BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi seperti saat sekarang ini merupakan wujud dari perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di dalamnya manusia bergerak menuju ke arah terwujudnya satu masyarakat manusia yang mencakup seluruh dunia (satu masyarakat global). Peningkatan taraf kehidupan masyarakat serta tingkat kecerdasan dari masyarakat bisa dikatakan menyentuh tujuan pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 Amandemen keempat alinea keempat yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan nasional sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sedikit banyak diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan Negara yang berkedaulatan rakyat dan demokratis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen keempat. Pembangunan di bidang hukum adalah salah satu aspek pembangunan yang diharapkan dapat terus berlanjut demi terwujudnya kemaslahatan umat.
Pembangunan tersebut harus menjamin terwujudnya ketertiban dalam masyarakat atau Negara, karena tidak dapat dielakan lagi bahwa ketertiban adalah tujuan yang paling utama sehingga dapat menjadi pondasi sebagai awal terbentuknya kehidupan manusia yang teratur. Hukum pengayoman
berfungsi
sebagai
sarana
pembaharuan
masyarakat
dan
masyarakat.1 Hukum perlu dibangun secara terencana agar
hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat dapat berjalan secara serasi, seimbang, selaras dan pada gilirannya kehidupan hukum mencerminkan keadilan, kemanfaatan sosial dan kepastian hukum.2 Prinsip Negara Hukum yang menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum menuntut bahwa lalu-lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seorang sebagai subyek hukum dalam masyarakat. Masyarakat membutuhkan seseorang (figuur) yang keterangan-keterangannya dapat diandalkan, dapat dipercaya, yang tanda tangannya serta segelnya memberikan jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat hukum yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau unimpeachable), yang tutup mulut, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindungi di masa mendatang.3 Demi mengakomodir prinsip di atas Negara tidak bisa berjalan sendiri. Ada perangkat-perangkat yang harus menggerakkannya. Terutama demi memenuhi
1
Mochtar Kusumaatmaja, 1986, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Bina Cipta, Bandung, hlm. 2. 2 Liliana Tedjosaputro, 1994, Etika Profesi Notaris dalam Penegakan Hukum Pidana, Bigraf Publishing, Yogyakarta, hlm. 4. 3 Tan Thong kie, 2007, Studi Notariat dan Serba-serbi Praktek Notaris, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hlm. 162.
kebutuhan masyarakat akan alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seorang sebagai subyek hukum dalam masyarakat maka tidak dapat dielakkan lagi, keberadaan Notaris memang sangat diperlukan. Terbukti dengan adanya pelaksanaan pemerintahan yang merupakan tugas negara diambil alih oleh Notaris, yaitu pembuatan akta otentik dan menyimpan arsip negara. Berangkat dari hal tersebut, tepat pada tanggal 15 Januari 2014, telah ditetapkan suatu peraturan tentang kebaradaan Notaris yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Pada penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris selanjutnya disebut dengan UUJN, disebutkan pula bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik pada umumnya dilakukan karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain yang dimaksud diatas, akta otentik
juga dibuat sebagai perwujudan kehendak para pihak yang
berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajibannya. Berdasarkan Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undangundang ini. Selain akta otentik dalam hukum juga dikenal adanya akta di bawah
tangan. Akta di bawah tangan ialah akta yang dibuat sendiri oleh para pihak berdasarkan kesepakatan diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam dunia praktek kenotariatan dikenal adanya 2 (dua) macam akta, yaitu akta otentik dan akta di bawah tangan. Berkaitan dengan kewenangan Notaris, ada dua macam akta di bawah tangan antara lain, akta di bawah tangan yang disahkan (Legalisasi) dan akta dibawah tangan yang dibukukan dan didaftarkan (Waarmerking). Waarmerking merupakan istilah dari zaman belanda namun hingga sekarang masih digunakan.
Waarmerking
mempunyai definisi
yaitu
pendaftaran dengan membubuhkan cap dan kemudian mendaftarnya dalam buku pendaftaran yang disediakan untuk itu.4 Hal tersebut bisa dilihat dalam bab kewenangan, kewajiban dan larangan Pasal 15 ayat (2) huruf b UndangUndang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.5 Dibukukan dan didaftarkannya akta di bawah tangan tersebut maka Notaris sebagai pejabat yang berwenang dapat menjamin bahwa akta tersebut benar-benar ada. Penjelasan tersebut dapat menyimpulkan bahwa Notaris dalam hal ini dapat bertindak sebagai saksi yang menyatakan eksistensi akta tersebut. Pendaftaran akta menurut para pihak perlu dilakukan dengan menggunakan jasa Notaris walaupun mereka sendiri terkadang tidak mengerti untuk apa hal itu dilakukan. Waarmerking bukanlah persoalan mudah, penulis meyakini
4 5
Ida Rosida Suryana, 1999, Serba-serbi Jabatan Notaris, Unpad Press, Bandung, hlm. 19. Lihat Pasal 15 ayat (2) UUJN
bahwa hal ini harus dipahami lebih dalam. Beberapa praktisi mengatakan Waarmerking terhadap akta di bawah tangan kekuatan pembuktiannya berada setingkat di atas akta di bawah tangan biasa. Pernyataan tersebut mengartikan bahwa kegiatan membukukan akta di bawah tangan dapat mempengaruhi kekuatan dari akta tersebut. Namun menurut penulis hal tersebut masih belum jelas karena Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris tidak mengatur seperti apa rumusan redaksional untuk akta di bawah tangan yang didaftarkan (Waarmerking) dan tidak mengatur sejauh mana kekuatannya bila digunakan dalam proses pembuktian. Jika anggapan bahwa kekuatan pembuktian akta di bawah tangan yang didaftarkan berada setingkat di atas akta di bawah tangan yang tidak didaftarkan, maka perlu dicari tahu perbedaan kekuatan pembuktiannya. Seperti yang diketahui bukti tertulis merupakan bukti yang penting dalam Hukum Perdata. Akta termasuk ke dalam kategori bukti tertulis. Pendaftaran pada akta di bawah tangan harusnya juga bermanfaat bagi proses pembuktian di persidangan dibandingkan dengan akta di bawah tangan yang tidak didaftarkan karena Waarmerking dilakukan bukan tanpa alasan atau Waarmerking hanya sekedar pendaftaran akta di bawah tangan yang tidak mempunyai manfaat. Latar belakang di atas, mendorong Penulis untuk membuat karya ilmiah dalam bidang hukum dengan judul : “KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA
DI BAWAH TANGAN YANG DIDAFTARKAN (WAARMERKING) DAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TIDAK DIDAFTARKAN.” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana perbandingan kekuatan pembuktian akta di bawah tangan yang didaftarkan (Waarmerking) dengan akta di bawah tangan yang tidak didaftarkan? 2. Bagaimana mekanisme pembuktian akta di bawah tangan yang didaftarkan (Waarmerking) dengan akta di bawah tangan yang tidak didaftarkan? C. Keaslian Penelitian Untuk menilai keaslian penelitian, penulis telah melakukan penelusuran pada berbagai referensi dan hasil penelitian serta media cetak maupun elektronik. Berdasarkan penelusuran tersebut, terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan Waarmerking. 1. Tesis dengan judul “Tinjauan Hukum Terhadap Pembuktian Akta Di Bawah Tangan Dihubungkan Dengan Kewenangan Notaris Dalam Pasal 15 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris”, disusun oleh Kiagus Yusrizal.6
6
Kiagus Yusrizal, 2008, Tinjauan Hukum Terhadap Kekuatan Pembuktian Akta Di Bawah Tangan Dihubungkan Dengan Kewenangan Notaris Dalam Pasal 14 Ayat (2) Uu Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Tesis, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang.
Tesis tersebut menelaah mengenai fungsi dari akta di bawah tangan yang telah memperoleh Legalisasi, Waarmerking, Coppie Collatione serta Pengesahan Kecocokan Fotocopi sebagai alat bukti di Pengadilan dan terhadap akta di bawah tangan tersebut dapat dibatalkan oleh hakim. Kesimpulan dari tesis diatas berujung pada kewenangan Hakim dalam membatalkan akta Legalisasi dan akta Waarmerking, apabila ada permintaan dari salah satu pihak, jika tidak memenuhi unsur subjektif dan objektif suatu perjanjian dan/atau tidak memenuhi syarat dan tata cara untuk itu menurut Undang-Undang Jabatan Notaris. 2. Tesis dengan judul “Kekuatan Hukum Akta Di Bawah Tangan Yang Dibukukan (Waarmerking), Akta Di Bawah Tangan Yang Disahkan (Legalisasi) Dan Akta Notaris Yang Dibuat Oleh Notaris Di Kota Tasikmalaya” disusun oleh Cucu Setiawati Hidayat.7 Tesis tersebut menelaah mengenai perbedaan redaksional dan kekuatan hukum dari ketiga akta tersebut yang dimana ada akta yang redaksionalnya diatur oleh undang-undang dan ada yang tidak. Kesimpulan dari tesis tersebut adalah Notaris hanya menjamin sepenuhnya isi dari akta yang dibuatnya karena diatur oleh undangundang, selebihnya tidak. Selain itu akta Notaris adalah sempurna sedangkan akta yang lain bisa dikatakan sempurna bila diakui oleh para pihak.
7
Cucu Setiawati Hidayat, 2010, Kekuatan Hukum Akta Di Bawah Tangan Yang Dibukukan (Waarmerking), Akta Di Bawah Tangan Yang Disahkan (Legalisasi) Dan Akta Notaris Yang Dibuat Oleh Notaris Di Kota Tasikmalaya, Tesis, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Berdasarkan kedua tesis diatas terdapat persamaan dan perbedaan dengan yang akan diteliti oleh penulis. Persamaannya ada pada obyek yang akan dibahas, yaitu sama-sama membahas dan menganalisis mengenai akta di bawah tangan. Perbedaannya disini penulis lebih menitikberatkan pada arti penting dari pendaftaran akta di bawah tangan (Waarmerking) itu sendiri serta konsekuensi hukumnya sedangkan kedua tesis diatas menelaah tentang kewenangan Notaris dalam perihal akta di bawah tangan dan kekuatan hukum dari akta dibawah tangan, sedangkan penulis lebih menelaah kepada perbandingan dari kedua akta di bawah tangan tersebut. Dari uraian dan perbedaan-perbedaan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan dan dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. Apabila ternyata dikemudian hari ditemukan penelitian yang sama, maka diharapkan karya tulis ini dapat melengkapi karya tulis-karya tulis lain sebelumnya dan bermanfaat bagi semuanya. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan secara teoritis. Memberikan
bahan
masukan
dan
sumbangan
pemikiran
bagi
pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan bidang Kenotariatan khususnya. 2. Kegunaan secara praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi masyarakat umum dan khususnya pihak-pihak yang akan membuat akta dibawah tangan yang nantinya akan didaftarkan (Waarmerking).
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan tambahan baru bagi pihak-pihak terkait khususnya menunjang kelancaran tugas-tugas Notaris.
E. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis perbandingan kekuatan pembuktian akta di bawah tangan yang didaftarkan (Waarmerking) dengan akta di bawah tangan yang tidak didaftarkan. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme pembuktian akta di bawah tangan yang didaftarkan (Waarmerking) dengan akta di bawah tangan yang tidak didaftarkan.