BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Masa balita ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat, disertai dengan perubahan kebutuhan zat gizi. Selama periode ini, balita tergantung sepenuhnya pada perawatan dan pemberian makanan oleh ibunya (Wulandari, 2004). Salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita adalah gizi kurang yaitu suatu masalah teknis umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran, merupakan bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Depkes RI, 2000). Kepmenkes (2010) menyatakan, masalah gizi sangat mengancam kualitas sumber daya manusia di masa mendatang. Gizi kurang dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi yang perlu lebih diperhatikan adalah pada kelompok bayi dan balita. Pada usia 0-2 tahun merupakan masa tumbuh kembang yang optimal (golden period) terutama untuk pertumbuhan jaringan otak, sehingga bila terjadi gangguan pada gizi masa ini akan berpengaruh
negatif
pada kualitas generasi penerus.
Masalah gizi berbeda dengan masalah penyakit, dimana keadaan gizi kurang tidak terjadi secara tiba-tiba. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak dengan status gizi kurang berasal dari anak yang sehat. Perjalanan anak yang sehat menjadi gizi kurang memerlukan waktu paling tidak sekitar 3 sampai 6 bulan, yang ditandai dengan kenaikan berat badan yang tidak cukup (Rikhanurul, 2010).
1
2
Penyebab timbulnya kurang gizi dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung yaitu makanan anak yang tidak seimbang dan adanya penyakit infeksi yang diderita anak. Penyebab tidak langsung yaitu tidak cukupnya ketahanan pangan di keluarga, tidak memadainya pola pengasuhan anak dan tidak memadainya sanitasi, air bersih, serta pelayanan kesehatan dasar (Azwar S, 2005). Faktor penyebab tidak langsung ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan (PPGM Dinkes Prov. Jatim). Menurut Samhadi (2007), tingginya prevalensi anemia gizi pada wanita dan anak-anak ini akhirnya menciptakan lingkaran setan. Wanita penderita gizi kurang akan melahirkan anak dengan berat badan rendah yang rentan terkena infeksi dan kematian. Jika bertahan hidup, anak dengan bobot lahir rendah ini tidak akan mampu tumbuh dan berkembang secara optimal, mengalami gangguan kecerdasan, dan mengakibatkan potensi putus sekolah kemungkinan menjadi tinggi. Pengaruh lebih lanjut adalah pada usia dewasa tidak produktif sehingga akhirnya hanya akan menjadi beban bagi keluarganya dan juga perekonomian (Samhadi, 2007). Salah satu kendala untuk menurunkan angka prevalensi gizi kurang di Indonesia yaitu rendahnya perilaku orang tua dalam memberikan gizi pada balita (Depkes RI, 1995). Menurut Teori Lauwrence Green yang dikutip Notoatmodjo (1993:102) perilaku dapat dipengaruhi oleh faktor predisposisi yaitu sikap. Sikap dikatakan suatu
respon evaluatif.
Respon hanya akan timbul apabila individu
dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif
berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbul
didasari oleh proses evaluasi diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan-tidak, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek sikap (Azwar, 2005).
3
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap orang tua dalam meningkatkan status gizi balita antara lain pengalaman pribadi, pengaruh orang lain, media massa, lembaga pendidikan dan agama, kebudayaan, serta emosional (Azwar, 2005). Dalam hal ini orang tua atau masyarakat dalam proses pendidikan dapat memperoleh pengalaman atau pengetahuan melalui berbagai hal, yaitu: melalui media massa yang dianggap penting. Hal ini sangat mempengaruhi pembentukan sikap orang tua dalam memberikan asupan makanan yang bergizi pada anaknya untuk meningkatkan status gizinya. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti di wilayah kerja Puskesmas Dinoyo, Fokus kajian berada di kelurahan Merjosari oleh karena jumlah balita dalam kondisi BGM (Balita di bawah Garis Merah) sebanyak 24 kasus. Angka tersebut merupakan penyumbang terbesar dari total jumlah BGM di kota Malang yang saat ini tercatat 70 kasus.(Sumber data Puskesmas Dinoyo, 2009). Untuk mendapatkan gambaran nyata dari fenomena yang ada maka perlu dilakukan kajian terhadap ”Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pembentukan Sikap Orang Tua dalam Meningkatkan Status Gizi Balita di Kelurahan Merjosari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang”. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah sikap orang tua dalam meningkatkan status gizi balita di Kelurahan Merjosari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang?
2.
Faktor apa saja yang menyebabkan pembentukan sikap orang tua dalam meningkatkan status gizi balita di Kelurahan Merjosari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang?
4
3.
Faktor apa yang paling dominan yang menyebabkan pembentukan sikap orang tua dalam meningkatkan status gizi balita di Kelurahan Merjosari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor pembentukan sikap orangtua dalam meningkatkan status gizi balita di Kelurahan Merjosari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. 1.3.2. Tujuan Khusus 1
Mengidentifikasi sikap orang tua dalam meningkatkan status gizi balita di Kelurahan Merjosari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang?
2
Mengidentifikasi faktor apa saja yang menyebabkan pembentukan sikap orang tua dalam meningkatkan status gizi balita di Kelurahan Merjosari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang?
3
Mengidentifikasi faktor yang paling dominan yang menyebabkan pembentukan sikap orang tua dalam meningkatkan status gizi balita di Kelurahan Merjosari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang?
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Perawat Digunakan sebagai bahan informasi atau acuan agar dapat membantu menangani permasalahan yang dialami oleh orangtua dalam meningkatkan status gizi balitanya agar tidak terjadi kekurangan gizi. 1.4.2
Bagi Pemerintah
Dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan pengambilan kebijakan, terutama dalam menangani berbagai permasalahan status gizi balita. Gizi balita harus
5
ditingkatkan mengingat balita merupakan bagian dari generasi pemuda penerus bangsa kedepan. 1.4.3
Bagi Peneliti Selanjutnya Dapat digunakan sebagai sumber informasi atau data penelitian selanjutnya.
1.4.4
Bagi Masyarakat
a. Memberikan informasi kepada masyarakat luas terutama orangtua yang memiliki balita sehingga menjadi acuan dalam memberikan asupan makanan yang bergizi untuk balitanya. b. Memberikan kesadaran kepada masyarakat terutama orangtua yang memiliki balita untuk lebih ikut berperan serta dalam mengatasi permasalahan gizi balita. 1.4.5
Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman dalam melaksanakan penelitian tentang faktor-faktor pembentukan sikap orang tua dalam meningkatkan status gizi balita. Dengan mengetahui faktor-faktor pembentukan sikap akan dapat dipilih metode-metode pendidikan yang tepat untuk mengubah sikap ibu dalam meningkatkan status gizi balita dan penelitian ini sangat berguna dalam penyusunan Tugas Akhir. 1.5 KEASLIAN PENELITIAN 1. Hubungan antara pendapatan keluarga dan pola asuh gizi dengan status gizi anak balita di Betokan Demak, Asri Rokhana, 2005 Dari hasil uji Chi Square sebesar 5.577 dengan signifikan 1% diperoleh nilai kritik sebesar 13.28 yang artinya tidak ada hubungan antara pendapatan dengan status gizi. Dari data pola asuh dan status gizi ditunjukkan dari hasil Chi Square 18.379 dengan signifikan 1% diperoleh nilai kritik 9.21 berarti ada hubungan yang signifikan antara pola asuh gizi dan status gizi
6
2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan KEK pada ibu hamil di kabupaten Banjarnegara, Halym Surasih, 2006 Dari hasil analisis bivariat diperoleh: jumlah konsumsi energi {p=0,000 CC=0,390 OR=9,793(95% CI=2,967-32,320}, usia ibu hamil{p=0,015 CC=0,239 ) OR= 3,298(95% CI= 1,225- 8,879)}, beban kerja ibu hamil{p=0,001 Cc=0,329 OR=6,545(95% CI=2,054- 20,861)},pendapatan Seluarga{p=0,000 CC=0,340 OR=5,12(95%
CI=2,010-13,040)}
pengetahuan
ibu
tentang
gizi(p=0,007),
paritas(p=0,375), jarak kelahiran (p=0,900),penyakit infeksi(p=0,123). 3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi penderita KEP berat Pasca rawat inap dirumah sakit dokter Karyadi Semarang, Priyanto, 2005 Ada hubungan (+) antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi dengan nilai probabilitas 0,012(<0,05)dgnCC+0,473, ada hubungan (+) antara kecukupan protein dengan status gizi. Probabilitas 0,010(<0,05) dgn CC+0,489, ada hubungan (-) yg signifikan antara penyakit infeksi, Probabilitas 0,012(<0,05) dengan CC-0,495 dan tidak ada hubungan. Yang signifikan antara tingkat pendapatan dengan status gizi, Probabilitas 0,344(>0,05). 4. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita pada Keluarga Petani di Desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo, Dewi Andarwati, 2007. Ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita pada keluarga petani Desa Purwojati, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo tahun 2007. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita pada keluarga petani Desa Purwojati, Kecamatan Kertek, Kabupaten wonosobo tahun 2007. Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita pada keluarga petani Desa Purwojati, Kecamatan Kertek, Kabupaten
7
Wonosobo tahun 2007. Tidak ada hubungan antara besar keluarga dengan status gizi balita pada keluarga petani Desa Purwojati, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo tahun 2007. Tidak ada hubungan antara status pekerjaan ibu dengan status gizi balita pada keluarga petani Desa Purwojati, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo tahun 2007. Tidak ada hubungan antara pantangan makan balita dengan status gizi balita keluarga petani Desa Purwojati, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo tahun 2007, sebab 100% balita responden tidak mempunyai pantangan makan. Ada hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi balita keluarga petani Desa Purwojati, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo tahun 2007. Ada hubungan antara
tingkat konsumsi protein dengan status gizi balita
keluarga petani Desa Purwojati, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo tahun 2007.