BAB I PENDAHULUAN Penelitian ini bernaung di bawah tema besar arsitektur vernacular. Kekhususan bidang penelitian adalah sistem struktur bangunan rumah vernacular menurut tinjauan arsitektural dalam hal ini rumah Bugis. Judul penelitian adalah Perubahan Sistem Struktur Bangunan Dalam Arsitektur Rumah Bugis Sulawesi Selatan. Perubahan yang dimaksud dalam disertasi ini adalah penggunaan sistem struktur yang berbeda antara satu unit rumah dengan unit rumah lainnya dalam lokus tertentu. Sistem struktur yang dimaksud adalah susunan batang-batang yang menjadi satu kesatuan fungsi untuk menopang berdirinya bangunan rumah sebagai pembentuk wujud bangunan rumah Bugis. Arsitektur rumah Bugis adalah bentuk dan susunan ruang di rumah tinggal yang digunakan masyarakat Bugis di Provinsi Sulawesi Selatan sebagai tempat tinggal sehari-hari dalam tinjauan budaya, kepercayaan, dan prinsip hidup. Bagian pendahuluan ini akan menjelaskan latar belakang, permasalahan, tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian. 1. Latar Belakang Provinsi Sulawesi Selatan terletak pada posisi 0,120-80 Lintang Selatan dan 116,480 – 122,360 Bujur Timur yang berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di Sebelah Utara; Teluk Bone dan Provinsi Sulawesi Tenggara di Sebelah Timur; Selat Makassar dan Laut Flores di sebelah Barat. Luas wilayah 46.717,48 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 8,3 juta pada tahun 2009. Wilayah ini terbagi menjadi 24 Kabupaten Kota yaitu 21 Kabupaten dan 3 Kotamadya. Penduduk yang mendiaminya adalah etnis Bugis, etnis Makassar, etnis Mandar, dan etnis Tanatoraja. Semua etnis yang mendiami kawasan ini memiliki rumah tinggal tersendiri, budaya, bahasa, dan tulisan tertentu. Unsur-unsur tersebut dapat digunakan untuk mengenali etnis di wilayah ini. Unsur yang paling mudah dikenali adalah bahasa kemudian budaya selanjutnya tulisan dan rumah tinggal. Rumah tinggal adalah
unsur yang susah dibedakan karena bentuknya yang sama dari tampak luarnya. Budaya etnis Bugis, etnis Makassar dan etnis Mandar hampir sama. Aksara yang digunakan oleh etnis Bugis dan etnis Makassar hampir sama. Etnis Tanatoraja memiliki perbedaan yang sangat jelas dari semua unsur yang disebutkan. Rumah tinggal yang digunakan etnis Bugis, etnis Makassar, dan etnis Mandar adalah sama dari penampilan tampak luar, etnis Bugis dan etnis Makassar mempunyai catatan tua yang disebut lontaraq. Etnis yang mendominasi jumlah penduduk dalam cakupan luas wilayah domisili adalah etnis Bugis dan etnis Makassar. Kedua etnis ini kemudian dianggap sama oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Setiap peradaban selalu memiliki
peninggalan sebagai ciri khasnya.
Peninggalan tersebut dapat ditelusuri melalui jejak yang ditinggalkannya. Sebagian jejak peradaban tersebut masih ada di antaranya yang dapat dijumpai saat ini, sebagian yang lain menuju kepunahan dan bahkan sebagian telah hilang tanpa meninggalkan jejak. Rentetan jejak peradaban manusia tersebut tidak dapat dipisahkan sebagai bagian dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu bukti jejak peradaban manusia yang sering ditinggalkan adalah catatan kuno, benda-benda peralatan keseharian, senjata, bangunan rumah, candi, kuil, jembatan, dan lain-lain. Salah satu peninggalan jejak sejarah budaya yang diwariskan suku Bugis di Sulawesi Selatan adalah rumah tinggal dan catatan kuno yang disebut lontaraq. Rumah dan catatan kuno ini sangat dikenal secara umum di Indonesia dan bahkan dunia. Catatan kuno yang umum dikenal adalah Lontaraq Galigo, ATRW dan MPL. Rumah peninggalan Bugis adalah rumah panggung dan digunakan sebagai tempat tinggal sehari-hari oleh masyarakat Bugis. Bahan bangunan yang digunakannya adalah kayu. Berdasarkan survei pendahuluan ditemukan bahwa bangunan rumah seperti ini masih ada yang berumur sekitar 100 tahun. Bangunan tua dengan struktur panggung berbahan kayu tersebut masih ada yang tersisa dari unsur negatif yang merugikan seperti pembakaran saat belum stabilnya kondisi politik di Indonesia,
2
serangan rayap, dan termakan usia. Sebagian di antaranya berada dalam kondisi yang sudah memprihatinkan. Eksistensi bangunan tua seperti disebutkan, bila tidak didokumentasikan sedini mungkin akan dapat dipastikan hilang tanpa jejak. Kehilangan bukti peninggalan sejarah akan menyulitkan pengungkapan nilai-nilai berharga yang terkandung di dalamnya. Pengungkapan nilai yang ada dalam peradaban masa lalu dapat membantu memberikan arah penelusuran peradaban manusia dimasa yang akan datang. Penelitian ini akan mengungkapkan sebagian peradaban masa lalu masyarakat Bugis yang berkaitan dengan sistem struktur dan metode membangun rumah. Sistem struktur dan metode membangun tersebut dilihat dalam tinjauan arsitektur bangunan rumah Bugis di Provinsi Sulawesi Selatan termasuk warisan budaya tulis dan budaya tutur yang dimilikinya. Pengungkapan eksistensi rumah Bugis sebagai urgensi penelitian ini diperjelas melalui uraian pendahuluan yang berkaitan dengan fenomena awal yang ditemukan berupa eksistensi rumah Bugis dan aktifitas umum masyarakat Bugis dalam pembangunan rumah beserta budaya dan kepercayaannya. 1.1. Rumah Vernacular Sulawesi Selatan Salah satu tanda kejayaan Bangsa Indonesia adalah karunia dan anugerah kekayaan karya arsitektural yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Dari Sabang sampai Marauke tergelar rangkaian karya arsitektur yang lahir bukan berasal dari arsitek terpelajar namun mengandung nilai tinggi dan telah dilaksanakan turun temurun oleh masyarakatnya. Jenis karya seperti ini lazim disebut dengan nama vernacular. Provinsi Sulawesi Selatan sebagai salah satu provinsi dalam wilayah Republik Indonesia yang didiami oleh beragam etnis diantaranya; etnis Bugis, etnis Makassar, etnis Tanatoraja, dan etnis Mandar. Masing-masing etnis memiliki karya arsitektur berupa rumah tinggal dengan ciri khas tersendiri.
3
Rumah adat Bugis
Rumah adat Makassar
Rumah adat Tanatoraja
Gambar 1. Foto survei 2011, rumah adat Provinsi Sulawesi Selatan Gambar 1 di atas adalah rumah adat etnis Bugis, etnis Makassar, dan etnis Tanatoraja yang terdapat di Taman Budaya Benteng Somba Opu di Kota Makassar. Kawasan ini menyimpan koleksi rumah adat dari seluruh kabupaten kota yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan termasuk rumah adat Mandar yang telah terpisah dari Provinsi Sulawesi Selatan menjadi Provinsi Sulawesi Barat. Keragaman ini merupakan bukti kekayaan budaya Bangsa Indonesia. Bentuk ketiga rumah adat tersebut memperlihatkan karakter yang berbeda dan dua karakter yang sama. Rumah adat Bugis dan Makassar memiliki karakter tampak yang sama. Rumah adat Tanatoraja memiliki karakter yang jelas berbeda. Perbedaan karakter yang berbeda merupakan kondisi yang dapat dikenali dengan jelas. Perbedaan dalam samaran persamaan merupakan kondisi unik yang memerlukan pengamatan rinci. Samaran persamaan ini terdapat pada rumah etnis Bugis dan Makassar. Perbedaan utama antara Makassar dan Bugis dapat dikenali melalui bahasa sehari hari yang digunakan. Dalam hal rumah adat dari pengamatan singkat juga menunjukkan adanya perbedaan pada jumlah tiang dalam jajaran melintang bangunan dan konsruksi balok penopang lantai. Jajaran tiang melintang di rumah Bugis umumnya 4 batang sementara di rumah Makassar umumnya terdiri dari 5 batang. Konstruksi balok penopang lantai di rumah Makassar ditemukan adanya tiang gantung, sementara di rumah Bugis tidak ditemukan. Gambar 2 dibawah adalah rumah adat Bantaeng dan Jennepponto yang termasuk kategori etnis Makassar.
Sistem struktur di rumah tersebut
menggunakan tiang gantung di setiap perantaraan tiang utama arah lebar bangunan. Tiang gantung di rumah adat Bantaeng terdapat 2 unit sementara di
4
rumah adat Jennepponto hanya ada 1 tiang gantung. Tiang gantung seperti ini tidak ditemukan pada rumah adat Bugis di lokasi ini.
Rumah adat Bantaeng
Tiang gantung pada rumah adat Bantaeng
Tiang gantung pada rumah adat Jennepponto
Gambar 2. Foto survei 2011, rumah adat Makassar (Bantaeng & Jennepponto) Rumah panggung ini telah digunakan sejak jaman dahulu hingga sekarang, difungsikan
sebagai
tempat
tinggal
sehari-hari.
Proses
pelaksanaan
pembangunannya dilakukan secara swadaya dan merupakan pengembangan warisan budaya masa lalu. Eksistensi rumah panggung sebagai rumah tinggal di Sulawesi Selatan sangat bijaksana menanggapi perkembangan tuntutan kehidupan sosial dan tantangan lingkungan hidup alamiah. Secara sosial rumah panggung dapat menampung pertumbuhan jumlah anggota keluarga dan pengembangan ekonomi tanpa melakukan perubahan signifikan pada struktur bangunannya. Dalam hal keandalan rumah vernacular bugis terhadap bencana alam banjir dan gempa telah terbukti unggul. Kenyamanan termal pun sesuai dengan kondisi iklim yang ekstrim pada daerah garis khatulistiwa, dapat terselesaikan dengan baik. 1.2. Perubahan Aktifitas Masyarakat Di Rumah Bugis Perubahan aktifitas masyarakat di rumah Bugis yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah gambaran umum terhadap fenomena bermukim di rumah Bugis pada kisaran waktu tahun 1970-1980an. Muatan di bagian ini didasarkan dari keterangan Dewey dalam Denzin dkk (2009) yang memandang pendidikan, pengalaman dan hidup tidak mungkin dapat dipisahkan. Kajian pengalaman sama dengan mengkaji hidup. Seseorang dapat memperoleh pendidikan bersumber belajar dari pengalaman.
5
Pada tahun 1970an ketika budaya masyarakat tani menuai padi menggunakan ani-ani, yang mana padi diikat dalam satu ikatan yang disebut wesse kemudian padi tersebut dibawa ke rumah dan dinaikkan ke atas loteng (rakkeang). Puluhan bahkan ratusan ikat padi ditempatkan diloteng rumah di bawah atap. Di tempat inilah bahan untuk bibit padi pada musim tanam yang akan datang, bahan makanan tahun berjalan dan sisa bahan makanan tahun sebelumnya disimpan. Hal ini berakibat kepada beratnya beban hidup yang terjadi di ruang rakkeang. Penempatan padi di ruang ini baik bagi padi yang masih memerlukan pengeringan dan secara fisikalis tumpukan padi di rakkeang dapat menjadi penyerap panas yang masuk ke dalam ruang huni di lantai tengah secara vertikal yang membantu kesejukan di ruang hunian. Padi yang disimpan di ruang atap di waktu tertentu diturunkan ke lantai bawah untuk diolah menjadi beras sebagai bahan makanan. Pengolahan padi menjadi beras hingga pada awal tahun 70an masih di lakukan dengan cara manual. Padi ditumbuk di dalam palungeng (lesung) yang umumnya dilakukan di bawah kolong (awa bola). Pengaruh struktural akibat kegiatan menempatkan padi di rakkeang adalah adanya beban besar yang terkonsentrasi di bagian atas. Beban besar ini pada musim angin kadang menjadikan rumah condong ke arah depan maupun belakang, tergantung orientasi rumah dan arah angin. Akhirnya pada waktu tertentu setelah musim angin berakhir dilakukan acara maggetteng mpola atau acara menarik rumah agar kembali di posisi normal (tegak). Dalam hal ini peranan sistem struktur di bagian atas yang menopang beban besar secara struktural dapat dijadikan sebagai bagian dari perhatian unsur kestabilan struktur. Secara arsitektural dapat dibaca bahwa aktifitas menumbuk padi di bawah kolong memberikan sumbangan yang penting terhadap pembentukan rumah berbentuk panggung. Tinggi manusia dan gerakan ayunan alu (alat penumbuk padi) menjadi faktor penentu tingginya ruang bawah kolong. Perkembangan selanjutnya sekitar akhir tahun 1970an dan awal 1980an, metode panen padi berubah dari menggunakan ani-ani menjadi panen dengan cara massampa’ (membanting) mengakibatkan hasil panen berubah dari padi ikatan
6
menjadi padi butiran. Hasil panen dengan metode ini adalah gabah kering yang telah dimasukkan dalam karung. Berat dan volume hasil dengan cara membanting lebih ramping dan lebih besar dibanding dengan metode panen dengan ani-ani. Konsekuensinya adalah karung padi hanya dinaikkan kelantai 2 dan bahkan sebagian besar ditempatkan di bawah kolong atau dibuatkan lumbung tersendiri. Fenomena ini telah menggeser kesesuaian pandangan masyarakat Bugis yang memandang ruang kolong (awa bola) sebagai ruang kotor pada jaman dahulu, kini digunakan sebagai tempat benda yang dianggap suci. Pada masa inilah terjadi perpindahan fungsi ruang secara vertikal di rumah Bugis. Perkembangan industri bahan bangunan menggeser penggunaan atap berbahan daun nipa menjadi atap berbahan lembaran seng digunakan pada awal tahun 1970an membawa pengaruh peningkatan panas yang terjadi di bagian badan rumah dan memberi kecenderungan penghuni mendiami kolong rumah pada siang hari. Selain penggunaan bahan seng sebagai atap, bahan lembaran plastik digunakan sebagai bahan penutup plafon dan lantai. Penggunaan kedua bahan ini menghalangi aliran sirkulasi udara yang berhembus melalui sela-sela lantai dari bawah kolong dan dari atas atap yang mengakibatkan peningkatan suhu dalam ruang. Pelaksanaan pembangunan rumah hingga pada era 1970an, umumnya dilaksanakan dengan cara swadaya yang dipercayakan kepada seorang kepala tukang pembuat rumah (panre bola) sebagai manajer konstruksi dalam istilah industri kontruksi modern. Seluruh kebutuhan material pengadaannya diusahakan oleh pemilik rumah. Jumlah batang dan jenis kayu yang diperlukan biasanya dibantu atau ditentukan oleh tukang. Jenis konstruksi yang akan digunakan diserahkan sepenuhnya kepada panre bola. Pelaksanaan mendirikan rumah dilaksanakan secara gotong royong oleh sebagian besar masyarakat dalam lingkungan dimana rumah tersebut akan dibangun. Pada tahun selanjutnya era 1990an terjadi peralihan pembangunan rumah dengan cara pengelolaan yang meniru cara bisnis (trademan). Perkembangan budaya huni dapat disebutkan bahwa orang Bugis pada awalnya, melakukan aktifitas sosialisasi di rumah dengan cara duduk bersila.
7
Keadaan ini kemudian berkembang menjadi duduk dengan menggunakan kursi. Demikian pula cara tidur, di masa lalu dilakukan dengan cara menggelar kasur atau tikar yang diletakkan langsung di atas lantai, saat ini telah berubah dengan cara menggunakan kursi, tempat tidur, dan sejumlah peralatan jaman modern sebagai peralatan rumah tangga yang terpengaruh oleh perkembangan teknologi. Perubahan pola hidup seperti dijelaskan membawa efek terhadap pola distribusi beban. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa ketika masyarakat tidur di atas lantai, seluruh beban berat badan dan berat kasur terbagi dan terdistribusi pada sejumlah papan yang ada dibawahnya. Setelah menggunakan tempat tidur (ranjang) maka beban berat manusia dan tempat tidur akan terpusat pada titik tertentu di lantai rumah. Demikian pula halnya pada proses dari duduk bersila menjadi duduk berkursi akan memberikan pengaruh pembebanan yang sama pada sistem struktur. Dalam perkembangan ini proporsi tinggi dan dimensi ruang akan menjadi kurang seimbang. Kesan ruang dalam keadaan duduk bersila dibanding dengan kesan ruang dengan duduk berkursi adalah berbeda. Demikian halnya fleksibilitas ruang dari penggunaan kasur menjadi ranjang menciptakan keterbatasan pergerakan yang lebih besar. Fenomena ini bila ditinjau secara arsitektural telah merubah tatanan pola ruang yang dianut masyarakat Bugis. Secara struktural dapat dilihat bahwa penyaluran beban pada masa lalu masih dapat ditolerir sebagai beban merata. Penggunaan berbagai peralatan jaman modern pada saat ini menjadikan peranan beban merata terhadap lantai rumah panggung vernakular bugis tidak lagi berperan dengan baik. Fenomena perubahan sistem pembebanan telah berubah namun dalam sistem arsitektur relatif tetap menjadi
dasar
untuk
dilakukan
pengembangan
penelitian
dalam
pola
pengembangannya. Penduduk Sulawesi Selatan didominasi oleh etnis Bugis dan Makassar. Etnis dengan jumlah terbanyak adalah Bugis, mendiami kabupaten; sebagian Luwu, Wajo, Sidrap, Pinrang, Pare-pare, Soppeng, Bone, Sinjai dan Barru. Kawasan ini terdapat hamparan karya arsitektur rakyat berupa rumah tinggal yang berbentuk panggung.
8
1.3. Rumah Bugis Sulawesi Selatan Dalam Adaptasi Pembangunan Rumah vernacular Bugis sangat dinamis dalam melayani fungsi dan perubahan situasi yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Kemampuan adaptasi terhadap kebutuhan pembangunan sangat dinamis. Terlihat pada pelaksanaan pembangunan jalan poros Makassar-Pare (2011) di wilayah Kabupaten Barru ditemukan adanya fenomena rumah terpotong dan terbelah yang terjadi akibat tuntutan pembanggunan jalan yang ada didepannya dan keterbatasan lahan yang ada dibelakangnya. Rumah rumah tersebut telah berubah dari bentuk awalnya secara proporsional. Rumah ini dibangun kembali dengan ekspresi bentuk yang sama. Bentuk yang lahir kelihatan ganjil bila dibandingkan dengan bentuk pada umumnya. Kenyataan diatas diperlihatkan di gambar 3 di bawah. Gambar rumah sebelah kiri adalah rumah terbelah, sementara gambar kanan adalah gambar rumah terpotong. Fenomena lain adalah kegiatan masyarakat di wilayah Kabupaten Wajo yang memindahkan rumahnya secara utuh dari suatu lokasi lama ke lokasi yang baru. Pemindahan rumah dilakukan dengan cara manual yaitu dengan mengangkatnya secara bergotong royong. Fenomena seperti ini tidak hanya terjadi di daerah permukiman daratan tetapi juga dapat ditemukan di daerah permukiman berair. Pemindahan rumah di kawasan berair menggunakan cara yang berbeda dengan pemindahan rumah di daratan. Kegiatan pemindahan rumah di daerah berair dilakukan dengan cara membuat pelampung sebagai alat bantu penngangkat beban.
Gambar 3. Foto survei 2011, rumah Bugis terpotong dan terbelah akibat desakan lahan Gambar 4 berikut adalah suasana yang memperlihatkan kegiatan memindahkan rumah. Rumah yang akan diangkat dibuatkan rangka khusus yang
9
bersifat sementara. Rangka ini terdiri dari bagian horizontal yang disesuaikan dengan tinggi efektif penggotong dan bagian vertikal sebagai penopang rumah yang dihubungkan pada struktur balok bawah.
Gambar 4. Foto survei 2011, rumah Bugis dipindahkan ke tempat lain secara manual Fenomena perubahan sistem struktur ditemukan di lapangan adalah adanya penambahan dan pengurangan batang di sistem struktur. Penambahan sistem struktur berupa pembangunan rumah dengan ketinggian yang tidak lazim. Rumah bertingkat 3 dengan konstruksi kayu. Pengurangan sistem struktur yang ditemukan menunjukkan adanya kegiatan pemotongan bagian tiang rumah untuk memenuhi tuntutan fungsi dan aktifitas. Kedua fenomena di atas memberikan tanda adanya perubahan penggunaan sistem struktur pada rumah Bugis.
Gambar 5. Foto survei 2011, rumah tingkat dan tiang dipotong Gambar 5 kiri di atas memperlihatkan bangunan rumah Bugis yang dibuat bertingkat 3 sebagai simbol kesuksesan pemiliknya. Gambar tengah dan kanan adalah rumah tiang terpotong, kolom di gambar tengah sengaja dipotong untuk kebutuhan penyimpanan mobil, kolom terpotong di gambar kanan dipotong kemudian karena pertimbangan keterbatasan ruang gerak. Rumah Bugis dalam perjalanan waktu telah mengalami perubahan menuju ke suatu titik tujuan yang belum dapat dipastikan. Fenomena perubahan seperti ini juga terjadi di bangunan tradisional Jepang. Perkembangan budaya huni yang 10
dipengaruhi oleh gaya hidup barat dan perkembangan peralatan hidup modern menyebabkan sistem dan tatanan ruang yang sangat cemerlang pada masa lalu menjadi tidak memuaskan lagi (Engel 1994). 1.4. Perbedaan Metode Membangun Sistem Struktur Rumah Bugis Masyarakat Bugis di Provinsi Sulawesi Selatan khsusunya di pelosok daerah ternyata membangun rumahnya menggunakan sistem struktur yang tidak sama. Perbedaan metode membangun sistem ditemukan setelah mengadakan mini tour di beberapa daerah domisili etnis Bugis sebagai rangkaian kegiatan mata kuliah pada semester sebelumnya (mata kuliah pemodelan struktur, struktur dan konstruksi kayu dan studi empiris arsitektur vernacular Bugis). Kegiatan ini dilakukan di kawasan kecil di dua daerah kabupaten yaitu Kabupaten Wajo di pesisir timur dan Kabupaten Barru di pesisir barat. Pada kegiatan mini tour ini ditemukan adanya beberapa perbedaan sistem struktur yang digunakan untuk mewujudkan bentuk fisik bangunannya. Bangunan rumah yang ditemukan ada di antaranya telah berumur ratusan tahun. Bangunan tua dengan bahan utama kayu sebagian besar tidak dihuni lagi meskipun masih ada yang tetap dipelihara dan dihuni. Bangunan yang ditinggalkan umumnya hampir roboh karena serangan rayap dan termakan usia, sementara bangunan yang ditempati masih kelihatan utuh dan bersahaja namun telah terjadi perubahan. Gambar 6 di bawah adalah gambar beberapa rumah Bugis dilengkapai dengan gambar sistem struktur yang digunakannya. Gambar ini diperoleh setelah melakukan survei pendahuluan. Gambar point (a) adalah sistem struktur dan konstruksi yang ditemukan di Kabupaten Barru. Gambar point (b) hingga (e) ditemukan di bagian utara Kabupaten Wajo. Sistem struktur yang menopang berdirinya bangunan rumah vernacular Bugis ternyata ada beberapa jenis. Pada pengamatan sepintas telah ditemukan 5 (lima) jenis sistem struktur. Jumlah ini diyakini akan bertambah, mengingat masih ada 6 (enam) wilayah adminitratif kabupaten yang belum diamati.
11
a
b
c
d
e
Gambar 6. Foto survei 2011 dan rekonstruksi tipe sistem struktur rumah Bugis tua sebagai indikasi awal adanya perbedaan
12
Di gambar 6 di atas secara sekilas dapat dilihat adanya perbedaan dalam komposisi batang pembentuk sistem strukturnya. Komposisi batang penyususn sistem struktur di bagian bawah relatif tidak mengalami perubahan. Komposisi batang penyusun sistem struktur di bagian tengah sedikit mengalami perubahan. Sistem struktur bagian atas khususnya pada sistem pertemuan struktur atap dan badan bangunan mengalami banyak perbedaan. Perbedaan prinsip penggunaan hubungan pangkal tiang dengan tanah di bagian bawah dalam hal ini sistem pondasi tidak ditemukan. Pada bagian tengah sistem struktur penopang lantai ditemukan adanya perbedaan dalam hal posisi dan jumlah batang yang digunakan. Sistem struktur pertemuan badan bangunan dengan atap ditemukan berbedaan dalam bentuk prinsip sambungan, jumlah dan orientasi arah batang. Setiap jenis sistem struktur yang ditampilkan diatas tentunya memiliki keunggulan dan kelemahan. Bagaimana keuntungan dan kelemahan dari sistem struktur tersebut akan terungkap dibagian akhir penelitian ini. 1.5. Fleksibilitas Sistem Struktur Rumah Bugis Dalam Upacara Adat Fenomena sistem struktur bangunan rumah Bugis dalam melayani aktifitas budaya dan sosial masyarakatnya ditemukan dalam kegiatan penyelenggaraan upacara adat seperti upacara pernikahan dan rangkaian upacara kematian. Upacara pernikahan dan upacara kematian adalah salah satu kegiatan yang disakralkan masyarakat Bugis. Kegiatan ini melibatkan seluruh anggota keluarga, kerabat dan seisi kampung. Prosesi upacara ini memerlukan biaya, ruang dan waktu yang lebih banyak dibanding dengan upacara lainnya. Pembahasan akan menjelaskan penyelesaian kebutuhan ruang untuk keperluan upacara pernikahan dan rangkaian upacara kematian. Kedua upacara ini termasuk kategori acara terbesar bagi masyarakat Bugis. Luas ruang dilantai utama rumah tidak akan cukup untuk menampung seluruh aktifitas sehingga diperlukan ruang tambahan. Ruang tambahan sementara sebagai perluasan lantai bangunan rumah untuk keperluan upacara adat disebut soPuu sompung = menyambung, menyambung
13
rumah utama untuk memenuhi tuntutan kebutuhan aktifitas yang melibatkan orang banyak. Letak perluasan ruang lantai tambahan dapat dibuat diseluruh sisi bangunan. Tambahan luas ruang lantai di sisi samping dan sisi depan biasanya untuk keperluan tamu yang datang. Tambahan di sisi belakang biasanya untuk keperluan penyiapan dan pengolahan bahan makanan. Tinggi permukaan lantai tambahan disamakan dengan tinggi tampingnya.
Sketsa sompung samping
Sompung depan
Gambar 7. Foto survei 2013 dan ilustrasi sompung di rumah Bugis untuk kebutuhan upacara adat Bangunan tambahan ini terbuat dari tiang lantai dan atap, dinding tidak terlalu diutamakan, kadang hanya ditutup dengan kain. Lantai sompung biasanya menggunakan dinding samping yang terdekat dengan ruang tambahan. Kondisi penambahan ruang secara struktural diakomodasi oleh struktur dinding. Dinding rumah bagian samping dan belakang biasanya dibuat secara sederhana. Papan dipasang hanya dengan paku atau dengan cara diikat. Struktur dinding sederhana seperti ini memungkinkan penggunaan bahan dapat dialihfungsikan tanpa 14
merusak sistem struktur utama. Penambahan sistem struktur bangunan tambahan ini tidak mengganggu sistem struktur bangunan utama bahkan seolah dirancang untuk saling melengkapi. Dengan demikian secara struktural bangunan rumah Bugis dirancang fleksibel untuk mengantisipasi kegiatan budaya dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Gambar 7 di atas memperlihatkan sketsa dan gambar luar suasana rumah Bugis yang diberi tamping untuk keperluan upacara adat 1.6. Lontaraq Sebagai Warisan Budaya Bugis Masyarakat Bugis memiliki aksara dan menjadi tradisi membuat warisan tertulis tentang kondisi masa lalu yang memuat sejarah dan pesan hidup berkehidupan. Catatan kuno tersebut beberapa di antaranya masih dapat ditemukan hingga saat ini. Catatan kuno ini populer disebut lontaraq. Lontaraq Bugis yang paling terkenal adalah lontaraq galigo, tercatat sebagai MOW (Memory of the World) kedua setelah Negarakertagama yang diakui oleh UNESCO (Jakarta post 28 april 2012). Bahkan ditengarai sebagai karya sastra kuno terpanjang didunia. Lontaraq lainnya masih banyak tersimpan dalam museum di negeri Belanda dan sebagian masih dipegang oleh masyarakat Bugis secara pribadi. Lontaraq lain yang di temukan dalam survei adalah lontaraq ATRW, lontaraq MPL,lontaraq Bone, dan lontaraq Pananrang. Lontaraq ATRW adalah lontaraq milik Hajji Andi Sumangerukka mantan Datu Pattojo yang telah ditransliterasi oleh Bapak H. A. Zainal Abidin, SH. Lontaraq MPL adalah lontaraq yang telah dikaji oleh Prof. Dra. Nurhayati Rahman. Lontaraq Bone adalah lontaraq yang diperoleh dalam koleksi Laboratorium Sastra Daerah Universitas Hasanuddin Makassar. Lontaraq pananrang adalah lontaraq milik keluarga Bapak Madeali di Keera Kabupaten Wajo. Kandungan isi lontaraq tersebut dipilih tentang hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan ataupun ketentuan yang ada kaitannya dengan bangunan rumah Bugis. Isi lontaraq dirumuskan dalam bagian tersendiri sebagai tinjauan pustaka informal dalam bentuk kutipan, keterangan lengkapnya disajikan dalam daftar lampiran.
15
2.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang mengemukakan fenomena singkat
rumah Bugis, dapat dipetik beberapa catatan yang dapat digunakan sebagai dasar penyusunan rumusan masalah di antaranya; Etnis Bugis memiliki peninggalan berupa rumah tua dan tulisan kuno; Bangunan rumah etnis Bugis, etnis Makassar, dan etnis Mandar tampil dalam bentuk luar yang sama; Bangunan ini adaptif terhadap lingkungannya; Rumah dibangun menggunakan sistem struktur yang berbeda. Keterangan di atas menunjukkan adanya perbedaan sebagai suatu perubahan yang tersembunyi dibalik persamaan keragaman etnis dan budaya yang terkait di rumah Bugis Sulawesi Selatan. Perbedaan dibalik persamaan dalam balutan perubahan digunakan sebagai titik tolak penelitian. Bukti fisik bangunan rumah Bugis tua sebagai jejak peradaban yang masih dapat ditelusuri telah berada diambang kehancuran. Sumber informasi yang mengetahui seluk beluk pembangunan rumah Bugis telah langka. Untuk tidak menunggu hilangnya bukti fisik dan informan yang masih mungkin memberikan informasi tentang nilai arsitektural rumah Bugis dan membawa Indonesia eksis dimata internasional adalah dengan jalan mengungkapkan kearifan lokal. Pengungkapan kearifan lokal akan menjadi ciri khas suatu bangsa karena sifatnya yang lokal dan spesifik. Kearifan lokal arsitektur rumah Bugis adalah salah satu milik Indonesia yang tidak dimiliki negara manapun di dunia. Dengan demikian pengungkapan perubahan sistem struktur dalam arsitektur bangunan rumah Bugis berperan sebagai potensi kekayaan khas bangsa Indonesia yang tepat untuk diteliti. Permasalahan utama yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah perubahan sistem struktur dalam arsitektur bangunan rumah sebagai sarana untuk mewujudkan bentuk bangunan rumah Bugis di Provinsi Sulawesi Selatan. Permasalahan struktur akan dibahas menggunakan dukungan bukti fisik rumah tua yang masih tersisa dan permasalahan arsitektur akan dibahas berdasarkan dukungan keterangan lontaraq yang berkaitan dengan budaya dan kepercayaan masyarakat Bugis tentang bangunan rumah. Rincian rumusan masalah dinyatakan sebagai berikut:
16
1. Tipe-tipe sistem struktur apa saja yang digunakan untuk membangun rumah Bugis di Provinsi Sulawesi Selatan.? 2. Berdasarkan tipe-tipe tersebut seperti apa sistem struktur rumah Bugis secara spesifik, bagaimana bentuk perubahannya, dan bagaimana karekteristik perubahannya.? 3. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian adalah mengungkapkan perihal yang berkaitan dengan perubahan sistem struktur di arsitektur bangunan rumah Bugis Sulawesi Selatan. Pengungkapan fenomena perubahan sistem struktur rumah Bugis memerlukan pengungkapan tiga tujuan rinci yang penting diantaranya: 1. Menemukan tipe-tipe sistem struktur yang digunakan untuk membangun rumah Bugis di Provinsi Sulawesi Selatan. 2. Mengungkapkan sistem struktur bangunan rumah Bugis yang spesifik, perubahannya lintas generasi, dan karekteristik perubahannya. Pengungkapan tujuan tersebut diatas sebagai dasar pengembangan sistem struktur yang berangkat dari teori lokal, khususnya sistem struktur rumah kayu pada kasus studi arsitektur bangunan rumah Bugis di Provinsi Sulawesi Selatan. 4. Batasan Penelitian Penelitian ini fokus pada perubahan sistem struktur bangunan rumah Bugis di Provinsi Sulawesi Selatan. Batasan tegas penelitian adalah rumah yang digunakan masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan yang diperkirakan dibangun dengan metode pembangunan rumah sekitar 100 tahun yang lalu selanjutnya disebut sebagai rumah tua. Batasan rumah tua dengan rumah baru dipilih pada bangunan yang dibangun sekitar tahun 1960an dengan pertimbangan bahwa pertukaran penduduk pada era ini telah terjadi akibat kondisi politik yang telah stabil di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Pengambilan sampel dibatasi dalam target pencapaian karakter yang jelas untuk menetapkan sistem struktur rumah Bugis yang spesifik.
17
Kajian perubahan sistem struktur dilihat dalam pandangan arsitektural. Perubahan sistem struktur yang dimaksud adalah penggunaan sistem yang berbeda secara lintas generasi pada lokus tertentu. Pengujian dan analisis pergerakan sistem struktur bangunan menggunakan SAP 2000. Perangkat ini memiliki kemampuan analisis yang sangat mendetail, hasil analisisnya dapat dikategorikan pada tingkat interval hingga ratio. Penggunaan hasil analisis SAP pada penelitian ini meskipun mampu menyajikan nilai interval dan ratio tetapi hanya digunakan pada tingkat ordinal. 5. Manfaat Penelitian Manfaat utama penelitian adalah sebagai jembatan penghubung ilmu pengetahuan dan teknologi lintas generasi. Metode membangun struktur bangunan yang telah teruji dalam laboratorium alam menjadi pengantar menuju pembentukan teori yang dapat dijadikan sebagai dasar pembangunan rumah masa depan secara khusus dan struktur bangunan secara umum. Sistem struktur ini akan menjadi solusi bagi masyarakat yang hidup di era modern namun tetap dalam pelukan nilai-nilai arsitektur vernakular yang telah terbukti adaptif, ramah lingkungan dan beradab. Hasil penelitian dapat menjadi inspirasi pengembangan karya teknologi struktur bangunan masa depan yang bernilai tinggi. Prinsip pembangunan yang melatarbelakangi sistem struktur sebagai generator ide baru dalam era baru. Keberhasilan penelitian ini akan memberikan beberapa manfaat diantaranya; Bangunan rumah tua yang berada diambang kehancuran akan terdokumentasi dan akan abadi dalam literatur. Prinsip-prinsip pembangunan yang terkandung didalam proses pembangunan rumah Bugis akan terungkap sebagai bahan pembanding dalam pengembangan teknologi masa depan. Penelitian ini akan bermanfaat sebagai tambahan referensi kekayaan budaya bangsa Indonesia dalam khususnya arsitektur rumah Bugis. Hasil penelitian akan berfungsi sebagai library arsitektur Bugis Sulawesi Selatan di Indonesia. Terungkapnya perubahan sistem struktur, akan terlihat rentetan jenis-jenis sistem struktur yang pernah digunakan oleh masyarakat Bugis mewujudkan
18
bentuk rumahnya. Jenis sistem struktur ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan pembangunan perumahan dijaman modern. Penelitian ini akan mengangkat martabat bangsa dimata internasional. Satu satunya milik bangsa Indonesia yang tidak dimiliki oleh bangsa lain adalah kearifan lokalnya termasuk karya arsitektur vernacular yang tersebar di seluruh kawasan negeri ini. Penelitian ini sebagai penyimpan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk generasi yang akan datang agar nilai budaya masa lalu dapat lestari dan berkesinambungan dalam arsitektur vernacular Bugis. Keterlambatan pelaksanaan penelitian dapat menyebabkan terputusnya rantai infomasi budaya Bugis dalam hal pembangunan rumah. Dinyatakan demikian karena bukti fisik dan sumber informasi telah berada pada kondisi menunggu kehancuran. Kesuksesan penelitian ini akan memberikan batasan yang tegas tentang warna arsitektur vernacular Bugis. Identitas arsitektur menurut hirarkinya mendapat jalan pengungkapan. Dengan demikian identitas karya Budaya Bangsa Indonesia dalam hal ini arsitektur vernacular Bugis di Sulawesi Selatan akan menjadi jelas dan tegas sebagai kebanggaan Negara. 6. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian dapat dilihat dalam tiga sudut pandang berdasarkan topik penelitian yaitu, arsitektur secara umum termasuk vernakular, struktur dan konstruksi dan bahan kayu. Pandangan arsitektur secara umum meliputi uraian teori arsitektur dan vernacular serta hasil penelitian yang telah ada. Sistem struktur dan konstruksi menyajikan masalah perkembangan sistem struktur dan konstruksi bangunan khususnya yang berbahan dasar kayu. Arsitektur secara umum terdiri dari tiga komponen dasar sebagai pembentuknya yaitu; firmitas, utilitas dan venustas atau kekokohan, kegunaan dan keindahan, Vitruvius (c. 80 BC – c. 25 BC). Risalah ini kemudian dikembangkan menjadi beberapa kajian yang melihat keterkaitan antara elemen-elemen tersebut. Pada abad ke 17 Henry Wooton menterjemahkannya sebagai firmness, commodity and delight.
Louis Sullivan (1856–1924)
mengemukakan slogan teori form
19
follows function. Dari risalah arsitektural umum tersebut, unsur struktur dan konstruksi dinyatakan secara tersamar dalam firmitas dan form. Dalam penelitian ini aspek struktural dinyatakan dengan tegas dan spesifik. Fenomena arsitektural dalam perubahan sistem struktur adalah fokus penelitian ini. Dengan demikian secara garis besar dalam teori arsitektur, penelitian ini adalah asli dan yang pertama. Tabel 1. Posisi penelitian dalam dalam teori umum arsitektural Vitruvius, 80 BC – 25 BC Henry Wooton, 1568-1639 Louis Sullivan, 1896
Firmitas Firmitas
Utilitas Commodity Function
Venustas Delight Form
Arsitektur vernakular secara umum dikemukakan oleh Amos Rapoport dalam House Form and Culture. Pembahasan bangunan vernakular dilihatnya secara partial. Penelitian kemudian berkembang dengan mengungkapkan hal yang berkaitan dengan bentuk, hubungannya dengan alam, hubungannya dengan iklim dan hubungannya dengan konsep modern yang berkembang saat ini. Topik penelitian arsitektur vernacular di Indonesia masih sangat kurang. Penelitian struktur vernacular rumah Bugis yang berkaitan dengan perubahan
sistem
struktur belum ada yang ditemukan hingga laporan ini ditulis 2012. Tabel 2. Posisi penelitian dalam penelitian arsitektur vernacular Peneliti
Konsentrasi Penelitian Vernacular
Rapoport, 1969 Dogagum, 2005 Makarios, 2007 Triyadi, 2008 Juvenac, 2009 Izad Panahi, 2010 Hartawan, 2014
Constancy and change Gempa Gempa Sustainable Proporsi Iklim Struktur lokal
Budaya dan kepercayaan
Sistem struktur khususnya yang menggunakan kayu sebagai bahan utama diteliti dalam hal keamanan sistem struktur terhadap fenomena alam yang ekstrim. Penelitian yang berkembang terakhir adalah performance base dengan skala penuh. Objek penelitian adalah rancangan bangunan modern. Penelitian ini fokus
20
mengungkapkan kinerja sistem struktur yang berkembang lintas generasi dalam lingkungan masyarakat Bugis. Tabel 3. Posisi penelitian dalam perkembangan sistem struktur dan konstruksi kayu Nama Peneliti
Tema penelitian
Kamarwan, 1994
Konstruksi atap bangunan tradisional Indonesia tidak menggunakan rangka batang Struktur batang kayu bulat untuk proyek teknologi perdesaan Rancangan model bangunan kayu rangka ringan terhadap beban lateral. Analisis 3 dimensi terhadap keruntuhan bangunan rangka kayu. Percobaan skala penuh terhadap struktur rangka kayu ringan akibat beban lateral. Percobaan skala penuh terhadap bangunan rangka kayu berlantai 6. Kombinasi rangka kayu dengan core beton untuk bangunan lantai banyak. Analisis perpindahan titik sistem struktur rumah Bugis.
Chrispa, 2003 Kasal, 2004 Tingatinga,2008 Songlai,2010 Lindt, 2011 Kuilen, 2011 Hartawan, 2015 Penelitian
tentang
kayu
secara
khusus
meliputi
sifat
kayu
dan
penggunaannya sebagai pelengkap sistem struktur dan konstruksi bangunan. Tabel 4. Posisi penelitian dalam perkembangan teknologi kayu Nama Peneliti
Tema Penelitian
Shanks,2009
Sistem sambungan pasak kayu dalam bentuk dan species memilik perbedaan kerusakan. Perkuatan struktur bangunan kayu untuk pelestarian bangunan bersejarah Perubahan sistem struktur bangunan lintas generasi.
Stanila,2010 Hartawan 2015
Penelitian yang berkaitan dengan rumah vernacular dan tradisional di Indonesia dan Sulawesi Selatan umumnya berbentuk tesis. Penelitian yang berkaitan dengan kajian pengembangan bahan dan ketahanan struktur kayu terhadap berbagai beban diperoleh melalui journal akademik. Journal ini umumnya diterbitkan oleh universitas di luar negeri.
21
Upaya penelusurun penelitian melalui media cetak, buku, laporan penelitian maupun melalui internet tidak ditemukan adanya penelitian yang sama dengan penelitian yang dalam disertasi ini. Dengan demikian penelitian dengan topik ini adalah murni. Daftar penelitian yang terdeteksi memiliki keterkaitan dengan penelitian disertasi ini disusun menurut urutan tahun kegiatan penelitian sebagaimana yang disajikan di tabel 5 berikut.
22
Pola ruang Permukiman pantai
Asniwaty, 2000
5
Pola Spasial Permukiman Pantai Galesong
Hadi, 2000
4
Rumah tinggal masyarakat adat
Perkembangan rumah tradisional
Arfan ,1999
3
Struktur atap bangunan tradisional Indonesia
Perkembangan Rumah Ara di desa Ara Kebupaten Bulukumba
Konstruksi Atap Bangunan Tradisional Indonesia Tidak Menggunakan Sistem Konstruksi Rangka-Batang Karekteristik Rumah Tinggal Tradisional Komunitas Suku Bajo Desa Bajo Kabupaten Bone Sulawesi Selatan.
Kamarwan dkk, 1994
2
Kekhususan rumah vernakular Masyarakat adat
Arsitektur vernacular Ammatoa Kajang di Sulawesi Selatan. Karekteristik dan beberapa aspek simbolik dalam perwujudan rumah tinggal
d
Fokus Penelitian
c
Sukman, 1993
b
Judul Penelitian
1
a
No Peneliti (tahun)
Galesong Takalar Sul – Sel.
Bulukumba Sulawesi Selatan
Sumatera, jawa, Sulawesi, Nusatenggara, Bali dan Irian Jaya. Bone Sulawesi Selatan
Kajang Bulukumba Sulawesi Selatan
e
Lokus Penelitian
Tabel 5. Penelitian yang relevan
Kualitatif rasionalistik
Fenomenologi Rasionalistik
Naturalistik Kualitatif
Studi lapangan
f
Metode Penelitian
g
23
Rumah tradisional Suku Bajo memiliki karekteristik keseragaman dalam hal; Bentuk struktur utama dan jumlah tiang, Fungsi spasial ruang vertikal dan horizontal, Orientasi rumah, Letak pintu dan jendela, Material yang digunakan Kebudayaan, ekonomi dan cuaca mempengaruhi perkembangan rumah Ara Peranan sosial budaya berpengaruh terhadap pola spasial.
Struktur atap rumah tradisional Indonesia tidak Menggunakan rangka batang
masyarakat Kajang konsisten terhadap nilai-nilai tradisi dan kepercayaan. Pengejawantahan dari nilai tradisi dapat dilihat pada wujud dan karekteristik yang menampilkan keragaman antara formasi spasial, pola dan bentuk. Formasi dan jumlah tiang.
Hasil Penelitian
Serangan nyamuk dan konstruksi bangunan
Raised houses reduce mosquito bites
Charlwood dkk, 2003
9
Struktur dan Konstruksi rumah tradisional
Perkembangan Rumah Tradisional Minahasa Di Desa Kawiley Propinsi Sulawesi Utara. Kajian terhadap perubahan struktur konstruksi dan bentuk
Sondakh, 2003
8
Keragaman rumah tinggal tradisional suku Makassar
Perubahan Rumah
Mastuti, 2002
7
Studi kasus rumah tradisional suku Makassar di Buluttana Gowa, Sanro Bone dan Tamasaju Takalar.
Keragaman Rumah Tradisional Makassar
Keragaman pola perubahan rumah dipermukiman nelayan Biringkanaya Makassar
Raja, 2000
6
Tabel 5. lanjutan
Afrika
Desa Kawiley Sulawesi Utara
Biringkanaya Makassar
Case studi
Kualitatif Rasionalistik
24
Terdapat dua 2 aspek yang berubah pada permukiman nelayan di biringkanaya makassar yaitu; perubahan ruang dan perubahan kualitas akibat faktor internal yang meliputi; aktifitas penghuni didalam rumah, Persepsi penghuni tentang rumah lama, Jumlah penghuni, Jumlah penghasilan, status rumah. Faktor eksternal meliputi; Aktifitas penghuni didalam rumah, Setting ruang rumah lama, Aturan pemerintah yang membatasi perubahan rumah. Sistem konstruksi yang mengalami perkembangan / perubahan yaitu; Sistem pondasi, sistem balok bantalan, sistem tiang lante, sistem plafond dan struktur tangga. Perubahan terjadi pada tata fisik rumah tinggal disebabkan oleh adanya pola pikir manusia. Rumah yang dibangun diatas tiang memiliki resiko yang lebih kecil terhadap gigitan nyamuk dibanding dengan rumah diatas permukaan.
Keaneka ragaman dalam perbedaan meliputi fungsi pammakkang, siring, jambang, dan paladang/dego-dego. Arah letak tangga jenis timba sila, fasad rumah, orientasi dan pemakaian material. Perbedaan tersebut dipangaruhi oleh sosial budaya.
Design Models of Light Frame Wood Buildings under Lateral Loads
Traditional wooden buildings and their damages during earthquakes in Turkey
Kasal dkk, 2004
Dogangum dkk, 2005
12
13
Struktur dan konstruksi kayu terhadap gempa, gejala kerusakan yang terjadi pada struktur bangunan.
Bentuk bangunan konstruksi kayu dan hubungannya dengan beban lateral
Perubahan ruang rumah tinggal masyarakat adat
Keberadaan Rumah Suku Bajo Terhadap Perubahan Lingkungan Tempat Tinggalnya.
Syam, 2003.
11
Penggunaan batang utuh sebagai struktur bangunan
The Development of Roundwood Timber Pole Structures for use on Rural Community Technology Projects
Chrispa dkk, 2003,
10
Tabel 5. lanjutan
Turki
Bone Sulawesi Selatan
Field study
Eksperimen skala penuh dan finite-elemen
Metodologi : Rasionalistik
25
Struktur dan konstruksi kayu tradisional lebih kuat menahan beban gempa dibanding dengan bahan beton pada bangunan berlatai rendah di Turki.
Ada 2 unsur perubahan pada rumah Suku Bajo yaitu; perubahan ruang pada luas, jumlah dan fungsi. Perubahan kualitas pada penggunaan material akibat tuntutan aktifitas. Perubahan perubahan ini umumnya terjadi pada rumah yang terletak di darat yang telah mengalami pendangkalan. Perkiraan distribusi beban lateral lebih tepat menggunakan finite-elemen diikuti plate method dan rigid beam method
Kayu bulat utuh digunakan untuk membuat struktur bangunan bagi anak jalanan menghasilkan karya rancangan ruang dalam dan tampak yang cukup memuaskan.
Kerusakan rumah kayu akibat gempa di Jepang
Three-Dimensional Seismic Collapse Analysis of Wooden Houses Using Rigid Body-Spring Method
Tingatinga dkk, 2008
16
Karakter bentuk Arsitektur tradisional
Faktor pembentuk karakter arsitektur rumah tradisional bangsawan bugis di Sulawesi Selatan .
Akbar, 2007
15
Ketahanan bangunan tradisional rangka kayu terhadap gempa
Seismic response of traditional buildings of Lefkas Island, Greece
Makarios dkk, 2005
14
Tabel 5. lanjutan
Jepang
Sulawesi Selatan
Yunani
Simulasi Komputer
Paradigma Rasionalistik
Studi lapangan dan anilisis numerik
26
Respon bangunan traditional terhadap gempa ternyata unggul. Pengamatan setelah gempa menunjukkan adanya keretakan dan kerusakan sebagian pada pasangan batu dilantai dasar, sementara pada lantai atas lebih parah hingga runtuh. Konstruksi kayu yang menjadi rangka bangunan tidak mengalami kerusakan pada kedua lantai. Proses akulturasi nilai nilai modern dengan tata nilai tradisi secara bertahap telah meningkat kearah penyempurnaan budaya yang terwujud pada arsitekturnya. Oleh sebab itu keberadaan rumah tradisional bangsawan bugis tetap relevan dengan segenap kehidupan sosial masyarakatnya. Keberadaan unsur unsur arsitektur modern yang terdapat pada rumah bangsawan bugis adalah nilai tambah yang menjamin kelangsungan arsitektur tradisional rumah bugis Simulasi yang digunakan dapat memberikan gambaran yang lebih akurat terhadap perilaku struktur kayu akibat gempa. Dengan simulasi ini perencana dapat melihat titik lemah pada konstruksi kayu yang dapat diberikan perkuatan.
'Strength and Stiffness of All-Timber Pegged Connections'
'Evaluating patterns of wood use for building construction in Maputaland, South Africa'
Using Predictive Model to analyze Architects Intention of Using Wood in Urban Construction
Experimental Study on Full-Scale Light Frame Wood House under Lateral Load
Juvanec dkk, 2009
Shanks dkk, 2009
Gaugris dkk, 2009
Bysheim dkk, 2009
Songlai dkk, 2010
18
19
20
21
22
Performance-Based Design of Residential Wood-Frame Buildings for Flood Based on Manageable Loss Proportion Systems in Examples of Traditional Architecture in Wood and Stone in Croatia.
Taggart dkk, 2009
17
Tabel 5. lanjutan
Sistem sambungan pasak pada konstruksi kayu hubungannya dengan peraturan pembangunan Jenis kayu yang digunakan untuk memperbaiki bangunan rumah konstruksi kayu Persepsi dan kecenderungan penggunaan kayu sebagai bahan bangunan di kota Bangunan rangka kayu dan perilakunya terhadap beban lateral
Proporsi bentuk bentuk arsitektur tradisional di Kroasia
Kerugian konstruksi rangka kayu akibat terjangan banjir
Norwegia
Afrika Selatan
Kroasia
Amerika
Full-scale experimental
Multiple regression model
Statistik analisys
Experimental dan finite-lement
Model matematik
27
Penggunaan konstruksi kayu rangka ringan baik diterapkan di daerah yang rentan menghadapi beban lateral.
60 % arsitek akan menyukai menggunakan kayu sebagai bahan bangunan rancangannya dimasa datang pada wilayah perkotaan.
Sejumlah jenis kayu tertentu diminati masayarakat untuk digunakan sebagai bahan pengganti pada bagian tertentu konstruksi rumahnya
Perubahan jenis bentuk sambung pasak dan jenis species kayu yang digunakan tukang secara umum akan menimbulkan kerusakan yang berbeda.
Metode perkiraan untuk menaksir biaya perbaikan kerusakan rumah rangka kayu akibat banjir dan juga untuk perkiraan asuransi. Bangunan tradisional kroasi memiliki ciri khas berupa proposi yang mengikuti aturan aturan geometris matematis tertentu.
Timber Elements: Traditional and Modern Strengthening Techniques
Iranian Vernacular Ice-houses: Notable Example of a Traditional Architecture in Proportion to its Climatic Conditions
Very Tall Wooden Buildings with Cross Laminated Timber
Construction and Experimental Seismic Performance of a Full-scale Six-story Light-frame Wood Building
Perubahan Pola Sistem Struktur Bangunan Rumah Bugis Sulawesi Selatan
Stănilă dkk, 2010
Izad Panahi dkk, 2010,
Kuilen dkk, 2011
Lindt dkk, 2011
Hartawan, 2015
23
24
25
26
27
Tabel 5. lanjutan
Sistem struktur dan konstruksi bangunan rumah Bugis
Konstruksi kayu lantai 6 dan beban gempa
Kombinasi kayu dan core beton untuk konstruksi bangunan berlantai banyak
Kondisi iklim Iran dengan solusi bangunan tradisionalnya
Perkuatan struktur bangunan kayu untuk melestarikan bangunan bersejarah
Permukiman Bugis di Sulawesi Selatan
Jepang
Iran
Typologi and Descriptive Modeling
Full-scale experiment
Rasionalistik
eksperimental
28
Usaha perlindungan dan pelestarian bangunan bersejarah seharusnya diupayakan secara kontinyu. Karena bangunan inilah yang dapat mempertemukan antara kita dengan masa lalu. Bahan komposit FRP dianggap lebih tepat digunakan untuk meningkatkan perkuatan. Bangunan tradisional Iran mengatasi masalah iklim yang ekstrim dengan cara passif. Suhu diselesaikan dengan cara menggunakan rancangan bentuk dan tata ruang yang tepat. Mengungkapkan potensi gabungan core beton dengan rangka kayu untuk pembangunan gedung berlanti banyak. Secara struktural kondisi tersebut sangat memungkinkan, namun aspek kebakaran dan gempa masih perlu penelitian lanjutan Performance based design dapat digunakan untuk pengujian rangka kayu ringan untuk bangunan berlantai menengah sebagai jaminan kemanan gempa. Sistem struktur rumah Bugis dibangun dengan berbagai tipe sebagai variasi perubahannya, sistem strukturnya berfungsi sebagai penentu bangunan rumah spesifik Bugis. Bangunan ini berlatar belakang budaya, kepercayaan, dan prinsip hidup.
7. Sistimatika Penyusunan Disertasi Materi utama laporan penelitian ini secara umum disusun dengan cara berjenjang berkesinambungan sesuai dengan tujuan penelitian. Berjenjang berkesinambungan maksudnya adalah hasil dari pembahasan sebelumnya menjadi dasar pembahasan di pembahasan selanjutnya. Disertasi ini terdiri dari tiga bagian utama yang tersusun dalam 7 bab. Bagian utama terdiri dari pembahasan dua tujuan penelitian dan satu pembahasan khusus berupa tinjauan arsitektural terhadap temuan, bagian ini bersifat discussion. Tujuan pertama untuk menemu kenali sistem struktur bangunan rumah Bugis di Provinsi Sulawesi Selatan mengisi bab IV. Tujuan kedua untuk mengungkapkan sistem struktur spesifik rumah Bugis dan karekteristiknya mengisi bab V. Pembahasan khusus tinjauan arsitektural dalam budaya dan kepercayaan masyarakat Bugis, mendiskusikan keterkaitan antara temuan dari tujuan diatas atas dukungan keterangan lontaraq akan mengisi pembahasan bab VI. Hasil dan pembahasan penelitian disetiap bab dimaksud di atas disusun dengan cara menyajikan pengantar dan metode yang ditempatkan di bagian awal disusul oleh pembahasan inti dan diakhiri dengan kesimpulan di bab terakhir. Seluruh laporan penelitian disertasi ini terdiri dari 7 bab. Bab I, II, dan III sebagai pendahuluan, tinjauan pustaka dan metode penelitian. Bab IVdan V adalah pembahasan temuan. Bab VI adalah bab pembahasan temuan. Bab VII adalah kesimpulan dan saran. Urutan susunan laporan penelitian diuraikan secara berturut sebagai berikut; a.
Bagian Pertama sebagai pendahuluan yang memuat latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, Tinjauan pustaka, dan Metode Penelitian.
b.
Bagian Kedua mengungkapkan gambaran umum sistem struktur bangunan rumah tua diseluruh kawasan hunian masyarakat Bugis Sulawesi Selatan.
c.
Bagian Ketiga mengungkapkan karekteristik 29system struktur spesifik rumah Bugis di Sulawesi Selatan dan perubahannya.
d.
Bagian Keempat mengungkapkan tinjauan perubahan pola sistim struktur rumah Bugis, secara struktural dan arsitektural.
e.
Bagian Kelima kesimpulan, saran dan penutup.
29
