BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Dari waktu ke waktu, humas pemerintah terus menghadapi tantangan,
profesionalisme humas pemerintah kian ditantang dengan hadirnya era digital. Digitalisasi informasi pada akhirnya memaksa semua praktisi Public Relations makin siap dengan budaya keterbukaan infromasi publik yang membuat arus informasi di masyarakat kian tidak terbendung. Perkembangan humas pemerintah memang menghadapi sejumlah kendala. Bakohumas mencatat, ada enam faktor yang menjadikan humas pemerintah kurang mampu mengaktulisasikan perannya ditengah dinamika masyarakat dan teknologi.1 Faktor pertama adalah kontribusi humas pemerintah terhadap lancarnya pelaksanaan tugas dan fungsi instansi. Ditambah lagi, belum maksimalnya peran humas pemerintah sebagai fasilitator ruang publik, management function, image building institution, hingga penyelenggaraan PR tools guna menunjang kegiatan publisitas instansi. Faktor kedua yang menjadi kendala ialah kegiatan kehumasan pemerintah yang cenderung parsial, monoton, serta terjebak pada rutinitas. Hal ini membuat humas pemerintahan belum dirasakan memiliki sensitivitas dan bersikap proaktif dalam menganalisis setiap situasi yang berkembang dimasyarakat maupun pemerintahan. Faktor ketiga yang menjadi kendala adalah belum mampunya humas pemerintah menyajikan informasi alternative bagi publik. Informasi alternative ini digunakan untuk mengimbangi berbagai isu dan opini publik yang berkembang cepat melalui media massa. Faktor keempat belum adimanfaatkannya standar kompetensi kehumasan sebagai alat ukur dalam merekrut petugas/pejabat/staf dibidang 1
Wildan Hakim, Jejak Humas Pemerintahan, 2013, Direktorat Kemitraan Komunikasi Ditjen Informasi Dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, hal 70
http://digilib.mercubuana.ac.id/
kehumasan. Padahal, rekrutmen berbasis kompetensi ini bisa menjadi penentu awal dalam membangun profesionalisme bagi siapapun yang ditugaskan dibidang ini. Faktor kelima adalah belum terwujudnya budaya kerja services dilingkungan kehumasan pemerintah diseluruh Indonesia yang mengacu pada kode etik kehumasan pemerintah (KEKP) yang sudah diberlakukan sejak 2007 lalu. Dan yang terakhir, faktor keenamnya adalah masih adanya kendala dalam merumuskan agenda kebijakan dan penetapan cross cutting isues. Sudah bukan saatnya lagi humas diposisikan sebagai “pemadam kebakaran”. Yakni, hanya diperlukan ketika menghadapi krisis. Humas pemerintah justru ditutut mampu menjalankan peran antisipatif dan memiliki daya prediktif dalam menghadapi isu dan permasalahan yang kemungkinan akan berkembang menjadi wacana publik. Lahirnya era keterbukaan informasi yang diikuti dengan adanya konvergensi teknologi komunikasi merupakan peluang besar bagi seluruh praktisi humas pemerintah guna mengembangkan sekaligus mempertajam kiprahnya. Arus informasi yang mengalir deras ke publik, menuntut pejabat atau praktisi kehumasan pemerintah berani tampil didepan, ikut serta dala pengambilan keputusan, serta menunjukkan peran strategisnya. Di Indonesia ketentuan Hak Kebebasan Informasi yang telah termaktub dalam UUD 1945 dikuatkan lagi dengan lahirnya Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang keterbukaan infomasi publik (UU KIP) yang mulai berlaku pada tanggal 1 mei 2010 lalu.2 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) merupakan salah satu wujud konkret dari proses demokratisasi di Indonesia. Undang-Undang
2
S. Arifianto, Dinamika perkembangan: pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi serta implikasinya di masyarakat, Media bangsa, Jakarta, hal 393.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
KIP ini mengatur tentang hak, kewajiban dan sanksi yang harus dipenuhi sebagai Badan Publik penyelenggara Negara. Pada Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan UndangUndang KIP dijelaskan mengenai kewajiban Humas untuk membantu Badan Publik mengimplementasikan Undang-Undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaaan Informasi Publik. Dalam bab penutup Peraturan Pemerintah No.61 tersebut disebutkan PPID wajib dibentuk paling lambat setelah Peraturan Pemerintah ini diundangkan. Selama PPID diBadan Publik belum terbentuk tugas pelayanan informasi dilakukan oleh unit atau dinas bidang informasi, komunikasi, dan/atau kehumasan.3 Hal ini menunjukan Humas sangat dibutuhkan untuk membantu manajemen dalam upaya mencapai implementasi Undang-Undang no. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Secara ringkas ada tiga aspek nyata yang menjadi implikasi dari pelaksanaan Undang-Undang KIP yaitu: transparansi, akuntabilitas dan partisipasi. Harus diakui upaya mendorong transparansi ini tidak mudah. Undang-Undang no. 14 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KKIP), mewajibkan semua badan publik membuka akses infromasi bagi publik. Publik tentu berharap semua badan publik sudah mampu mengimplementasikan undang-undang ini dengan baik. Wakil ketua Komisi Informasi (KI) Pusat John freshly menyatakan, 3
Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI hal 79
http://digilib.mercubuana.ac.id/
keterbukaan informasi di Indonesia saat ini masih jauh dari harapan yang diamanatkan UU KIP. Faktor belum maksimalnya impelementasi UU KIP menurut Direktur Eksekutif Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) Henri Subagyo, dapat dilihat dari segi kelembagaan, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dan standar layanan informasi yang belum dilaksanakan. “Sejauh ini saya menilai bahwa implementasi UU KIP belum berjalan dengan maksimal karena secara paradigma belum terinternalisasi betapa pentingnya keterbukaan informasi bagi instansi pemerintah baik tingkat nasional maupun daerah,” imbuh henri kepada buka! Jakarta, rabu (3/9/14)..4 Wakil ketua komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Tantowi yahya juga menyoroti penerapan UU KIP. Beliau tercengang karena masih banyak badan publik yang belum patuh pada UU KIP. “Masih banyak lembaga-lembaga, badan yang dibiayai oleh Negara dengan APBN/APBD itu yang masih belum menyiapkan infrastruktur, belum melaksanakan keterbukaan, belum memberikan informasi ketika diminta sebagaimana di UndangUndang,” imbuh Anggota DPR dari fraksi golkar ini pada, rabu (3/9/14) Jakarta.5 Kemenkominfo mencatat, respon badan publik terhadap penerapan undangundang KIP belum maksimal. Pusat Pengumpulan Data Layanan Komunikasi Publik Kemenkominfo menunjukkan belum semua badan publik membuat standar layanan informasi publik dan membentuk pejabat pengelola informasi dan dokumentasi sebagaimana diamantkan undang-undang KIP. Dari 694 badan publik baru 339
4 5
Majalah buka! Informasi publik edisi 05, juli-september 2014 hal 4 Ibid hal 5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
badan publik yang membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).6 Berdasarkan pemeringkatan badan publik yang dilaksanakan oleh Komisi Informasi Pusat7 sejak tanggal 27 Oktober 2014 s/d 4 Desember 2014 dari 414 (empat ratus empat belas) badan publik yang dikirimi instrument penilaian mandiri hanya 166 (seratus enam puluh enam) badan publik saja yang mengembalikan kuesioner tersebut. Ini menunjukkan masih adanya badan publik yang belum mengaggap betapa pentingnya keterbukaan informasi bagi instansi pemerintahan. Salah satu badan publik yang sudah yang telah berhasil mengimplementasikan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, yaitu Kementerian Komunikasi dan informatika RI. Peneliti memilih Kementerian Komunikasi dan Informatika RI sebagai subyek penelitian karena Kemenkominfo menjadi pelaku sektor utama (leading sector) atas lahirnya Undang-Undang KIP. Instansi yang kini dikepalai oleh bapak Rudiantara ini berhasil memperoleh penghargaan 10 besar pemeringkatan badan publik yang dilaksanakan oleh Komisi Informasi Pusat tiap tahunnya. Bahkan pada tahun pertama saat pengimplementasian Kementerian Komunikasi dan Informatika mendapatkan perigkat pertama. Sayangnya kini posisi itu telah digantikan oleh Kementerian Keuangan RI dan Kemenkominfo masuk dalam peringkat 8.
6 7
Laporan Rekap PPID per 3 Desember 2014, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Laporan Pemeringkatan Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2014, Komisi Informasi Pusat RI
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Keberhasilan Kementerian Komunikasi Dan Informatika RI dalam melakukan upaya implementasi UU KIP tentu tidak bisa dilepaskan dari peran Humas itu sendiri. Dalam pasal 9 ayat (4) disebutkan bahwa kewajiban menyebarluaskan informasi publik disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.8 Komponen tersebut Pejabat Pengelola Informasi Dan Dokumentasi (PPID) idealnya diwakili oleh pejabat fungsional pranata Humas, baik ditingkat pusat maupun daerah. Data Biro Kepegawaian dan Organisasi Kementerian Komunikasi Dan Informatika RI9 selaku pembina jabatan fungsional pranata humas, hingga tahun 2015 terdapat
707 pejabat
fungsional
pranata
humas
yang
tersebar
pada
23
kementerian/lembaga non kementerian. Pada tingkat daerah terdapat 261 pejabat fungsional pranata humas yang tersebar di 16 pemerintah provinsi/kabupaten/kota. Begitu juga halnya dengan humas Kementerian komunikasi dan informatika RI yang memiliki peran yang sangat penting karena mempunyai fungsi strategis dalam pencapaian tujuan organisasi, keberhasilan sebagaimana yang dimaksud akan sangat
tergantung
dari
seberapa
jauh
kemampuan
Kemenkominfo
dalam
memanfaatkan unsur-unsur sumber daya tersebut untuk penentuan strategi yang dipergunakan dalam merespon pemberlakuan Undang-Undang yang tergolong baru ini. 8
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI 9 Laporan Pejabat Fungsional Pranata Humas Seluruh Indonesia per januari 2015, Kementerian Komunikasi Dan Informatika RI
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Sebagai sebuah Negara yang demokratis Indonesia harus memandang bahwa kebebasan memperoleh informasi bagi publik harus tetap terjaga. Keterbukaan informasi dalam penyelanggaraan pemerintahan juga merupakan salah satu wujud komitmen pemerintah dalam melaksanakan prinsip-prinsip Good Governance dan demokratisasi pemerintahan. Salah satu butir diantara butir-butir Good Governance adalah adanya keterbukaan pemerintah (transparency) kepada masyarakat. Keterbukaan akses informasi bagi publik juga dapat menjadi salah satu alat penunjang control masyarakat atas kinerja pemerintah.
Menurut Kepala Badan Penelitian &
Pengembangan
Kominfo,
SDM,
Econ dalam kuliah
Kementerian
Aizirman
umum Program
Djusan,
Pascasarjana
M.Sc. Ilmu
Komunikasi Universitas Hasanuddin Makassar, Jumat11Oktober 2013. Menjelaskan bahwa: 10 “Akuntabilitas merupakan suatu jawaban saat masyarakat hendak mengetahui kinerja sebuah instansi publik termasuk didalamnya akuntabilitas keuangan, administratif serta kebijakan publik. Untuk mewujudkan semua itu, diperlukan perubahan mindset termasuk oleh humas pemerintah termasuk didalamnya perubahan karakter, perilaku, kebiasan dan sikap” Perubahan karakter, perilaku, kebiasan dan sikap pada humas pemerintahan merupakan upaya Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia dan ini merupakan salah satu bentuk dalam
10
https://balitbang.kominfo.go.id/bbppki-makassar/?p=415
http://digilib.mercubuana.ac.id/
peningkatan good governance pada badan publik Kemenkominfo. Seperti yang diungkap oleh Pak Rudiantara:11
"Agar bisa cepat dalam melakukan blocking situs negatif, selain peningkatangood governance, juga peningkatan kemampuan secara teknis” Menurut beliau peningkatkan kemampuan SDM secara teknis dalam blokir situs Internet terus diupayakan karena kementeriannya akan menerapkan Domain Namae System (DNS) Nasional mulai pertengahan 2015 sampai akhir tahun ini. Dapat kita lihat bahwa peran Humas pemerintahan mempunyai peranan yang sangat vital dalam penyelenggaraan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. Sehingga berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini penulis ingin melihat, mendalami sejauh mana peran Humas dalam upaya implementasi Undang-undang No.14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan informasi publik di Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. 1.2
Fokus Penelitian Fokus dari penelitian ini adalah peranan Public Relations di suatu perusahaan
dalam hal ini Badan Publik atau instansi Pemerintahan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Maka penelitian terfokus pada tindak lanjut dari penerapan implementasi UU keterbukaan Informasi Publik oleh Humas pada Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. 11
http://www.antaranews.com/berita/486901/kemenkominfo-tingkatkan-kemampuanblokir-website-berkonten-negatif
http://digilib.mercubuana.ac.id/
1. Expert Prescriber Communication Praktisi yang beroperasi sebagai pakar/ahli bertugas mendifinisikan problem, mengembangkan
program,
dan
bertanggung
jawab
penuh
atas
implementasinya. 2. Problem Solving Process Facilitator Ketika praktisi melakukan peran fasilitator pemecah masalah, mereka berkolaborasi dengan manajer lain untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah. 3. Communication facilitator Peran fasilitator komunikasi bagi seoang prkatisi adalah sebagai pendengar yang peka dan broker (perantara) komunikasi. Fasilitator komunikasi bertindak sebagai perantara, interpreuter, dan mediato antara organisasi dan publiknya. 4. Technician communication Deskripsi kerja dalam lowongan pekerjaan biasanya menyebutkan keahlian komunikasi dan jurnalistik sebagai syarat. 1.3
Tujuan Penelitian
http://digilib.mercubuana.ac.id/
a. Mengetahui peran Humas dalam upaya implementasi Undang-undang No.14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan informasi publik di Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. b. Mengetahui peran Expert Presriber Communications pada Humas kominfo dalam upaya implementasi UU KIP c. Mengetahui peran Problem Solving Facilitator pada Humas kominfo dalam upaya implementasi UU KIP d. Mengetahui peran Communication Facilitator pada Humas kominfo dalam upaya implementasi UU KIP e. Mengetahui peran Technician Communication pada Humas kominfo dalam upaya implementasi UU KIP 1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini dikelompokkan menjadi dua jenis: 1.4.1
Manfaat Praktis Penelitian ini dapat menjadi suatu masukan yang berharga para
praktisi Humas khususnya bagi Humas pada badan publik. Masukan tersebut mengenai gambaran Humas badan publik dalam melakukan perannya sebagai manager Humas dalam upaya implementasi Undang-Undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Humas badan publik dapat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
berperan dalam upaya implementasi Undang-Undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik sehingga terwujudnya Good Governance pada lembaga publik yang diwakilinya. 1.4.2
Manfaat Akademis Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang
jelas dan nyata tentang perkembangan ilmu komunikasi khususnya dibidang keHumasan mengenai peran Humas sebagai manager Humas dalam upaya implementasi Undang-Undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik guna mewujudkan Good Governance. Dengan demikian penelitian ini bisa memberikan manfaat bagi para akademisi, dalam hal ini mahasiswa yang membaca skripsi ini nantinya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/