BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peran sangat penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan di bumi, antara lain: sumber air, penyedia kayu, serta tempat hidupnya flora dan fauna. Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya. Salah satu manfaat yang bisa diambil oleh masyarakat melalui tanaman pertanian pada lahan hutan. Hutan memiliki 4 fungsi, yaitu ekonomi, sosial budaya, perlindungan, dan estetika. Fungsi ekonomi hutan dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat sebagai penghasil kayu maupun non kayu berupa rotan, getah, bambu, dan lain-lain. Fungsi sosial budaya hutan adalah sebagai penyedia lapangan pekerjaan, sumber ilmu pengetahuan, dan pertahanan keamanan. Salah satu fungsi perlindungan hutan adalah penghasil oksigen, sumber plasma nutfah, pencegah banjir, dan pengatur tata air. Fungsi estetika atau keindahan hutan adalah sebagai tempat rekreasi atau taman wisata dan pendidikan lingkungan. Pengelolaan hutan jati di Pulau Jawa yang dikelola oleh Perhutani bekerja sama dengan masyarakat desa hutan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari. Perhutani mencanangkan suatu ide dan gagasan terkait keterlibatan masyarakat desa hutan terhadap pengelolaan hutan dengan sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Sistem Pengelolaan Hutan 1
Bersama Masyarakat oleh Perhutani sebagai perusahaan milik pemerintah bertugas mengelola hutan negara di Pulau Jawa. Sistem PHBM adalah upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan hidup serta kelestarian pengusahaan Perhutani di Pulau Jawa. Dasar pelaksanaan kegiatan PHBM adalah SK Direksi Perum Perhutani No.689/KPTS/DIR/2009 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama-sama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholders) diharapkan akan mewujudkan keberlajutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan proporsional. Salah satu kegiatan sistem PHBM adalah dengan adanya pembentukan lembaga Masyarakat Pengelolaan Sumber Daya Hutan (MPSDH) pada suatu desa di kawasan hutan. Keberadaan lembaga MPSDH diharapkan mampu membantu dan menjembatani kepentingan perusahaan dalam hal ini Perhutani untuk melestarikan kayu dan keuntungan finansial, serta kebutuhan masyarakat desa hutan akan sumberdaya hutan dan demi kelangsungan hidup masyarakat desa hutan. Masyarakat desa hutan yang ikut serta di dalam MPSDH memanfaatkan ruang atau tanah kosong di bawah tegakan jati untuk ditanami dan diusahakan dengan jenis-jenis tanaman yang dapat menguntungkan bagi masyarakat desa. Salah satu jenis yang dapat dibudidayakan di bawah tegakan jati adalah tanaman porang (Amorphophallus oncophillus). Tanaman porang merupakan sejenis umbiumbian yang tumbuh liar di hutan. Porang sangat potensial dikembangkan di
2
bawah tegakan hutan negara maupun hutan rakyat, karena mampu tumbuh dan berkembang baik di bawah naungan dengan intensitas cahaya tinggi (60% - 70%), sehingga secara simbiosis mutualisme antara porang dan tegakan hutan layak dikembangkan. Dalam pengembangan budidaya porang dapat meningkatkan pelestarian sumberdaya hutan dan sebagai sarana pengalihan orientasi, serta mata pencaharian masyarakat di sekitar hutan dari hasil hutan kayu ke hasil hutan non kayu dalam rangka peningkatan pendapatan dan kesejateraan masyarakat. Perkembangan budidaya porang di Indonesia khususnya di Pulau Jawa salah satunya berada di MPSDH Wono Lestari yang terletak di Desa Padas, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun. Budidaya porang di Pulau Jawa banyak dikembangkan di wilayah yang masih memiliki tegakan kelas umur tua, misalnya di wilayah Kabupaten Saradan. Desa Padas merupakan salah satu pionir dalam usaha budidaya porang di wilayah Kabupaten Madiun, serta salah satu sentra industri penghasil porang terbesar di Indonesia dan sudah menembus pasar ekspor ke luar negeri khususnya ke Jepang. Hutan pangkuan MPSDH Wono Lestari yang sebagian besar berupa hutan dimanfaatkan oleh masyarakat desa untuk ditanami tanaman porang di bawah tegakan jati dengan luas 114,3 ha. Masyarakat desa hutan yang tergabung dalam MPSDH Wono Lestari sebanyak 80 anggota. Setiap anggota MPSDH Wono Lestari melakukan budidaya porang dengan luas garapan rata-rata 1,4 ha/petani. Angka 1,4 ha/petani berasal dari luas total pangkuan MPSDH Wono Lestari dibagi jumlah anggota MPSDH Wono Lestari. Masyarakat desa hutan masih menggunakan cara yang tradisional karena
3
untuk mengurangi biaya yang akan dikeluarkan pada pengelolaan porang. Cara tradisional yang digunakan oleh masyarakat tidak memerlukan ketrampilan khusus, karena dilakukan dengan bantuan cahaya matahari. Kegiatan budidaya porang yang dilakukan MPSDH Wono Lestari, meliputi: persiapan lapangan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Tanaman porang yang dapat dipanen adalah umbinya yang hidup di bawah tanah. Hasil panen porang dibedakan menjadi 2, yaitu umbi basah dan umbi kering. Umbi basah merupakan hasil panen yang di dapat langsung dari lahan tanpa adanya proses pengolahan. Umbi kering merupakan hasil panen yang sudah melalui proses pengolahan berupa pengeringan dan pembersihan pada umbi basah. Masyarakat hanya bisa menjual hasil panen berupa umbi basah dikarenakan tidak lengkapnya alat untuk proses pengolahan. Proses pengolahan umbi kering dipengaruhi oleh iklim karena membutuhkan sinar matahari dalam proses pengeringan. Faktor iklim yang tidak menentu menyebabkan masyarakat hanya menjual hasil panen berupa umbi basah. Anggota MPSDH mengumpulkan hasil panen mereka di satu tempat yang sama. Hasil panen umbi basah maupun umbi kering yang telah dijadikan satu akan di beli dan diambil oleh Perum Perhutani melalui sistem kerjasama PHBM yang telah disepakati sebelumnya.
1.2 Perumusan Permasalahan Peran dan dukungan masyarakat desa hutan terhadap pengelolaan hutan dapat membantu dalam mencapai terwujudnya hutan yang lestari. Kesamaan pemahaman dan kesadaran masyarakat bagian terpenting dalam kelestarian hutan.
4
Pengelolaan hutan oleh lembaga masyarakat lokal juga terkait dengan adanya pengetahuan tentang pemanfaatan hutan secara spesifik dan pengetahuan sosial budaya masyarakat desa. Pemanfaatan ruang kosong dibawah tegakan memberikan nilai ekonomi terhadap masyarakat desa hutan dengan menanami jenis tanaman yang sesuai. Lembaga di dalam masyarakat desa hutan berperan besar dalam membantu mengelola sumberdaya manusia dan sumberdaya hutan dengan baik untuk tercapainya tujuan bersama. Identifikasi permasalahan di dalam sebuah lembaga masyarakat desa hutan membantu untuk menentukan ide dan tindakan dalam pengelolaan pada tanaman pokok dan tanaman bawah menjadi lebih baik dan semakin berkembang. Dari uraian diatas diperoleh perumusan masalah, yaitu : 1. Bagaimana sistem budidaya porang di hutan pangkuan Desa Padas? 2. Bagaimana sistem kelembagaan dalam budidaya porang di MPSDH Wono Lestari, RPH Panggung, BKPH Dagangan, KPH Madiun? 3. Bagaimana mengatasi permasalahan dan upaya-upaya pengembangan kelembagaan masyarakat dalam budidaya porang?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian ini untuk mengetahui : 1. Mengetahui sistem budidaya porang di hutan pangkuan desa. 2. Mengetahui sistem kelembagaan masyarakat dalam budidaya porang. 3. Mengetahui permasalahan dan upaya-upaya pengembangan kelembagaan masyarakat dalam budidaya porang.
5
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah : 1. Sebagai informasi bagi pihak pengambil kebijakan dalam upaya meningkatkan pembangunan hutan dan pengembangan sumberdaya manusia pada kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan di masa mendatang. 2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut terkait dengan upaya pembangunan hutan melalui kelembagaan masyarakat dan pengelolaan budidaya porang dalam sistem PHBM.
6