BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perbankan merupakan salah satu sektor yang paling penting dalam perekonomian suatu negara. Hal ini berdasar pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 3 yang menjelaskan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Hal tersebut semakin diperkuat lagi sebagaimana yang tertera pada UndangUndang Nomor 10 tahun 1998 Pasal 4 menjelaskan bahwa perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Untuk mencapai tujuan bank tersebut, maka perbankan perlu mempertahankan kelangsungan hidup entitasnya. Sebagai contoh peristiwa krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997, membuat pemerintah harus melikuidasi bank-bank yang dianggap tidak sehat untuk menstabilkan kondisi keuangan pada sektor perbankan. Kemudian, melemahnya nilai tukar rupiah saat ini turut mengikis kepercayaan bank-bank luar terhadap bank domestik terkait kerjasama dibidang perdagangan. Permasalahan bank dan keinginan bank untuk terus going concern itulah yang membuat peneliti berusaha menghitung potensi kebangkrutan bank sedini mungkin agar manajemen dapat merencanakan antisipasi strategi
1
2
untuk menghindari likuidasi atau bahkan kebangkrutan. Karena hal itulah informasi tentang tingkat potensi kebangkrutan sangat dibutuhkan oleh berbagai pihak, baik pihak pemegang saham, manajemen maupun nasabah. Bagi investor, kebangkrutan menyebabkan investor akan kehilangan seluruh ekuitasnya. Bagi pihak entitas, kebangkrutan entitas justru akan menanggung biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, dengan mengetahui potensi kebangkrutan sejak dini maka diharapkan dapat meminimalisir resiko yang akan terjadi pada entitas. Salah satu indikator yang dapat dijadikan acuan untuk menganalisis kebangkrutan adalah laporan keuangan tahunan perbankan. Berdasarkan laporan keuangan akan dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan dasar prediksi kebangkrutan. Hasil analisis laporan keuangan akan membantu mengintepretasikan berbagai hubungan serta kecenderungan yang dapat memberikan dasar pertimbangan mengenai prediksi masa depan bank apakah dapat bertahan atau tidak (Munawir, 2002: 292 dalam Kamal, 2012). Terdapat banyak metode yang dapat digunakan dalam memprediksi kebangkrutan bank, salah satunya adalah dengan metode Altman Z-score. Altman
(1968)
dalam
Indriyati
(2010)
mengatakan
Altman
memprediksi kebangkrutan dengan menggunakan 66 sampel perusahaan yang kemudian sample tersebut dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu 33 bangkrut dan 33 tidak bangkrut. Altman menggunakan multivariate discriminant analysis dalam menguji manfaat lima rasio keuangan yang bermanfaat dalam
3
memprediksi kebangkrutan dengan tingkat keakuratan 95% setahun sebelum perusahaan benar-benar bangkrut. Berdasarkan penelitian dan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti tentang deteksi dini kebangkrutan bank. Penelitian yang dilakukan kali ini yaitu menghitung dan menggolongkan sampel penelitian menjadi tiga bagian; bank yang sehat, bank dalam penyelamatan dan bank yang mengalami kebangkrutan. Perhitungan kebangkrutan dihitung menggunakan metode Z-score. Alasan peneliti memilih objek perbankan dan metode Zscore karena perbankan berperan untuk menjaga perekonomian suatu negara dan juga sebagai tulang punggung perekonomian negara dan formula dalam metode Z-score dinilai lebih relevan dibandingkan dengan formula lainnya dibuktikan dengan tingkat keakuratannya yang mencapi 95%. Selain itu, pada metode Altman formula Z-score juga terdapat perhitungan mengenai harga saham. Dapat dikatakan bahwa metode Altman Z-score tidak hanya menilai dari sisi internal perusahaan saja tetapi juga dari sisi eksternal. Sedangkan pada metode CAMEL (Capital, Asset Quality, Management, Earning, Liability atau Liquidity) hanya memprediksikan dari sisi internal saja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulianti mengenai perbedaan metode Altman dengan metode CAMEL serta mengetahui metode mana yang lebih baik dalam menilai kebangkrutan perusahaan perbankan, menjelaskan bahwa dari hasil yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan bahwa kedua metode adalah sama atau tidak berbeda dalam menilai kondisi suatu perusahaan perbankan. Walaupun penilaian masing-masing metode berbeda,
4
namun pada dasarnya kedua metode tersebut memiliki rata-rata yang sama. Untuk menentukan metode mana yang lebih tepat, penulis membandingkan penilaian kedua metode dengan kondisi bank yang dinilai oleh Bank Indonesia. Dari perbandingan tersebut, metode Altman lebih tepat dan lebih sesuai dengan penilaian Bank Indonesia. Pribadi (2005) menjelaskan prediksi kebangkrutan menurut metode Altman tidak hanya terfokus pada bagian keuangan perusahaan saja, tetapi juga dapat dikorelasikan dengan beberapa indikator yang mungkin dapat mempengaruhi rasio-rasio tersebut. Hal ini berarti bahwa implementasi metode Altman di samping akan mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan, juga akan mengarahkan perusahaan untuk segera membenahi bagian-bagian perusahaan
yang sedang mengalami masalah dengan
memperhatikan beberapa indikator yang berkaitan dengan likuiditas, profitabilitas, dan aktivitas perusahaan. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul “Analisis Potensi Kebangkrutan Dengan Menggunakan Metode Altman Z-score (Studi Kasus Pada Bank Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2010-2013)”. B. Rumusan Masalah: Sesuai dengan latar belakang dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti merumuskan permasalahan dalam pertanyaan, "Bagaimana potensi kebangkrutan dengan menggunakan metode Altman Zscore pada bank yang terdaftar di BEI tahun 2010-2013 ?"
5
C. Tujuan Penelitian: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi kebangkrutan dengan menggunakan metode Altman Z-score pada bank yang terdaftar di BEI tahun 2010-2013. D. Manfaat Penelitian Alat pendeteksi kebangkrutan akan memberikan informasi yang bermanfaat kepada berbagai pihak yang terkait, antara lain : 1. Manajemen Apabila manjemen perbankan bisa mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan lebih awal, maka tindakan pencegahan dapat dilakukan. 2. Pemberi Pinjaman (Kreditor) Informasi kebangkrutan perbankan dapat bermanfaat bagi kreditor untuk mengambil keputusan mengenai keputusan pinjaman kepada perbankan dan untuk memonitor pinjaman yang telah diberikan. 3. Investor Informasi kebangkrutan perbankan dapat bermanfaat bagi investor untuk menimbang layak atau tidaknya investor menanamkan saham pada bank tersebut. 4. Pemerintah Pemerintah bertanggung jawab mengawasi jalannya sektor perbankan. Pemerintah
mempunyai
kepentingan
untuk
melihat
tanda-tanda
kebangkrutan lebih awal supaya tindakan pencegahan dapat dilakukan lebih awal.