19
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Peran aktif lembaga pasar modal sangat diperlukan dalam membangun
perekonomian suatu negara. Dalam hal ini pasar modal memiliki peranan yang strategis dalam perekonomian Indonesia. Secara umum pasar modal merupakan tempat kegiatan perusahaan untuk mencari dana untuk mendanai kegiatan usahanya. Selain itu, pasar modal juga merupakan suatu usaha penghimpunan dana masyarakat secara langsung dengan menanamkan ke dalam perusahaan yang sehat dan baik pengelolaannya. Fungsi utama pasar modal adalah sebagai sarana pembentukan modal dan akumulasi dana bagi pembiayaan suatu perusahaan atau emiten. Dengan demikian pasar modal merupakan salah satu sumber dana bagi pembiayaan pembangunan nasional pada umumnya dan emiten pada khususnya di luar sumbersumber yang umum dikenal, seperti tabungan pemerintah, tabungan masyarakat, kredit perbankan dan bantuan luar negeri. Bagi kalangan masyarakat yang memiliki kelebihan dana dan berminat untuk melakukan investasi, hadirnya lembaga pasar modal di Indonesia menambah deretan alternatif untuk menanamkan dananya. Banyak jenis surat berharga (securities) yang dijual di pasar tersebut, salah satunya adalah saham. Saham perusahaan go public sebagai komoditi investasi tergolong beresiko tinggi karena sifatnya yang peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi baik oleh pengaruh yang bersumber dari dalam maupun luar negeri. Perubahan itu antara lain dibidang politik, ekonomi,
Universitas Sumatera Utara
20
moneter, undang-undang atau peraturan maupun perubahan yang terjadi dalam industri dan perusahaan yang mengeluarkan saham (emiten) itu sendiri. Kinerja pasar modal dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kinerja ekonomi secara keseluruhan dan mencerminkan apa yang akan terjadi dalam perekonomian secara makro. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kurs rupiah, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, pertumbuhan ekonomi dan beberapa variabel ekonomi makro lainnya merupakan cermin wajah ekonomi suatu Negara. Hubungan antara kondisi makroekonomi dengan pasar modal digambarkan oleh Hall dan Marc Lieberman (2005) berikut ini :
Shock to stock market
Stock market
Shock to macro economy
Shock to both stock market¯o economy
Macro economy
Gambar 1.1 Hubungan antara Makroekonomi dengan Pasar Modal
Universitas Sumatera Utara
21
Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat tahun 2008 menyebabkan keguncangan perekonomian global. Krisis yang ditandai dengan bangkrutnya perusahaan sekuritas Lehman Brothers menjadi pertanda ambruknya sistem ekonomi Kapitalis Amerika Serikat. Kolapsnya Lehman Brothers juga diikuti oleh rivalnya Merril Lynch yang harus rela diakuisisi oleh Bank of Amerika. Begitu juga dengan kolapsnya beberapa bank dan perusahaan besar lainnya di Amerika Serikat dan diikuti oleh perusahaan sekuritas, penjamin kredit dan sejumlah bank investasi lainnya yang jatuh satu per satu. Peristiwa ini menyebabkan keguncangan yang luar biasa di lantai bursa Wallstreet. Jatuhnya pasar saham terbesar di dunia tersebut ikut mengguncang pasar saham di beberapa negara lainnya termasuk Indonesia. Keadaan ini menyebabkan IHSG terkoreksi cukup dalam. Berdasarkan uraian tersebut terlihat bahwa IHSG mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun selama periode 1994-2009. Fluktuasi IHSG sebagian besar diakibatkan oleh kejadian-kejadian di luar faktor fundamental perusahaan, seperti keadaan makroekonomi dalam dan luar negeri. Pasar modal yang ada di Indonesia merupakan pasar yang sedang berkembang yang dalam perkembangannya sangat rentan terhadap kondisi makroekonomi secara umum serta kondisi ekonomi global dan pasar modal dunia. Pengaruh makroekonomi tersebut tidak akan dengan seketika mempengaruhi kinerja perusahaan, tetapi secara perlahan dalam jangka panjang. Sebaliknya, harga saham akan terpengaruh dengan seketika oleh perubahan faktor makroekonomi tersebut karena para investor akan memperhitungkan dampaknya baik yang positif maupun
Universitas Sumatera Utara
22
yang negatif terhadap kinerja perusahaan beberapa tahun ke depan, kemudian mengambil keputusan membeli, menjual atau menahan saham yang bersangkutan ( Muhammad Samsul, 2006). Oleh karena itu, harga saham lebih cepat menyesuaikan diri terhadap perubahan makroekonomi daripada kinerja perusahaan yang bersangkutan. Ada dua pengaruh langsung krisis finansial global terhadap perekonomian di Indonesia. Pertama pengaruh terhadap keadaan indeks bursa saham Indonesia. Kepemilikan asing yang masih mendominasi dengan porsi 66% kepemilikan saham di BEI, mengakibatkan bursa saham rentan terhadap keadaan finansial global karena kemampuan finansial para pemilki modal tersebut (Tempo Interaktif,2008). Kedua, ekspor impor, Amerika Serikat merupakan Negara tujuan ekspor nomor dua setelah Jepang dengan porsi 20%-30% dari total ekspor (Depperin, 2008). Dengan menurunnya kinerja ekonomi Amerika Serikat secara langsung mempengaruhi ekspor impor Indonesia juga. IHSG pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga saham yang tercatat di bursa. Seiring dengan perkembangan pasar dan tuntutan untuk lebih efisien serta daya saing di kawasan regional, maka efektif sejak tanggal 3 Desember 2007 secara resmi PT. Bursa Efek Jakarta (BEJ) digabungan dengan PT. Bursa Efek Surabaya (BES) dan berganti nama menjadi PT. Bursa Efek Indonesia (BEI).
Universitas Sumatera Utara
23
Selain aktivitas transaksi yang meningkat, IHSG juga menunjukkan kenaikan yang luar biasa. Pada akhir tahun 1994, IHSG masih berada pada level 469,640. Meskipun sempat mengalami penurunan pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997, akan tetapi pada era tahun 2000-an IHSG mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Pada tanggal 9 Januari 2008, IHSG mencapai level 2.830,263 atau meningkat sebesar 502,65% dibandingkan penutupan tahun 1994. Tahun 1999 merupakan tahun pemulihan bagi pasar modal Indonesia setelah dalam beberapa tahun mengalami krisis ekonomi. Membaiknya pasar ditandai dengan kenaikan 278,88 bps menjadi 676,919 bps dibandingkan dengan tahun 1998. Dalam tahun 1999, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan 1,8% dibandingkan tahun 1998 sebesar -13,2% dan inflasi turun tajam menjadi 2,01% dibandingkan dengan inflasi pada tahun sebelumnya sebesar 77,6% (laporan tahunan BAPEPAM, 1999). Setelah mengalami peningkatan pada tahun 1999, pada tahun 2000 IHSG mengalami penurunan menjadi 416,321 bps dan pada tahun 2001 mengalami penurunan kembali menjadi 392,036 bps. Penurunan IHSG tersebut terutama dipengaruhi oleh melemahnya nilai tukar rupiah, naiknya tingkat suku bunga diskonto menjadi 17% serta melemahnya kinerja bursa regional (laporan tahunan BAPEPAM, 2001). Perkembangan nilai IHSG dapat dilihat pada tabel 1.1
Universitas Sumatera Utara
24
Tabel 1.1 Perkembangan Bursa Efek Indonesia Tahun 1994 – 2009 Tahu n 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Rata-rata Transaksi Harian Volume Nilai Frek (juta) (Rp (Rib Miliar) u X) 21.6 104.0 1.5 43.3 131.5 2.5 118.6 304.1 7.1 311.4 489.4 12.1 366.9 403.6 14.2 722.6 598.7 18.4 562.9 513.7 19.2 603.2 396.4 14.7 698.8 492.9 12.6 967.1 518.3 12.2 1,708.6 1,024.9 15.5 1,653.8 1,670.8 16.5 1,805.5 1,841.8 19.9 4,225.8 4,268.9 48.2 3,282.7 4,435.5 55.9 6,089.9 4,046.2 87.0
Tertinggi
IHSG Terendah
Akhir
612.888 519.175 637.432 740.833 554.107 716.460 703.483 470.229 551.607 693.033 1,004.430 1,192.203 1,805.523 2,810.962 2,830.263 2,534.356
447.040 414.209 512.478 339.536 256.834 372.318 404.115 342.858 337.475 379.351 668.477 994.770 1,171.709 1,678.044 1,111.390 1,256.109
469.640 513.847 637.432 401.712 398.038 676.919 416.321 392.036 424.945 691.895 1,000.233 1,162.635 1,805.523 2,745.826 1,355.408 2,534.356
Kapitali sasi psar(Rp Triliun) 104 152 215 160 176 452 260 239 268 460 680 801 1,249 1,988 1,076 2,019
Jmlh Emit en 217 238 253 282 288 277 287 316 331 333 331 336 344 383 396 398
Sumber : BEI, 2010
Perkembangan Indeks Harga Sektoral (IHS) pada beberapa tahun belakangan ini juga mengalami kenaikan dan penurunan. Penurunan rata-rata terjadi pada tahun 1998 sebesar -9,18 jika dibandingkan dengan tahun 1997, hal ini disebabkan oleh pada tahun tersebut terjadi pergolakan demokrasi dan politik di Indonesia. Penurunan juga terjadi pada tahun 2000,2001 dan tahun 2008. Pada tahun 2008 terjadi penurunan indeks sektoral akibat dampak terjadinya krisis keuangan di Amerika Serikat. Sedangkan kenaikan rata-rata IHS terjadi sejak tahun 2002 hingga
Universitas Sumatera Utara
25
tahun 2007 dan kembali menguat pada tahun 2009. Indeks rata-rata dari tahun 1997 sampai tahun 2009, sektor pertambangan (735,73) merupakan sektor yang memiliki indeks yang paling tinggi jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Di ikuti dengan sektor pertanian (700,99), sektor transportasi dan infrastrukutr (351,19) dan sektor industri barang konsumsi (255,19). Sektor properti dan real estate memiliki rata-rata indeks yang paling kecil sebesar 79,53. Hal ini dapat di lihat pada tabel 1.2 Tabel 1.2 Perkembangan Indeks perusahaan yang listing di BEI berdasarkan sektor,1997-2009
Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
1 397.16 371.82 278.52 176.18 119.05 144.36 182.83 304.66 493.45 1,218.45
2 173.92 152.14 182.19 129.67 118.84 94.87 332.63 491.16 604.57 933.21
3 60.40 94.18 128.83 60.09 40.53 36.92 63.87 98.33 104.24 147.10
4 95.01 82.31 134.88 95.23 73.48 88.13 124.59 192.01 204.67 284.12
sektor 5 68.66 91.19 201.80 141.12 129.10 135.47 209.38 233.32 280.83 392.46
2007
2,754.56
3,270.09
238.05
477.35
436.04
2008
918.77
877.68
134.99
214.94
326.84
2009 Ratarata
1,753.09 700.99
2,203.48 735.73
273.93 113.96
601.47 205.25
671.31 255.19
6 72 27.42 55.81 27.86 26.97 24.33 42.11 68.22 64.12 122.9 2 251.8 2 103.4 9 146.8 79.53
7 102.24 95.4 152.26 82.13 112.84 129.41 221.29 332.54 472.87 771.62
8 64.57 45.76 58 36.69 36.69 51.03 78.84 133.72 131.48 206.57
9 69.98 61.08 202.64 130.62 111.28 107.61 142.10 171.14 196 275.08
Ratarata 122.66 113.48 154.99 97.73 85.42 90.24 155.29 225.01 361.67 483.50
perubah an -9.18 41.51 -57.26 -12.31 4.82 65.05 69.72 136.66 121.83
87.07
260.57
392.24
994.98
511.48
490.35
176.33
148.33
376.86
-618.3
728.53 351.19
301.42 121.67
275.76 175.69
772.87
396.01
Sumber : BEI, 2009 Keterangan : 1 ( sektor pertanian), 2 (sektor pertambangan), 3 (sektor industri dasar dan kimia), 4 (sektor aneka industri), 5 (sektor industri barang konsumsi), 6 (sektor properti dan real estate), 7 (sektor transportasi dan infrastruktur), 8 (sektor keuangan) dan 9 (sektor perdagangan, jasa dan investasi).
Universitas Sumatera Utara
26
Pengaruh lain krisis finansial global terhadap makroekonomi adalah dari sisi tingkat suku bunga. Dengan naik turunnya nilai dolar, suku bunga akan naik karena Bank Indonesia (BI) akan menahan rupiah sehingga akibatnya inflasi akan meningkat. Pengaruhnya pada investasi pasar modal, krisis global ini akan mebuat orang tidak lagi memilih pasar modal sebagai tempat menarik untuk berinvestasi karena kondisi makro yang tidak mendukung (Adiwarman, 2008). Menurut Sirait dan Siagian (2002), kinerja pasar modal dapat dilihat dari indikator-indikator pasar modalnya, salah satunya IHSG. Indikator pasar modal ini dapat berfluktuasi seiring dengan perubahan asumsi-asumsi makroekonomi yang ada. Seiring dengan indikator pasar modal, indikator makroekonomi juga berfluktuasi. Tabel 1.3 Perkembangan IHSG dan Beberapa Indikator Makroekonomi di Indoneia Tahun 2003-2009 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
IHSG 691.90 1,000.23 1,162.635 1,805.523 2,745.826 1,355.408 2,534.356
Kurs 8465 9290 9830 9020 9419 10,950 9400
Indikator Suku Bunga(%) 8.31 7.43 12.75 9.75 8.00 9.25 6.50
Inflasi (%) 5.06 6.23 16.21 6.41 6.41 11.19 4.89
PDB(%) 4.7 4.9 5.69 5.49 6.34 6 4.55
Sumber : IDX statistic, BPS dan SEKI berbagai tahun di olah
Penelitian yang dilakukan oleh Hardiningsih et al (2001) menunjukkan hasil bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar berpengaruh negatif terhadap saham, apabila kurs dolar Amerika turun (apresiasi rupiah) maka akan menyebabkan IHSG naik.
Universitas Sumatera Utara
27
Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika mengakibatkan nilai IHSG ikut menguat ke posisi 691,90 bps di tahun 2003 dan pada tahun 2006. Nurdin (1999), mengemukakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar tidak memiliki pengaruh terhadap resiko saham. Utami dan Rahayu (2003), mengemukakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar berpengaruh positif terhadap saham. Penelitian tentang hubungan antara suku bunga dengan harga saham terdapat perbedaan hasil penelitian. Granger (dalam Mok, 1993), mengemukakan bahwa ada terdapat pengaruh negatif antara suku bunga dengan harga saham. Sesuai dengan teori Keynes (Nopirin, 1997), apabila tabungan mengalami kenaikan maka harga saham akan mengalami penurunan dan begitu juga sebaliknya, hal ini tercermin pada peningkatan IHSG di tahun 2003 sebesar 266,95 bps pada tahun 2004. Situasi kembali berubah di pertengahan tahun 2005, harga minyak international naik tajam hingga di atas US$ 70 an per barel. Hal ini kembali memaksa otoritas moneter dalam ini BI utuk menaikkan suku bunga di tahun 2005-2006. Selain hal tersebut kebijakan suku bunga tinggi dalam negeri dipicu oleh kondisi perekonomian global dimana perekonomian Amerika Serikat, Eropa (Inggris), Asia (Jepang) juga menetapkan suku bunga tinggi oleh otoritas moneter negara tersebut (Gatra edisi 27 Januari 2007). Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Boedie et al (1995), mengemukakan bahwa ada pengaruh antara suku bunga dengan harga saham, dan hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Utami dan Rahayu (2003). Hal ini terlihat pada tahun 2004, suku bunga naik namun di ikuti oleh peningkatan IHSG dari posisi 1.000,233 bps di tahun
Universitas Sumatera Utara
28
2004 ke posisi 1.805,52 bps di tahun 2006. Hal ini dapat terjadi karena adanya harapan bahwa kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat, sehingga akan mendapatkan deviden yang lebih besar. Selain itu, peningkatan harga dapat juga disebabkab adanya kemungkinan pasar mengharapkan akan terjadinya penurunan suku bunga sehingga harga indeks naik. Menurut Tandelilin (2000), kinerja bursa efek ikut mengalami penurunan jika inflasi meningkat. Apabila melihat pergerakan inflasi dari tahun 2003 sampai pada tahun 2009 bersifat fluktuatif. Peningkatan inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 9,98% dari tahun sebelumnya sebesar 6,23% ke tingkat 16,21% terlihat penurunan pada IHSG ketika inflasi meningkat pada tahun 2008 sebesar -50% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sesuai dengan pendapat Tandelilin tersebut, IHSG mengalami penurunan ke tingkat 1.355,408 bps di tahun 2009 yang sebelumnya pada tingkat 2.745,826 bps di tahun 2007. Namun hal ini tidak berlaku untuk tahun 2005 di mana inflasi meningkat namun IHSG tetap naik sebesar 162,64 bps dari posisi tahun sebelumnya sebesar 1000,23 bps ke posisi 1.162,635 bps di tahun 2005. Peningkatan IHSG di tahun 2005 lebih dipicu oleh keadaan fundamental ekonomi dalam negeri yang stabil karena keberhasilan melaksanakan pemilu 2005, sehingga investor masih percaya pada kinerja perusahaan (emiten) domestik. Penelitian hubungan antara Gross Domestic Product (PDB) terhadap harga saham yang telah dilakukan oleh Park (1997), yang melakukan penelitian tentang kaitan antar variabel makro, indeks harga konsumen, PDB, tingkat inflasi, dan suku
Universitas Sumatera Utara
29
bunga menunjukkan bahwa PDB saja yang berpengaruh positif tehadap harga saham sedangkan yang lainnya tidak. Sedangkan Tandelilin (1997) mengemukakan bahwa pertumbuhan PDB tidak berpengaruh terhadap indeks harga. Berdasarkan latar belakang dan research gap dari penelitian terdahulu, maka penelitian ini menganalisis pengaruh makroekonomi yaitu nilai tukar, suku bunga, inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang di cerminkan dalam PDB terhadap kinerja IHSG di BEI pada tahun 2005 sampai pada tahun 2009.
1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut , permasalahan yang akan diteliti
adalah “ Apakah pengaruh makroekonomi yang diproxikan dengan nilai tukar dolar terhadap rupiah, suku bunga, laju inflasi dan PDB berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di BEI?”
1.3.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk “Menganalisis pengaruh makroekonomi yang
diproxikan dengan nilai tukar dolar terhadap rupiah, suku bunga, laju inflasi dan PDB secara simultan dan parsial terhadap IHSG di BEI”.
1.4.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini antara lain :
Universitas Sumatera Utara
30
1. Bagi peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pengaruh faktor makroekonomi terhadap IHSG. 2. Bagi pelaku bisnis dan praktisi keuangan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang menarik dan menjadi salah satu masukan dalam mempertimbangkan keputusan investasi. 3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan melengkapi temuan empiris yang sudah ada di bidang akuntansi untuk kemajuan dan pengembangan ilmiah di masa akan datang dan memperkaya khasanah keilmuan pada umumnya.
1.5.
Originalitas Penelitian Penelitian ini merupakan replikasi terhadap penelitian sebelumnya yang
dilakukan Pasaribu et al (2009) yang berjudul Analisis pengaruh variabel makroekonomi terhadap indeks harga saham gabungan. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian Pasaribu et al adalah indeks harga saham gabungan sedangkan variabel independen yang digunakan adalah inflasi, SBI, nilai tukar, transaksi berjalan, indeks hangseng, minyak dunia, fed rate. Pasaribu et al menyimpulkan bahwa inflasi, SBI, nilai tukar, minyak dunia dan fed rate tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap indeks harga saham gabungan. Sedangkan transaksi berjalan, indeks hang seng berpengaruh positif signifikan terhadap indeks harga saham gabungan.
Universitas Sumatera Utara
31
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Pasaribu et al (2009) adalah variabel independen yang digunakan adalah nilai tukar, suku bunga, inflasi dan pertumbuhan PDB. Penambahan variabel pertumbuhan PDB pada penelitian ini dikarenakan metode penelitian yang digunakan adalah Panel Data yang menggabungkan data Time Series dan Cross Section. Peneliti tidak menggunakan variabel transaksi berjalan, indeks hangseng, minyak dunia dan fed rate karena peneliti ingin meneliti hanya pada faktor makroekonomi di dalam negeri. Perbedaan lainnya adalah periode penelitian ini di mulai pada tahun 2005 sampai pada tahun 2009, sedangkan Pasaribu et al menggunakan periode 2005 sampai tahun 2008.
Universitas Sumatera Utara