BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Perkembangan internet sebagai sebagai sumber informasi pada dasawarsa terakhir ini mengalami perkembangan yang luar biasa pesatnya. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi melalui hasil penemuan-penemuannya mengakibatkan terjadi revolusi di dunia media, dimana teknologi memiliki peranan yang sangat vital dengan penyebaran informasi. Hal ini tergambarkan secara jelas dalam ketentuan perundang-undangan yang mendefinisikan Teknologi Informasi sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.1 Yang mana informasi yang disebarkan umumnya disebut sebagai “Informasi Digital”, tersimpan dan terdistribusikan melalui media-media digital terutama komputer dan jaringan internet. Internet sendiri saat ini merupakan media terbesar yang dapat diandalkan untuk menyimpan milyaran bahkan triliunan informasi dalam format digital. Informasi digital dapat berupa teks, gambar, suara, maupun gambar gerak (video) digital yang ditransmisikan secara elektronik maupun online oleh sebuah system, mekanisme inilah yang kemudian menjadi awal proses era baru
1
Pasal 1 Angka 3, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
1
diberbagai bidang termasuk komunikasi dan pemasaran.2 Sehubungan dengan hal tersebut, Alvin Toffler seorang pakar asal Amerika Serikat di bidang Revolusi Digital dan Komunikasi mengatakan bahwa masyarakat di era digital disebut sebagai Masyarakat Informasi (Information society).3 Masyarakat Informasi yang menjadi objek dalam penelitian ini dikategorikan sebagai masyarakat yang memiliki keterkaitan erat dengan proses produksi, distribusi, konsumsi atas informasi digital berbasis teknologi Informasi di dunia internet, khususnya ketika pengolahan informasi teknologi telah banyak mempengaruhi dan memberikan implikasi terhadap segala aspek kehidupan dalam kehidupan masyarakat tersebut, yang meliputi sektor ekonomi, budaya, agama, pendidikan dan lainnya. Teknologi yang diciptakan berkembang seiring dengan kebutuhan manusia untuk memudahkan hidup dari sebelumnya.4 Kegiatan teknologi informasi dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk saling komunikasi, dimanfaatkan untuk penyebaran dan pencarian data, dimanfaatkan untuk kegiatan belajar mengajar, dimanfaatkan untuk memberikan pelayanan, dimanfaatkan untuk melakukan transaksi bisnis.5
2
Sulistyo- Basuki. 2012. “Literasi Informasi dan Literasi Digital.” ISIPII Workshop Proceedings. Retrieved June 18, 2013 (http://sulistyobasuki.wordpress.com/2013/03/25/literasi-informasi-danliterasi-digital/) 3 Budi Agus Riswandi, Hukum Cyberspace, (Yogyakarta: Gita Nagari, 2006), hlm. 8. 4 Hikmahanto Juwana, Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm 23. 5 Abdul Halim Barkatullah, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce Lintas Negara di Indonesia (Yogyakarta: Pasca Sarjana UII dengan FH UII Press, 2009), hlm 1.
2
Masyarakat informasi sebagai pengguna teknologi Informasi biasa dikenal dengan sebutan netizan, dimana mayoritas penggunanya di Indonesia berada di rentang usia 15 – 35 tahun, dengan jumlah pengguna internet di Indonesia melalui pendataan terakhir (2013) dari data penelitian oleh MarkPlus telah mencapai lebih dari 80 juta jiwa di Indonesia. Perkembangan teknologi ini telah menjawab tantangan terbesar di awal era milenia yaitu kecepatan informasi, dimana setiap orang dapat saling berbagi informasi, berkolaborasi, dan berinteraksi dengan tanpa terpisah ruang dan waktu. Pada awal milenia internet menyediakan sebuah media informasi digital yang menyediakan kesegaran dan spontanitas komunikasi seperti halnya televisi dan telepon, yang kemudian menggabungkan semuanya dengan kedalaman dan keluasan jangkauan informasi digital. Perkembangan informasi digital semakin meluas dengan konsep interaksi langsung pengguna, lahirnya Social Media atau dikenal dengan Media Jejaring Sosial, merupakan sebuah fenomena perkembangan teknologi informasi digital di dunia informasi elektronik yang menyentuh langsung kepada masyarakat (sebagai end user) dengan segala kemudahan, kecepatan dan cakupan penyebaran informasi elektronik yang begitu luas. Hal di atas relevan dengan pendapat Ahmad M. Ramli dalam pidato pengukuhan guru besar beliau yang menyatakan bahwa “Teknologi Informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia 3
secara global. Disamping itu, perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung demikian cepat.”6 Bila dilihat dari perjalanan sejarah perkembangan teknologi, trend teknologi ini dimulai di tahun 1995 melalui situs GeoCities yang melayani web hosting (layanan penyewaan penyimpanan data-data website agar website dapat diakses dari manapun), untuk para pengguna individu yang hanya ingin membuat profil pribadi untuk diunduh ke dunia maya termasuk para pelaku usaha baik sebagai identitas digital usahanya di internet pada saat itu maupun sarana pemasaran sederhana. Pada tahun 1997 munculah social media pertama yaitu Sixdegree.com dan Classmates.com. namun beberapa hanya menjadi trend sesaat dan lebih menampilkan unsur individual. Namun yang menarik perhatian ialah lahirnya di tahun tersebut ialah munculnya trend situs pribadi yang lebih user friendly, dikenal dengan sebutan “Blog” yang mana si pengguna dikenal dengan identitas “Blogger”, bahkan tidak di pungkiri teknologi Blog menjadi layaknya kanvas digital yang hingga saat ini masih menjadi idola dalam berkreasi web pribadi dan si pengguna bisa memuat hal tentang apapun. Seiring dengan maraknya perkembangan Blog di dunia digital, memasuki tahun 2002 lahir media sosial “Friendster” yang secara fenomenal mendominasi
6
Ahmad M. Ramli, Cyber Law dan HAKI, Dalam Sistem Hukum Indonesia, (Bandung, Refika Aditama, 2004), hlm 1.
4
informasi elektronik di era tersebut, trend Blog pun di akomodir dengan beberapa fitur nya, basis yang digunakan masih tetap sama yaitu berbasis web, namun fungsinya sebagai kolom identitas diri menjadi lebih dominan dan menarik dalam berinteraksi. Di Era ini perkembangan basis fungsi “chatting” dan “Profile Individual” serta “Blogging” diakomodir menjadi satu, tentunya sebuah cikal bakal perkembangan komunikasi digital di segala aspek (sosial, pendidikan, politik, agama dan ekonomi) yang tentunya tidak lama lagi menjadi pasar potensial bagi banyak pihak termasuk pelaku usaha diseluruh dunia. Hingga saat ini teknologi komunikasi semakin berkembang, beragam Media Jejaring Sosial dengan berbagai karakter dan kelebihan masing-masing semakin ramai terlihat di dunia digital, seperti LinkedIn, MySpace, Facebook, Twitter, Google+, yang ditunjang dengan perkembangan teknologi perangkat komunikasi yang mempermudahkan penggunaan teknologi secara mobile. Pertambahan jumlah Masyarakat Informasi kian membawa pergeseran informasi kepada piranti digital menjadi sangat sentral di masyarakat, seluruh faktor penunjang di bidang teknologi sebagimana telah dipaparkan sebelumnya, telah menciptakan kemudahan penyebaran informasi di dunia internet, sebuah fenomena kondisi yang ikut mempengaruhi perkembangan dunia bisnis, terutama pada paradigma baru dalam hal pemasaran oleh pelaku usaha, kondisi ini ditandai oleh peningkatan intensitas kegiatan promosi produk dan jasa melalui jalur teknologi Informasi di beberapa sektor bisnis, preferensi ini juga 5
ditunjang dengan kemudahan akses penyebaran informasi melalui teknologi informasi yang semakin hari semakin mudah untuk diaplikasikan oleh beragam lapisan masyarakat sebagai penerima atau pencari informasi, pemerintah sebagai regulator fungsi, hingga pelaku usaha sebagai penyebar informasi bisnis tertentu. Seperti halnya di dunia nyata, hampir seluruh varian produk dapat dijumpai di internet, kondisi perkembangan di dunia maya bahkan diakselerasi dengan munculnya beragam aplikasi komunikasi yang mampu menyentuh interaksi langsung pengguna internet, hingga pergeseran pola pencarian informasi masyarakat dari konvensional ke internet serta perkebangan teknologi alat komunikasi (gadget) yang semakin menunjang akses ke dunia internet. Perkembangan pasar di dunia maya yang menyediakan beragam varian produkproduk milik pelaku usaha, juga menjadi momentum perkembangan dunia komunikasi. Beberapa produk pelaku usaha umumnya tidak lagi memerlukan pengaturan khusus, namun untuk beberapa produk tertentu regulasi yang sama di dunia nyata juga tetap berlaku, hal ini juga berlaku pada metode komunikasinya yang juga akan memiliki restriksi yang hampir serupa dengan dunia nyata, termasuk pula tataran kode etik yang harus selalu terjaga. Mekanisme komunikasi ini akan sangat menuntut perkembangan dalam sarana prasaran internet di masyarakat, kemudahan akses dan juga kualitas transfer informasi akan menjadi sorotan dalam pengembangan sarana dan 6
prasarana teknologi yang begitu fleksible dan dinamis ini yang terjalin dalam penyampaian informasi ialah dari pelaku usaha kepada masyarakat, kategori digital mendapati kemudahan dalam menggunakan media publikasi internet yang membuat kreativitas sebuah promosi melampaui batas EPI (Etika Pariwara Indonesia) yang telah disepakati oleh Organisasi Periklanan dan Media Massa. Permasalahan lain muncul saat informasi di dunia digital berjalan dengan begitu cepat, internet memang membuka peluang interaksi penggunanya dengan sangat terbuka, dan pelaku usaha harus sangat memahami keikutsertaan partisipasi masyarakat yang semakin besar ini. Dengan sendirinya pola pemasaran mulai berubah dari bentuk tradisional (offline) menjadi pemasaran melalui mekanisme informasi digital (online), keterlibatan masyarakat informasi juga bergeser dari involuntary menjadi voluntary, masyarakat secara sukarela (voluntary) akan mencari informasi tentang produk atau jasa yang dibutuhkannya, memproses informasi sesuai dengan ketertarikannya dan juga bersikap lebih interaktif. Kondisi tersebut membentuk rasa keterlibatan tinggi terhadap produk atau jasa, terhadap produk apapun yang dikendakinya di pasaran dunia maya. Hasilnya adalah era baru interaksi antara produsen, intermediari pasar, dan konsumen. Respon pelaku usaha yang dengan memulai aktivitas-aktivitas pemasaran di dunia digital, melahirkan beragam kegiatan baru di dunia pemasaran seperti 7
Social Media Maintenance, Social Media Endorsement dan Social Media Activation sebagai strategi pemasaran berbasis komunikasi digital, atau yang biasa dikenal sebagai “Digital Marketing” atau Pemasaran Digital. Pemasaran digital adalah suatu usaha untuk mempromosikan sebuah merek dengan menggunakan media digital yang dapat menjangkau konsumen secara tepat waktu, pribadi, dan relevan. Tipe pemasaran digital mencakup banyak teknik dan praktik yang terkandung dalam kategori pemasaran internet. Dengan adanya ketergantungan pemasaran tanpa internet membuat bidang pemasaran digital menggabungkan elemen utama lainnya seperti ponsel, SMS (pesan teks dikirim melalui ponsel), menampilkan iklan spanduk, dan digital luar. Pemasaran digital turut menggabungkan faktor psikologis, humanis, antropologi, dan teknologi yang akan menjadi media baru dengan kapasitas besar, interaktif, dan multimedia. Hasil dari era baru berupa interaksi antara produsen, perantara pasar, dan konsumen. Pemasaran melalui digital sedang diperluas untuk mendukung pelayanan perusahaan dan keterlibatan dari konsumen.7 Pemasaran Digital juga turut ditandai dengan munculnya berbagai Digital Agency, baik di dunia maupun di Indonesia, yang menawarkan jasa konsultasi usaha atau bisnis yang berkaitan dengan dunia digital, misalnya dalam ruang lingkup kerja marketing, promosi, teknologi, kreatif, development dan lain sebagainya. Pemasaran Digital berkembang menjadi strategi yang sangat 7
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemasaran_digital, diakses tgl.15 April 2014.
8
popular dan digunakan oleh hampir sebagian besar pelaku usaha di seluruh dunia. Ironisnya banyak pebisnis ataupun korporasi yang belum menyadari kode etik maupun aspek hukum yang lahir di dalamnya, dampak dari meningkatnya dunia internet dan teknologi yang membuat internet menjadi market yang sangat prospektif dinilai sebagai euforia yang juga ditunjang dengan belum adanya regulasi terkait hingga kwartal kedua tahun 2008. Digital marketing merupakan strategi bisnis melalui internet sebagai akibat dari lajunya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi, membawa banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat. Perubahan sosial yang berlangsung sedemikian cepat, berkembang seiring dengan peradaban manusia. Manusia membutuhkan rasa tertib, rasa aman dan kehidupan yang harmonis, sehingga keberadaan hukum dalam komunitas masyarakat menjadi sangat penting. Adagium hukum mempertegas dengan pernyataannya “ibis ius ubi societies”, yang artinya bahwa hukum pada dasarnya senantiasa berinteraksi dengan kehidupan masyarakat.8 Dampak dari perubahan tersebut di atas adalah munculnya persoalan hukum baru sesuai dengan kemajuan teknologi, yang memerlukan pemecahan yang baru pula. Masyarakat informasi (information society) membutuhkan hukum yang mampu menyesuaikan diri sesuai dengan kemajuan teknologi yang terus berlangsung. Penyesuaian hukum dapat berupa penerapan hukum itu 8
Budi Agus Riswandi, Hukum Cyberspace, (Yogyakarta, Gita Nagari, 2006), hlm. 7.
9
sendiri, atau lebih dari itu dapat juga berupa upaya melakukan pembentukan hukum baru atau dalam bahasa hukum dikenal dengan istilah legislasi hukum.9 Seharusnya hukum dapat menjadi kontrol sosial agar segala hal berjalan dengan harmonis dan dinamis meskipun memiliki implikasi yang berbeda. Hukum pada saat digunakan seharusnya mampu mencapai fungsi dan tujuan hukum, oleh karenanya ada 2 (dua) hal yang perlu diperhatikan pada saat kita membahas hukum atau aturan di bidang internet, yakni infrastruktur dan konten (materi). Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang infrastruktur, yakni peraturan hukum tentang telekomunikasi dan penyiaran serta ketentuan tentang frekuensi radio dan orbit satelit. Sementara itu pada bagian konten (materi), pemerintah telah mengeluarkan banyak peraturan yang berhubungan dengan pemanfaatan internet sebagai media informasi antara lain tentang perlindungan konsumen, perbankan, asuransi, hak kekayaan intelektual, pokok pers, ketentuan pidana dan perdata.10 Saat ini “Nilai Agama”, “Sosial Budaya” dan “Etika/Moral” terdengar begitu
abstrak
jika
bersinggungan
dengan
aktifitas
bisnis
termasuk
promosi/periklanan, hal ini menjadi sangat menarik untuk diperhatikan karena iklan dapat berdampak besar bagi masyarakat, umumnya kegiatan promosi akan men-sasar sisi Kepribadian dan Emosional target konsumen, oleh karenanya materi promosi bisa sangat berpengaruh dalam pembentukan persepsi dan sikap 9
Budi Agus Riswandi, Op. cit., Hlm.18. Aspek Hukum Dalam Internet, http://belajarintoday.blogspot.com/2013/03/aspek-hukum-dan-etikadalam-internet.html, diakses tgl. 20 April 2014. 10
10
umum khalayak. Sebagai contoh bagaimana promosi produk kue/makanan merk “Oreo” mampu merubah gaya makan anak-anak menjadi sesuai dengan keinginannya menyenangkan, ada pula iklan air mineral “Ades” yang mengubah kebiasaan masyarakat untuk meremas/meremukan botol kemasan air dalam konteks kepedulian lingkungan, atau bagaimana brand merek “Sari Wangi” menyampaikan pesan kepada masyarakat mengenai pentingnya kenyamanan dalam berkomunikasi yang digambarkan dengan waktu menikmati secangkir teh diiringi slogan kampanye “mari bicara”. Namun sangat disayangkan beberapa materi promosi juga berpotensi negatif di masyarakat khususnya terhadap budaya masyarakat Indonesia, sebagai contoh kampanye salah satu produk kondom yang mengedepankan slogan “safety can be fun”, yang apabila diartikan secara bebas tanpa filtering yang baik, dapat merugikan beberapa pihak yang mengkampanyekan “nilai-nilai positif dalam pergaulan yang sesuai dengan budaya Indonesia”. Permasalahan mulai muncul ketika iklan bertentangan dengan ajaranajaran moral dan agama. Masyarakat yang masih mengedepankan moral dan agama, hal yang secara jelas bertentangan dengan ajaran moral dan agama adalah pornografi dalam iklan. Mereka beranggapan bahwa pornografi yang diekspos itu merupakan sisi gelap dari kodrat manusia, yang oleh para pemuka agama disebut sebagai “dosa besar”, dan ini merupakan pelecehan terhadap martabat manusia. Oleh karena itu, iklan yang bernuansa kekerasan juga 11
dianggap bertentangan dengan ajaran moral serta agama, dengan alasan yang kurang lebih sama seperti pada pornografi. Potensi besar iklan dalam mempengaruhi persepsi dan kebiasaan masyarakat, tentunya harus mendapat perhatian khusus oleh pemerintah, artinya pemerintah harus menjalankan fungsinya sebagai pengatur tatanan kehidupan dengan segala kepentingan yang ada didalamnya, sehingga tidak merugikan pihak satu dengan yang lainnya. Landasan etika dan moral akhirnya menjadi begitu disorot, dari mulai etika antara para pelaku usaha ataupun etika antara pelaku usaha dengan majemuknya kepentingan di masyarakat. Memperhatikan hal telah dicontohkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa antara kegiatan pemasaran/promosi baik di dunia konvesional maupun digital haruslah memiliki dasar pertimbangan efeknya terhadap sosial budaya dan etika. Seperti halnya teori pemasaran konvensional, dalam aktivitas pemasaran digital juga terdapat istilah AIDA (Awareness, Interest, Desire, dan Action), teori ini digunakan dalam proses memperkenalkan produk atau jasa ke pasar (konsumen). 11 1)
Awareness (Kesadaran), Dalam ranah digital, pemasar membangun kesadaran konsumen dengan memasang iklan terlebih dahulu di media online, seperti Detik.com.
2)
Interest
(Ketertarikan),
Ketertarikan
muncul
setelah
membangun
kesadaran pada konsumen. Sistem offline, konsumen langsung mencari 11
Wikipedia http://id.wikipedia.org/wiki/Pemasaran_digital, diakses tgl. 20 April 2014.
12
informasi di pasar. Sistem online, konsumen mencari tahu tentang produk melalui mesin pencari (Google, Yahoo!, dll) dan jejaring sosial (Facebook, Twitter, dll). 3)
Desire (Keinginan), Timbul keyakinan pada konsumen sehingga berkeinginan untuk mencoba produk atau jasa. Sistem online ditandai dengan mencari keterangan lengkap tentang produk atau jasa melalui situs web.
4)
Action (Tindakan), Tahap terakhir sebagai penentuan dari pihak konsumen terhadap produk atau jasa. Upaya pemasaran digital dalam mencari “Awareness” di segmen pasar
yang dituju merupakan tantangan tersendiri bagi para pelaku usaha, ditengah persaingan usaha yang begitu ketat terhadap beberapa varian produk tertentu, pelaku usaha sering terjebak dalam kreatifitas yang berlebihan dan bahkan dengan sengaja mencari celah hukum. Pertarungan di fase awal pemasaran sangat menentukan terbangun atau tidaknya atensi segmen pasar yang dituju. Basis demografi pengguna di dunia internet pun menjadi kendala tersendiri dalam melakukan pemetaan segmen target yang dituju oleh pelaku usaha, inilah yang menjadi salah satu pertimbangan bagi beberapa pelaku usaha untuk menyebarkan materi promosi secara masif untuk mendapatkan perhatian dari konsumen, bahkan tanpa menghiraukan kode etik yang berlaku di dunia
13
periklanan, atau hanya memperhatikan keinginan masyarakat yang dituju semata tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat yang lain. Sebagaimana
telah
disinggung
sebelumnya,
bahwa
pemanfaatan
teknologi informasi menimbulkan kecenderungan terhadap perubahan sosial, diharapkan perubahan sosial tersebut dapat mengarah kepada aspek-aspek yang bersifat konstruktif di masyarakat, jadi apabila perkembangan teknologi informasi justru mengakibatkan perubahan nilai-nilai sosial yang mengabaikan moral dan norma yang hidup di budaya masyarakat itu sendiri, maka hukum harus mampu menjadi jembatan untuk mengembalikan kondisi sosial menuju koridor yang sesuai dengan nilai sosial yang sesuai dengan moral dan norma yang berlaku. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, perlu kiranya dilakukan penelitian terhadap permasalahan yang ada melalui tulisan hukum yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Ketiga (Masyarakat) Dalam Promosi Produk Tertentu Melalui Mekanisme Informasi Digital”
14
B.
Perumusan Permasalahan Adapun rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1)
Apa kriteria promosi produk digital yang dinilai sebagai pelanggaran terhadap hak pihak ketiga (Masyarakat)?
2)
Bagaimana bentuk sanksi yang dijatuhkan dalam hal terjadi pelanggaran yang merugikan pihak ketiga (masyarakat)?
3)
Sejauh mana hukum positif Indonesia mampu mencegah dan melindungi masyarakat terhadap potensi pelanggaran dan/atau pelanggaran atas hak sosial budaya dan perkembangan etika pada kegiatan promosi produk secara digital?
C.
Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Kampus Jakarta, dan penelusuran melalui
internet,
belum
pernah
ada
dilakukan
penelitian
mengenai
“Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Ketiga (Masyarakat) Dalam Promosi Produk Tertentu Melalui Mekanisme Informasi Digital”.
15
D.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat, baik secara teoritis maupun praktis : 1)
Manfaat teoritis, yaitu memberikan masukan dan perluasan khasanah ilmu hukum, nilai sosial dan budaya pada umumnya, dan Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), pada khususnya.
2)
Manfaat praktis, yaitu diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembentuk undang-undang, penegak hukum,
praktisi hukum, pelaku
usaha dan masyarakat, agar hukum dapat menjaga mekanisme bisnis yang layak dan mampu melindungi nilai sosial dan budaya di masyarakat.
E.
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai penulis dengan adanya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1)
Untuk mengetahui apa kriteria promosi produk digital yang dinilai sebagai pelanggaran terhadap hak pihak ketiga (Masyarakat).
2)
Untuk mengetahui bentuk sanksi apa yang tepat yang harus dijatuhkan dalam hal terjadi pelanggaran yang merugikan pihak ketiga (masyarakat).
3)
Untuk mengetahui sejauh mana hukum positif Indonesia mampu mencegah dan melindungi masyarakat terhadap potensi pelanggaran dan/atau pelanggaran atas hak sosial budaya dan perkembangan etika pada kegiatan promosi produk secara digital. 16
F.
Kerangka Konsepsional Landasan konsep pemikiran keseluruhan dalam penulisan tesis ini adalah teori-teori yang menjabarkan mengenai promosi produk tertentu melalui mekanisme informasi digital oleh pelaku usaha dalam mekanisme pemasaran digital (digital marketing), untuk kemudian dikaitkan dengan interaksi yang terjadi antara pemberi informasi dan penerima informasi guna menidentifikasi letak potensi timbulnya kerugian dan langkah perlindungan hukum terhadap pihak ketiga (masyarakat) dalam promosi produk tertentu melalui mekanisme informasi digital, dengan landasan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang teknologi informasi (IT). Konsep pemikiran pertama ialah dari sudut pandang alur peristiwa sebagai berikut, dalam dunia bisnis terdapat proses untuk membangun kesadaran publik terhadap merek atau identitas suatu produk (brand awareness). Pembangunan kesadaran brand akan dilakukan oleh Marketing and Promotion staff melalui fungsi Public Relations dengan menggunakan Social Media (Twitter, Facebook, dll) agar masyarakat mendapatkan informasi dan image yang baik seputar barang dan jasa yang dipasarkan, kegiatan tersebut merupakan bagian dari periklanan. Iklan ialah produk dari kreatifitas tim Public relations, tim inilah yang menyiapkan materi untuk beragam kebutuhan termasuk pemasaran, iklan yang baik ialah iklan yang pesannya dapat diterima dengan baik oleh target 17
pemirsanya, sebab tujuan utama iklan selain penjualan ialah bermaksud untuk membangun kesadaran terhadap brand dengan menyampaikan pesan atau pandangan yang dimiliki perusahaan. Namun dalam menyampaikan pesan atau pandangan itu, perusahaan tidak bisa sekedar memberitahukan saja informasi yang ada.12 Teori persuasi ini menegaskan bahwa untuk meyakinkan publik diperlukan teknik dan taktik khusus, misalnya memberikan artikel-artikel tentang kesehatan, tentang makanan, dsb. Disinilah pentingnya Perusahaan melalui Public Relations Officer merancang informasi seperti apa dan kata-kata apa yang akan digunakan dalam proses membujuk dan meyakinkan publik. Media periklanan begitu beragam, termasuk melalui social media, kepentingan perusahaan untuk semakin pandai mengemas informasi yang meyakinkan pemirsa, dengan ditambah dengan kekuatan social media yang penyebarluasannya begitu cepat, mengakibatkan substansi iklan melalui media ini haruslah tepat dengan kebutuhan penyerapan informasi penggunanya. Pemahaman persuasi ini sangat penting sebagai alat dalam kegiatan membangun Brand Awareness karena Public Relations Officer tidak hanya memberikan informasi yang mendidik kepada masyarakat tetapi ia juga harus membuat masyarakat yakin bahwa mereka punya alasan untuk setuju dengan pendapat atau pernyataan yang disampaikan.
12
Elvinaro Ardianto, Public Relations Praktis, (Bandung: Widya Padjadjaran, 2009), hlm. 3.
18
Di dunia bisnis khususnya perusahaan periklanan, secara kondisional iklan dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu produk kepada konsumen. Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas melalui media massa, dan komunikasi iklan diterima oleh semua orang, semua usia (tua atau muda), semua golongan, suku, dan sebagainya. Agar konsumen tergerak hatinya untuk memperhatikan sebuah iklan, hingga membangun brand awareness, maka iklan harus dibuat semenarik mungkin dan sedramatis mungkin. Namun demikian, iklan harus memiliki etika, baik moral maupun etika bisnis. Konten/substansi
materi
iklan
harus
menarik, mengidentifikasi,
menggalang kebersamaan, dan mengkombinasikan pesan dengan komparatif kepada khalayak. Dengan demikian, struktur kata dalam iklan:13 1)
Menggugah: mencermati kebutuhan konsumen, memberikan solusi, dan memberikan perhatian.
2)
Informatif: kata-katanya harus jelas, bersahabat, komunikatif. Tidak bertele-tele apalagi sampai mengabaikan durasi penayangan.
3)
Persuasif: rangkaian kalimatnya membuat konsumen nyaman, senang, tentram, menghibur.
4)
Bertenaga gerak: komposisi kata-katanya menghargai waktu selama masa penawaran/masa promosi berlangsung.
13
Rapp, Stan & Tom Collins. Terobosan Baru dalam Strategi Promosi, Periklanan,dan Promosi, Maxi Marketing. Terjemahan Hifni Alifahmi. (Jakarta: Erlangga, 1995). hlm. 152.
19
Konsep selanjutnya membahas konteks iklan sebagai bagian dari aktivitas bisnis, selanjutnya bisnis merupakan kegiatan yang berhubungan dan berkepentingan dengan lingkungan. Lingkungan disini yang dimaksudkan adalah lingkungan hidup yang diartikan sebagai lingkungan di sekitar manusia, tempat dimana organisme berkembang dan berinteraksi.14 Dunia periklanan sangat bersinggungan dengan kepentingan masyarakat, karenanya harus memiliki tata krama dan etika sehingga dapat mencegah terjadinya konflik dan kontroversi di masyarakat. Tata krama umumnya diartikan sebagai kebiasaan sopan santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia setempat. Tata krama dan tata cara periklanan diatur dalam buku Etika Pariwara Indonesia. Aturan ini dimaksudkan agar biro iklan ataupun oknum-oknum yang akan membuat iklan tidak terbentur oleh etika-etika yang ada di masyarakat, sehingga iklan yang dibuat dapat diterima di masyarakat tanpa harus menimbulkan konflik dan kontroversi di masyarakat. Iklan sebagai ujung tombak dalam komunikasi pemasaran, memiliki peranan yang sangat penting, sehingga tidaklah mengherankan apabila iklan sering disalahgunakan, terutama dalam persaingan bisnis yang sangat ketat seperti sekarang ini. Hal ini diperkuat dengan salah satu contoh kasus iklan kondom sebagaimana disebutkan diatas yang mengabaikan etika dan moral. Masyarakat yang peduli akan etika dan moral menganggap iklan tersebut dan 14
Muhammad, Djakfar, Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2007), hlm. 134.
20
masih banyak contoh lainnya (produk-produk kesehatan, obat, suplemen, minuman kesegaran), bukan hanya sebagai gangguan tetapi lebih dari itu yang secara psikolgis akan berimplikasi negatif bagi masyarakat luas. Berarti, iklan telah digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan yang sifatnya tidak normatif atau menyalahi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI) dan Tata Krama Dan Tata Cara Periklanan Indonesia. Di sisi lain para pelaku iklan diminta menghormati tata krama yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Tata Cara (Code of Practices) menyebutkan bahwa Ada 3 asas umum yang EPI jadikan dasar, yaitu :15 1)
Jujur, benar, dan bertanggung jawab.
2)
Bersaing secara sehat.
3)
Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku Melihat kenyataan diatas, audiens sebagai pihak ketiga merasa dirugikan
baik secara moril maupun materiil, oleh sebab itu, Etika Pariwara Indonesia harus ditegakkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral.16 Sedangkan, etika dalam periklanan adalah ilmu yang membahas
15
Etika Pariwara Indonesia Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indnesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm. 271. 16
21
tentang baik atau buruk, hak dan kewajiban yang berkaitan dengan periklanan. EPI diamanahkan dalam ketentuan “Lembaga penyiaran wajib berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia.”17 Hal ini bertujuan untuk menjaga budaya bangsa dan kepentingan masyarakat luas seiring maraknya sikap individualis dan materialis sebagai dampak dari modernisasi. Kesadaran menerapkan tatanan etika dengan mengacu pada Etika Pariwara Indonesia adalah wujud pemberdayaan pelaku dan industri periklanan sendiri untuk ikut melindungi budaya bangsa (Habib, 2006). Etika Pariwara Indonesia harus menjadi pedoman utama bagi para pelaku dalam industri periklanan, sehingga hasil kerja mereka bisa sesuai dengan nilai dan norma yang dianut masyarakat. Sebagai pendukungnya, partisipasi dari berbagai pihak juga sangat diperlukan. Produsen harus memberikan data dan informasi yang benar tentang produknya kepada biro iklan. Sedangkan biro iklan menyajikan data dan informasi tersebut melalui kreativitasnya dengan memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat. Relasi antara etika, bisnis dan lingkungan hidup erat sekali dan merupakan tanggung jawab suatu perusahaan (pelaku bisnis) yang bersifat eksternal, sebagaimana perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial untuk memperbaiki dan melindungi lingkungan kearah yang lebih baik. Sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika dan tanggung jawab sosial. Hal yang menjadi sorotan masalah iklan adalah sejauh mana komitmen moral atau etika bisnis 17
Etika Pariwara Indonesia
22
yang dimiliki perusahaan dalam mempertanggung-jawabkan konten/materi atau isi pesan yang disampaikan kepada khalayak. Etika bisnis dalam mengkampanyekan produk kepada target audience atau khalayak sasaran memang penting dan harus dipahami oleh pihak produsen. Hal ini agar masyarakat tidak merasa dirugikan oleh promosi produk tertentu terutama dalam sajian-sajian iklan online yang mengabaikan etika dan moral yang berdampak negatif bagi masyarakat luas yang pada akhirnya berpotensi merusak generasi penerus bangsa, sebagaimana kebanyakan pengguna situs online adalah generasi muda. Perlindungan ini mengingat akan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan perlindungan baik masyarakat sebagai pihak ketiga maupun sebagai calon konsumen. Tujuan bisnis yaitu untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan (needs and wants) manusia, demi memperoleh keuntungan. Para pelaku bisnis, baik bisnis pada umumnya maupun bisnis online hendaknya sadar bahwa untuk mencapai tujuan tersebut janganlah menghalalkan segala cara, dalam pengertian haruslah tetap mengedepankan moral dan etika. Etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat dan mempelajari nilai dan moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai norma moral itu.18 Etika bisnis berarti nilai-nilai moral yang berlaku bagi praktek
18
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), hlm. 42 - 43.
23
bisnis.19 Etika bisnis menjamin bahwa dalam bisnis orang-orang yang bukan hanya orang-orang bisnis, tetapi juga manusia pada umumnya, berlaku sesuai dengan martabat mereka sebagai manusia.20 Transaksi bisnis yang bertentangan dengan etika bisnis, tercakup sebagai perbuatan persaingan curang yang dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum.21 Suatu perbuatan melawan hukum tidak hanya merupakan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau bertentangan dengan kesusilaan dan sikap hati-hati yang dituntut dalam pergaulan masyarakat. Substansi dari cyber space sebenarnya adalah keberadaan informasi dan komunikasi yang dalam konteks ini dilakukan secara elektronik dalam bentuk visualisasi tatap muka yang interaktif.22 Hubungan komunikasi secara virtual (virtual communication) tersebut ternyata disadari sebagai virtual reality yang sering disalahartikan sebagai alam maya, padahal keberadaan sistem elektronik itu sendiri adalah konkret karena bentuk komunikasi virtual tersebut sebenarnya dilakukan dengan cara representasi informasi digital yang bersifat diskrit.23
19
K. Bertens, Etika Bisnis Menjadi Urusan Siapa, Pusat Pengembangan Etika, (Jakarta, Universitas Atmajaya, 1993), hlm. 2. 20 Ginanjar Kartasasmita, Beberapa Pokok Pikiran mengenai Etika Bisnis dan Pengembangannya di Indonesia, Makalah Seminar, (Jakarta:Yayasan Paramadina, 1987), hlm. 31. 21 Emy Pangaribuan, Aspek Yuridis dan Cara Penanggulangannya Persaingan Curang, (Yogyakarta, 1992), hlm. 4. 22 Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 6. 23 Ibid.
24
Dalam memahami suatu informasi digital,. Norbert Wiener, seorang matematikawan, mengemukakan cybernatics theory yang berkaitan dengan hukum:24 Law may be defined as the ethical control applied to communication, and to language as a form of communication, especially when this normative aspect is under the control of some authority sufficiently strong to give its decisions an effective social sanction. It is the process of adjusting the “couplings” connecting the behaviour of different individuals in such a way that what we call justice may be accomplished, and disputes may be avoided, or at least adjusticated. Menurut Norbert Wiener, hukum merupakan pusat pengendalian komunikasi antar individu, yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan. Hukum diciptakan oleh pemegang kekuasaan, yang menurut premis yang mendahuluinya disebut sebagai “central organ“. Perwujudan tujuan atau pengendalian itu dilakukan dengan cara mengendalikan perilaku setiap individu, penghindaran sengketa atau dengan penerapan sanksi hukum terhadap suatu sengketa, sehingga setiap individu diharapkan berprilaku sesuai dengan perintah dan keadilan dapat terwujud karenanya. Pembahasan terpenting ialah konsep peninjauan dari disiplin ilmu hukum siber (cyber law), hukum perdata, hukum bisnis, sosiologi hukum, teori filsafat tentang etika dan moral serta beberapa disiplin ilmu lain yang berkaitan, diantaranya adalah metode komunikasi, manjemen pemasaran, perilaku konsumen, etika profesi dan lain sebagainya. Cyber law, merupakan hukum
24
Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Op. cit., hlm. 59.
25
yang khusus berlaku di dunia cyber yang meliputi tindak kejahatan di internet hingga mengatur segala aktivitas (bisnis) yang dilakukan di dunia maya. Aturan atau code of conduct dalam pemanfaatan internet dalam perkembangannya diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang disahkan dan mulai berlaku pada tanggal 21 April 2008. Semenjak lahirnya hukum positif yang secara khusus mengatur mengenai aktifitas komunikasi dan bisnis di dunia digital, maka kita telah memiliki definisi baku mengenai Informasi Elektronik. Apabila dicermati pada Bab I Ketentuan Umum, telah disebutkan bahwa: “Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya”.25 Selanjutnya Pasal 2 UU ITE menyatakan, bahwa Undang-Undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. 26
25
Pasal 1 Angka 1, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 26 Pasal 2, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
26
Penjelasan dalam undang-undang secara detail mengenai kategori yang dikatakan sebagai
Informasi Elektronik, menegaskan bahwa kegiatan
pemasaran oleh para pelaku usaha di dunia digital dengan menggunakan data elektronik merupakan materi yang diatur tegas dalam undang-undang tersebut, termasuk upaya pemerintah dalam menjaga “nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia”, seperti yang tercantum dalam menimbang undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) tersebut, yang berbunyi sebagai berikut: “f.
Bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia.”27
Berkaitan dengan hal terbut di atas, dalam penjelasan umum UU ITE juga ditegaskan mengenai pentingnya memperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, melalui beberapa pendekatan: “...pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial budaya, dan etika.”28 Fakta ini melahirkan pencerahan bahwa UU ITE tidak hanya mencari kepastian hukum semata, namun lebih dari itu teknologi harus pula selaras dengan sosial budaya dan etika.
27
Konsiderans Menimbang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 28 Penjelasan Pasal 1.Umum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
27