BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas anak di dunia. Kematian bayi dengan diare di negara berkembang sekitar 18% yang artinya lebih dari 5.000 anak di dunia meninggal setiap harinya. Menurut WHO dan UNICEF, ada sekitar 2 miliar kasus diare di seluruh dunia setiap tahun dan 1,9 juta anak-anak usia kurang dari 5 tahun meninggal karena diare setiap tahun.1 Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk menurunkan angka kematian balita dalam kurun waktu 2015-2030 menjadi 25 per 1000 kelahiran hidup. Indonesia capaian Angka Kematian Balita pada tahun 2015 menjadi 27 per 1000 kelahiran hidup. Penurunan Angka Kematian Balita ini melambat antara tahun 1990-2015 yaitu dari 85 menjadi 27 per 1000 kelahiran hidup, kejadian ini memerlukan akses seluruh bayi terhadap intervensi kunci seperti ASI eksklusif atau imunisasi dasar. 2 Diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%). 2,3 Kementerian Kesehatan pada tahun 2010 mengatakan bahwa proporsi terbesar penderita diare pada balita dengan kelompok umur 6-11 bulan (21,65%), dan ini merupakan angka proporsi tertinggi dari semua kelompok umur. Selain sebagai penyebab kematian, angka kesakitan penyakit diare masih cukup tinggi, tahun 2010 mengalami penurunan yaitu dari 423 per 1
2
1000 penduduk pada tahun 2006 turun menjadi 411 per 1000 penduduk tahun 2010. Berdasarkan gambar 1.1 kelompok umur bayi kurang dari 1 tahun (11,2%) merupakan prevalensi yang tertinggi kedua setelah kelompok umur balita usia 1-4 tahun (12,2%).3 Gambar 1.1 Prevalensi Menurut Kelompok Umur 15
10 % 5
11.2
Diare
12.2 6.2
6.3
5-14 tahun
15-24 tahun
0 <1 tahun
1-4 tahun
Sumber: Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi DIY meningkat yaitu 25 per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2011-2013 terjadi penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten dan Kota se-provinsi DIY, sehingga ditargetkan pada tahun 2015 AKB menurun mencapai 16/1000 kelahiran hidup dari 25/1000 kelahiran hidup.2 Prevalensi diare klinis di Provinsi DIY merupakan yang terendah di seluruh Indonesia (4,2%).3 Keterlambatan penangan pada penderita diare meningkatkan terjadinya kasus diare. Di Puskesmas kabupaten atau kota di provinsi DIY misalnya, setiap tahun jumlahnya cukup tinggi. Dari data laporan Profil Kabupaten atau Kota menunjukan bahwa selama tahun 2011 jumlah penderita kasus diare sebanyak 150.362. Pada tahun 2012 perkiraan kasus diare mencapai 74.689
3
kasus, sedangkan pada kasus tahun 2013 tercatat sebanyak 43.112 kasus. Perkiraan kasus diare yang tertinggi di Provinsi DIY adalah di Kabupaten Sleman pada tahun 2014 jumlah perkiraan kasus 22.744 dan terendah di Kabupaten Kulon Progo dengan perkiraan kasus diare 8.765.4 Faktor yang mempengaruhi diare pada bayi diantaranya umur bayi, jenis kelamin, tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, tingkat ekonomi keluarga, sumber air bersih, tempat pembuangan tinja, tidak mendapatkan ASI eksklusif, jumlah anak balita yang tinggal serumah, status gizi, status inisiasi menyusu dini (IMD), dan penggunaan botol.6 Penggunaan botol saat pemberian ASI merupakan hal yang tidak disarankan dikarenakan mempunyai dampak dan bahaya bagi bayi diantaranya bingung puting dan infeksi usus karena botol tercemar oleh kuman-kuman atau bakteri penyebab diare. Diare dapat diatasi dengan meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif setiap tahunnya. ASI mengandung zat gizi yang optimal dan mudah diserap untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. UNICEF dan WHO mengemukakan pemberian ASI eksklusif diberikan pada bayi sampai usia enam bulan dan diberikan makanan tambahan setelah usia enam bulan hingga usia dua tahun.5 Indonesia pada tahun 2003 mengubah lamanya pemberian ASI eksklusif yang dahulu pada usia 0-4 bulan menjadi bayi usia 0-6 bulan.5 Persentase pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 54,3%, sedikit meningkat bila dibandingkan dengan
4
tahun 2012 yang sebesar 48,6%. Berdasarkan gambar 1.2 persentase cakupan pemberian ASI eksklusif di Provinsi DIY pada tahun 2013 sebesar 67,9%. 2,5 Menurut Riskesdas rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif menunjukan bahwa tidak banyak ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif. 2
%
Gambar 1.2 Cakupan Pemberian ASI Eksklusif 0-6 Bulan Menurut Provinsi Tahun 2013 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Target 2013 75%
67.9
74.5
79.7
DIY
Bengkulu
NTB
Daerah
25.2 Maluku
Sumber: Laporan Dinas Kesehatan Provinsi 2013.
Cakupan pemberian ASI eksklusif menunjukan wilayah DIY pada tahun 2014 sebesar 70,8%. Peringkat tertinggi diperoleh Kabupaten Sleman dengan cakupan sebesar 81,2% dan terendah Kota Yogyakarta sebesar 54,9%. Data menunjukan Puskesmas Kalasan ditemukan kasus diare sebesar 1.667 kasus dan ASI eksklusif sebesar 85,2% data tersebut merupakan yang tertinggi di wilayah Kabupaten Sleman.4 Data Puskesmas Kalasan menunjukan wilayah Puwomartani merupakan pemberian ASI Eksklusif tertinggi sebesar 96,22% dan terdapat 287 kasus diare. Berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Cara Pemberian ASI Eksklusif dengan Tingkat Serangan Diare pada Bayi di Purwomartani”
5
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penyusunan skripsi ini adalah “Apakah ada hubungan cara pemberian ASI eksklusif dengan tingkat serangan diare pada bayi di Purwomartani ?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan cara pemberian ASI eksklusif secara perah dengan tingkat serangan diare pada bayi di Purwomartani. 2. Tujuan Khusus a.
Untuk mengetahui proporsi pemberian ASI eksklusif secara perah pada bayi di Purwomartani.
b.
Untuk mengetahui angka serangan diare pada bayi yang diberikan ASI eksklusif secara perah di Purwomartani.
c.
Untuk mengetahui angka serangan diare pada bayi yang diberikan ASI eksklusif secara langsung di Purwomartani.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
bermanfaat
bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan bayi melalui cara pemberian ASI eksklusif yang benar pada bayi sampai usia ≤6 bulan pengaruhnya terhadap tingkat serangan diare.
6
2. Manfaat Praktis a. Memberikan
informasi
kepada
masyarakat
dalam
upaya
meningkatkan kualitas dan kelangsungan hidup anak melalui cara pemberian ASI eksklusif yang benar pengaruhnya terhadap tingkat serangan diare. b. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan, Puskesmas dan unit pelayanan kesehatan swasta
dalam promosi
kesehatan bagi
masyarakat.
E. Keaslian Penelitian Banyak penelitian yang telah dilakukan baik didalam negeri maupun di luar negeri mengenai hubungan cara pemberian ASI eksklusif dengan tingkat serangan diare pada bayi. Menurut pengetahuan penulis, belum pernah dilakukan penelitian hubungan cara pemberian ASI eksklusif dengan tingkat serangan diare pada bayi di Purwomartani. Penelitian yang berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif dan diare yang pernah dilakukan antara lain: Penelitian dari Indah Melati Djara yang berjudul Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Nupene, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur dengan metode penelitian studi kasus kontrol. Hasil penelitian tersebut menunjukan ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare. Perbedaanya dengan
7
penelitian penulis adalah variabel penelitian lainnya, subjek penelitian, metode penelitian, lokasi penelitian, dan waktu penelitian. Penelitian ini lebih berfokus pada aspek cara pemberian ASI eksklusif dengan cara pemberian ASI yang paling sering langsung atau pemberian ASI diperah dalam meningkatkan imunitas dengan tingkat serangan diare pada bayi.