1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Proses penyusunan anggaran publik umumnya menyesuaikan dengan
peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia, proses penyusunan anggaran disesuaikan dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pengaturan keuangan, khususnya perencanaan serta anggaran pemerintah dan organisasi sektor publik lainnya. Anggaran pemerintah daerah merupakan salah satu wujud pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang akuntabel. Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan mampu memanfaatkan sumber daya secara ekonomis, efisien, efektif, adil dan merata untuk mencapai akuntabilitas publik (Mardiasmo, 2002). Anggaran diperlukan dalam pengelolaan sumber daya tersebut dengan baik untuk mencapai kinerja yang diharapkan oleh masyarakat dan untuk menciptakan akuntabilitas terhadap masyarakat. Penganggaran dalam sektor publik merupakan suatu proses politik, karena melalui proses yang rumit dan melibatkan banyak pihak dengan kepentingannya masing-masing, sehingga diperlukan perencanaan yang baik dalam penyusunan anggaran yang akan dilakukan. Pada situasi tertentu proses perencanaan menjadi masalah yang kompleks bagi organisasi karena kejadian dimasa mendatang sulit
1
2
diprediksi dan dipengaruhi oleh ketidakpastian (Chenhall dan Moris, 1986). Anggaran merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan
program-program
yang
dibiayai
dengan
uang
publik
(Mardiasmo,2002). Penganggaran sektor publik terkait pada proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang disusun. Anggaran juga merupakan elemen sistem pengendalian manajemen yang berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengendalian agar manajer dapat melaksanakan kegiatan organisasi secara lebih efektif dan efisien (Schiff dan Lewin, 1970; Welsch et al., 1996 dalam Ikhsan dan Ane, 2007). Proses penganggaran dapat dilakukan dengan top down, bottom up dan partisipasi (Abdul, 2008). Partisipasi penganggaran merupakan proses yang menggambarkan individu-individu yang terlibat dalam penyusunan anggaran dan mempunyai pengaruh terhadap target anggaran serta perlunya penghargaan atas pencapaian target anggaran tersebut (Brownell,1982). Penghargaan dianggap perlu sebagai motivasi dalam pencapaian target anggaran. Anthony dan Govindarajan (2011) juga menyatakan bahwa mekanisme anggaran akan memengaruhi perilaku bawahan yaitu merespon positif atau negatif tergantung pada penggunaan anggaran. Bawahan dan atasan akan merespon positif atau negatif apabila tujuan pribadi mereka sesuai dengan tujuan organisasi. Partisipasi memberikan peluang untuk memengaruhi anggaran dengan cara yang mungkin tidak selalu sesuai
3
dengan keinginan dan kepentingan atasan (Komalasari dkk., 2004). Dengan partisipasi diharapkan tercipta anggaran yang sebaik-baiknya, sesuai dengan standar dan harapan dimasa yang akan datang. Akan tetapi, ada banyak faktor yang menyebabkan bawahan melaporkan anggaran tidak sesuai dengan estimasi maksimalnya atau melakukan senjangan (slack); yaitu dengan meninggikan biaya atau menurunkan pendapatan dari seharusnya sehingga anggaran mudah tercapai. Senjangan anggaran merupakan jumlah yang dibuat oleh penyusun anggaran melebihi kebutuhan sumber-sumber yang dibutuhkan dalam anggaran atau dengan sengaja merendahkan kemampuan produktivitas organisasi (Dunk, 1993 dalam Husnatarina dan Nor, 2007). Hal ini dapat terjadi ketika tujuan pribadi pihak penyusun anggaran tidak sejalan dengan tujuan organisasi. Pencapaian atas target anggaran yang telah ditentukan akan memberikan penilaian baik terhadap kinerjanya. Menurut Schiff dan Lewin (1970) terjadinya senjangan anggaran karena pelaporan anggaran di bawah kinerja yang diharapkan yang dapat terjadi karena pihak penyusun anggaran menghindari kinerja yang buruk. Kinerja yang buruk tentunya akan berpengaruh pada promosi atau reward ketika organisasi memberlakukan sistem penghargaan atas pencapaian target anggaran. Merchant (1981) menyatakan tiga alasan utama melakukan senjangan anggaran: (a) pihak penyusun anggaran selalu percaya bahwa hasil pekerjaan mereka akan terlihat bagus di mata atasan jika mereka dapat mencapai anggarannya; (b) senjangan anggaran selalu digunakan untuk mengatasi kondisi ketidakpastian, jika ada kejadian yang tidak terduga yang
4
terjadi, pihak penyusun anggaran tersebut tetap dapat melampaui atau mencapai anggarannya; (c) rencana anggaran selalu dipotong dalam proses pengalokasian sumber daya. Dari beberapa definisi senjangan anggaran di atas dapat disimpulkan mengenai definisi senjangan anggaran, yakni merupakan perbedaan antara anggaran yang sesuai dengan estimasi terbaik yang diharapkan dengan realisasi yang terjadi dari sebuah mekanisme penyusunan anggaran sebuah organisasi. Mencapai tujuan organisasi diperlukan dukungan dari masing-masing individu di dalamnya, sehingga dapat tercipta keadilan prosedural dan iklim kerja etis dalam organisasi. Keadilan prosedural berkaitan dengan persepsi anggota organisasi tentang keadilan prosedur yang digunakan untuk membuat keputusan. Prosedur-prosedur ini mengacu pada proses dalam penyusunan anggaran,
pada saat
penyusun
anggaran
memiliki
kesempatan untuk
memengaruhi proses penyusunan anggaran sebelum pengambilan kebijakan anggaran ditetapkan. Prosedur dikatakan adil jika dapat mengakomodasikan kepentingan anggota organisasi. Permasalahannya adalah bahwa setiap anggota organisasi menginginkan kepentingannya dapat diakomodasikan pada prosedur tersebut, padahal kepentingan-kepentingan tersebut seringkali berbeda satu dengan lainnya dan tidak jarang saling bertentangan. Pengambilan keputusan dalam proses penganggaran harus dibuat secara konsisten tanpa adanya bias-bias pribadi dengan menggunakan sebanyak mungkin informasi yang akurat dan mewakili kepentingan-kepentingan anggota organisasi dalam organisasi dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai etis
5
dalam organisasi. Robbins (2006) menyatakan bahwa para pimpinan saat ini harus menciptakan iklim etika yang sehat bagi bawahanya, dimana mereka dapat menjalankan pekerjaannya secara produktif dan menghadapi sesedikit mungkin kekaburan terkait perilaku yang benar dan yang salah. Perilaku etis harus dilakukan oleh semua elemen dalam organisasi untuk menciptakan kinerja yang lebih baik dan kepuasan dalam kerjasama. Iklim kerja yang beretika adalah salah satu aspek penting dari budaya organisasi. Iklim kerja yang beretika akan menciptakan gaya, karakter, jiwa dan cara bekerja individu yang berpengaruh untuk kinerja terbaik. Keunggulan budaya organisasi untuk menciptakan iklim kerja yang etis akan memotivasi kekuatan internal organisasi untuk saling berinteraksi dalam perilaku yang penuh etika dan integritas. Jadi dapat disimpulkan iklim kerja etis merupakan bagian dari persepsi yang memengaruhi pemikiran anggota organisasi mengenai bagaimana harus berperilaku etikal yang benar dan bagaimana seharusnya menangani isu-isu etikal (Sulasmi dan Widhianto, 2009). Definisi ini mengandung pengertian tentang persepsi, dimana iklim kerja etis organisasi tertentu merupakan sesuatu yang dipercaya ada oleh anggota organisasi dan akan menjadi faktor-faktor yang menentukan perilaku setiap individu dan berkembang menjadi prinsip-prinsip atau aturan-aturan untuk membuat keputusan dalam proses penyusunan anggaran. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dengan keadilan prosedural dan iklim kerja etis sebagai variabel pemoderasi pada Pemerintah Kabupaten Tabanan. Penulis tertarik
6
dengan topik ini dan penting untuk diuji kembali karena dalam beberapa penelitian menunjukkan ketidakkonsistenan antara satu penelitian dengan penelitian lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Dunk (1993), Marchant (1985) dan Onsi (1973) menunjukkan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran dapat mengurangi senjangan anggaran. Hal ini terjadi karena bawahan membantu memberikan informasi tentang prospek
masa
depan,
sehingga
anggaran yang disusun menjadi lebih akurat. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Lowe dan Shaw (1968), Lukka (1988) dan Young (1985) menunjukkan bahwa peningkatan partisipasi anggaran semakin meningkatkan senjangan anggaran. Hal ini menunjukkan bahwa bawahan memberikan informasi yang bias dalam penyusunan anggaran, sehingga mengurangi keakuratan dalam penyusunan anggaran. Riset yang berkaitan dengan partisipasi penganggaran dan senjangan anggaran relatif
banyak dilakukan di Indonesia, Akan tetapi adanya faktor
situasional pada masing-masing organisasi berbeda, maka peneliti termotivasi dan penting untuk melakukan pengujian kembali. Motivasi lain yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini pada Pemerintah Kabupaten Tabanan selain tempat bekerja karena juga adanya tuntutan masyarakat untuk mengelola anggaran pemerintah dengan transparan. Lembaga sektor publik sering dinilai sebagai sarang inefisiensi, pemborosan, sumber kebocoran dana dan institusi yang selalu merugi (Mardiasmo, 2002). Hal ini mendorong perlunya reformasi dalam lingkup manajemen keuangan daerah yang meliputi manajemen penerimaan dan manajemen pengeluaran daerah.
7
Pengelolaan pemerintah daerah yang baik dan bersih semakin menjadi sorotan masyarakat sehingga mendorong pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang jelas, tepat, teratur dan efektif. Permasalahan ini mendorong peneliti untuk meneliti kembali tentang pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dengan menambahkan variabel pemoderasi yaitu keadilan prosedural dan iklim kerja etis.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Apakah partisipasi penganggaran berpengaruh pada senjangan anggaran? 2) Apakah pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dimoderasi oleh keadilan prosedural? 3) Apakah pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dimoderasi oleh iklim kerja etis?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan penelitian
adalah sebagai berikut: 1)
Untuk membuktikan secara empiris adanya pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran.
8
2)
Untuk membuktikan secara empiris adanya pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dimoderasi oleh keadilan prosedural.
3)
Untuk membuktikan secara empiris adanya pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dimoderasi oleh iklim kerja etis .
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat praktis bagi peneliti maupun
Pemerintah Daerah dan manfaat teoritis bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
1.4.1 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran atau acuan mengenai prosedur-prosedur dan etika yang seharusnya diterapkan dalam proses penyusunan anggaran bagi anggota organisasi yang terlibat dan mempunyai pengaruh dalam pembuatan keputusan penganggaran sehingga dapat mengurangi terjadinya senjangan anggaran pada Pemerintah Kabupaten Tabanan.
1.4.2 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang akuntansi dengan memberikan bukti empiris mengenai ada tidaknya pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dengan keadilan prosedural dan iklim kerja etis sebagai variabel pemoderasi.