BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pengembangan kebudayaan unggulan menjadi salah satu pokok pikir kerangka pendanaan
dalam
rangka
keistimewaan
Daerah
Istimewa
Yogyakarta.
Isu
pengembangan kebudayaan unggulan DIY mulai muncul ketika ada banyaknya pemberitaan mengenai kegiatan yang memakan banyak dana anggaran. Sedangkan kebutuhan kegiatan lain yang berdampak langsung pada masyarakat, sangat terbatas dan belum menunjukkan secara jelas image keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengembangan kebudayaan unggulan tentunya membutuhkan anggaran dana keistimewaan bidang kebudayaan yang tidak sedikit. Pengembangan kebudayaan unggulan dalam bidang kebudayaan sendiri memiliki alokasi terbesar dalam Dana Keistimewaan. Pada tahun 2014, bidang kebudayaan mengusulkan dana keistimewaan yang telah disetujui sebesar Rp554.000.000.000 dari Rp781.900.000.000 atau 70,85% dari total Dana Keistimewaan yang dianggarkan (lihat tabel 1.1). Sedangkan tiga bidang lainnya seperti kelembagaan, pertanahan, dan tata ruang tidak mencapai separuh anggaran keistimewaan bidang kebudayaan.
Tabel 1.1 Anggaran Dana Keistimewaan Tahun 2014
Sumber: Bappeda DIY
Sumber berita dikutip dari jogjapos memberitakan bahwa terdapat kritik oleh pengguna media sosial yang menyebutkan bahwa dana keistimewaan sulit untuk diakses oleh warga. Transparansi dana keistimewaan perlu didorong agar masyarakat lebih mengerti proses penyusunan program. Hal ini disampaikan karena adanya kecurigaan pada program kesenian “Jogja Performance Art” yang mendapat kucuran dana Rp5.000.000.000.000,00 dan tidak mengerti bagaimana proses disetujuinya program tersebut. Transparansi menjadi hal yang ingin diangkat dalam kritik masyarakat terhadap pengelolaan dana keistimewaan bidang kebudayaan. Kesulitan publik untuk mengakses dana keistimewaan bidang kebudayaan menunjukkan adanya informasi yang tidak tersampaikan kepada publik. Sumber berita dikutip dari kabarkota memberitakan bahwa Tim pemantau DPR RI mendengarkan aspirasi sekaligus masukan terkait pelaksaan Undang-Undang Keistimewaan dan dinamikanya dalam tiga tahun terakhir. Salah satunya menyangkut
pengelolaan Dana Keistimewaan (danais) DIY yang dianggap masih minim. Pengelolaan yang minim pada seluruh bidang keistimewaan tersebut menjadi salah satu faktor minimnya serapan dana ke daerah-daerah di DIY. Pengelolaan tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan anggaran bidang kebudayaan yang semakin besar pula. Seharusnya pertanggungjawaban pengelolaan juga tercermin pada peningkatan anggaran bidang kebudayaan. Sumber berita dikutip dari tribunnews memberitakan bahwa GKR Hemas selaku Ketua DPD DIY mengatakan, “terdapat kesalahan persepsi di masyarakat terhadap pemanfaatan danais. Pasalnya selama danais mayoritas hanya dimanfaatkan pada sektor kebudayaan saja.” Persepsi tersebut muncul ketika banyak sekali pengajuan kegiatan maupun program kebudayaan yang oleh masyarakat berharap mendapat bantuan dana. Sehingga banyak kegiatan kebudayaan yang berskala kecil dan tidak mampu dipantau dan diawasi secara keseluruhan. Dana Keistimewaan diatur dalam UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Yogyakarta. Pada Pasal 41 dan 42 dalam UU No. 13 Tahun 2012 menjelaskan bahwa: Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan daerah berlaku bagi Pemerintahan Daerah DIY. Pemerintah menyediakan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Keistimewaan DIY sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan kebutuhan DIY dan kemampuan keuangan negara. Dana dalam rangka pelaksanaan Keistimewaan Pemerintahan Daerah DIY sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan pengajuan Pemerintah Daerah DIY. Dana berupa dana
Keistimewaan yang diperuntukkan bagi dan dikelola oleh Pemerintah Daerah DIY yang pengalokasian dan penyalurannya melalui mekanisme transfer ke daerah. Penggunaan Dana Keistimewaan diatur dalam Pergub Daerah Istimewa Yogyakarta No 18 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Dana Keistimewaan yang menjelaskan dalam Pasal 2 bahwa kewenangan penggunaan Dana Keistimewaan diperuntukkan bagi: 1. Tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; 2. Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY; 3. Kebudayaan; 4. Pertanahan; dan 5. Tata ruang. Bagan 1.2 Kerangka Pendanaan Dalam Rangka Keistimewaan DIY
sumber: Bappeda DIY Penggunaan
Dana
Keistimewaan
tersebut
tidak
semata-mata
untuk
mengupayakan tersedianya sejumlah besar dana yang bisa digunakan secara langsung. Namun diatur dalam UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta pasal 5 ayat 1 yang bertujuan untuk mencapai : 1. mewujudkan pemerintahan yang demokratis; 2. mewujudkan kesejahteraan dan ketenteraman masyarakat; 3. mewujudkan tata pemerintahan dan tatanan sosial yang menjamin kebhinneka-tunggal-ika-an dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; 4. menciptakan pemerintahan yang baik; dan
5. melembagakan peran dan tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan warisan budaya bangsa.
Melihat pada peraturan perundang-undangan, dana keistimewaan memiliki kejelasan hukum, fungsi, dan tujuan bagi pencapaian Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun dalam praktiknya belum mendapat apresiasi positif dari publik yang juga melakukan pengawasan melalui keterbatasan akses dana keistimewaan bidang kebudayaan. Sehingga perlu diperhatikan bahwa bidang kebudayaan memiliki porsi besar dalam alokasi Dana Keistimewaan DIY. Pengelolaan dana bidang kebudayaan tentunya tidak lepas dari sistem pengendalian yang handal dan terpercaya. Sistem pengendalian tersebut tampak tidak diketauhi pasti oleh publik. Sehingga banyak masyarakat umum mempertanyakan kinerja dari pengelolaan dana keistimewaan. Persepsi masyarakat umum mampu berpendapat bahwa dana keistimewaan tersebut tidak memiliki kejelasan tujuan dan tidak ada bedanya dengan APBD.
B. Rumusan Masalah Terdapat persepsi bahwa pengelolaan Dana Keistimewaan tersebut: 1. Adanya persepsi bahwa belum terdapat bentuk pengelolaan dana keistimewaan yang jelas.
2. Adanya persepsi bahwa belum tepatnya sistem pengendalian dana keistimewaan bidang kebudayaan DIY. 3. Adanya persepsi bahwa belum ada capaian prestasi dan tujuan (goal) kegiatan yang dapat dilihat secara nyata pada realisasi anggaran dana keistimewaan. 4. Adanya persepsi bahwa akses informasi publik pada realisasi dana keistimewaan sangat terbatas. Sehingga rumusan masalah yang diperoleh dari persepsi tersebut adalah: apakah bentuk sistem pengendalian dana keistimewaan bidang kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta sudah berjalan dengan baik dan benar?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dan mengevaluasi sistem pengendalian dana keistimewaan bidang kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
D. Manfaat penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Provinsi terhadap pengelolaan dan pengendalian dana keistimewaan bidang kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Dapat dijadikan acuan atau referensi untuk penelitian berikutnya.
E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran penelitian yang lebih jelas dan sistematis agar mempermudah bagi pembaca dalam memahami penulisan penelitian ini. Dari masing-masing bab secara garis besar dapat diuaraikan sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi pembahasan tentang pemerintah, APBD (pengertian, struktur, tim anggaran, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD), dana keistimewaan (pengertian, kewenangan, dan mekanisme pengelolaan), accountable authority, sistem pengawasan, dan transparansi BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini berisi tentang bentuk penelitian, lokasi penelitian, ruang lingkup penelitian, variabel penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas tentang gambaran umum pengelolaan dana keistimewaan bidang kebudayaan di Daerah Istimewa Yogyakarta dan hasil analisis data serta pembahasannya. BAB V
PENUTUP
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan hasil analisis data dan pembahasan serta saran-saran yang dapat diberikan kepada Dinas Kebudayaan DIY.