BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perilaku menyontek atau cheating merupakan salah satu fenomena dalam dunia pendidikan yang sering dan bahkan selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar-mengajar (Alhadza, 2002). Bower (dalam Alhadza, 2002) mendefinisikan perilaku menyontek sebagai perbuatan curang yang dilakukan seseorang secara illegal atau tidak sah untuk memperoleh suatu tujuan yaitu mendapatkan nilai bagus dan juga menghindari kegagalan dalam menyelesaikan tugas akademik maupun ujian atau evaluasi hasil belajar. Secara sederhana menyontek dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang bertujuan untuk mencapai suatu keberhasilan dengan jalan yang tidak sesuai dengan kaidah dan nilai
moral
yang
berlaku
umum
di
masyarakat
(http://kabarindonesia.com/mencontek-budaya-bangsa). Tindakan yang dapat dikategorikan sebagai perilaku menyontek adalah meniru pekerjaan individu lain, bertanya langsung kepada individu lain ketika sedang mengerjakan ujian, membaca catatan kecil ketika ujian berlangsung, menerima dropping jawaban dari pihak luar sebelum ujian berlangsung, mencari bocoran soal, saling tukar dalam mengerjakan ujian, menyuruh atau meminta bantuan individu lain dalam menyelesaikan ujian (Alhadza, 2002). Maraknya kasus menyontek pada kalangan pelajar
terjadi terutama pada
kalangan pelajar remaja di tingkat sekolah menengah atas, dikarenakan mereka
1
lebih memfokuskan diri pada nilai dan performa yang nantinya akan berpengaruh pada jenjang pendidikan selanjutnya yaitu perguruan tinggi (Anderman dkk., 1998). Berikut merupakan beberapa contoh kasus yang didapatkan dari berbagai sumber, antara lain : Indarini (2006) memaparkan fakta yang ditemukan di Wuhan, China bahwa terjadi lebih dari 100 kasus pencontekan di sekolah tingkat menengah atas ketika ujian sedang berlangsung, Junaedi (2010) mengemukakan bahwa di Polewali Mandar, ujian nasional diwarnai dengan aksi menyontek, begitu juga halnya di Bandung, ditemukan terdapat 5 siswa peserta ujian nasional untuk tingkat Sekolah Menengah Atas dan sederajat tertangkap melakukan tindakan pencontekan. Prasetyo (2010) menyatakan bahwa di beberapa sekolah di Jakarta aktivitas mencontek saat ujian naik drastis, jumlah yang tertangkap menyontek dari tahun 2008 ke tahun 2009 meningkat sebesar 22 % atau mencapai 314 orang dan beliau juga menemukan pada tahun 2009 dari 736.920 peserta ujian nasional, ditemukan 506 kasus pencontekan. Emil (2010) menyatakan bahwa kasus atau tindakan pencontekan selama ujian di sekolah-sekolah terus meningkat setiap tahunnya. Begitupun yang terjadi pada Yayasan Perguruan X, kasus menyontek terus menyertai setiap ujian yang dilangsungkan bagi siswa-siswinya.Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah murid yang tertangkap selama pekan ujian berlangsung. Sedangkan di lain pihak, hal ini sangat bertentangan dengan visi dan misi dari sekolah tersebut yaitu memberikan bekal kepada peserta didik untuk sanggup mandiri melalui pendidikan yang bermutu, dengan landasan keimanan dan ketaqwaan sehingga semua lulusannya dapat menjadi warga masyarakat
2
dewasa yang mempunyai kesadaran dan tanggung jawab sosial tinggi bagi kepentingan sesama umat manusia (Erma, komunikasi personal, 11 Januari 2011). Masalah menyontek sesungguhnya merupakan masalah yang mikro (kecil) tetapi mempunyai dampak makro (besar) terutama bagi individu yang melakukan. Dampak-dampak yang dapat dirasakan antara lain : nilai-nilai moral menjadi kabur, karena tidak jelas mana tindakan yang dikatakan benar dan mana yang salah sehingga semakin membuka peluang untuk bertindak lebih dari menyontek ; pengetahuan individu yang tidak berkembang ; ketidak mampuan bersaing di dunia kerja ; dan semakin terpuruknya moral seorang individu karena berkonsep menghalalkan segala cara untuk meraih kesuksesan (Simkin & McLeod, 2009). Menurut Alhadza (2002) berbagai dampak yang dirasakan oleh individu atas perilaku menyontek dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok internal dan kelompok eksternal. Kelompok eksternal yaitu ketika seseorang terpengaruh melihat individu lain melakukan tindakan menyontek, ujian atau tugas yang terlalu berpusat pada text book yang memaksa peserta ujian untuk menghafal kata demi kata, adanya kecurigaan bahwa pihak penguji memberikan nilai secara kurang adil (diskriminatif), terciptanya peluang karena pengawasan ujian yang tidak terlalu ketat, penugasan dari pengajar yang dirasakan tidak rasional (misalnya merangkum keseluruhan isi buku pelajaran), adanya tuntutan dari orang tua maupun tenaga pengajar untuk mendapatkan nilai bagus tanpa melihat batas kemampuan anak. Sedangkan dari kelompok internal antara lain, disebabkan oleh tingkat inteligensi yang rendah, kemampuan belajar yang rendah, dan yang sangat
3
memainkan peranan penting adalah faktor konsep diri, karena faktor ini merupakan dasar dari seseorang untuk berperilaku (Hurlock, 2003).Penelitian ini ingin melihat bagaimana konsep diri yang dimiliki para pelajar yang melakukan perilaku menyontek. Konsep diri adalah persepsi mengenai diri individu baik secara fisik, psikis, dan sosial yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi individu dengan orang lain (Brooks dalam Rakhmat, 2001). Seseorang dengan konsep diri yang positif akan mengembangkan sifat-sifat kepercayaan diri, harga diri, memandang positif terhadap kemampuan yang dimilikinya, menyukai dan menerima keadaan dirinya yang secara tidak langsung akan menekan intensi seorang individu untuk melakukan tindakan menyontek (Sujana dan Wulan, 1994). Pribadi-pribadi yang memiliki konsep diri yang positif biasanya memiliki penghargaan atas diri sendiri yang tinggi dan akan dapat merasa bersalah ketika ia tidak bertindak sesuai dengan konsep diri yang dimilikinya (Larsen & Buss, 2005). Menurut Larsen dan Buss (2005) seseorang dengan konsep diri yang positif tidak akan mudah putus asa ketika mengalami kegagalan, mereka akan mengevaluasi diri dan kemudian memperbaikinya. Adapun contoh dari kegagalan yang mungkin dialami seperti mendapatkan nilai buruk dalam suatu ujian dan tinggal kelas.Sedangkan seseorang dengan konsep diri yang negatif akan mengembangkan perasaan yang sebaliknya yaitu perasaan tidak mampu, pesimistik, rendah diri, takut gagal, tidak menerima keadaan dirinya (terjadinya kesenjangan yang begitu besar antara diri ideal dan diri sebenarnya) sehingga secara tidak langsung juga memiliki intensi yang lebih tinggi untuk melakukan tindakan menyontek, karena seseorang dengan konsep diri yang negatif merasa
4
usaha apapun yang mereka lakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang mereka inginkan, dan semakin menekan kesediaan diri untuk belajar dan memilih menyontek untuk memperoleh hasil yang diinginkan (Sujana dan Wulan, 1994). Selain itu seperti yang dinyatakan oleh Santrock (2003) dan Hurlock (2003) bahwa aspek terpenting dalam kehidupan seorang remaja adalah bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya, karena mereka menghabiskan sebagian besar waktu mereka bersama dengan teman-temannya. Oleh sebab itu, sesuai dengan pendapat dari Hurlock (2003) remajaakan melakukan apapun untuk dapat dipandang baik oleh teman-temannya.Hal tersebut dapat dipahami mengingat dipandang baik oleh temanmerupakan salah satu diri ideal yang ingin atau hendak dicapai oleh setiap remaja (Santrock, 2003) namun ketika keadaan diri sebenarnya memiliki kesenjangan yang sangat jauh dengan diri ideal yang ingin dicapai, maka seseorang dengan konsep diri yang negatif cenderung mencari dan melakukan berbagai cara untuk dapat mencapai diri ideal yang mereka harapkan . Penelitian ini hendak dilakukan di Yayasan Perguruan X yang berlokasi di Ampera, Jakarta Selatan. Adapun pemilihan lokasi penelitian tersebut disebabkan berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru bimbingan konseling di sekolah tersebut (Erma, komunikasi personal, 11 Januari 2011) terungkap bahwa kegiatan menyontek tidak dipungkiri juga terdapat pada diri siswa-siswinya dalam proses belajar mengajar. Seringnya guru “menangkap” beberapa jawaban yang sama pada tugas atau take home test yang diberikan dan terlebih lagi ketika ujian. Kejadian “kesamaan jawaban” ini sering muncul, tetapi karena kurangnya bukti konkrit dan tidak adanya wewenang yang dimiliki pengawas maka para siswa yang menyontek tidak dapat secara langsung diberikan
5
hukuman. Beliau juga menyatakan bahwa perilaku ini tidak hanya dilakukan oleh perseorangan melainkan kelompok besar dan ketika tanpa terduga salah satu dari mereka tertangkap, mereka tidak mau saling melaporkan teman lain yang juga ikut terlibat. Pada dasarnya siswa-siswi yang melakukan perilaku ini bukan benarbenar tidak mampu tetapi lebih dikarenakan tidak mempersiapkan diri dengan baik, kekurangmampuan mereka dalam membagi waktu dan perhatian antara bermain dan belajar, kemalasan, serta kepercayaan diri yang rendah akan kemampuan dan jawaban mereka sendiri, sehingga akhirnya terpengaruh untuk mengikuti mayoritas dari teman-teman yang menyontek dan mengikuti jawaban teman yang diyakini lebih baik. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan(Nora dan Zhang (2010); Simkin dan McLeod (2009); Alhadza (2002); dan Suparno (2011)) memberikan kesimpulan bahwa perilaku menyontek yang terjadi pada siswa remaja selalu disebabkan oleh adanya konsep diri yang negatif pada individu yang melakukan, tetapi secara tidak disadari sesungguhnya perilaku menyontek pun dapat menyebabkan konsep diri yang rendah pada individu yang melakukan karena individu akan memiliki persepsi yang keliru tentang kemampuan yang dimilikinya sehingga juga akan membentuk penilaian yang rendah terhadap dirinya sendiri. Uraian latar belakang diatas, menunjukkan bahwa konsep diri merupakan hal yang penting dalam diri seorang remaja karena konsep diri tersebut mempengaruhi seseorang dalam memiliki intensi untuk berperilaku termasuk pada perilaku menyontek.Oleh karena itu peneliti bermaksud meneliti sejauh
6
mana hubungan antara konsep diri dengan intensi perilaku menyontek pada siswa di Yayasan Perguruan X. 1.2 Rumusan Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah : Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan intensi perilaku menyontek pada siswa di Yayasan Perguruan X. 1.3 Hipotesis H0 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan intensi perilaku menyontek pada siswa di Yayasan Perguruan X. H1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan intensi perilaku menyontek pada siswa di Yayasan Perguruan X. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan intensi perilaku menyontek pada siswa di Yayasan Perguruan X. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis : Memberikan sumbangsih sebagai referensi dalam bidang ilmu:
7
1. Psikologi kepribadian dalam hal konsep diri remaja, karena penelitian ini berusaha untuk memberikan gambaran tentang konsep diri remaja pada rentang umur 15-18 tahun. 2. Psikologi remaja dalam hal konsep diri dan intensi perilaku menyonteknya, karena penelitian ini berusaha menjelaskan kedua hal tersebut melaui sudut pandang remaja. 3. Psikologi sosial, karena penelitian ini berusaha untuk membahas dan menganalisa hasil penelitian berdasarkan teori-teori dari psikologi sosial yang digunakan. 2. Manfaat praktis : Bagi pendidik : penelitian ini diharapkan dapat menyadarkan pendidik akan tanggung jawabnya untuk dapat membantu meningkatkan konsep diri anak didiknya
dengan
memberikan
masukan-masukan
yang
positif.
Serta
mengembangkan inovasi-inovasi baru dalam gaya pengajaran sehingga tidak bersifat monoton dan membuka peluang bagi siswa untuk berperilaku menyontek. Bagi pembaca : penelitian ini diharapkan dapat mengingatkan pentingnya konsep diri bagi individu karena konsep diri merupakan hal yang paling dasar untuk dapat menentukan perilaku seseorang. 1.6 Definisi Terminologi Remaja adalah masa transisi antara masa anak dan dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial. Dalam kebanyakan budaya, remaja
8
dimulai pada kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir kira-kira di usia 18 sampai 22 tahun (Santrock, 2003). Konsep diri adalah keseluruhan persepsi dan penilaian mengenai diri individu baik secara fisik, psikis, dan sosial yang diperoleh dari pengalaman sosial (Cooley dalam Kendall, 2007). Menyontek adalah seluruh perilaku yang melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh seseorang yang berwenang pada saat ujian berlangsung (Cizek dalam Nora dan Zhang, 2010). 1.7 Cakupan dan Batasan Cakupan dan batasan dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini dilakukan pada siswa remaja dengan rentang usia 15-18 tahun yang bersekolah di Yayasan Perguruan X, Ampera, Jakarta Selatan sehingga penelitian ini hanya dapat digeneralisasikan pada sekolah tersebut 2. Penelitian ini dilakukan hanya untuk melihat apakah terdapat hubungan antara variabel konsep diri dengan variabel perilaku menyontek. 3. Pada variabel perilaku menyontek, peneliti tidak membatasi pada alasan tertentu yang mendorong terjadinya tindakan tersebut.
9