BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang Penyakit distrofi otot Duchenne dan Becker (Duchenne Muscular Dystrophy/DMD dan Becker Muscular Dystophy/BMD) merupakan penyakit kongenital terkait kromosom X yang disebabkan adanya mutasi pada gen distrofin. Distrofi otot Duchenne merupakan penyakit otot turunan yang tersering, mempengaruhi 1 per 3500 kelahiran bayi laki-laki (Takeshima et al. 2010). Penyakit ini ditandai dengan kelemahan otot yang progresif sejak balita. Individu yang terkena, sering kehilangan kemampuan berjalannya sebelum usia 12 tahun. Sebelum dekade ketiga, pasien sering meninggal karena gagal nafas atau gagal jantung. BMD adalah penyakit yang menyerupai DMD namun memiliki progresi penyakit yang lebih lambat, pasien biasanya masih mampu berjalan hingga lebih dari usia 16 tahun dan bahkan dapat menjalani kehidupan yang normal (Takeshima et al. 2010). Pada masa infantil, DMD maupun BMD dapat dideteksi melalui peningkatan CK (Creatine Kinase) pada serum, sejak sebelum kelemahan otot bermanifestasi (Zatz et al. 1991). Gen distrofin merupakan salah satu gen terbesar dalam genom manusia dengan ukuran lebih dari 3 Mb pada kromosom X, memilki 79 ekson serta mengkode 14 kb mRNA. Kurang dari 1% dari total gen akan ditranskripsi menjadi RNA matur melalui proses splicing yang sangat banyak sehingga berkontribusi besar terhadap kejadian mutasi pada gen ini (Ahn and Kunkel 1993).
Distrofin merupakan komponen esensial dari kompleks distrofin-
1
2
glikoprotein (dystrophin-glycoprotein complex atau DGC) yang berfungsi penting untuk mempertahankan integritas membran serabut otot. Pada DMD, tidak adanya produksi
distrofin
akan
menginduksi
terjadinya
kelemahan
otot
yang
berkelanjutan, yang pada akhirnya menimbulkan kematian prematur dari individu dengan mutasi pada gen distrofin. Pada BMD, distrofin yang fungsional sebagian masih terproduksi sehingga memberikan manifestasi fenotip yang lebih ringan dibandingkan DMD, dengan angka harapan hidup yang lebih tinggi (Ervasti and Campbell 1991; Koenig, Monaco, and Kunkel 1988; Koenig et al. 1989; Hoffman et al. 1988). Progresi klinis DMD maupun BMD dapat diprediksi melalui pola gangguan dari mutasi yang terjadi, apakah mengubah reading frame translasional mRNA menjadi out-of-frame (distrofin sama sekali tidak terbentuk) ataukah inframe (produksi parsial protein distrofin) (Monaco et al. 1988). Salah satu strategi terapi yang cukup menjanjikan adalah dengan mengubah DMD yang disebabkan oleh mutasi out-of-frame menjadi BMD yang in-frame dengan menginduksi exon skipping (Takeshima et al. 1995; Pramono et al. 1996). Skrining DMD atau BMD dapat dilakukan dengan observasi kadar CK pada serum darah. Adanya Gower’s sign dan waddling gait pada anak laki-laki serta riwayat keluarga juga menjadi pemicu diadakannya investigasi terhadap penyakit DMD/ BMD (Bushby et al. 2010a). Pemerikasaan imunohistokimia (IHK) dan analisis genetik dari biopsi otot merupakan pemeriksaan baku emas untuk DMD/ BMD. Namun, kedua pemeriksaan tersebut belum dilaksanakan sebagai pemeriksaan rutin di Indonesia. Oleh karena itu, data detail pasien DMD/BMD di Indonesia, terutama dari aspek
3
genetik, belum tersedia hingga saat ini. Terapi masa depan untuk DMD, misalnya terapi exon skipping menggunakan antisense oligonucleotide atau small molecule, sangat berhubungan dengan karakteristik mutasi dari seorang individu. Mutasi yang berbeda akan memberi pendekatan yang berbeda pula dalam terapi. Dengan demikian, data mengenai mutasi gen distrofin akan sangat penting untuk pendekatan terapi DMD/ BMD. Penelitian ini dilakukan terhadap sampel biopsi otot pasien DMD/ BMD di Rumah Sakit dr. Sardjito selama tahun 2010-2015. Penelitian ini dilakukan untuk melihat keterkaitan gejala klinis dan histopatologi jaringan dengan pemeriksaan IHK serta analisis mutasi delesi pada regio hotspot dari gen distrofin (exon 52). Pada pasien DMD, protein distrofin sama sekali tidak akan terdeteksi karena sama sekali tidak terbentuk. Pada pasien BMD, distrofin akan tercat lemah atau patchy karena distrofin terbentuk sebagian meskipun tidak sempurna. Sampel biopsi otot yang memberikan hasil positif terhadap pengecatan distrofin akan dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui letak mutasi delesi pada gen distrofin. Analisis genetik akan memberikan data berharga mengenai spektrum mutasi pada gen distrofin di Indonesia. Hal ini penting untuk lebih memahami kejadian penyakit DMD/ BMD di Indonesia. Adanya data mengenai mutasi gen distrofin juga akan memberikan kesempatan untuk pengembangan terapi targeted pada kasus DMD/ BMD di Indonesia.
I.2. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah profil klinis dan histopatologi pasien DMD/BMD di Rumah Sakit Dr. Sardjito selama tahun 2010-2015?
4
2. Apakah pemeriksaan IHK menggunakan antibodi distrofin membantu konfirmasi diagnosis antara DMD dengan BMD? 3. Bagaimanakah hubungan profil klinis dan histopatologi biopsi otot dengan hasil pemeriksaan IHK distrofin pada pasien DMD dan BMD. 4. Bagimanakah spektrum mutasi delesi pada area hotspot (exon 52) dari gen distrofin pada pasien DMD/BMD di RS. Dr. Sardjito? I.3. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian Penulis (Wedhanto and Siregar 2007)
Judul Duchenne muscular dystrophy
Metode & subyek Laporan kasus DMD, satu pasien di RSCM/FKUI
(Swaminat han et al. 2009)
Duchenne muscular dystrophy: A clinical, histopathological and genetic study at a neurology tertiary care center in southern India Mutation spectrum of the dystrophin gene in 442 Duchenne/Becker muscular dystrophy cases from one Japanese referral center
Study prospektif dari 112 pasien yang dicurigai DMD
Study retrospektif pada 442 kasus DMD/BMD di Kobe University
Pemeriksaan genetik : 80% kasus adalah DMD, 61% dengan mutasi delesi, mutasi delesi tunggal di exon 52, 44 and 45.
Clinical, immunohistochemical , Western blot, and genetic analysis in dystrophinopathy
Study retrospektif : review klinis, immunohistokimia, western blot ,dan analisis mutasi delesi pada 24 pasien distrofinopati.
Profil Klinis : gait abnormal (75.0%) , kelemahan simetris otot ektremitas bawah (90%), riwayat keluarga (29.2%) , mean serum CK 14,144 IU/L dan mean IQ 81 Pemeriksaan histopatologi: myopati dan distrofinopati. Multiplex PCR : delesi exons 45 (54%) and 47 (46%).
(Takeshima et al. 2010)
(Na et al. 2013)
Hasil Profil klinis : pseudohipertrofi betis, atrofi otot, kontraktur, kelemahan ekstremitas, skoliosis Pemeriksaan histopatologi : variasi ukuran berkas otot, degenerasi otot, peningkatan internal nuclei dan fibrosis. Hasil EMG : myopati Pemeriksaan genetik : delesi exon 45 gen distrofin Terapi : kortikosteroid , fisioterapi dan alat bantu. Profil Klinis: kelemahan otot proksimal ektremitas bawah, 90% hipertrofi betis, IQ subnormal Imunohistokimia: tidak adanya distrofin dan mutasi delesi.
5
Meskipun analisis molekular dan genetik telah dilakukan secara rutin di berbagai negara, di Indonesia hingga saat ini hanya terdapat satu penelitian yang pernah dilaporkan berupa laporan kasus yang dipublikasi pada tahun 2007 (Wedhanto and Siregar 2007). Data profil klinis, histopatologi, molekular maupun genetik dari pasien DMD/ BMD di Indonesia belum pernah dilaporkan sebelumnya. Peneliti tertarik untuk dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas diagnosis serta penyajian profil klinis, histopatologi, molekular maupun genetik dari pasien DMD/ BMD di Indonesia sebagai langkah awal menuju penerapan terapi individual di masa datang. I.4. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui profil klinis dan histopatologi dari pasien DMD/BMD di Rumah Sakit Dr. Sardjito selama tahun 2010-2015. 2. Mengkonfirmasi diagnosis DMD dan BMD berdasarkan pemeriksaan klinis dan morfologi jaringan otot dengan pemeriksaan IHK distrofin. 3. Mengetahui hubungan profil klinis dan histopatologi biopsi otot dengan hasil pemeriksaan IHK distrofin pada pasien DMD dan BMD. 4. Mengetahui spektrum mutasi delesi pada area hotspot (exon 52) pada gen distrofin dari pasien DMD/ BMD di Yogyakarta, Indonesia.
I.5. Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini menyajikan data epidemiologi dan karakteristik klinis pasien DMD/ BMD selama lima tahun, yaitu tahun 2010-2015 di RS. Dr. Sardjito, Yogyakarta, Indonesia.
6
2. Penelitan ini akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam terhadap profil klinis, histopatologi dan molekular dari penyakit DMD/ BMD yang terjadi di Indonesia. 3. Penelitian ini dapat berkontribusi positif dalam proses penegakan diagnosis penyakit DMD/ BMD di Indonesia karena selama ini diagnosis DMD/ BMD belum secara rutin meenggunakan metode analisis molekular maupun genetik. 4. Penelitian ini dapat memberikan gambaran spektrum mutasi delesi pada regio hotspot dari gen distrofin yang di masa yang akan datang akan bermanfaat untuk proses terapi targeted, misalnya menggunakan metode exon skipping.