itu. Makanya materi yang dikasih ya yang paling dasar saja.” (Sumber: Wawancara pada tanggal 27 Juni 205). Hal senada juga disampaikan salah seorang Juru Mudi Rescue UPTD I sebagai berikut : “… kesulitan pada saat Diklat sih sebenarnya kalau untuk saya pribadi tidak ada. Justru kesulitan itu saya temukan setelah saya bergabung disini. Karna kalau di diklat itu sebenarnya kan hanya proses pengenalan awal. istilahnya kami ini dikasih tau seperti ini loh petugas pemadaman itu, ini alatnya, ini cara kerjanya. Tapi setelah diklat selesai saya baru tau kalau ternyata peralatan pemadaman itu sangat buanyak. Masing-masing alat punya tingkat kesulitan yang berbeda. Kalau menurut saya pribadi karena saya berasal dari Rescue hal yang paling sulit adalah merakit. Pada saat Diklat juga sempat dijelaskan tentang perakitan, tapi yang namanya praktek itu kan lebih sulit. Jadi pada saat merakit itu biasanya teman-teman, termasuk saya pribadi itu mengalami kesulitan. Semua peralatan disini itu kan tidak bisa langsung dipakai, istilahnya kami datang ke TKK itu dengan membawa peralatan mentah. Untuk memakainya kami harus merakit sebelumnya. Dan itu lah yang menurut saya paling sulit. Sampai saat ini pun saya belum bisa merakit semua peralatan disini. Setau saya semua teman-teman saya disini pun juga seperti itu.” (Sumber: Wawancara pada tanggal 27 Juni 205). Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa proses pembelajaran awal yang diterima oleh para petugas pemadam kebakaran hanya diterima selama tiga bulan. Dalam waktu yang sesingkat itu para petugas baru ini diberikan materi pembelajaran dasar yang nantinya akan sering mereka lakukan pada saat mereka terjun ke lapangan. Para petugas baru ini dilatih dan dididik untuk menjadi tenaga ahli. Dan mereka harus bisa menyimpan semua materi dan ilmu yang diajarkan pada saat mereka mengikuti Diklat. Berdasarkan hasil wawancara yang sudah dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa selama proses latihan awal tidak ditemukan kendala yang berati. Karena pada dasarnya diklat awal tersebut hanya mengajarkan beberapa materi dasar yang nantinya 62
63
akan dibutuhkan para petugas ini selama bekerja. Untu proses pembelajaran selanjutnya akan mereka dapatkan pada saat mereka diterjunkan ke lokasi dan bergabung dengan rekan kerjanya yang lain. Sejauh pengamatan peneliti, para petugas ini tidak begitu mengalami kesulitan untuk memahami apa yang sudah diajarkan pada saat diklat. Karena setelah diklat itu berakhir, mereka juga akan tetap berlatih tiap harinya dibawah pengawasan dari UPTD dan Pos Pembantu masing-masing sehingga apa yang diajarkan pada saat diklat bisa tetap mereka aplikasikan dalam kesehariannya.
4.3.2.2. Diklat Lanjutan Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan beberapa narasumber diketahui bahwa tidak ada Diklat lanjutan untuk Instansi Pemadam Kebakaran. Memang di setiap tahun stidaknya diadakan paling tidak 1 kali, akan tetapi itu pun tidak tetap, tergantung kebijakan dari Dinas Pemadam Kebakaran. Tujuan dari diadakannya dikalat ini adalah untuk refresh atau penyegaran saja. Bisanya diklat ini melibatkan semua Petugas UPTD maupun seluruh Pos Pembantu se Surabaya. Waktu pelaksanaannya pun terbilang singkat. Hanya selama 1 hari. Mungkin lebih tepatnya diklat lanjutan ini bisa dibilang seperti sosialisasi dan simulasi saja. Pada saat itu para peserta Diklat diberikan pembekalan materi yang berkaitan dengan pekerjaan, terkadang juga ada pemantapan fisik, akan tetapi pada dasarnya materi yang diajarkan dan disampaiakan hanyalah materi yang bersifat pengulangan. Akan tetapi, menurut penuturan dari salah seorang petugas terkadang juga ada penyampaian materi maupun teknik baru. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala UPTD Surabaya I dijelaskan bahwa pihaknya hanya melakukan pemantapan skill dengan cara latihan rutin. Pengembangan 63
64
dan pemantapan kemapuan dari masing-masing petugas tergantung dari petugas itu sendiri. Dalam arti seperti ini, guna memantapkan skill dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing petugas, UPTD I rutin mengadakan latihan di tiap pergantian ahift. Latihan ini adalah bagian dari simulasi, sharing, dan pemantapan fisik. Latihan ini bukan suatu kewajiban, akan tetapi kesadaran, dalam arti kata tidak ada paksaan untuk mengikuti latihan, kecuali ada instruksi dari Kepala UPTD ataupun Kepala Dinas untuk mengadakan latihan, maka pada saat itu semua petugas yang ada harus mengikuti latuhan. Pemantapan skill petugas di UPTD I juga bisa dilakukan dengan cara learning by poccess. Semakin sering petugas tersebut mengikuti latihan, semakin sering dia terlibat dalam operasi pemadaman, dan semakin aktif dia melakukan sharing dengan atasan maupun rekan kerjanya, maka akan semakin banyak ilmu dan pengetahuan baru yang didapat, begitupun sebaliknya. Menurut salah seorang Danton UPTD Surabaya I, sejauh ini anggotanya selalu aktif mengikuti latihan, mereka juga sering mengadakan sharing satu sama lain, tujuannya adalah mengetahui bagaimana kemajuan prestasi kerja dari masing-masing petugas. “Memang setau saya disini tidak ada yang namanya diklat lanjutan. Yang ada hanyalah latihan. Diklat rutin seperti itu biasanya hanya didapat oleh atasan saja ya, seperti pak rudi misalnya. Sekarang ini beliau mengikuti diklat kepegawaian, tapi kalau untuk diklat teknis bagi para petugas saya rasa tidak ada, kalaupun ada ya jarang. Untuk memantapkan skill dari masing-masing petugas biasanya kami mengadakan latihan. Latihan itu pun sifatnya tidak wajib, tapi kalau disini setau saya setiap hari, bahkan setiap pergantian shift para Danton maupun Danru selalu mengadakan latihan. Jumlah pesertanya juga tidak bisa ditentukan karena kan tidak semuanya mengikuti.” (Sumber: wawancara pada tanggal 27 Juni 2015). Lebih lanjut Komandan Danton UPTD I juga memaparkan materi atau apa saja yang biasa dilakukan oleh para anggotanya selama latihan. Berikut adalah penjelasannya : 64
65
“… biasanya kami hanya sekedar melakukan pemantapan. Yang paling sering diberikan adalah materi perakitan. Peralatan pemadaman itu kan jumlahnya banyak. Dan semuanya itu kalau mau dipakai ya harus dirakit. Biasanya dalam kali latihan setidaknya kami mengambil 2 alat untuk kemudian dijadikan materi latihan. 2 alat itu saja biasanya sampai 2 jam loh, jangan salah. Sejauh ini kalau menurut saya pribadi kesulitan terbesar yang dialami oleh anak-anak adalah pressure. Jadi begini, pada saat mereka latihan mereka bisa mengaplikasikan alat terseebut, tapi pada saat evakuasi, kondisinya kan tentunya berbeda, kadang karena intimidasi waktu, kadang juga karena grrogi diawasi atasan, ya seperti itu lah rata-rata kendalanya. Tapi kalau untuk kendala latihan sendiri sih saya rasa tidak ada. Karena apa yang diberikan itu kan sifatnya pengulangan saja.” (Sumber: wawancara pada tanggal 27 Juni 2015). Di tempat lain peneliti juga sempat menanyakan kepada beberapa petugas perihal kesulitan apa saja yang seringkali dialami pada saat mengikuti diklat maupun latihan yang pernah diikuti. Berikt adalah beberapa jawaban dari mereka: “Kalau untuk kesulitan pada saat latihan maupun diklat sih saya rasa tidak ada. Sulit itu kan kalau cuma sekedar di dengar sama diingat, kalau sudah diterapkan sih saya rasa tidak. Saya pribadi kesulitan kalau untuk menghafal secara materi, tapi kalau untuk prakteknya sih Alhamdulillah insyaallah bisa.” (Sumber: wawancara pada tanggal 27 Juni 2015). “Kalau saya pribadi yang paling sulit itu pasti berkaitan dengan alat. Alat disini itu kan banyak. Jadi kalau untuk mempelajari satu persatu menurut saya cukup sulit. Tapi seiring berjalannnya waktu saya rasa bisa lah. Yang kedua adalah apa yang terkadang disampaikan dan diajarkan saat diklat atau latiha itu biasanya berbeda dengan kondisi aktual dilapangan. Saya kasih contoh, mobil pumper. Pada saat latihan kan kami diajari bagaimana cara mengambil air dengan menggunakan pumper, sekarang coba bayangkan kalau di TKK tidak ada tendon air, atau ada tapi lokasinya cukup jauh. Contoh lainnya adalah alat. Semua peralatan disini kan sudah diajarkan, tapi dilapangan itu biasanya kondisinya berbeda. Jadi yang namanya massa itu dimana ada mobil pemadam pasti disitu mereka berkerumun. Niatnya memang mereka membantu, tapi terkadang salah kaprah. Jadi yang mestinya alatnya dirakit seperti ini, tapi karena ulah mereka terkadang alat itu lepas lagi. Di lokasi kami harus ngerakit lagi, kan jadinya terburu-buru, bahkan terkadang salah pasang. Sampai terkadang ditegur oleh atasan dikira kita gak bisa masang.” (Sumber: wawancara pada tanggal 27 Juni 2015). Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa istilah Diklat lanjutan untuk petugas pemadam kebakaran sejauh ini belum ada, yang ada hanyalah penyegaran dan pemantapan materi yang dilakukan pada saat latihan. Untuk waktu dan tempat 65
66
pelaksanaan latihan semua tergantung dari kebijakan masing-masing UPTD dan Pos pembantu yang bersangkutan.
4.3.3. Ketepatan Waktu Sebagai salah satu instansi pemerintahan yang bergerak di bidang operasional pemadaman, UPTD Surabaya I memiliki target atau standard waktu tangggap yang harus diperhatikan. Berikut adalah pembahasan yang lebih detil perihal lamanya waktu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Surabaya kepada seluruh Instansi Pemadaman Kebakaran yang ada di Surabaya untuk memberikan pelayanan dan penanganan kepada semua lapisan masyarakat Kota Surabaya maupun sekitarnya.
4.3.3.1. Ketepatan Waktu Tanggap (Respon Time) Respon time (waktu tanggap) adalah waktu minimal yang diperlukan dimulai saat menerima informasi dari warga/penduduk sampai tiba di tempat kejadian serta langsung melakukan tindakan yang diperlukan secara cepat dan tepat sasaran di Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK). Waktu tanggap terhadap pemberitahuan sampai dengan pelayanan tidak lebih dari 15 (lima belas) menit. Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan temuan penelitian di lokasi penelitian, ditemukan ada beberapa kasus kejadian kebakaran yang waktu tanggapnya lebih dari 15. Setelah melakukan konfirmasi dan juga analisa diketahui bahwa penyebab utama dari kasus ini adalah adalah kondisi lalu lintas jalan yang sulit diprediksi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh salah satu Juru Mudi UPTD Surabaya I sebagai berikut:
66
67
“… masalah utama yang menyebabkan keterlambatan kami tiba di lokasi disebabkan oleh kondisi perjalanan.” (Sumber: wawancara pada tanggal 27 Juni 2015). Berdasarkan hasil wawancara lebih lanjut antara peneliti dengan beberapa petugas dan juga juru mudi UPTD I diperoleh Kepala UPTD Surabaya I diperoleh keterangan bahwa pada dasarnya keterlambatan kedatangan petugas ke lokasi kejadian disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut : 1. Verifikasi data oleh pihak PHB Pada saat informan menyampaikan informasi telah terjadi peristiwa kebakaran, semua informasi yang berasal dari saluran 113 semua berpusat pada Kantor PHB yang notabennya terletak di depan UPTD I, akan tetapi tidak banyak masyarakat yang mengetahui bahwa setelah laporan diterima, pihak dari PHB perlu melakukan pengecekan dan konfirmasi data masuk. Untuk proses ini pihak PHB membutuhkan bantuan dari pihak-pihak lain seperti Polisi, Listrik, PLN, dll. Yang tentunya proses ini membuuhkan waktu beberapa saat. Setelah data yang diterima dirasa benar, barulah pihak PHB memberikan perintah kepada UPTD melalui media HT untuk melakukan pemberangkatan pasukan. 2. Perjalanan Tidak hanya masyarakat yang mengeluhkan perihal kedatangan petugas, terkadang petugas juga mengeluhkan hal yang sama. Pada dasarnya petugas tidak memerlukan waktu yang cukup lama guna melakukan persiapan. Setelah bel dibunyikan semua petugas langsung bergegas pergi ke lokasi. Jadi salah jika ada pendapat yang mengatakan bahwa persiapan petugas itu lama, justru persiapan dilakukan ketika petugas tiba di lokasi. Satu-satunya yang mebuat lama adalah waktu yang dibutuhkan selama perjalanan. Penyebabnya tidak hanya karena 67
68
kemacetan lalu lintas saja, terkadang pelapor atau orang yang memberi laporan kurang spesifik dalam memaparkan kondisi bangunan yang terbakar. Ada beberapa bangunan yang terkadang akses masuknya bisa dibilang sulit. Lebar jalan misalnya, atau bisa juga disebabkan oleh kerumunan masa yang memadati TKK. Hal tersebut justru memperlambat kedatangan petugas. 3. Pola pikir masyarakat yang primitif Pola pikir yang dimaksudkan disini adalah kurangnya kesadaran dari masyarakat dan sifat masyarakat yang cenderung acuh. Seringkali pihak dari Dinas kebakaran khususnya bidang Pembinaan Operasional bagian Seksi Pencegahan dan Pengendalian memberikan sosialisasi secara terbuka kepada masyarakat mengenai pertolongan pertama apa saja yang bisa mereka lakukan ketika kebakaran terjadi sementara pada saat itu petugas belum tiba, kemudian dijelaskan pula mengenai tata kampung, standar alat yang diwajibkan tersedia di tiap kampung seperti tandon air, appair, dll . tapi sayangnya hal tersebut kurang diperhatikan apalagi dilaksanakan. Masyarakat cenderung berkerumun tanpa tujuan yang pasti, alasannya mereka ingin melihat, akan tetapi justru kehadiran mereka ini malah mengganggu para petugas melakukan operasi pemadaman, Hal yang senada juga dibenarkan oleh Salah seorang petugas UPTD Surabaya I sebagai berikut : “Yang paling susah itu kalau sudah menyangkut kerumunan warga. Saya akui memang tujuan mereka baik, tidak semuanya hanya melihat, beberapa ada yang membantu. saya pernah ada kasus dimana ada beberapa warga yang mungkin karena mereka terlalu panik, pada saat itu kami baru datang, mungkin karena mereka kurang sabra lantas mereka menyemprotkan sendiri air dengan menggunakan selang kami. Alhasil, bukannnya kobaran api berhasil dipadamkan justru malah membesar. Dan itu justru membuat pekerjaan kami yang sudah susah menjadi lebih susah lagi. Kalau disalahkan gitu ya mereka tidak terima, malah balik kami yang disalahkan, katanya kami terlambat lah, apalah, padahal untuk tiba ke lokasi itu kami harus jalan kaki, karena waktu itu 68
69
memang akses masuknya susah jadi kami perlu waktu untuk menyambung selang dan juga menerobos kerumunan warga” (Sumber: wawancara pada tanggal 27 Juni 205).
Berdasarkan hasil wawancara dan juga observsi diketahui bahwa memang di UPTD Surabaya I ini masih terdapat beberapa kejadian yang pelayanannya melibihi waktu tanggap. Untuk alasannya, seperti yang sudah disampaikan oleh beberapa narasumber yang ada di UPTD I, bahwa sebagian besar disebabkan oleh lamanya waktu tempuh yang diperlukan petugas untuk tiba di Lokasi Kejadian kebakaran. Berikut adalah rekap waktu tempuh petugas Pemadam kebakaran UPTD Surabaya I :
Tabel 4.10. Rekap Waktu Tempuh Petugas Pemadam Kebakaran UPTD Surabaya I Jumlah
Waktu Tempuh
Bulan
Waktu Waktu Tempuh
Kejadian
Kurang dari 5
(2015)
Tempuh Lebih 5 Menit
Kebakaran
Menit
Januari
24
5
5
14
Februari
12
8
-
4
Maret
14
7
2
5
April
17
6
1
10
Mei
23
6
1
16
01-17 Juni
16
9
2
5
Jumlah
106
41
11
54
Prosentase
100%
39%
10%
51%
Sumber : UPTD Pemadam Kebakaran Surabaya I, 2015
69
dari 5 Menit
70
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari total keseluruhan 106 kasus yang pernah diitangani oleh UPTD Surabaya I, 51% diantaranya memerlukan waktu tempuh lebih dari 5 (lima) menit. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi adalah situasi dan kondisi lalu lintas di jalan yang sulit untuk diprediksi. Terkadang kemacetan lalu lintas menjadi penyebab utama dari keterlambatan ini. Sampai dengan saat ini baik juru mudi maupun komandan regu masih kesulitan memecahkan masalah ini, satu-satunya upaya yang dilakukan selama ini adalah dengan cara meminta bantuan dari aparat lalu lintas guna mengawal mobil pemadam kebakaran selama arus lalu lintas masih mengalami kemacetan atau jika tidak, petugas akan meminta solidaritas dari para pengguna jalan untuk memberikan sedikit ruas jalan agar mobil pemadam tetap bisa melaju meski perlahan.
4.3.3.2. Ketepatan Waktu Penyelesaian Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti dengan beberapa narasumber diketahui bahwa sejauh ini belum ada Surat Perintah maupun Peraturan Tertulis dari pemerintah Kota Surabaya mengenai standar waktu penyelesaian pemadaman kebakaran. Dari hasil wawancara juga disebutkan bahwa ternyata tahap penyelesaian itu ada 2 (dua) macam, yang pertama adalah tahap pemadaman. Pada tahap ini semua petugas yang tiba di lokasi langsung berusaha memadamkan kobaran api dengan menggunakan air yang berasal dari mobil pemadaman. Pada tahap ini petugas hanya melakukan penyemprotan pada jarak jauh sambil mencari dimana titik api berasal. Pada saat itu petugas tidak diperbolehkan masuk (kecuali anggota Rescue atau atas perintah dari Komandan Regu dan atau Komandan Peleton) sampai dengan api dibagian luar berhasil dipadamkan. Setelah lokasi titik api berasal ditemukan dan 70
71
semua tahap operasi pemadam selesai barulah tahap yang ke dua dilakukan. Tahap ke dua ini disebut dengan Tahap Pembasahan. Pada tahap ini petugas sudah tidak lagi menemukan kobaran api seperti yang di awal. Pada tahap ini petugas harus menyusuri tiap lorong bagian atau sudut tertentu dari bangunan yang terbakar tersebut untuk melihat apakah masih ada sisa-sisa api yang masih menyala. Upaya pembasahan biasanya dilakukan dengan menyemprotkan asap seperti sejenis appair. Berkikut adalah pernyataan yang disampaikan oleh salah seorang Danton UPTD I : “waktu penyelesaian operasi pemadaman itu dihitung sejak kami melakukan pemadaman sampai dengan kami selesai melakukan pembasahan. Sejauh ini belum ada standar atau batasan untuk itu. rata-rata disini waktunya kurang lebih antara 1 sampai dengan 2 jam. Tergantung besar kecilnya kobaran api dan juga jenis bangunannya juga. Bahkan terkadan ada yang sampai 3 jam lebih seperti yang di Pasar Turi ini”. (Sumber: wawancara pada tanggal 27 Juni 2015). Hal tersebut juga dibenarkan oleh salah seorang anggota Juru Padam UPTD Surabaya I. berikut adalah petikan wawancaranya: “… ya kurang lebih antara sejam dua jam lah, tergantung. Kadang kana ada juga masalah yang sifatnya mendadak. Misalnya, tendon airnya kurang. Itu kan memperlambat kinerja kami” (Sumber: wawancara pada tanggal 27 Juni 2015). Dari beberapa jawaban yang disampaikan oleh beberapa narasumber, peneliti menarik satu point bahwa tidak ada batasan ataupun peraturan khusus dari pemerintah yang mengatur standard waktu penyelesaian pemadaman oleh petugas pemadam kebakaran. Semuanya tergantung jenis bangunan dan tingkat besar kecilnya kobaran api.
Untuk UPTD I, sejauh ini rentan waktu yang diperlukan untuk melakukan
penyelesaian operasi pemadaman adalah kurang lebih anatara satu sampai dengan dua jam, bisa juga lebih. Tergantung seberapa besar tingkat kesulitannya.
71
72
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Pada bab penutup ini penulis akan menyimpulkan keseluruhan data yang penulis peroleh berdasarkan temuan di lapangan. Penarikan kesimpulan tersebut dimaksudkan agar pembaca dapat lebih mudah memahami apa yang sesungguhnya menjadi inti dari penelitian ini. Adapun berdasarkan hasil eksplorasi di lapangan, hasil analisa data statistik, serta berdasarkan hasil wawancara, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1.
Efektivitas Unit Pelaksana Teknis Dinas Pemadam Kebakaran Surabaya I berdasarkan indikator kemampuan menyesuaikan diri sudah cukup efektif, meski perlu ditingkatkan lagi. Komunikasi yang terjalin sejauh ini berjalan dengan baik dan lancar, hanya saja terkendala pada keterbatasan media yang digunakan, selain itu kerjasama antar pegawai juga sudah cukup solid karena pada dasarnya mereka memang dibentuk dan dilatih untuk saling mem-back up satu sama lain.
2.
Efektivitas Unit Pelaksana Teknis Dinas Pemadam Kebakaran Surabaya I berdasarkan indikator Diklat belum cukup efektif. Sebagian petugas ada yang sudah bisa menggunakan peralatan pemadaman dengan baik, sementara sebagiannya lagi masih merasa kesulitan menggunakan peralatan pemadam kebakaran tersebut, khususnya dalam hal perakitan. Berdasarkan hasil pengamatan juga ditemukan beberapa petugas yang tidak mengikuti latihan dan hal tersebut cenderung dibiarkan.
72
73
3.
Efektivitas Unit Pelaksana Teknis Dinas Pemadam Kebakaran Surabaya I berdasarkan indikator ketepatan waktu belum cukup efektif. Masih ada beberapa kasus kejadian kebakaran yang penanganannya melebihi standarisasi waktu tanggap. Dari 100% kejadian kebakaran yang pernah ditangani, 13% diantarannya mengalami kemoloran yang cukup lama. Selain itu, sejauh ini belum ada kejelasan berapa lama standar waktu untuk penyelesaian pemadaman .
5.2. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan beberapa saran yang mungkin dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh instansi yang bersangkutan untuk lebih meningkatkan efektivitas kerja para pegawainya. Berikut adalah saran yang ingin disampaikan, antara lain : 1.
Disarankan untuk mengganti HT yang ada saat ini dengan HT baru yang memiliki frekuensi yang lebih tinggi sesuai dengan yang dibutuhkan.
2.
Perlu adanya perbaikan atau penggantian terhadap sarana dan prasarana yang rusak dengan yang baru.
3.
Ada baiknya apabila setiap komandan regu dan atau peleton memberikan sanksi dan teguran keras kepada anggota regunya yang tidak mengikuti latihan. Hal ini dimaksudkan untuk melatih kedisiplinan dari para petugas.
4.
Pemerintah perlu membuat peraturan tertulis mengenai standar waktu penyelesaian pemadaman. Sama halnya dengan standar waktu tanggap, standar penyelesaian ini nantinya juga bisa dijadikan sebagai alat ukur untuk melihat sejauh mana tingkat keefektifitasan dari masing-masing UPTD maupun Pos pembantu yang ada di Surabayaa. 73
74
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, Galang Mitra. 2011. Perancangan Sistem Pusat Penanganan Kebakaran Terpadu Di Surabaya Berbasis Teknologi SMS Gateway Dan Shortest Route. (Skripsi). Fakultas Teknik Industri. Jurusan Teknik Industri. Universitas Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Tidak dipublikasikan. Di akses di internet pada.: http://digilib.its.ac.id/perancangan-sistem-pusat-penanganan-kebakaran-terpadu-disurabaya-berbasis-teknologi-sms-gateway-dan-shortest-route-16493.html. Di akses pada tanggal 02 Juli 2015 pukul 19.00 WIB. Ardianto, Fajar Rudik. 2009. Kualitas Pelayanan Pelanggan di PT. Telkom STO Rungkut. (Skripsi). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Universitas Wijaya Putra Surabaya. Tidak dipublikasikan. Arikunto, 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Arwani. 2002. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC. Azhar, Kasim. 1989. Pengukuran Efektivitas dalam Organisasi. Jakarta: PAU IlmuIlmu Sosial UI. Danim, Sudarwan. 2003. Riset Keperawatan: Sejarah dan Metodologi. Jakarta: EGC. Hamdi, Asep Saepul. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi Dalam pendidikan. Yogyakarta: Deepublish. Hasibuan, Malayu. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara. Lusiana, Novita. 2014. Buku Ajar Metodologi Penelitian Kebidanan. Yogyakarta: Deepublish. Mulyadi. 2007. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Jakarta: Salemba 4. Rihadini, Mustika. 2012. Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Pada Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (PNPM MP SPP) Di Kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan Propinsi Sulawesi Tenggara Pada Periode 2010. (Skripsi). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Program Studi Ilmu Administrasi. Universitas Hasanudin. Tidak dipublikasikan. Di akses di internet pada.: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1672/BAB%20II.pdf?seq uence=2. 02 Juli 2015 pukul 19.30 WIB. Siregar, Novita Sari. 2011. Efektivitas Organisasi Badan Layanan Umum Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan. (Tesis). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Program Studi Magister 74
75
Studi Pembangunan.Universitas Sumatera Utara. Tidak dipublikasikan. Di akses di internet pada.: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/26650. Di akses pada tanggal 02 Juli 2015 pukul 19.15 WIB. Sudarmanto. 2008. Kinerja Pemerintah Desa Dalam Pelayanan Publik di Desa Tumpel Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik. Skripsi tidak dipublikasikan. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Universitas Wijaya Putra Surabaya. Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Thoha, M. 1992. Perilaku Organisasi: Konsep, Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Tobari. 2015. Membangun Budaya Organisasi Pada Instansi Pemerintah. Yogyakarta: Deepublish. Wijaya, A. I. 2001. Perilaku Organisasi. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Wursanto.Ig. 2003. Dasar Ilmu Organisasi. Penerbit: ANDI Yogyakarta.
Undang-Undang : Peraturan Walikota Surabaya No. 32 Tahun 2006 Tentang Organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas Pemadam Kebakaran Surabaya I, Surabaya II, Surabaya III, Surabaya IV dan Surabaya V Pada Dinas Pemadam Kebakaran Kota Surabaya. Peraturan Walikota Surabaya No. 42 Tahun 2011 Tentang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas Kota Surabaya. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 69 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 62 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pemerintahan Dalam Negeri Di Kabupaten/Kota.
75
76
PEDOMAN WAWANCARA
KEPALA UPTD 1.
Bagaimanakah komunikasi yang terjalin selama ini antara bapak dengan seluruh pegawai bapak di UPTD I ini ? apakah ada kendala ?
2.
Pernahkah bapak menerima laporan atau keluhan dari pegawai bapak mengenai kendala dan kesulitan apa saja yang pernah mereka alami ?
3.
Apakah bapak memberikan solusi atas masalah tersebut ?
4.
Menurut pengamatan bapak, bagaimanakah kerjasama dan kekompakan dari setiap petugas dan regu yang ada di UPTD I ini ?
5.
Apakah para pegawai disini pernah mendapatkan Pendidikan dan Latihan khusus ?
6.
Kapan dan dimanakah Diklat tersebut diadakan ?
7.
Apakah semua pegawai harus mengikuti Diklat tersebut atau hanya sebagaian saja ?
8.
Apa sajakah materi yang diajarkan pada saat Diklat tersebut ?
9.
Apakah UPTD I ini memiliki standard waktu pelayanan khusus ?
10. Berapakah standard waktu pelayanan di UPTD I ini ? 11. Apakah UPTD I ini juga memiliki standard waktu penyelesaian pemadaman ? 12. Berapakah standard waktu penyelesaian pemadaman di UPTD I ini ?
STAF TU 1.
Bagaimanakah komunikasi yang terjalin selama ini antara ibu dengan seluruh pegawai yang ada di UPTD I ini, baik dengan atasan maupun dengan rekan kerja ibu ? apakah ada kendala ?
2.
Berapa banyak jumlah regu yang terdapat di UPTD I sampai dengan saat ini ? 76
77
3.
Menurut pengamatan ibu, bagaimanakah kerjasama dan kekompakan dari setiap petugas dan regu yang ada di UPTD I ini ?
13. Berapa rata-rata waktu yang diperlukan petugas untuk melakukan persiapan Apakah para pegawai disini pernah mendapatkan Pendidikan dan Latihan khusus ? 14. Kapan dan dimanakah Diklat tersebut diadakan ? 15. Apakah semua pegawai harus mengikuti Diklat tersebut atau hanya sebagaian saja ? 16. Apa sajakah materi yang diajarkan pada saat Diklat tersebut ? 17. Apakah UPTD I ini memiliki standard waktu pelayanan khusus ? 18. Berapakah standard waktu pelayanan di UPTD I ini ? 19. Apakah UPTD I ini juga memiliki standard waktu penyelesaian pemadaman ? 20. Berapakah standard waktu penyelesaian pemadaman di UPTD I ini ?
PETUGAS TEKNISI
1.
Bagaimanakah komunikasi yang terjalin selama ini antara bapak dengan seluruh rekan kerja bapak disini ? apakah ada kendala ?
2.
Bagaimana komunikasi yang terjalin selama ini antara bapak dengan pimpinan bapak disini ? apakah ada kendala ?
3.
Pernahkah bapak menyampaikan kendala dan kesulitan apa saja yang pernah bapak alami selama bekerja kepada pimpinan bapak ?
4.
Apakah pimpinan bapak bersedia memberikan solusi atas masalah tersebut ?
5.
Pada saat operasi pemadaman, apakah masing-masing petugas atau regu saling membantu sama lain ?
6.
Apakah dalam operasi pemadaman, komandan atau pimpinan bapak juga ikut terlibat membantu ?
7.
Apakah sebelumnya bapak pernah mengikuti Diklat ? 77
78
8.
Kapan dan dimanakah Dikal tersebit diadakan ?
9.
Berapa lama kah waktu pelaksaannya ?
10. Apa saja yang diajarkan selama diklat tersebut ? 11. Apakah ada kendala atau kesulitan yang pernah bapak rasakan selama mengikuti diklat tersebut ? 21. Apakah UPTD I ini memiliki standard waktu pelayanan khusus ? 22. Berapa lama kah standard waktu pelayanan di UPTD I ini ? 23. Apakah UPTD I ini juga memiliki standard waktu penyelesaian pemadaman ? 24. Berapa lama kah standard waktu penyelesaian pemadaman di UPTD I ini ?
78
79
BIODATA PENULIS
Nama
: Nikmatul Ari Wahyuni
Tempat, Tanggal Lahir
: Surabaya, 31 Maret 1994
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jl. Pakal Mangga Jaya IV No. 37
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Pekerjaan
: Mahasiswa
Hobby
: Membaca Novel
Riwayat Pendidikan
: 1. TK. Wijaya Kusuma
(1997-1999)
4. SDN Benowo IV Surabaya
(1999-2005)
5. SMPN 14 Surabaya
(2005-2008)
6. SMAN 11 Surabaya
(2008-2011)
7. Universitas Wijaya Putra Surabaya
(2011-2015)
79
80
80
81
81