BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sejak jaman dahulu, manusia sangat mengandalkan lingkungan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya untuk makan, tempat berteduh, pakaian, obat, pupuk, parfum, dan bahkan untuk kecantikan dapat diperoleh dari lingkungan. Sehingga kekayaan alam di sekitar manusia sangat bermanfaat dan belum sepenuhnya dimanfaatkan dan dikembangkan. Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang bahan alam sebagai obat tradisional ini berdasar pada pengalaman dan keterampilan yang secara turun temurun diwariskan (Sari, 2006). Menurut UU RI No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, pengertian Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional telah digunakan selama ribuan tahun, dan telah memberikan kontribusi besar sebagai perawatan kesehatan primer, terutama di tingkatan masyarakat berkembang. Popularitas Obat tradisional terus meningkat
1
2
dan sejak tahun 1990-an penggunaannya telah meningkat di banyak negara maju dan berkembang (Anonim, 2002). Obat tradisional ini memiliki banyak nilai positif, seperti keragaman dan fleksibilitas, aksesibilitas dan keterjangkauan di banyak bagian dunia, penerimaan yang luas di populasi negara berkembang, biaya yang relatif rendah, dan tidak terlalu banyaknya peran teknologi dalam obat tradisional menjadikannya sebagai suatu peluang untuk memaksimalkan pemakaian obat tradisional. Sehingga permasalahan keamanan, efikasi, kualitas menjadi salah satu isu penting, dan dibutuhkan penelitian untuk hal ini (Anonim, 2002). Cacing tanah, adalah salah satu dari jenis obat tradisional yang banyak digunakan oleh masyarakat. Sejak ribuan tahun lalu, cacing tanah sudah sering digunakan di Cina dan wilayah Timur Tengah sebagai obat untuk berbagai macam penyakit. Meskipun pada saat itu belum dilakukan penelitian farmakologisnya secara rinci (Mihara et al., 1991). Cacing tanah mengandung gizi yang cukup tinggi, terutama kandungan proteinnya yang mencapai 64-76%. Kandungan protein cacing ini ternyata lebih tinggi dari sumber protein lainnya, misalnya daging (65%) dan kacang kedelai (45%) (Palungkun, 2008). Oleh karena kandungan cacing tanah yang kaya akan protein itu, penggunaan cacing tanah juga dipercaya dapat meningkatkan stamina oleh masyarakat. Namun belum ada penelitian ilmiah yang memastikan bahwa cacing tanah benar-benar meningkatkan stamina pengkonsumsinya, sehingga perlu dilakukan penelitian ilmiah.
3
Untuk mengetahui apakah cacing tanah ini dapat meningkatkan stamina apabila dikonsumsi, maka diperlukan suatu uji stamina. Uji stamina yang dilakukan untuk memperoleh informasi stamina apabila dipejankan dalam waktu lima hari berturut-turut. Penelitian ini menggunakan metode Swimming Forced Test dengan menggunakan hewan uji mencit jantan galur Swiss.
B. Rumusan Masalah 1. Apakah pemberian serbuk cacing tanah (Lumbricus rubellus) dapat memberikan peningkatan stamina pada mencit jantan galur Swiss dengan metode Swimming Forced Test? 2. Apakah pemberian serbuk cacing tanah (Lumbricus rubellus) memiliki aktivitas yang sebanding dengan kontrol positif Andriol® (Testosterone undecanoate)?
C. Pentingnya Penelitian Diusulkan Dari penelitian ini dapat diketahui apakah serbuk Fermino yang berasal dari cacing tanah (Lumbricus rubellus) dapat memberikan peningkatan stamina bila dikonsumsi, sehingga pemanfaatan cacing tanah bisa lebih dimaksimalkan lagi untuk dapat dikonsumsi sebagai alternatif bahan yang dapat meningkatkan stamina.
4
D. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh pemberian serbuk cacing tanah (Lumbricus rubellus) terhadap aktivitas peningkatan stamina mencit jantan galur Swiss dengan metode Swimming forced test dan untuk mengetahui perbandingan aktivitas peningkatan stamina serbuk cacing tanah dengan kontrol positif Andriol® (Testosterone undecanoate) terhadap mencit jantan galur Swiss dengan metode Swimming forced test. E. Tinjauan Pustaka 1.
Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) a.
Deskripsi Cacing tanah (Lumbricus rubellus) termasuk ke dalam filum
annelida dan banyak dijumpai di tempat yang lembab dan hidup dalam kotoran hewan (Pradana, 2012). Cacing Lumbricus rubellus mempunyai bentuk tubuh lebih pipih dibandingkan cacing tanah jenis lain. Jumlah segmen tubuh yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum (penebalan pada tubuh cacing) terletak pada segmen 27-37 (Sihombing, 2002). Cacing jenis Lumbricus
rubellus
memiliki
produktivitas
yang
tinggi
meliputi
pertambahan bobot badan, produksi telur dan produksi anakan. Lumbricus rubellus bergerak lambat dan tidak aktif, sehingga kalah bersaing dengan jenis lain yang lebih aktif seperti cacing kalung dalam hal mencari makan (Pradana, 2012). Cacing tanah juga memiliki panjang tubuh antara 8-14 cm,
5
warna tubuh bagian dorsal berwarna coklat merah sampai ungu kemerahan sedangkan bagian ventral berwarna krem dan bagian ekor kekuningan (Rukmana, 1999). b.
Taksonomi
Menurut Gates (1972) taksonomi Lumbricus rubellus adalah sebagai berikut:
c.
Super Kingdom
: Eukaryota
Kingdom
: Animalia
Sub Kingdom
: Metazoa
Filum
: Annelida
Kelas
: Oligochaeta
Ordo
: Opisthopora
Sub Ordo
: Lumbricina
Famili
: Lumbricidae
Genus
: Lumbricus
Spesies
: Lumbricus rubellus
Kandungan dan Manfaat Sejak ribuan tahun lalu, cacing tanah sudah sering digunakan di Cina
dan wilayah Timur Tengah sebagai obat untuk berbagai macam penyakit (Mihara et al., 1991). Bagian yang dapat dimanfaatkan dari cacing tanah adalah biomas atau cacing itu sendiri. Biomas cacing tanah merupakan
6
sumber protein hewani (72%-84,5 %)
(Rukmana, 1999). Cacing tanah
memiliki kandungan asam amino yang hampir sama dengan tepung daging dan tepung ikan. Perbandingan kandungannya disajikan dalam Tabel 1. Tabel I. Kandungan Asam Amino Tepung Cacing Tanah, Ikan, Daging (Sihombing, 2002) Asam Amino Ikan Daging Cacing Tanah Essenisal g/100g Histidin Treonin Arginin Methionin Valin Fenilalanin Isoleusin Lisin Triptophan
2,50 1,10 4,60 3,00 5,70 4,20 6,00 10,40 1,10
2,00
3,80
6,50
2,10
3,30
6,00
1,50
2,00
4,70
4,40
3,50
5,30
3,50
5,30
6,90
7,30
6,50
2,10
Asam Amino Non Essensial
Ikan
Daging g/100g
Sistein
1,10
1,10
Asam glutamat
13,80
14,80
Glisin
7,20
4,00
Tirosin
3,00
1,60
Alanin
-
-
Prolin
-
-
Asam aspartat
-
-
Serin
-
-
Cacing Tanah 1,80 13,20 4,30 4,60 5,40 5,10 10,50 5,80
Menurut Palungkun (2008) selain adanya kandungan asam amino dan protein yang cukup tinggi. Kandungan gizi lainnya yang terdapat dalam
7
tubuh cacing tanah antara lain, lemak 7-10%, kalsium 0,55%, fosfor 1%, dan serat kasar 1,08%. Selain itu cacing tanah juga mengandung auksin yang merupakan zat perangsang tumbuh untuk tanaman. Menurut
penelitian,
cacing
tanah
juga
dapat
menghambat
pertumbuhan 5 jenis bakteri, yaitu Salmonella typhimurium, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, dan Listeria monocytogenes. Ini menunjukkan bahwa cacing tanah dapat menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Selain itu, cacing tanah mengandung asam arakidonat yang efektif sebagai penurun suhu pada demam infeksi (Waluyo, 2005). 2.
Stamina Dilihat dari ilmu faal (fisiologi), stamina adalah kesanggupan dan kemampuan tubuh melakukan penyesuaian (adaptasi) terhadap pembebanan fisik yang diberikan kepadanya (dari kerja yang dilakukan sehari-hari) tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Berbagai pendapat dikemukakan tentang unsur kesegaran jasmani, namun dari kesemuanya itu dapat ditarik suatu kesamaan yaitu (Lamb, 1984) : a.
Daya Tahan (endurance) Daya tahan adalah keadaan yang menekankan pada kapasitas
melakukan kerja secara terus menerus dalam suasana aerobik. Dapat berlaku untuk seluruh tubuh maupun sistem organ, namun yang sering dibicarakan adalah daya tahan kardiovaskuler dan otot. Daya tahan kardiovaskuler
8
merupakan faktor utama dalam kesegaran jasmani bahkan sering dijadikan sinonim (Prabasari, 2011). Istilah lain yang sering digunakan adalah dengan mengukur ambilan maksimal O2 (VO2 max), atlet yang memiliki daya tahan yang tinggi adalah yang memiliki nilai VO2 max lebih dari 80 ml kg min-1 (Birch dkk, 2005) b.
Kekuatan Otot (muscle strength) Kekuatan otot dapat diukur sebagai kekuatan absolut atau kekuatan
relatif yang dihasilkan oleh massa otot. Hal ini menjadi acuan pada saat membandingkan kekuatan seorang individu dalam ukuran tubuh yang berbeda.
Latihan
angkat
beban
pada
umumnya
dilakukan
untuk
meningkatkan kekuatan otot. (Birch dkk, 2005). c.
Tenaga Ledak otot (muscle explosive power) Tenaga ledak otot adalah kemampuan otot atau sekelompok otot
melakukan kerja secara eksplosif diipengaruhi kekuatan dan kecepatan kontraksi otot. Pada kehidupan sehari-hari terjadi saat memindakan tubuh sebagian atau seluruhnya pada saat tertentu dan secara tiba-tiba. Pada bidang olahraga terjadi saat melempar cakram, lembing, bola basket dan sebagainya (Prabasari, 2011). d.
Kecepatan (speed) Kecepatan adalah laju gerak yang dapat berlaku untuk sebagian atau
keseluruhan tubuh. Pada cabang olahraga berbagai macam lari, renang, dan sejenisnya, yang diukur adalah kecepatan, yaitu waktu tersingkat yang
9
diperoleh untuk mencapai suatu jarak tertentu. Untuk menilai kecepatan, jarak yang ditempuh harus cukup jauh untuk membedakan dengan tenaga ledak otot (Prabasari, 2011). e.
Ketangkasan (agility) Kemampuan mengubah secara cepat arah tubuh atau bagian tubuh
tanpa gangguan pada keseimbangan. Ketangkasan memiliki arti penting didalam olahraga jenis permainan terutama olahraga yang menggunakan raket seperti bulutangkis (Reilly dkk, 2005). f. Keseimbangan (balance) Keseimbangan adalah kemampuan mempertahankan sikap tubuh yang tepat pada saat melakukan gerakan. Kesemibangan dipengaruhi kemampuan kerja indera penglihatan, kanalis semi sirkularis pada telinga, dan reseptor pada otot (Prabasari, 2011). g.
Kecepatan Reaksi (reaction time) Kecepatan reaksi adalah waktu tersingkat yang dibutuhkan untuk
memberi jawaban kinetis setelah menerima suatu rangsang. Hal ini berhubungan erat dengan waktu refleks, waktu gerakan, dan waktu respon (Prabasari, 2011). h.
Koordinasi (coordination) Koordinasi merupakan hubungan harmonis berbagai faktor yang
terjadi pada suatu gerakan (Prabasari, 2011).
10
Stamina adalah komponen fisik yang tingkatannya lebih tinggi dari daya tahan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa atlet yang memiliki stamina yang tinggi akan mampu bekerja lebih lama sebelum mencapai hutang oksigennya, dan dia juga mampu untuk pemulihan kembali sevata cepat ke keadaan semula. Sistem kerja pada stamina lebih didominasi oleh sistem kerja anaerobik. Sehingga tentunya latihan daya tahan (aerobik) haruslah makin lama makin ditingkatkan menjadi latihan stamina (anaerobik) (Guyton, 1997). Stamina dalam sudut pandang kesehatan menjadi sangat penting karena perannya dalam upaya peningkatan kondisi tubuh yang sehatm karena lebih cost-effective dan membawa dampak yang lebih besar untuk meningkatan derajat kesehatan masyarakat. Sedangkan secara definitif, stamina bisa berati kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas pekerjaannya sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggang serta untuk keperluan mendadak (Septianingtyas, 2011). Seseorang yang memiliki aktivitas padat, sudah seharusnya memiliki stamina yang kuat supaya aktivitas sehari-harinya berjalan baik. Oleh karena itu, dibutuhkan asupan gizi yang sehat dan seimbang untuk meningkatkan stamina tubuh. Juga didukung dengan konsumsi suplemen yang aman.
11
3.
Suplemen Suplemen adalah produk kesehatan yang mengandung satu atau lebih zat yang bersifat nutrisi atau obat. Yang bersifat nutrisi termasuk vitamin, mineral, dan asam-asam amino, sedangkan yang bersifat obat umumnya diambil dari tanaman atau jaringan tubuh hewan yang memiliki khasiat sebagai obat. Pada umumnya, suplemen makanan kesehatan berasal dari bahan-bahan alami tanpa bahan kimia (harus murni) dan merupakan saripati bahan makanan atau konsentrat (Olivia, 2006). Dalam pengobatan konvensional yang dimaksud dengan suplemen adalah termasuk obat metabolisme untuk menghambat nafsu makan, obat untuk menurunkan lemak dan kolesterol, obat untuk memperbaiki status gizi, penyegar tubuh, pembangkin tenaga, dan obat untuk memperbaiki sistem metabolik organ tertentu. Sementara dari segi pengelompokannya, suplemen tersebut adalah vitamin, mineral, asam amino, enzim, hormon, antioksidan, herba, dan probiotik. Ada dalam bentuk sediaan tunggal atau kombinasi untuk mendapatkan efek pengobatan tertentu. Manfaat suplemen adalah untuk menghindarkan kekurangan gizi akibat makan tidak teratur dan tidak sehat serta membantu mengembalikan vitalitas. Pemakaian suplemen pada atlet dipercaya dapat meningkatkan ukuran otot, sehingga kekuatan otot akan bertambah dan dapat mengurangi lemak tubuh (Hidayah, 2013).
12
Dewasa ini penggunaan suplemen menjadi sangat populer di masyarakat. Meskipun penggunaan suplemen masih menjadi perdebatan, kenyataannya penggunaan suplemen semakin populer di masyarakat. Kemungkinan hal ini terjadi karena pola makan dan gaya hidup masyarakat saat ini, yang cenderung memilih segala hal yang praktis dan cepat (Wahlqist, 2002). Selain itu juga lingkungan dengan tingkat polusi yang semakin tinggi bisa menjadi pertimbangan dalam menambah asupan vitamin dan mineral tubuh melalui penggunaan suplemen. Suplemen juga dibutuhkan oleh pekerja yang tidak memiliki waktu berolahraga yang teratur, serta pekerja dengan tingkat stress yang tinggi (Prabasari, 2011).
4.
Uji Stamina a.
Forced Swimming Test Forced Swimming Test merupakan suatu metode pengujian stamina
dengan melihat koordinasi motorik terutama kontrol sistem saraf pusat dan melihat efikasi dari perlakuan yang diberikan pada hewan uji. Uji ini dilakukan terhadap hewan uji mencit dengan menggunakan peralatan glass silinderr dengan diameter ± 19 cm dan tinggi gelas 10 cm. Gelas silinder diisi dengan air suhu sekitar 23-25◦C dan kemudian mencit dimasukkan ke dalam air selama 15 menit dan dilihat waktu immobilitas mencit yang menggambarkan kemampuan hewan uji untuk menolong dirinya sendiri. Waktu immobilitas merupakan keadaan dimana mencit sudah tidak bergerak
13
lagi dan kehilangan keinginan untuk tetap bertahan di permukaan air pertama kali (Hyo-Jin, 2006). Kondisi fisik yang dapat diamati pada mencit dalam metode ini adalah kemampuan hewan uji mencit dalam berjuang mempertahankan diri diatas air, kemampuan berenang, dan juga kemampuan mengambang (Anonim, 2013). b.
Rotarod Rotarod merupakan selincer yang berotasi dengan diameter 3 cm.
Kecepatan rotasi dari ritarod harus di standardisasi, biasanya 50 rpm. Alat ini juga dapat digunakan untuk melakukan pengujian stamina hewan uji. Rotarod
digunakan
untuk
menguji
nilai
koordinasi
motorik
dan
keseimbangan pada hewan pengerat. Hewan harus menjaga keseimbangan mereka pada selincer dengan menyesuaikan diri secara berkelanjutan, berjalan melawan arah putaran agar tidak terjatuh (Anonim, 2006). Hewan uji ditempatkan pada jalur nol dari rotarod dan timer dimulai. Hewan akan bergerak mempertahankan dirinya supaya tidak terjatuh. Apabila terjatuh rotarod secara otomatis akan mencatat durasi hewan uji tersebut. Peneliti dapat membaca dan menampilkan atau mengirim ke PC untuk penyimpanan. Masing-masing diberi pemisah agar mencegah interferensi antara hewan uji agar tidak berjalan di jalur yang berdekatan (Anonim, 2006).
14
c.
Treadmill Treadmill adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk melihat
aktivitas fisik hewan uji. Peralatan Treadmill pada pengujian stamina hewan uji pada dasarnya memuliki prinsip kerja yang sama dengan Treadmill yang digunakan oleh manusia. Hewan uji berlari melawan arah dari Treadmill tersebut dengan kecepatan yang sudah di standardisasi yaitu sekitar 10-18 m/menit (Prabasari, 2011). Kemudian diukur waktu pertama kali mencit terjatuh dari alat Treadmill.
5.
Siklus asam sitrat Siklus asam sitrat atau siklus Krebs merupakan rangkaian reaksi di dalam mitokondria yang menyebabkan katabolisme residu asetil, dengan membebaskan sejumlah ekuivalen hidrogen pada oksidasi menyebabkan pelepasan dan penangkapan sebagian besar energi yang tersedia dari bahan bakar jaringan dalam bentuk ATP (Mayes, 2003). Selain siklus asam sitrat, ada dua sumber utama fosfat berenergi tinggi yang menambil bagian dalam penangkapan energi, yaitu fosforilasi oksidatif dan glikolisis (Mayes, 2003). Fungsi utama siklus asam sitrat adalah sebagai lintasan akhir untuk oksidasi karbohidrat, lipid, dan banyak asam amino dimetabolisasi menjadi asetil-KoA atau intermediat yang mempunyai peranan penting dalam proses glukoneogenesis, transaminasi, deaminasi, dan lipogenesis (Mayes, 2003).
15
Siklus asam sitrat merupakan bagian integral dari proses yang menjadikan sejumlah besar energi bebas yang dilepas pada saat oksidasi karbohidrat, lipid, dan asam-asam amino dapat digunakan. Selama proses oksidasi asetil-KoA di dalam siklus, akan terbentuk ekuivalen pereduksi dalam bentuk hidrogen atau elektron sebagai hasil kegiatan enzim dehidrogenase spesifik. Unsur ekuivalen pereduksi ini kemudian memasuki rantai respirasi tempat sejumlah besar ATP dihasilkan dalam proses fosforilasi oksidatif. Proses ini bersifat aerobik, yaitu memerlukan oksigen sebagai pengoksidasi akhir unsur ekuivalen pereduksi (Mayes, 2003). Pada skema siklus asam sitrat dibawah, asetil KoA yang merupakan hasil dari katabolisme karbohidrat, protein, dan lipid akan dibawa masuk ke dalam siklus asam sitrat bersama dengan H2O, kemudian dioksidasi menjadi CO2 dan melepaskan 2H. Oksidasi 2H ini kemudian masuk ke fase fosforilasi oksidatif dan akhirnya menghasilkan H2O dan energi ATP.
16
Karbohidrat
Protein
Lipid
Asetil Ko-A (C2)
Oksaloasetat (C4)
Sitrat (C6)
H2O
H2O Siklus Asam Sitrat
Malat (C4)
Cis-akonitat (C6) H2O
2H
Isositrat (C6)
H2O 2H
Fumarat (C4)
CO2 α-Ketoglutarat (C5)
2H
Suksinat (C4)
SuksinilKoA (C4) 2H H2O
½ O2
CO2
17
Gambar 1. Siklus Asam Sitrat (Murray, 2003)
F. Landasan Teori Cacing tanah sejak ribuan tahun lalu sudah digunakan untuk pengobatan tradisional sebelum berkembangnya ilmu pengetahuan tentang farmakologi (Mihara et al., 1991). Kandungan serbuk cacing tanah yang telah dibuktikan secara ilmiah adalah memiliki kadar protein dan asam amino yang cukup tinggi hampir sama dengan kandungan protein dan asam amino serbuk daging dan serbuk ikan. Protein dan asam amino merupakan salah satu sumber energi yang ekivalen dengan karbohidrat sebagai sumber utama energi. Protein dipecah menjadi asam
18
amino dan asam amino ini nantinya menjadi salah satu sumber zat mula non karbohidrat yang digunakan untuk sintesis glukosa. Dimana glukosa digunakan menjadi asetil KoA yang merupakan substrat penting dalam siklus krebs. Siklus krebs ini akan menghasilkan ATP, dimana ATP digunakan sebagai sumber energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Oleh karena kandungan protein dan asam amino dari cacing tanah yang cukup tinggi, perlu dilakukan uji stamina serbuk cacing tanah untuk membuktikan adanya peningkatan stamina dengan pemberian serbuk cacing tanah.
G. Hipotesis Pemejanan serbuk cacing tanah secara oral pada mencit jantan galur Swiss akan menyebabkan peningkatan stamina pada hewan uji mencit jantan galur Swiss dengan
metode
swimming
forced
test
19
BAB II METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan variabel penelitian sebagai berikut : 1.
Variabel bebas Dosis pemberian sediaan uji serbuk cacing tanah Fermino®.
2.
Variabel tergantung Waktu berenang mencit
3.
Variabel terkendali Jenis hewan uji, jenis kelamin hewan uji, umur, bobot, kondisi perawatan, kualitas makanan dan minuman terkendali.
B. Bahan 1.
Bahan Uji Bahan uji adalah serbuk cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan merek Fermino® diproduksi oleh PJ.Herbalindo Citra Mandiri.
20
Gambar 2. Serbuk Cacing Tanah
2.
Hewan Uji Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan galur Swiss umur 2-3 bulan
dengan berat awal sekitar 30-40 g yang diperoleh dari Unit Pemeliharaan Hewan Percobaan Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Unit IV Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pemeliharaan hewan uji dilakukan di kandang hewan uji Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, dan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Universitas Gadjah Mada. 3.
Kontrol Kontrol yang digunakan adalah Na CMC 0,5% sebagai kontrol negatif,
minyak kanola sebagai kontrol pelarut, dan Andriol®® Testocaps (Testosterone Undecanoate 40 mg) sebagai kontrol positif yang diimpor oleh PT. Organon Indonesia, diproduksi oleh N.V. Organon, Oss, The Netherlands. C. Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah spuit injeksi 1 ml, kanula oral, neraca analitis, mortir dan stamper, kompor elektrik, masker, sarung tangan,
21
spidol, alat-alat gelas, toples silinder diameter 20 cm dan tinggi 20 cm, termometer, stopwatch, handuk pengering, hair dryer, dan kamera.
D. Jalannya Penelitian 1. Pemilihan Hewan Uji Digunakan hewan uji mencit jantan Swiss berusia 2-3 bulan dengan bobot awal sekitar 30-40 gram, yang diperoleh dari Unit Pemeliharaan Hewan Percobaan LPPT Unit IV Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2. Pengelompokan Hewan Uji Hewan uji dikelompokkan menjadi kelompok dosis dan kontrol. Tiap kelompok dosis terdiri dari 4 sampai dengan 7 ekor mencit. Hewan uji dipilih secara acak dan ditandai dengan spidol agar dapat diidentifikasi secara individual. Tiap kelompok hewan uji ditempatkan dalam kandang terpisah, namun dalam ruangan pemeliharaan yang sama. Kandang berupa boks berukuran sekitar 22,5 x 30 cm dan bertutup kasa kawat. Air minum reverse osmosis diberikan melalui celah pada kasa kawat sementara pakan konvensional yang digunakan adalah pelet. 3. Perhitungan Dosis Bahan Uji Dosis yang diberikan kepada hewan uji ditentukan berdasarkan faktor konversi dosis manusia dan dosis mencit berdasarkan metode dari Laurence
22
dan Bacharach (1964). Berikut adalah tabel konversi perhitungan dosis menurut Laurence dan Bacharach (1964): Tabel II. Nilai konversi perhitungan dosis
Mencit (20 g) Tikus (200 g) Marmot (400 g) Kelinci (1,5 kg) Kucing (2 kg) Kera (4 kg) Anjing (12 kg) Manusia (70 kg)
Mencit (20 g)
Tikus (200 g)
Marmot (400 g)
Kelinci (1,5 kg)
Kucing (2 kg)
Kera (4 kg)
Anjing (12 kg)
Manusia (70 kg)
1,0
7,0
12,25
27,8
29,7
64,1
124,2
387,9
0,14
1,0
1,74
3,9
4,2
9,2
17,8
56,0
0,08
0,57
1,0
2,25
2,4
5,2
10,2
31,5
0,04
0,25
0,44
1,0
1,08
2,4
4,5
14,2
0,03
0,23
0,41
0,92
1,0
2,2
4,1
13,0
0,016
0,11
0,19
0,42
0,45
1,0
1,9
6,1
0,008
0,06
0,1
0,22
0,24
0,52
1,0
3,1
0,0026
0,018
0,031
0,07
0,076
0,16
0,32
1,0
Dosis terapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dosis 500 mg, 1000 mg, dan 1500 mg. Menurut tabel II, nilai konversi dari manusia (70 kg) ke mencit (20 g) adalah 0,0026, sehingga untuk mendapatkan dosis pada mencit, makan dosis pada manusia (70 kg) dikali dengan 0,0026. Volume maksimal dalam pemberian bahan uji pada hewan juga harus dipertimbangkan, seperti pada tabel berikut (Wahyono, 2005):
23
Tabel III. Volume maksimal yang dapat diberikan pada hewan uji
Intravena
Volume maksimal (ml) Cara pemberian intramuskular intraperitoneal subkutan
Peroral
0,5
0,05
1,0
0,5-1,0*
1,0
1,0
0,1
2,0-5,0
2,0-5,0*
5,0
-
0,1
1,0-5,0*
2,5
2,5
-
0,25
2,0-5,0
5,0
10,0
2,0
0,5
2,0
2,0
10,0
5,0-10,0
0,5
10,0-20,0
5,0-10,0
20,0
5,0-10,0
1,0
10,0-20,0
5,0-10,0
50,0
10,0-20,0
5,0
20,0-50,0
5,0-10,0
100,0
Binatang Mencit (20-30 g) Tikus (100 g) Hamster (50 g) Marmot (250 g) Merpati (300 g) Kelinci (2,5 kg) Kucing (3 kg) Anjing (5 kg)
Keterangan: * = didistribusikan ke daerah yang lebih luas
Pada penelitian ini digunakan volume pemejanan standar sebanyak 0,25 ml untuk hewan uji mencit. a. Kontrol Na CMC
Na CMC 0,5 % = b. Dosis 1500 mg/ kgBB 1) Konversi
dari
manusia
ke
mencit
=
24
2) Pembuatan Stok Fermino 1500 mg/kgBB : 3,9 mg x 5 kali pemejanan x 7 hewan = = Keterangan: *
= per hewan diasumsikan volume pemejanan standarnya sebanyak 0,25
ml. Sehingga apabila 5 kali pemejanan untuk 7 hewan x 0,25 ml = 8,75 ml
3) Untuk larutan stok Fermino 1500 mg/kgBB sebanyak 30 ml :
c. Dosis 1000 mg/ kgBB 1) Konversi
dari
manusia
ke
mencit
=
2) Pembuatan Stok Fermino 1000 mg/kgBB : 2,6 mg x 5 kali pemejanan x 6 hewan =
=
Keterangan: *
= per hewan diasumsikan volume pemejanan standarnya sebanyak 0,25
ml. Sehingga apabila 5 kali pemejanan untuk 6 hewan x 0,25 ml = 7,5 ml
3) Untuk larutan stok Fermino 1000 mg/kg BB sebanyak 30 ml :
d. Dosis 500 mg/ kgBB
25
1) Konversi untuk mencit = 2) Pembuatan Stok Fermino 500 mg/kgBB : 1,3 mg x 5 kali pemejanan x 6 hewan = = Keterangan: *
= per hewan diasumsikan volume pemejanan standarnya sebanyak 0,25
ml. Sehingga apabila 5 kali pemejanan untuk 6 hewan x 0,25 ml = 7,5 ml
3) Untuk larutan stok Fermino 500 mg/kgBB sebanyak 30 ml :
e.
Andriol®
(Testosterone
Undecanoate)
Dosis
160
mg/kgBB 1) Konversi untuk mencit = 2) Pembuatan Stok Andriol®160 mg/kgBB : 2,6 mg x 5 kali pemejanan x 6 hewan = = Keterangan: *
= per hewan diasumsikan volume pemejanan standarnya sebanyak 0,25
ml. Sehingga apabila 5 kali pemejanan untuk 6 hewan x 0,25 ml = 7,5 ml
3) Untuk larutan stok Andriol® 160 mg/kgBB dalam minyak kanola :
26
Satu soft capsul Andriol® berisi 40 mg Testosterone Undecanoate, yang terlarut dalam minyak. Maka harus dilakukan pengenceran untuk mendapatkan konsentrasi yang diinginkan. Volume dari 2 soft capsul Andriol® = 0,5 ml
V1 = Volume Andriol® M1 = Konsentrasi Andriol® V2 = Volume Minyak M2 = Konsentrasi Diinginkan
Jadi, volume minyak yang ditambahkan adalah : 24,1 ml – 0,5 ml = 23,6 ml f. Volume Pemejanan Hewan Uji Volume pemejanan standar 0,25 ml/20 g BB.
Volume pemejanan hewanuji =
27
4.
Pembuatan Stok Sampel Pembuatan stok sampel sediaan uji dilakukan dengan mensuspensikan
sampel uji (serbuk cacing tanah) menggunakan Na CMC 0,5%. Na CMC ditimbang sejumlah berat yang dibutuhkan kemudian dimasukkan di dalam mortir, dicampur dengan aquadest hangat sambil diaduk homogen hingga terbnetuk mucilago. Kemudian ditambahkan aquadet hingga tanda, lalu didapatkan Na CMC 0,5%. Senyawa uji ditimbang sejumlah yang dibutuhkan, kemudian dimasukkan di dalam mortir dicampur dengan sebagian Na CMC 0,5% yang sebelumnya telah dibuat sambil diaduk homogen, dipindahkan ke dalam labu takar lalu ditambahkan sejumlah Na CMC 0,5% hingga tanda, dihomogenkan. 5.
Pemejanan Sediaan Uji Pemejanan dilakukan dengan dosis 500 mg/kgBB, 1000 mg/kgBB, dan
1500 mg/kgBB pada masing-masing kelompok hewan uji yang berisi 4-7 ekor mencit jantan galur Swiss, dan dilakukan juga pemejanan terhadap kelompok kontrol pembawa yaitu Na CMC 0,5%. Adanya perlakuan terhadap kontrol pembawa adalah untuk melihat adanya pengaruh pembawa Na CMC 0,5% terhadap kondisi setelah pemejanan. Selain itu juga pemejanan dilakukan pada kelompok
kontrol
positif
sebagai
pembanding,
digunakan
Andriol®
(Testosterone Undecanoate) dosis 160 mg/kg BB dan juga terhadap kelompok kontrol pembawa yaitu minyak kanola. Adanya perlakuan terhadap kontrol
28
pembawa adalah untuk melihat adanya pengaruh pembawa minyak kanola terhadap kondisi setelah pemejanan. Pengujian dilakukan pada masing – masing kelompok dengan skema sebagai berikut :
Hewan Uji
Kelompok 1 Larutan Na CMC 0,5%
Kelompok 2 Larutan Fermino 1500 mg/kg BB
Kelompok 3 Larutan Fermino 1000 mg/kg BB
Kelompok 4 Larutan Fermino 500 mg/kg BB
Kelompok 5 Minyak Kanola
Kelompok 6 Andriol®
Pada hari ke – 0 hewan uji tidak dipejani apapun, diuji stamina nya dengan Swimming Forced Test pada pukul 09.00-12.00
Pada hari ke – 1 hewan uji dipejani sesuai dengan kelompoknya, diuji stamina nya dengan Swimming Forced Test pada pukul 09.00-12.00
Pada hari ke – 2 hewan uji dipejani sesuai dengan kelompoknya, tidak dilakukan uji stamina
Pada hari ke – 3 hewan uji dipejani sesuai dengan kelompoknya, diuji stamina nya dengan Swimming Forced Test pada pukul 09.00-12.00
Pada hari ke – 4 hewan uji dipejani sesuai dengan kelompoknya, tidak dilakukan uji stamina
Pada hari ke – 5 hewan uji dipejani sesuai dengan kelompoknya, diuji stamina nya dengan Swimming Forced Test pada pukul 09.00-12.00
29
3. Skema Prosedur Uji Stamina Serbuk Cacing Tanah Pada Mencit Jantan Swiss 6.Gambar Pengamatan Swimming Forced Test Dengan Metode Swimming Forced Test
Pemejanan dilakukan setiap hari selama 5 hari berturut-turut, dengan waktu pemberian antara jam 09.00-12.00. Pengamatan swimming forced test dilakukan pada hari ke-0 saat belum diberi perlakuan, hari ke-1, hari ke-3 dan hari ke-5. Pada hari ke-1, hari ke-3, dan hari ke-5 pengamatan dilakukan sekitar satu jam setelah pemejanan pada hewan. 7.
Analisis Hasil Analisis data kuantitatif berupa hasil waktu purata berenang mencit, lalu
dirubah menjadi data AUC (area under curve) data kuantitatif ini dianalisis hasil statistika nya dengan program SPSS 19
E. Cara Analisis Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif ini meliputi waktu purata berenang mencit pada hari ke-0, hari ke-1,
30
hari ke-3 dan hari ke-5. Selain itu juga dari hasil waktu purata berenang mencit, didapatkan hasil berupa purata area under curve (AUC) yang diperoleh dari kurva purata waktu berenang mencit. Selanjutnya purata area under curve (AUC) ini dianalisis secara statistik dengan menggunakan SPSS 19. Uji yang dilakukan terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah uji normalitas dan uji kesamaan variansi. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan informasi dari Uji Shapiro Wilk. Uji ini dilakukan untuk mengetahui normalitas distribusi sampel yang diamati. Data memiliki distribusi normal apabila memiliki P>0,05 dan memiliki distribusi yang tidak normal jika nilai P<0,05. Jika data terdistribusi normal, pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas varian untuk mengetahui kesamaan varian data. Pada sampel yang tidak terdistribusi normal ataupun tidak memiliki varian yang homogen (p < 0,05) maka dicoba dilakukan transformasi data terlebih dahulu agar data terdistribusi normal dan memiliki varian yang homogen. Apabila transformasi data tidak berhasil, dalam artian data tetap terdistribusi tidak normal atau varian tidak homogen, maka dilakukan uji statistik lanjutan dengan uji non parametrik Kruskall-Wallis sebagai alternatif uji ANOVA One Way, selanjutnya apabila hasil uji non parametrik Kruskall-Wallis menunjukkan hasil (p < 0,05) maka dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney.
31
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian serbuk cacing tanah (Lumbricus rubellus) Fermino, terhadap peningkatan stamina mencit jantan galur swiss. Penelitian ini menggunakan metode Swimming Forced Test, metode Swimming Forced Test ini dapat digunakan untuk menguji kapasitas fisik seseorang karena berenang dapat menggerakkan hampir seluruh otot – otot pada tubuh untuk melakukan aktivitas (Miryanti, 2011) Uji ini dilakukan terhadap hewan uji mencit dengan menggunakan peralatan gelas silinder dengan diameter ± 19 cm dan tinggi gelas 10 cm. Gelas silinder diisi dengan air suhu sekitar 23-25°C yang diukur dengan menggunakan termometer dan kemudian mencit dimasukkan ke dalam air selama 15 menit dan dilihat waktu immobilitas mencit yang menggambarkan kemampuan hewan uji untuk menolong dirinya sendiri. Waktu immobilitas merupakan keadaan dimana mencit sudah tidak bergerak lagi dan kehilangan keinginan untuk tetap bertahan di permukaan air pertama kali (Hyo-Jin, 2006). Kondisi immobilitas ini dipandang sebagai suatu mekanisme survival, dimana dengan kondisi tersebut, mencit akan berhenti berenang dan hanya mengambang diatas permukaan air (Septianingtyas, 2011). Kondisi fisik yang dapat diamati pada mencit dalam metode ini adalah
32
kemampuan hewan uji mencit dalam berjuang mempertahankan diri diatas air, berenang, dan juga kemampuan mengambang (Anonim, 2013). Hewan uji sebelumnya dipuasakan pada pagi hari dengan tujuan supaya yang menjadi sumber energi bagi hewan uji saat pengujian swimming forced test adalah dari bahan uji yang diberikan. Pada penelitian ini terdapat enam kelompok hewan uji yaitu kelompok kontrol Na CMC 0,5 % sebagai pelarut senyawa uji, senyawa uji Fermino dosis 500 mg/kg BB, Fermino dosis 1000 mg/kg BB, Fermino dosis 1500 mg/kg BB, kontrol positif Andriol®, dan minyak kanola sebagai pelarut kontrol positif. Hasil yang didapat adalah berupa data kuantitatif waktu berenang masingmasing kelompok mencit pada hari ke 0, hari ke 1, hari ke 3, dan hari ke 5. Kemudian dari kurva waktu berenang mencit ini didapatkan data AUC (area under curve) masing-masing kelompok hewan yang dimana hasil kurva masing – masing kelompok adalah sebagai berikut :
0,5 %
160 mg/kg
Gambar 4. Pengaruh Pemberian Sediaan Uji Serbuk Cacing Tanah Terhadap Stamina Mencit Jantan Galur Swiss dengan Metode Swimming Forced Test (Rata-rata Waktu Berenang Mencit)
33
Dapat dilihat dari kurva terdapat tiga trapesium yang dapat dihitung sebagai luas AUC, ketiga trapesium dari masing – masing hewan uji dihitung, dijumlah dan dirata – ratakan dengan trapesium sekelompoknya, dan didapatkan hasil rata – rata AUC tiap kelompok hewan uji. AUC digambarkan sebagai nilai seberapa banyak obat atau senyawa yang diabsorbsi dari sejumlah dosis yang diberikan, biasanya AUC dinyatakan dalam satuan konsentrasi per satuan waktu (mg/dL/jam).
0,5 %
160 mg/ kg BB
Gambar 5. Pengaruh Pemberian Sediaan Uji Serbuk Cacing Tanah Terhadap Stamina Mencit Jantan Galur Swiss (Nilai AUC dilihat dari durasi berenang mencit)
Dapat dilihat dari hasil AUC, yang memiliki jumlah rata – rata AUC tertinggi adalah kelompok senyawa uji Fermino 1500 mg/kg BB dengan nilai AUC 778,714. Kemudian selanjutnya berturut – turut dari paling besar adalah kelompok senyawa uji Fermino 1000 mg/kg BB, kelompok kontrol positif
34
Andriol®, kelompok senyawa uji Fermino 500, kelompok kontrol negatif Na CMC dan kelompok kontrol pelarut minyak kanola. Selanjutnya hasil rata – rata AUC ini dianalisis secara statistik dengan menggunakan SPSS 19. Analisis statistik dengan uji ANOVA One Way digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan AUC yang bermakna antar kelompok perlakuan. Normalitas distribusi dan homogenitas varianis data harus dipastikan terlebih dahulu. Uji normalitas data menggunakan uji ShapiroWilk dan uji homogenitas variansi dilakukan dengan analisis Homogenity of Variances pada ANOVA One Way. Taraf kepercayaan yang digunakan dalam analisis statistik ini adalah sebesar 95%. Nilai yang didapatkan dari analisis data AUC menggunakan uji ShapiroWilk telah memenuhi syarat untuk dilanjutkan uji ANOVA One Way, karena memiliki nilai (p > 0,05) namun pada uji Homogenity of Variances tidak memenuhi nilai (p>0,05), sehingga tidak dilakukan uji ANOVA One Way tetapi dilakukan uji non parametrik Kruskal-Wallis. Analisis dengan menggunakan uji Kruskal Wallis menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,002 (>0,005) maka data AUC pada setiap kelompok uji memiliki perbedaan yang bermakna, maka dilakukan Post Hoc Test dengan menggunakan uji Mann-Whitney, dan berikut tabel rangkuman hasil uji Mann-Whitney : Tabel IV. Nilai Signifikansi Uji Mann-Whitney Kelompok Perlakuan Na CMC 0,5% Fermino 1500 mg/kg BB Fermino 1000 mg/kg BB Fermino 500 mg/kg BB
1 0,008* 0,033* 0,670
2 0,008* 1,000 0,003*
3 0,033* 1,000 0,078
4 0,670 0,003* 0,078 -
5 0,386 0,008* 0,033* 0,201
6 0,033* 0,317 0,749 0,006*
35
Minyak Kanola 0,386 Andriol® 160 mg/kg BB 0,033* Keterangan * p<0,05, berbeda signifikan
0,008* 0,317
0,033* 0,749
0,201 0,006*
0,019*
0,019* -
Berdasarkan tabel III diatas terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) jumlah AUC kelompok Fermino dosis 1500 mg/kg BB, Fermino dosis 1000 mg/kg BB dan kelompok kontrol positif Andriol® dengan kontrol pelarut Na CMC, sehingga dapat dikatakan Fermino dosis 1500 mg/kg BB, Fermino dosis 1000 mg/kg BB dan Andriol® dapat menaikkan stamina dari hewan uji. Pada Fermino dosis 1500 mg/kg BB dengan Fermino dosis 1000 mg/kg BB tidak berbeda signifikan sehingga peningkatannya bisa dikatakan sama. Selain itu, kelompok Fermino dosis 1000 mg/kg BB dan Fermino 1500 mg/kg BB juga tidak berbeda signifikan dengan kontrol positif Andriol®, sehingga dapat dikatakan Fermino dosis 1000 mg/kg BB dan Fermino dosis 1500 mg/kg BB memiliki efek yang sama dengan Andriol® yaitu meningkatkan stamina. Andriol® berisi hormon testosterone undecanoat. Pada kelompok Na CMC dengan Fermino 500 mg/kg BB tidak berbeda signifikan, sehingga dapat dikatakan Fermino 500 mg/kg BB tidak memberikan kenaikan efek yang berarti. Sedangkan pada kelompok Andriol® dan Fermino 1500 mg/kg BB dengan kelompok Fermino 500 memiliki perbedaan yang signifikan, sehingga dapat dikatakan Fermino 1500 mg/kg BB memiliki pengaruh dalam menaikkan stamina. Menurut Palungkun (2008), cacing tanah mengandung gizi yang cukup tinggi, terutama kandungan proteinnya yang mencapai 64-76%. Kandungan protein ini ternyata lebih tinggi dari sumber protein lainnya misalnya daging (65%) dan kacang kedelai (45%). Protein merupakan salah satu bahan
36
makronutrien selain lemak dan karbohidrat, protein ini berperan penting dalam pembentukan biomolekul dan juga sebagai sumber energi (Sudarmadji dkk., 1996). Menurut Sudarmadji dkk (1996), kandungan energi protein rata –rata 4 kilokalori/gram atau setara dengan kandungan energi karbohidrat. Molekul protein lebih kompleks daripada karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul dan keanekaragaman unit-unit asam amino yang membentuknya, protein terdiri dari atas sekian kombinasi berbagai jenis dan jumlah asam amino (Almatsier, 2009). Menurut Sihombing (2002), cacing tanah juga mengandung asam amino yang hampir sama dengan tepung daging dan tepung ikan. Asam amino ini juga berperan penting dalam pembentukan sumber energi apabila glukosa atau asam lemak dalam tubuh terbatas (Almatsier, 2009). Sehingga pada pemberian serbuk cacing tanah pada hewan uji ini memberikan efek peningkatan stamina pada hewan uji, karena pada saat hewan melakukan swimming forced test hewan uji menggunakan hampir semua otot – ototnya untuk bergerak dan melakukan aktifitas, sehingga dibutuhkan energi lebih untuk melakukannya dan pemberian serbuk cacing tanah ini dapat memberikan energi tambahan. Asam amino merupakan salah satu zat mula non karbohidrat sebagai sumber sintesis glukosa melalui jalur glukoneogenesis, yaitu mekanisme atau lintasan yang bertanggungjawab untuk mengubah senyawa non karbohidrat menjadi glukosa. Substrat utama bagi glukoneogenesis adalah asam amino
37
glukogenik, laktat, dan gliserol (Mayes, 2003). Dalam proses pembentukannya, protein dirubah menjadi asam piruvat yang pada proses selanjutnya asam piruvat tersebut akan diubah menjadi asetil KoA. Asetil KoA ini merupakan komponen kimia yang penting juga dalam pembentukan energi tubuh (Buwono, 2009). Secara keseluruhan proses metabolisme akan menghasilkan produk samping berupa H2O. Melalui proses metabolisme diatas energi akan dihasilkan dalam bentuk ATP dan kalor panas yang merupakan inti dari proses metabolisme energi. Melalui proses metabolisme protein, dan siklus asam sitrat ini sel – sel dalam tubuh mampu untuk menggunakan dan menyimpan energi yang dikandung bahan makanan sebagai energi ATP (Miryanti, 2011). Dalam serbuk cacing tanah ini juga terkandung asam amino glisin, arginin, dan metionin yang turut serta dalam biosintesis kreatin. Kreatin dan bentuk simpanan energinnya yaitu fosfokreatin terdapat dalam otot, otak, dan darah (Mayes, 2003). Kreatinin anhidrida terbentuk didalam otot dari kreatin fosfat melalui proses dehidrasi non enzimatik yang ireversible dan hilangnya fosfat. Ekskresi kreatinin dalam urine 24 jam pada diri seseorang akan tampak konstan tiap-tiap harinya dan sebanding dengan massa ototnya. Di dalam otot, kreatinin fosfat juga digunakan sebagai alat pengangkut fosfat bernergi tinggi dari mitokondria ke dalam sarkolema dan bertindak sebagai pendapar fosfat berenergi tinggi (Mayes, 2003). Pemberian serbuk cacing tanah yang mengandung banyak protein dan asam amino ini dapat menaikkan stamina dari hewan uji secara signifikan, ditinjau
38
dari proses sintesis nya yaitu proses glukoneogenesis yang akan menghasilkan glukosa. Glukosa ini selanjutnya akan memenuhi kebutuhan tubuh akan glukosa sebagai senyawa yang dimetabolasi menjadi asetil-KoA yang merupakan intermediat dalam siklus asam sitrat yang nantinya akan menghasilkan ATP sebagai sumber energi secara cepat apabila terjadi kontraksi otot-otot seperti dalam swimming forced test
karena hewan uji dipaksa untuk berenang dan
mempertahankan diri dengan menggerakkan seluruh otot ototnya. Selain itu, karena adanya kandungan asam amino arginin, glisin, dan metionin ini dapat meningkatkan massa otot yang juga menjadikannya sebagai sumber simpanan fosfat berenergi tinggi, sehingga ketika saat melakukan swimming forced test yang memerlukan energi tinggi, dan sumber energi utama dari karbohidrat tidak mencukupi, maka dengan segera simpanan energi di dalam otot akan dilepaskan. Asam amino arginin, glisin, dan metionin ini berperan dalam biosintesis kreatin yang merupakan simpanan energi yang besar dan terletak di dalam otot (Mayes, 2003). Nilai energi nutrisi biasanya diukur dalam satuan kcal atau kilokalori yang merupakan satuan untuk menghitung jumlah energi hasil dari proses metabolisme. Serbuk cacing tanah ini mengandung total kalori yang cukup besar berdasarkan hasil Certificate of Analysis. Besar kalori total dari serbuk cacing tanah ini adalah 394,83 kcal/100 g atau sekitar 394.830 kal/100 g. Berdasarkan hasil perhitungan kalori ini, dapat dilihat besar kalori total yang dihasilkan oleh serbuk cacing tanah ini jauh lebih besar dari total kalori yang dihasilkan oleh sumber karbohidrat yang
39
biasanya dijadikan sumber energi pokok, seperti beras giling yang hanya memiliki kandungan kalori total sebesar 360 kal/100 g (Sediaoetama, 2008) Pemberian serbuk cacing tanah pada penelitian ini yang menunjukkan peningkatan stamina paling signifikan adalah pada pemberian dosis 1500 mg/kg BB, kemudian pada dosis 1000 mg/kg BB. Hal ini juga ditunjukkan dengan perbandingan hasil dengan kontrol positif Andriol® (Testosterone undecanoate) yang tidak berbeda signifikan. Sedangkan pada dosis 500 mg/kg BB tidak menunjukkan adanya peningkatan stamina yang signifikan, kemungkinan hal ini terjadi dikarenakan dosisnya yang terlalu rendah.
40
