BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kesadaran akan peran penting sektor pariwisata dalam mendongkrak
perekonomian kian menjadi trend di kalangan pemerintah daerah dengan cara mengembangkan daerahnya menjadi destinasi wisata. Pariwisata sendiri menjanjikan dampak multiganda yang mampu menggerakkan roda perekonomian suatu daerah. Dengan adanya kunjungan wisata, bukan saja insan pariwisata seperti agen perjalanan wisata, pemandu wisata, maupun pengelola obyek wisata yang mendapatkan dampak ekonomi dari pariwisata, tetapi juga pihak-pihak lain di luar sektor pariwisata seperti hotel, restoran, sarana transportasi, dan lainnya. Hal inilah yang melatarbelakangi keinginan daerah untuk mengembangkan sektor pariwisata dengan harapan mendapatkan manfaat ekonomi dari kunjungan wisata. Adapun upaya pengembangan dilakukan untuk menggali dan mengembangkan potensi wisata serta memenuhi komponen yang harus ada dalam suatu destinasi. Hal serupa juga dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang berusaha menjadikan Yogyakarta sebagai salah satu daerah favorit untuk berwisata. Melalui Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pembangunagan Kepariwisataan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012 - 2025, Yogyakarta berusaha menjadi destinasi wisata terkemuka, berkelas dunia, berdaya
1
saing, berwawasan budaya, berkelanjutan, mampu mendorong pembangunan daerah dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai tindak lanjut atas hal tersebut, telah dilaksanakan beberapa program pengembangan pariwisata. Adapun program-program pengembangan yang dilakukan meliputi upaya perwilayahan destinasi pariwisata daerah, pembangunan daya tarik wisata, pembangunan fasilitas umum dan pariwisata, pembangunan aksesibilitas dan/atau transportasi, pemberdayaan masyarakat melalui kepariwisataan, dan pengembangan investasi di bidang pariwisata. Beberapa program yang dapat dijadikan contoh adalah penataan Kawasan Malioboro, pengembangan Merapi - Kaliurang sebagai kawasan wisata alam Gunung Merapi dan Desa Wisata, pengembangan Prambanan - Ratu Boko sebagai kawasan wisata candi Hindu dan budaya jawa, pengembangan karst Gunungkidul sebagai kawasan wisata berbasis penjelajahan gua karst, pengembangan Sermo Menoreh - Suroloyo sebagai kawasan wisata berbasis tirta dan perbukitan, pengembangan Kasongan - Tembi sebagai sentra kerajinan, penyelenggaraan event berbasis budaya dan industri kreatif seperti Festival Kesenian Yogyakarta, serta program atau event lainnya. Program-program tersebut dilaksanakan dengan tujuan agar kunjungan wisata di Yogyakarta semakin meningkat, dan memberikan manfaat bagi ekonomi masyarakat. Selama ini Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang cukup banyak diminati wisatawan. Tercatat sejumlah wisatawan, baik wisatawan
2
nusantara (wisnus) maupun wisatawan mancanegara (wisman) berkunjung di Yogyakarta.
Tabel I.1. Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisata (arrival) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2009 s.d. 2012 Wisman
Wisnus
Jumlah
139.492 1.286.565 1.426.057 2009 152.843 1.304.137 1.456.980 2010 169.565 1.438.129 1.607.694 2011 197.751 2.162.422 2.360.173 2012 Sumber: Diolah dari Statatistik Kepariwisataan DIY, 2012
Pertumbuhan 2,17% 10,34% 46,80%
Dari tabel I.1. dapat dilihat jumlah kunjungan wisata (arrival) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang mengalami peningkatan antara tahun 2009 s.d. 2011. Fakta ini mengindikasikan bahwa Yogyakarta semakin menarik minat calon wisatawan untuk menjadikan Yogyakarta sebagai pilihan berwisata. Semakin menariknya Yogyakarta sebagai daerah wisata dapat pula dilihat dari jumlah pengunjung ODTW di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tabel I.2. Perkembangan Jumlah Pengunjung Obyek Daya Tarik Wisata (ODTW) di Provinsi Daerah Istimewa Yoyakarta tahun 2009 s.d. 2012 Wisman
Wisnus
Jumlah
683.829 7.200.384 7.884.213 2009 415.204 7.855.784 8.270.988 2010 461.162 8.839.624 9.300.786 2011 499.515 10.880.125 11.379.640 2012 Sumber: Diolah dari Statatistik Kepariwisataan DIY, 2012
Pertumbuhan 4,9% 12,45% 22,35%
3
Tabel I.2. menampilkan jumlah pengunjung ODTW di Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta yang terus mengalami peningkatan dalam rentang waktu antara tahun 2009 s.d. 2012. Lonjakan kunjungan wisata terbesar terjadi pada tahun 2012, yaitu meningkat
sebesar
22,35%
dibandingkan
tahun
sebelumnya.
Hal
ini
memperlihatkan Yogyakarta semakin menarik minat wisatawan untuk mau berkunjung. Adapun faktor yang menjadikan Yogyakarta menarik untuk dikunjungi adalah beragamnya daya tarik wisata yang ditawarkan. Dalam upaya mencari leassure di suatu destinasi, wisatawan mencari yang dikenal dengan istilah something to see, something to do, dan something to buy. Dalam hal ini, Yogyakarta menyediakan semua hal tersebut. Untuk mencari sesuatu yang dapat dilihat (something to see), wisatawan dapat mengunjungi Keraton Yogyakarta, Tamansari, serta dapat melihat pula obyek-obyek wisata lain yang ada berada di sekitar Yogyakarta seperti Candi Borobudur maupun Pegunungan Dieng. Sedangkan untuk mencari aktivitas yang dapat dilakukan (something to do), Yogyakarta dikelilingi oleh desa-desa wisata yang siap memberikan pengalaman baru bagi wisatawan. Yogyakarta juga memiliki sentra-sentra kerajinan yang menyediakan cinderamata sebagai something to buy yang siap memanjakan hasrat belanja wisatawan, seperti Kotagede, Kasongan, dan lainnya. Faktor lain yang menyebabkan Yogyakarta banyak dikunjungi wisatawan adalah faktor fasilitas penunjang pariwisata, seperti hotel, restoran, agen perjalanan wisata, jasa penyedia transportasi, dan lainnya, sehingga benar adanya
4
anggapan bahwa untuk menginap, wisatawan yang ingin mengunjungi Candi Borobudur akan tetap memilih hotel di Yogyakarta. Hal tersebut disebabkan oleh beragamnya pilihan tempat menginap di Yogyakarta dengan tingkat harga yang bervariasi.
Tabel I.3. Jumlah Hotel Bintang dan Kelas Melati di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012 Jenis Hotel Jumlah Unit Jumlah Kamar Bintang 5 4 939 Bintang 4 8 1444 Bintang 3 14 1024 Bintang 2 8 332 Bintang 1 10 451 Melati 447 8230 Jumlah 491 12420 Sumber: Diolah dari data Statistik Pariwisata DIY, 2012
Dalam tabel tersebut dapat dilihat jumlah hotel baik hotel berbintang maupun non bintang yang terdapat di DIY beserta jumlah kamar yang tersedia. Hotel bintang 4 menjadi hotel yang paling banyak menyumbang jumlah kamar dengan 1444 kamar dari 8 hotel, kemudian disusul oleh hotel bintang 5 dengan 939 kamar dari 4 hotel. Selain itu, wisatawan yang tidak ingin menginap di hotel berbintang masih dapat memilih hotel kelas melati. Dalam tabel tersebut, jumlah unit dan kamar yang tersedia jika dibandingkan dengan hotel berbintang, jumlahnya jauh lebih besar, yaitu 8230 kamar dari 447 hotel. Bervariasinya jenis hotel yang ada menjadikan DIY sebagai tempat yang ideal bagi wisatawan baik
5
mancanegara maupun nusantara untuk menginap meskipun obyek daya tarik wisata yang ingin dikunjungi bukan berada di Yogyakarta. Selain hotel, Yogyakarta juga menyediakan sarana penunjang wisata lainnya, seperti rumah makan, agen perjalanan wisata, dan juga toko-toko cinderamata. Menurut Data Statistik Kepariwisataan DIY tahun 2011, pada tahun 2011 jumlah restoran dan rumah makan tipe A, B dan C sebanyak 641 buah, dan pada tahun yang sama, tercatat sebanyak 381 biro perjalanan wisata yang masih aktif dan siap memberikan pelayanan bagi wisatawan yang ingin menggunakan jasanya. Dengan banyaknya fasilitas penunjang pariwisata yang terdapat di Yogyakarta, dapat dikatakan posisi Yoyakarta sebagai destinasi wisata cukup strategis karena cukup mampu menyediakan kebutuhan wisatawan. Meskipun begitu, dengan ragam atraksi yang ada, dan fasilitas yang tersedia, Yogyakarta belum cukup mampu membuat wisatawan tinggal lebih lama.
Tabel I.4. Perkembangan Lama Tinggal Wisatawan (Length of Stay) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2009 s.d. 2012 Wisnus
Wisman
1,74 1,91 2009 1,69 1,91 2010 1,72 1,92 2011 1,56 1,79 2012 Sumber: Data Statistik Pariwisata DIY, 2012
Rata-rata
Pertumbuhan
1,82 1,8 1,82 1,67
-1,1% 1,1% -8,24%
6
Dari tabel I.4. dapat dilihat lama tinggal wisatawan yang berkunjung di DIY antara tahun 2009 s.d. 2012 tidak lebih dari 2 hari. Dengan alokasi waktu yang pendek, dapat digambarkan aktivitas wisatawan di Yogyakarta hanya datang, melakukan city tour, menginap, belanja, kemudian pulang atau mengunjungi daerah lain. Hal tersebut didukung dengan rendahnya tingkat hunian hotel di Yogyakarta. Tingkat hunian hotel diperoleh dengan membandingkan jumlah kamar yang terjual dengan jumlah kamar yang tersedia.
Tabel I.5. Perkembangan Tingkat Hunian Kamar (Occupancy Rate) Hotel di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2009 s.d. 2012 2009 2010 56,76% Occupancy Rate 56,71%, Sumber: Data Statistik Pariwisata DIY, 2012
2011 57,43%
2012 60,73%
Dalam tabel tersebut dapat dilihat pada tahun 2009 tingkat hunian hotel di Yogyakarta sebesar 56,71%, kemudian pada tahun 2010 meningkat menjadi 56,76%, tahun 2011 semakin meningkat menjadi 57,43% dan pada tahun 2012 peningkatan terus berlanjut hingga mencapai angka 60,73%. Dari angka tersebut dapat disimpulkan jumlah kamar hotel yang tersedia hanya terisi setengahnya saja. Dengan melihat angka tersebut, dapat dipahami bahwa wisatawan yang berkunjung di Yogyakarta lebih memilih melakukan one day tour daripada harus menginap. Hal ini semakin diperkuat dengan perbandingan jumlah kunjungan wisata (tabel I.1.) dengan jumlah pengunjung ODTW di Yogyakarta (tabel I.2.) yang
7
sangat jauh selisihnya. Kesimpulan yang dapat diambil dari perbandingan tersebut adalah Yogyakarta berhasil dalam mendatangkan wisatawan, namun gagal dalam membuat wisatawan yang datang untuk tinggal lebih lama. Padahal logikanya, supaya masyarakat yang berada di sekitar obyek daya tarik wisata lainnya juga memperoleh manfaat ekonomi dari kunjungan wisata, maka wisatawan harus ditahan lebih lama, mengingat Yogyakarta memiliki daya tarik yang cukup beragam dan tersebar di lima kabupaten serta fasilitas penunjang pariwisata yang cukup lengkap. Melihat kondisi lama tinggal wisatawan yang belum mencapai dua hari, perlu diidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya lama tinggal wisatawan yang berkunjung di Yogyakarta. Menurut Deddy Pranawa Eryana selaku Kepala Badan Promosi Pariwisata Kota Yogyakarta (BP2KY) yang dikutip dari Kompas.com, 9 April 2012 yang berjudul “Lama Tinggal Wisatawan di Yogya Belum Mencapa 3 Hari” menyebutkan: “Untuk mendongkrak lama tinggal wisatawan yang berkunjung di Jogja, perlu terobosan baru dalam industri pariwisata, seperti wisata belanja karena jogja juga memiliki pasar yang cukup terkenal, yaitu beringharjo. Selain itu, perlu adanya kesadaran dari para pelaku pariwisata, mulai dari pemerintah daerah hingga pramuwisata, juru paarkir, kusir andong, pengemudi becak, dan lainnya dalam menciptakan iklim pariwisata yang kondusif.” Sumber data: http://travel.kompas.com/read/2012/04/09/15225273/LamaTinggal-Wisatawan-di-Yogya-Belum-Mencapa-3-Hari
8
Dalam sumber yang sama, Istidjab Danunagara, selaku ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yogyakarta menyebutkan:
“masih terbatasnya obyek wisata di jogja menyebabkan wisatawan hanya membutuhkan waktu 1 hari saja untuk mengunjungi.” Terdapat juga pendapat lain dari Wakil Ketua Asita DIY Eddy Purnomo yang dikutip dari Antaranews Yogya, 31 Juli 2012 yang berjudul “Asita Optimis Lama Tinggal wisatawan Bisa Ditambah”: “Asosiasi Biro Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) DIY optimis lama tinggal wisatawan di Yogyakarta masih bisa ditambah, asalkan ada revitalisasi dan diversifikasi objek wisata. sebagai contoh, revitalisasi objek wisata dapat dilakukan dengan membuka akses agar pementasan ketoprak bisa dilihat dengan lebih mudah oleh wisatawan.” Sumber data: http://jogja.antaranews.com/berita/302458/asita-optimistislama-tinggal-wisatawan-bisa-ditambah
Ketiga kutipan tersebut secara tidak langsung mengungkapkan faktor yang menyebabkan rendahnya lama tinggal wisatawan yang berkunjung di Yogyakarta adalah faktor ragam atraksi dan kurangnya kesadaran para pelaku wisata dalam menciptakan atmosfer wisata yang kondusif. Berbeda dengan ketiga kutipan tersebut, pendapat lain dari Widi Utaminingsih selaku Ketua Yayasan Widya Budaya Yogyakarta yang di kutip dari Antaranews Yogya, 10 Maret 2013 yang berjudul “DIY Perlu Ciptakan Kegiatan Wisata Malam”:
9
"Daerah istimewa Yogyakarta sebagai salah satu destinasi utama di Indonesia perlu memiliki banyak atraksi dan kegiatan wisata malam. untuk itu, perlu diciptakan atraksi wisata baru pada malam hari yang berbasis pada aktivitas belanja, pementasan, maupun kuliner. hal ini akan menjadikan wisatawan merasa lebih nyaman berlama-lama tinggal di Yogyakarta." Sumber data: http://jogja.antaranews.com/berita/309440/diy-perluciptakan-kegiatan-wisata-malam
Dari kutipan tersebut, selain faktor ragam atraksi dan atmosfer wisata, faktor lain yang menyebabkan rendahnya lama tinggal wisatawan di Yogyakarta adalah terbatasnya kegiatan wisata malam yang tersedia di Yogyakarta. Dengan begitu dapat disimpulkan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya lama tinggal wisatawan yang berkunjung ke suatu destinasi, di antaranya faktor ragam atraksi, atmosfer wisata, dan night life. Selain itu, faktor pilihan akomodasi, pilihan moda transportasi lokal juga menjadi faktor yang menyebabkan rendahnya lama tinggal wisatawan. Namun, untuk melihat penyebab dari suatu permasalahan, dalam hal ini permasalahan rendahnya lama tinggal wisatawan, tidak dapat hanya dilihat dari satu sisi saja. Jika memposisikan ragam atraksi, pilihan akomodasi, pilihan moda transportasi, night life dan atmosfer pariwisata sebagai faktor penyebab rendahnya lama tinggal wisatawan yang berkunjung di Yogyakarta, itu artinya hanya dilihat dari sisi penyedia jasa pariwisata saja. Padahal dalam upaya mengembangkan daya saing pariwisata, juga harus memperhatikan sisi konsumen, atau dalam hal ini sisi wisatawan, sehingga diperlukan suatu upaya untuk mencari tahu penyebab rendahnya lama tinggal wisatawan yang berkunjung di yogyakarta dilihat dari sisi wisatawan. Meskipun
10
seluruh upaya pengembangan pada akhirnya diarahkan pada komponenkomponen destinasi, akan tetapi agar dapat menciptakan kunjungan wisata yang berkualitas, yaitu tinggal lebih lama dan juga membelanjakan banyak uang, upaya pengembangan tersebut hendaknya mendasarkan diri pada kebutuhan wisatawan yang lebih spesifik. Sebagai penyedia jasa pariwisata yang ingin dikunjungi dan lama ditinggali oleh wisatawan, serta dihadapkan pada persaingan yang semakin ketat di antara penyedia jasa pariwisata, Yogyakarta memerlukan suatu strategi pemasaran pariwisata yang efektif dan efisien, serta mewujudkannya ke dalam program-program pengembangan aktivitas wisata, akomodasi, akses ke tujuan wisata, sarana pendukung pariwisata, dan juga komunikasi pemasaran pariwisata. Adapun strategi tersebut perlu didasarkan pada kebutuhan wisatawan, dan untuk dapat melakukan hal tersebut, langkah awal yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi segmentasi wisatawan yang berkunjung di Yogyakarta. Hal ini dimaksudkan agar pengembangan pariwisata yang dilakukan dapat dengan tepat menyasar kelompok wisatawan tertentu dan tidak melebihi daya dukung wilayah. Dengan demikian, dapat dilihat pentingnya melakukan identifikasi terhadap segmentasi wisatawan yang berkunjung di Yogyakarta karena segmentasi wisatawan dapat memberikan gambaran kebutuhan pasar. Atas dasar tersebut dilakukan kajian terhadap segmentasi wisatawan yang datang di Yogyakarta. Dengan mengkaji segmentasi wisatawan yang berkunjung di Yogyakarta, nantinya diketahui pula minat dan pola konsumsi wisatawan, bahwa
11
wisatawan dengan perbedaan usia, jenis kelamin, asal daerah atau negara memiliki minat dan pola konsumsi yang berbeda terhadap ragam atraksi yang ingin dinikmati, begitu pula dengan jenis akomodasi, transportasi, makan-minum, dan cinderamata. Asumsi dasar dalam penelitian ini adalah kebutuhan, minat dan pola konsumsi wisatawan ditentukan oleh karakteristik wisatawan yang diketahui melalui segmentasi wisatawan, sehingga penelitian ini mengungkap bagaimana segmentasi wisatawan menentukan keputusan wisatawan dalam memilih produk wisata. Oleh karena itu, diperlukan suatu kajian yang bertujuan untuk mengetahui segmentasi wisatawan, yaitu siapa saja yang selama ini menjadi penikmat pariwisata Yogyakarta dan bagaimana wisatawan dalam mengkonsumsi produkproduk wisata di Yogyakarta. Lebih lanjut, obyek penelitian ini adalah wisatawan mancanegara. Penelitian ini melihat komposisi wisatawan mancanegara yang datang di Yogyakarta, serta menganalisis produk wisata yang dipilih dan dikonsumsi selama berada di Yogyakarta. Adapun alasan pemilihan wisatawan mancanegara sebagai obyek penelitian adalah karena jumlah wisatawan mancanegara dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Seperti yang ditampilkan pada tabel I.1., jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dari tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 10,9% di tahun 2011. Sedangkan pada tahun 2012, jumlah wisatawan mancanegara mengalami peningkatan sebesar 46,80%. Melihat pertumbuhan
12
kunjungan tersebut, wisatawan mancanegara menjadi pasar potensial bagi pariwisata Yogyakarta. Fakta tersebut diperkuat dengan persentase pembelanjaan wisatawan mancanegara yang ternyata lebih potensial dibandingkan dengan wisatawan nusantara. Tabel I.6. Perbandingan Proporsi Pembelanjaan Wisatawan Nusantara dan Wisatawan Mancanegara dalam Tujuh Kategori Pembelanjaan (%) Akomodasi
Makanan
Transportasi
Cinderamata
Pemandu Wisata
Belanja
Jasa lainnya
Wisnus yang membelanjakan
53,6
92,6
71,1
79,2
11,2
84,1
18,6
Wisnus yang tidak membelanjakan
46,4
7,4
28,9
20,8
88,8
15,9
81,4
Wisman yang membelanjakan
89,7
91,6
84,1
60,7
33,6
90,2
79,4
Wisman yang tidak membelanjakan
10,7
8,4
15,9
39,3
66,4
9,8
20,6
Diolah dari Analisis Pasar Wisatawan Kota Yogyakarta tahun 2008
Dalam tabel I.6. dapat dilihat wisatawan mancanegara yang membelanjakan uangnya untuk cinderamata sebesar 60,7%. Angka tersebut lebih kecil dibandingkan dengan wisatawan nusantara yang membelanjakan uangnya untuk cinderamata, yaitu sebesar 79,2%. Sementara itu, untuk belanja selain cinderamata, wisatawan mancanegara yang membelanjakan uangnya sebesar 90,2%, lebih besar dibandingkan wisatawan nusantara, yaitu sebesar 84,1%. Meskipun wisatawan mancanegara lebih sedikit membelanjakan uangnya untuk pos cinderamata, namun jumlah tersebut tidak terlalu jauh selisihnya. Artinya,
13
wisatawan lebih dari separo wisatawan mancanegara yang mengunjungi Yogyakarta membeli cinderamata, atau wisaatawan mancanegara yang membeli cinderamata masih lebih besar jumlahnya daripada yang tidak membelanjakan. Selain itu, wisatawan mancanegara lebih banyak membelanjakan uangnya untuk pos-pos lainnya, seperti akomodasi, transportasi, pemandu wisata, dan jasa lainnya. Sementara itu, wisatawan nusantara memang dikenal lebih royal untuk membelanjakan uangnya, terutama pada pos makanan dan belanja cinderamata. Kesimpulan yang dapat diambil dari fakta tersebut adalah, wisatawan mancanegara menjanjikan potensi yang lebih besar dibandingkan wisatawan nusantara dalam hal pembelanjaan, sehingga untuk memperoleh dampak multiganda dari kunjungan wisata, memfasilitasi wisatawan mancanegara menjadi langkah strategis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masayarakat melalui sektor pariwisata. Oleh karena itu, sebagai langkah awal diperlukan suatu upaya untuk melihat komposisi wisatawan mancanegara yang menikmati sajian wisata di Yogyakarta, serta menganalisis kebutuhan dan ekspektasinya dengan tujuan agar tercipta kunjungan wisata yang berkualitas. Saat ini berkembang fenomena wisata backpacker yang dalam melakukan perjalanan wisata, wisatawan ini mencari paket wisata dengan budget murah, dan menginginkan kebebasan dalam menentukan tempat wisata yang ingin dikunjungi, serta berharap memperoleh pengalaman yang lebih dibandingkan dengan mempercayakan perjalanan wisata kepada agen perjalanan wisata. Sesuai
14
dengan pernyataan tersebut, terdapat beberapa hipotesis mengenai wisatawan backpacker, yaitu: 1. Berasal dari kelas ekonomi kurang mapan. 2. Berasal dari kelompok usia muda. 3. Memiliki mobilitas yang tinggi. 4. Menggunakan akomodasi yang murah, 5. Tidak melibatkan agen perjalanan dalam merencanakan perjalalanan wisata. Namun dalam perkembangannya, wisatawan yang melakukan jenis perjalanan wisata ini bukan hanya berasal dari wisatawan kelas ekonomi kurang mapan, tetapi telah merambah wisatawan yang berasal dari kelas ekonomi mapan. Adapun kecenderungan yang terjadi adalah orang-orang yang gemar melakukan perjalanan wisata, justru lebih bangga menyatakan dirinya adalah seorang backpacker. Artinya wisata backpacker saat ini tengah menjadi lifestyle. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk membuktikan keberadaan kondisi wisatawan mancanegara seperti yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai hipotesis terkait wisatawan backpacker. Adapun pembuktian tersebut dilakukan dengan mengidentifikasi serta menganalisis sosiodemografis dan psikografis wisatawan dalam memilih produk wisata selama berada di Yogyakarta. Di Yogyakarta sendiri, sangat memungkinkan dilakukan perjalanan wisata jenis ini, mengingat Yogyakarta memiliki tempat-tempat wisata yang menarik dan terbilang jarang dikunjungi oleh wisatawan yang hanya mempercayakan
15
perjalalanan wisatanya kepada agen. Sementara itu, untuk wisatawan yang ingin melakukan wisata backpacker, Kampung Prawirotaman dapat menjadi pilihan yang ideal. Seperti yang telah dijelaskan, wisatawan backpacker menginginkan perjalanan wisata yang murah, termasuk untuk urusan akomodasi, makan-minum, dan lainnya. Dalam hal ini Kampung Prawirotaman menyediakan segalanya. Berdasarkan hasil pra survey yang telah dilakukan, di kawasan kampung tersebut terdapat 43 penginapan dengan rincian 4 hotel berbintang, dan 39 penginapan kelas melati. Selain fasilitas penginapan, Kampung Prawirotaman juga menyediakan beberapa fasilitas lainnya seperti kafe, agen perjalanan wisata, money changer, restoran, dan lainnya. Fasilitas-fasilitas tersebut terintegrasi dalam suatu wilayah yang berdekatan, sehingga menciptakan suasana kondusif serta kemudahan bagi wisatawan yang menginap. Dengan adanya fasilitas yang lengkap inilah Kampung Prawirotaman dapat menjadi tujuan bagi wisatawan mancanegara, khususnya wisatawan bagpacker untuk menginap. Atas dasar tersebut, dan kesesuainnya dengan fokus serta obyek penelitian, penelitian ini akan mengambil lokasi di Kampung Prawirotaman Yogyakarta.
16
Tabel I.7. Jumlah Wisatawan Mancanegara (Wisman) di Kampung Prawirotaman Tahun 2012 Bulan Jumlah Wisman Januari 221 Februari 229 Maret 202 April 243 Mei 286 Juni 213 Juli 380 Agustus 409 September 372 Oktober 362 November 213 Desember 240 Jumlah 3370 Sumber: diolah dari data pra survey
Tabel I.6. menunjukkan banyaknya wisatawan yang berada di Kampung Prawirotaman. Dapat dilihat jumlah wisatawan yang menginap di Kampung Prawirotaman pada tahun 2012 sebanyak 3370 orang. Adapun persebaran tamu yang menginap di Kampung Prawirotaman paling banyak berada di antara Bulan Agustus s.d. Oktober dengan jumlah tamu mancanegara yang menginap sebanyak 1143 orang, atau 33,9% dari jumlah keseluruhan. Hal ini disebabkan pada tiga bulan tersebut merupakan puncak kedatangan wisawatan mancanegara (peak season). Jika dilihat dari sisi jumlah, wisatawan mancanegara yang menginap di Kampung Prawirotaman jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan wisatawan mancanegara yang mengunjungi Yogyakarta, yaitu 3370 orang dari 197.751 orang. Meskipun begitu, Kampung Prawirotaman merupakan
17
satu-satunya kantong wisatawan di Yogyakarta yang hampir semuanya merupakan wisatawan mancanegara, berbeda dengan kantong wisatawan lainnya di Yogyakarta, seperti Kampung Sosrowijayan dan Sosrokusuman yang sebagian besar wisatawan yang menginap adalah wisatawan nusantara. Dengan status Kampung Prawirotaman sebagai kantong wisatawan mancanegara di Yogyakarta, kajian ini merupakan sebuah penelitian strategis dalam sebuah perencanaan pariwisata. Dengan dilakukannya penelitian ini, peneliti berharap memperoleh pemahaman dalam konteks keilmuan manajemen dan kebijakan publik, serta memberikan sumbangsih kepada pemerintah melalui dinas pariwisata maupun pihak-pihak yang berkepentingan di sektor pariwisata dengan melakukan suatu kajian sebagai upaya problem solving terkait rendahnya lama tinggal wisatawan mancanegara di Yogyakarta yang dilihat dari sisi wisatawan.
1.2.
Rumusan Masalah Melihat latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah Bagaimana segmentasi wisatawan di Kampung Prawirotaman dalam menentukan pilihan terhadap produk-produk wisata di Yogyakarta?
18
1.3.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui segmentasi wisatawan mancanegara di Kampung Prawirotaman berdasarkan karakteristik demografi dan psikografi. 2. Mengetahui produk wisata yang dipilih dan dikonsumsi oleh wisatawan mancanegara selama berkunjung di Yogyakarta. 3. Menganalisis segmentasi wisatawan mancanegara di Kampung Prawirotaman dalam menentukan pilihan terhadap produk wisata di Yogyakarta. 4. Membuktikan hipotesis mengenai wisatawan backpacker terkait sosiodemografis dan psikografis melalui pola konsumsi yang dimiliki selama berada di Yogyakarta.
1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis 1) Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan, serta bahan dalam penerapan ilmu metode penelitian, khususnya mengenai gambaran pengetahuan tentang persoalan yang timbul dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah. 2) Dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
19
Manfaat Praktis Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi perencanaan isi kebijakan atau program pengembangan pariwisata. Bagi Penulis Sebagai media pembelajaran untuk memperoleh pemahamaan dalam hal identifikasi permasalahan, mencari dan menghasilkan data yang dibutuhkan untuk penyelesaian permasalahan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan temuan di lapangan. Bagi Pembaca Memberikan informasi kepada pembaca tentang sosiodemografi dan psikografi wisatawan yang berkunjung di Yogyakarta, khusunya Kampung Prawirotaman. Bagi Pemerintah Memberikan gambaran empiris pasar wisatawan di Yogyakarta yang dapat dijadikan sebagai materi acuan bagi perencanaan pengembangan pariwisata selanjutnya.
20