1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pengadilan Agama sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman memiliki tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, hal ini sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 termasuk di dalamnya menyelesaikan perkara voluntair (penjelasan pasal 2 ayat (1) tersebut).1 Dalam hal ini Pengadilan Agama hanya menerima pengajuan Gugatan/ Permohonan bagi orang-orang beragama Islam. Dalam pengajuan perkara di Pengadilan Agama, Penggugat / Pemohon dapat mendaftarkannya ke Kepaniteraan Pengadilan Agama melalui Meja I untuk menaksir panjar biaya perkara serta membayarnya di kasir sekaligus menyerahkan surat gugatan/ permohonan, kemudian menghadap pada Meja II dengan menyerahkan surat Gugatan/Permohonan untuk diserahkan kepada wakil Panitera untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan Agama melalui Panitera. Dalam waktu maksimal 7 hari, Ketua Pengadilan menunjuk Majelis Hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara dalam sebuah “Penetapan Majelis Hakim” (PMH) (pasal 121 HIR. Jo. Pasal 93 UU-PA). Ketua membagikan semua berkas perkara dan atau surat-surat yang berhubungan dengan perkara yang diajukan ke Pengadilan kepada Majelis Hakim untuk diselesaikan.
1
Mahkamah Agung R.I., Himpunan Perundang-undangan Peradilan Agama, Jakarta, 1994, hlm. 4
2
Proses pemeriksaan perkara perdata di depan sidang dilakukan melalui tahap-tahap dalam Hukum Acara Perdata, setelah hakim terlebih dahulu berusaha dan tidak berhasil mendamaikan para pihak yang bersengketa. Tahap-tahap pemeriksaan tersebut ialah : 1. Pembacaan gugatan 2. Jawaban Tergugat 3. Replik 4. Duplik 5. Pembuktian 6. Kesimpulan 7. Putusan Hakim.2 Hakim dalam memutuskan perkara harus terlebih dahulu mengetahui duduk perkaranya dan pertimbangan hukum mengenai perkara tersebut disertai alasan-alasannya dan dasar hukumnya. Dalam proses pengambilan putusan, Majelis Hakim terlebih dahulu melakukan musyawarah Majelis Hakim yang merupakan perundingan yang dilaksanakan untuk mengambil keputusan terhadap suatu perkara yang diajukan kepadanya dan sedang diproses dalam persidangan Pengadilan Agama yang berwenang. Musyawarah Majelis Hakim dilaksanakan secara rahasia, maksudnya apa yang dihasilkan dalam rapat Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut sampai putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Tujuan diadakan Musyawarah
2
A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 1996, hlm. 81
3
Majelis ini adalah untuk menyamakan persepsi agar terhadap perkara yang sedang diadili itu dapat dijatuhkan putusan yang seadil-adilnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ketentuan yang berlaku dalam hal ini adalah sumber-sumber hukum acara Peradilan Agama yang meliputi : 1. HIR. / RBg. 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama 3. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman 4. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung 5. Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 jo. PP. Nomor 9 Tahun 1975 tentang Perkawinan 6. Kitab-kitab fiqh Islam dan sumber hukum tidak tertulis lainnya.3 Apabila dalam sumber-sumber hukum Acara Peradilan Agama tersebut di atas tidak diatur, maka langkah berikutnya yang harus dilakukan Majelis Hakim adalah menemukan hukum. Tugas menemukan hukum terhadap suatu perkara yang sedang diperiksa oleh Majelis Hakim merupakan suatu hal yang paling sulit dilaksanakan. Meskipun para Hakim dianggap tahu hukum (ius curia novit), sebenarnya para Hakim itu tidak mengetahui semua hukum. Sebab hukum itu berbagai macam ragamnya, ada yang tertulis dan ada pula yang tidak tertulis. Tetapi Hakim harus mengadili dengan benar terhadap perkara yang diajukan
3
Ibid., hlm. 14
4
kepadanya, ia tidak boleh menolak suatu perkara dengan alasan hukum tidak ada atau belum jelas, melainkan ia wajib mengadilinya (pasal 14 ayat (1) UU. No.14 Tahun 1970). Sebagai penegak hukum ia wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai hukum yang hidup dalam masyarakat (pasal 27 UU. No.14 Tahun 1970).4 Dalam menjatuhkan Putusan, Majelis Hakim harus melalui kedua proses tersebut di atas. Seperti halnya Majelis Hakim yang harus mengetahui apa yang menjadi tuntutan para pihak yang berperkara (dalam petitum), sesuai dengan pasal 178 ayat (3) HIR. / 189 ayat (3) RBg. Bahwa Hakim tidak iizinkan menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan dari pada yang digugat.5 Kenyataannya penulis menemukan Putusan Pengadilan Agama yang dianggap bertentangan dengan pasal 178 ayat (3) HIR. / 189 ayat (3) RBg. Putusan tersebut adalah putusan Pengadilan Agama Slawi No. 1077 / Pdt.G / 2003 dalam perkara permohonan cerai talak, penulis menemukan isi Amar Putusan yang tidak diminta / dituntut oleh para pihak yang berperkara mengenai penentuan nafkah Iddah dan Mut’ah yang harus ditanggung oleh Pemohon. Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Slawi No. 1077 / Pdt.G / 2003 yang diduga bertentangan dengan pasal 178 ayat (3) HIR. / 189 ayat (3) RBg. tersebut,
4
penulis berkeinginan untuk mengangkat dan menuangkan
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta; Yayasan Al-Hikmah, 2000, hlm. 163 5 Mahkamah Agung R.I., Op. cit., hlm. 173
5
dalam bentuk skripsi, dengan melakukan penelitian yang akan dilakukan di Pengadilan Agama Slawi dalam hal pertimbangan hukum Putusan No. 1077 / Pdt.G / 2003 yang didalamnya terdapat Amar Putusan yang terdapat hal-hal yang tidak diminta oleh para pihak yang berperkara.
B. Permasalahan Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam hubungannya dengan Putusan Pengadilan Agama Slawi No. 1077 / Pdt.G / 2003 tentang putusan terhadap hal-hal yang tidak diminta oleh para pihak yang berperkara, sebagai berikut : 1. Bagaimana dasar pertimbangan hukum Putusan Pengadilan Agama Slawi No. 1077 / Pdt.G / 2003 tentang putusan cerai talak (pengkabulan hal-hal yang tidak diminta oleh para pihak yang berperkara). 2. Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap Putusan Pengadilan Agama Slawi No. 1077 / Pdt.G / 2003 tentang putusan cerai talak (pengkabulan hal-hal yang tidak diminta oleh para pihak yang berperkara).
C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum Putusan Pengadilan Agama Slawi No. 1077 / Pdt.G / 2003 tentang putusan cerai talak (pengkabulan hal-hal yang tidak diminta oleh para pihak yang berperkara). 2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap Putusan Pengadilan Agama Slawi No. 1077 / Pdt.G / 2003 tentang putusan cerai talak (pengkabulan hal-hal yang tidak diminta oleh para pihak yang berperkara).
6
D. Metode Penulisan Skripsi Penulisan skripsi ini didasarkan pada field research yang dilakukan di Pengadilan Agama Slawi. Di samping itu juga melalui library research, yaitu meneliti buku-buku, jurnal atau karya tulis lainnya yang mempunyai relevansi dengan persoalan yang diangkat dalam penelitian ini. Dalam rangka penyusunan skripsi dan pengumpulan data, maka digunakan metode-metode sebagai berikut : 1. Metode Pengumpulan Data Yang dimaksud metode pengumpulan data adalah pencarian dan pengumpulan data yang dapat dipergunakan untuk membahas masalah / problematika yang terdapat dalam skripsi ini. Field Research, yaitu methode untuk menemukan secara khusus dan realistis apa yang tengah terjadi pada suatu saat di tengah masyarakat.6 Di dalam field research yang dilakukan di Pengadilan Agama Slawi untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan metode sebagai berikut : 1. Wawancara, yaitu mencakup cara yang dipergunakan seseorang untuk tujuan tertentu, mencoba mendapatkan keterangan dan pendirian secara lisan dari responden dengan bercakap-cakap langsung dengan orang itu. Adapun pihak-pihak yang diwawancarai adalah : a. Ketua / wakil ketua Pengadilan Slawi
6
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung; CV. Mandar Maju, 1990, hlm. 32
7
b. Hakim dan Panitera Pengadilan Agama 2. Dokumentasi Penggalian dokumen resmi dengan mengadakan penelitian dan pengumpulan data berupa putusan Pengadilan Agama Slawi No. 1077 / Pdt.G / 2003 / PA. Slawi. Library Research, yaitu penelitian dengan menggunakan bahan-bahan tertulis, yang biasa disebut dengan studi kepustakaan.7 2. Metode Analisis data Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan beberapa metode analisis data, metode yang dimaksud adalah sebagai berikut : a. Metode Deskriptif kuantitatif normatif : yaitu suatu cara untuk menggambarkan kembali deskripsi serta kesimpulan yang dihasilkan berlaku bagi subyek penelitian. Pendekatan kuantitatif hakikat hubungan di antara variabel-variabel dianalisis dengan menggunakan teori yang obyektif.8 Serta melakukan pengolahan analisa dan kontruksi data penelitian hukum normatif yang bertujuan menelaah sistematika peraturan perundang-undangan.9 b. Metode Komparatif : yaitu berusaha mencari pemecahan melalui analisa tentang perhubungan-perhubungan sebab akibat yakni meneliti faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena
7
125
8
Abuddin Nata, Metodologi Study Islam, Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm.
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta; Rineka Cipta, 1996, hlm. 20 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta; Universitas Indonesia (UIPress), 1986, hlm. 255 9
8
yang diselidiki dan membandingkan suatu faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan membandingkan suatu faktor dengan faktor yang lain.10
E. Telaah Pustaka Di dalam artikel M. Fauzan dan Edy Noer Fuady H.M. yang berjudul Problematika Penenerapan Hak Ex Officio Hakim dalam Menyelesaikan Perkara Perceraian, yang dimuat dalam jurnal dua bulanan Mimbar Hukum No. 30 Tahun VIII 1997, mengemukakan bahwa dalam proses memeriksa dan mengadili perkara (perdata) termasuk perceraian karena talak, “Hakim dilarang memberi keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohon atau memberikan lebih dari yang dimohon”. Umumnya, petitum surat permohonan cerai talak hanya menyatakan: menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon, memberi ijin kepada Pemohon untuk mengikrarkan talak terhadap Termohon, membebankan biaya perkara berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Dalam proses pemeriksaan di muka persidangan, Termohon tidak mengajukan gugat rekonvensi mengenai hak-haknya sebagai isteri yang akan diceraikan suaminya. Maka berdasarkan asas “ultra petitum partium”, Hakim tidak dapat memberikan hak-hak isteri tersebut akibat cerai talak yang merupakan kewajiban suami, dalam amar putusannya.
10
136
Winarno Surachmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung; Tarsito, 1972, hlm. 135-
9
Hakim sebagai “Judge made law”, dan sebagai penjelmaan dari hukum, wajib menegakkan nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah-tengah perubahan sosial masyarakatnya. Oleh karena itu, Hakim berwenang melakukan “contra legent” apabila ketentuan suatu pasal Undang-undang bertentangan dengan kepatutan dan tidak sesuai dengan kenyataan dinamika kondisi serta keadaan yang berkembang dalam jiwa, perasaan dan kesadaran masyarakat. Maka Hakim secara “ex officio” tanpa ada gugat rekonvensi dari isteri dapat menjatuhkan hukum bagi suami sebagai Pemohon untuk membayar nafkah atau mut’ah.11 Berkaitan dengan kewajiban suami sebagai pemohon untuk membayar nafkah atau mut’ah, walaupun tanpa ada gugat rekonvensi dari isteri, hakim secara ex officio tetap menjatuhkan putusan tersebut. Dapatlah didasarkan pada Qur’an surat Al-Baqarah ayat 241 yang berbunyi :
“Perempuan yang diceraikan itu berhak mendapat kegembiraan (pemberian) dari suaminya dengan secara patut sebagai kewajiban atas orang yang takut ”. F. Sistematika Penulisan Skripsi Agar pembahasan skripsi ini lebih mengarah, maka penulis membagi pembahasan skripsi ini menjadi beberapa bab, tiap bab terdiri dari sub dengan maksud untuk mempermudah dalam mengetahui hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini dan tersusun rapi serta terarah. 11
M. Fauzan dan Edy Noerfuady HM., Jurnal dua bulanan “Mimbar Hukum” No. 30 tahun VIII Januari-Februari, Jakarta; Yayasan Al-Hikmah dan Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1997, hlm. 89-90
10
Adapun susunan dari bab-bab tersebut adalah sebagai berikut : BAB I : Berisikan pendahuluan yang mencakup tentang latar belakang permasalahan,
tujuan
penulisan
skripsi,
metode
penulisan
skripsi, telaah pustaka dan sistematika penulisan skripsi. BAB II : Berisikan tinjauan umum tentang pengertian gugatan dan permohonan
serta
tentang
prosedur
beracara
atau
proses
pemeriksaan di Pengadilan Agama. BAB III : Berisikan seputar Putusan Pengadilan Agama Slawi No. 1077/Pdt. G/2003 tentang putusan cerai talak (pengkabulan hal-hal yang tidak diminta oleh para pihak yang berperkara) yang meliputi sejarah Pengadilan Agama Slawi, tentang duduk perkaranya putusan No. 1077/Pdt.G/2003, Dasar pertimbangan hukum Putusan Pengadilan Agama Slawi No. 1077 / Pdt. G / 2003, serta isi Putusan Pengadilan Agama Slawi No. 1077 / Pdt. G / 2003. BAB IV : Berisikan
analisis
penulisan
dalam
menganalisis
dasar
pertimbangan hukum Putusan Pengadilan Agama Slawi No. 1077 / Pdt. G / 2003 tentang putusan cerai talak (pengkabulan hal-hal yang tidak diminta oleh para pihak yang berperkara) dan menganalisis isi Putusan Pengadilan Agama Slawi No. 1077 / Pdt. G / 2003 tentang putusan cerai talak (pengkabulan hal-hal yang tidak diminta oleh para pihak yang berperkara). BAB V : Berisikan kesimpulan dari pembahasan dan saran-saran yang dirangkum dalam penutup.
11
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SLAWI NOMOR 1077 / Pdt.G / 2003 TENTANG PUTUSAN CERAI TALAK (Pengkabulan Hal-hal Yang Tidak Diminta Oleh Para Pihak Yang Berperkara)
DAFTAR ISI BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Permasalahan C. Tujuan Penulisan Skripsi D. Telaah Pustaka E. Sistematika Penulisan Skripsi
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG BERACARA DI PENGADILAN AGAMA A. Gugatan dan Permohonan B. Prosedur Beracara atau Proses Pemeriksaan Perkara di Pengadilan Agama 1. Pembacaan Gugatan 2. Jawaban Tergugat 3. Replik Penggugat 4. Duplik Tergugat 5. Pembuktian 6. Kesimpulan Para Pihak 7. Putusan
12
BAB III
PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SLAWI NOMOR 1077 / Pdt.G/ 2003 TENTANG PUTUSAN CERAI TALAK ( PENGKABULAN HAL-HAL YANG TIDAK DIMINTA OLEH PARA PIHAK YANG BERPERKARA ) A. Sejarah Pengadilan Agama Slawi B. Tentang Duduk Perkaranya Putusan Pengadilan Agama Slawi Nomor 1077 / Pdt.G / 2003 C. Dasar Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan Agama Slawi Nomor 1077 / Pdt.G / 2003 D. Isi Putusan Pengadilan Agama Slawi Nomor 1077 / Pdt.G / 2003
BAB IV
ANALISIS A. Analisis terhadap Dasar Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan Agama Slawi Nomor 1077 / Pdt.G / 2003 tentang Putusan Cerai Talak (Pengkabulan Hal-hal yang Tidak Diminta oleh Para pihak yang Berperkara) B. Analisis terhadap Isi Putusan Pengadilan Agama Slawi Nomor 1077 / Pdt.G / 2003 tentang Putusan Cerai Talak (Pengkabulan Hal-hal yang Tidak Diminta oleh Para pihak yang Berperkara)
Bab V
PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-saran