BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan negara kepulauan memiliki potensi alam yang besar tidak hanya dalam bidang kelautan tapi juga dalam pengolahan pertanian. Potensi pertanian Indonesia yang tinggi salah satunya disebabkan wilayah Indonesia yang memiliki wilayah daratan sepertiga dari luas keseluruhan ini dilewati barisan pegunungan dunia. Hal ini menyebabkan wilayah daratan Indonesia sangat subur. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Itulah mengapa selain disebut sebagai negara maritim, Indonesia juga disebut sebagai negara agraris. Tantangan besar yang dihadapi saat ini khususnya negara-negara sedang berkembang adalah persoalan kekurangan pangan dan kerusakan lingkungan hidup. Kekurangan pangan bukan hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi manusia yang tidak seimbang sebagaimana teori Malthus tentang kependudukan “Manusia untuk hidup memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan makanan jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk”. Tetapi persoalan degradasi lahan dan hutan yang berdampak pada menurun dan terbatasnya 1
produksi pangan. Sektor pertanian sebagai salah satu sektor andalan penghasil devisa negara mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan Nasional secara keseluruhan. Sulawesi Barat sebagai salah satu daerah sektor pertanian dan selama ini sangat banyak potensi sumber daya alamnya tentunya dikenal sebagai daerah yang sangat mengandalkan sektor pertaniannya dalam pembangunan. Hal inilah yang kemudian menjadi pertimbangan pemerintah untuk selalu menjaga ketahanan pangan di daerah Sulawesi Barat. Selain sumber pangan pokok, beras juga menjadi sumber penghasilan bagi petani dan kebutuhan hidup sehari-hari bagi jutaan penduduk. Beras juga bisa dijadikan sebagai komoditas politik karena keberadaanya tidak dapat digantikan oleh komoditas lain dan harus dalam jumlah yang memadai. Meskipun pemerintah telah mengupayakan diversifikasi pangan, namun sampai saat ini belum mampu mengubah preferensi penduduk terhadap bahan pangan beras. Oleh karena itu, ketersediaan beras harus selalu terjaga. Cadangan pangan terutama beras merupakan komponen yang sangat penting dalam penyediaan pangan, karena dapat difungsikan sebagai stabilitor pasokan pangan pada saat produksi atau pasokan tidak mencukupi. Informasi mengenai stok beras ini sangat penting untuk mengetahui situasi ketahanan pangan, baik di tingkat rumah tangga, kabupaten, wilayah maupun nasional. Informasi stok beras pemerintah relatif lebih mudah diperoleh 2
karena penyelenggaraannya adalah instansi pemerintah (pada saat ini Bulog). Namun demikian, informasi mengenai stok beras di masyarakat lebih sulit diperoleh dan data stok ini tidak tersedia secara rutin. Di sisi lain data stok ini sangat dibutuhkan dalam penentuan kebijakan sektor pertanian karena menyangkut ketersediaan pangan di suatu wilayah. Kondisi ketahanan pangan kita akan mendapat ancaman apabila pemerintah lebih mengutamakan pembangunan infrastruktur ketimbang pengembangan pertanian, karena kecenderungan Kebijakan Politik lokal dengan melihat kecenderungan kebijakan politik pembangunan secara umum di Sulawesi Barat, maka terdapat indikasi kuat tentang minimnya perhatian pada sektor pertanian dan pangan. Masalah ini akan menimbulkan semakin menyempitnya lahan-lahan tanaman
pangan
yang
diharapkan
secara
berkelanjutan
kebutuhan pangan masyarakat lokal dan seiring
memenuhi
dengan bertambahnya
penduduk maka kebutuhan akan pangan akan semakin meningkat akan tetapi kondisi ketahanan pangan kita tentunya akan mengalami ancaman apabila terus terjadi alih Fungsi lahan pertanian ke ke non-pertanian, oleh karena itu untuk terus menjaga ketahanan pangan di Sulawesi-Barat pemerintah mesti menjaga terjadinya alih fungsi lahan pertanian agar ketahanan pangan kita bisa terus mencukupi. Saat ini pemerintah dianggap berhasil apabila membangun dan mampu mengembangkan daerahnya, namun disisi lain pembangunan juga 3
membutuhkan lahan, begitupun pertanian juga membutuhkan lahan agar tercapainya kedaulatan pangan. pembangunan kemudian mengancam lahanlahan produktif, baik di pedesaan maupun di perkotaan yang dijadikan mall, pabrik, dan bangunan lain , milik para investor (baik asing maupun domestik). Ketahanan pangan yang kokoh merupakan hal yang penting dan perlu diwujudkan karena bagian yang penting dari ketahanan nasional. Ketahanan pangan yang kuat akan memperkuat ketahanan nasional dan sebaliknya. Undang-Undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Di satu sisi alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan dan bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial. Di sisi lain efektifitas implementasi instrumen pengendalian alih fungsi selama ini belum berjalan optimal sesuai dengan yang diharapkan. seiring pertumbuhan populasi dan perkembangan peradaban manusia, penguasaan dan penggunaan lahan mulai
terusik.
keterusikan
ini
akhirnya
menimbulkan
kompleksitas
permasalahan akibat pertambahan jumlah penduduk, penemuan dan 4
pemanfaatan teknologi, serta dinamika pembangunan. Lahan yang semula berfungsi sebagai media bercocok tanam (pertanian), berangsur-angsur berubah menjadi multifungsi pemanfaatan. Undang-Undang No 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. 1.
Bahwa lahan pertanian pangan merupakan bagian dari bumi sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Bahwa Indonesia sebagai negara agraris perlu menjamin penyediaan
lahan
pertanian
pangan
secara
berkelanjutan
sebagai sumber pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dengan mengedepankan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional; 3.
Bahwa negara menjamin hak atas pangan sebagai hak asasi setiap warga negara sehingga negara berkewajiban menjamin kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan;
4.
Bahwa makin meningkatnya pertambahan penduduk serta perkembangan ekonomi dan industri mengakibatkan terjadinya 5
degradasi, alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian pangan telah mengancam daya dukung wilayah secara nasional dalam menjaga kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan; 5.
Bahwa sesuai dengan pembaruan agraria yang berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber daya agraria perlu perlindungan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan.
Tabel 1.1 : Luas Lahan menurut penggunaan di Kabupaten Polewali Mandar No
Penggunaan Tanah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tegal/Kebun Ladang/Huma Perkebunan Ditanami Pohon/Hutan Padang penggembelaan/Padang Rumput Sementara tidak diusahakan Tambak Kolam Empang Hutan Negara Rawa Jumlah Badan Pusat Statistik Kab. Polewali Mandar
Luas Lahan 2013 (Ha) 25.070 4.845 42.783 22.674 13.033 1.169 4.864 16 55.384 212 170.050
Luas Lahan 2012 (Ha) 25.507 4.983 42.783 22.674 13.033 1.169 4.864 16 55.384 212 170.625
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa lahan di Kabupaten Polewali Mandar untuk dari tahun ke tahun menurun. Dan apabila hal ini tidak segera disikapi maka cepat atau lambat lahan-lahan pertanian akan semakin terancam keberadaanya. Alih fungsi lahan masih sangat rendah dan kondisi ketahanan pangan masih sangat besar. Bila dilihat lebih rinci, para pengambil kebijakan di Kabupaten Polewali Mandar menyatakan bahwa tingkat alih fungsi lahan di wilayah ini masih rendah 6
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian, kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus meningkat. Kecenderungan tersebut menyebabkan alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif. Menurut Irawan 1, hal tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan.2 Menambahkan, bahwa pelaku pembelian tanah biasanya bukan penduduk setempat, sehingga mengakibatkan terbentuknya lahan-lahan guntai yang secara umum rentan terhadap proses alih fungsi lahan. Berdasarkan pengamatan penulis dalam dua tahun terakhir, perihal yang dikemukakan Irawan di atas, terjadi juga di Kabupaten Polewali Mandar. 1
Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi Volume 23, Nomor 1, Juni 2005. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. 2
Wibowo, S.C. 1996. Analisis Pola Konversi Sawah Serta Dampaknya Terhadap Produksi Beras : Studi Kasus di Jawa Timur. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
7
Beberapa lahan pertanian, misalnya di sepanjang Jalan Mr. Moh. Yamin (Jalan Poros Provinsi Sulawesi Barat), beralih fungsi jadi daerah pemukiman dan ruko (rumah-toko). Meski sejauh pengamatan langsung, lahan pertanian—atau
persawahan—masih
sangat
luas
dan
mendominasi
peruntukan lahan di wilayah itu. Pada sisi lain, berbagai fenomena pemenuhan
kebutuhan
pangan
belum
dirasakan
oleh
masyarakat
disebabkan oleh masalah ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, tetapi anehnya di daerah-daerah yang telah swasembada pangan bahkan telah terdistribusi merata sampai ketingkat rumah tangga; misalnya program beras raskin (raskin) agar ketahanan pangan dapat kita jaga. Menarik untuk dikaji lebih mendalam dalam rangka mengidentifikasi dan merumuskan strategi yang lebih arif karena Kabupaten Polewali Mandar merupakan salah satu daerah pertanian di Provinsi Sulawesi Barat. Paling penting, secara luas dan umum kita ketahui daerah pertanian mempunyai peran besar terhadap ketahanan pangan. Sehingga, bukan hanya untuk penduduk Kabupaten Polewali Mandar. Ketahanan pangan kabupaten tersebut berpengaruh terhadap ketahanan pangan Provinsi Sulawesi Barat. Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, untuk mengkaji lebih jauh mengenai pelaksanaan di lapangan serta dinamika yang terjadi, penulis menyusun penelitian ini berjudul “Analisis Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pemenuhan Kebutuhan Pangan di Kabupaten Polewali Mandar‟‟. 8
1.2. Rumusan Masalah Penelitian Untuk lebih mempermudah analisa dan pembahasan, penulis akan membatasi masalah yang akan penulis bahas yakni, mengenai pemenuhan kebutuhan pangan. Ada beberapa bahan makanan yang termasuk pangan seperti beras, kedelai, gandum, dan jagung. Namun, penulis hanya membatasi pembahasannya dengan mengambil salah satu bahan pangan yakni beras. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah proposal penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana penerapan kebijakan dalam pemenuhan kebutuhan pangan di Kabupaten Polewali Mandar ?
2.
Apa Faktor yang mendukung dan menghambat pemenuhan kebutuhan pangan di Kabupaten Polewali Mandar ?.
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Menggambarkan
penerapan
kebijakan
dalam
pemenuhan
kebutuhan pangan di Kabupaten Polewali Mandar. 2.
Menggambarkan
Faktor-faktor
yang
mendukung
dan
menghambat pemenuhan kebutuhan pangan di Kabupaten Polewali Mandar.
9
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Manfaat Akademik a.
Sebagai bahan referensi dalam pengembangan ilmu pemerintahan khususnya di bidang kebijakan publik.
b.
Sebagai bahan informasi ilmiah bagi peneliti-peneliti yang ingin melihat kondisi ketahanan pangan di Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat
2.
Manfaat Praktis a.
Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam merumuskan kebijaksanaan untuk meningkatkan kualitas
kehidupan
masyarakat,
terutama
dalam
membentuk sikap dan tingkah laku politik mereka. b.
Sebagai input bagi para pengambil kebijakan di Sulawesi Barat pada periode berikutnya agar menjalankan amanah konstitusi dalam menangani masalah ketahanan pangan.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka merupakan uraian tentang teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjelaskan masalah penelitian sekaligus juga menjadi landasan teori dalam penelitian. 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Kebijakan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ―Kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.‖3 Carl J. Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino mendefinisikan: ―Kebijakan
sebagai
serangkaian
tindakan/kegiatan
yang
diusulkan
seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatankesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.‖4 Pendapat di atas juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting 3 4
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Leo Agustino, 2008, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Bandung, Alfabeta, halaman 7.
11
dari definisi kebijakan. Karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah. Solichin Abdul Wahab mengemukakan bahwa istilah kebijakan sendiri masih terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli. Maka untuk memahami istilah kebijakan, Solichin Abdul Wahab memberikan beberapa pedoman sebagai berikut: 1. Kebijakan harus dibedakan dari keputusan 2. Kebijakan
sebenarnya
tidak
serta
merta
dapat
dibedakan
dari
administrasi 3. Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan 4. Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan 5. Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai 6. Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit maupun implisit 7. Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu 8. Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar organisasi dan yang bersifat intra organisasi 9. Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci lembagalembaga pemerintah
12
10. Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.5 Menurut Budi Winarno, istilah kebijakan (policy term) mungkin digunakan secara luas seperti pada ―kebijakan luar negeri Indonesia‖, ―kebijakan ekonomi Jepang‖, dan atau mungkin juga dipakai untuk menjadi sesuatu yang lebih khusus, seperti misalnya jika kita mengatakan kebijakan pemerintah tentang debirokartisasi dan deregulasi.6 James
E.
Anderson
sebagaimana
dikutip
Islamy
(2009:
17)
mengungkapkan bahwa kebijakan adalah “...a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern.” (Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu)..7 Konsep kebijakan yang ditawarkan oleh Anderson itu, menurut Budi Winarno, dianggap lebih tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya
dilakukan
dan
bukan
pada
apa
yang
diusulkan
atau
dimaksudkan.8 Selain itu konsep ini juga membedakan secara tegas antara kebijakan (policy) dengan keputusan (decision) yang mengandung arti pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada.
5
Solichin Abdul Wahab, 2008, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Malang, Universitas Muhammadiyah Malang Press, halaman 40. 6 Budi Winarno, 2007, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, Yogyakarta, Media Pressindo, halaman 15. 7 M. Irfan Islamy, 2009, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Jakarta, Bumi Aksara, halaman 17. 8 Budi Winarno, Op Cit, halaman 18.
13
Richard Rose sebagaimana dikutip Budi Winarno9 juga menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensi bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai keputusan yang berdiri sendiri. Pendapat kedua ahli tersebut setidaknya dapat menjelaskan bahwa mempertukarkan istilah kebijakan dengan keputusan adalah keliru, karena pada dasarnya kebijakan dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekadar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu. Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah tindakan-tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang di dalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu. 2.1.2. Analisis Kebijakan Analisis kebijakan adalah aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan,10 Dalam menciptakan pengetahuan tentang proses pembuatan kebijakan analis kebijakan meneliti sebab , akibat, dan kinerja kebijakan dan program publik. Pengetahuan tersebut betapa pun tetap tidak lengkap kecuali jika hal tersebut disediakan kepada 9
Ibid, halaman 17. Harold D. Laswell, A Preview of Policy Sciences (New York; American Elsevier Publishing Co., 1971), Hal. 1
10
14
pengambil kebijakan dan publik terhadap siapa para analis berkewajiban melayaninya. Hanya jika pengetahuan tentang kebijakan dikaitkan dengan pengetahuan dalam proses kebijakan, anggota-anggota badan eksekutif , legislatif, dan yudikatif, bersama
dengan warga negara yang memilki
peranan dalam keputusan-keputusan publik , dapat menggunakan hasil-hasil analis kebijakan untuk memperbaiki proses pembuatan kebijakan dan kinerjanya. Karena efektivitas pembuatan kebijakan tergantung pada akses terhadap stok pengetahuan yang tersedia, komunikasi dan penggunaan analis kebijakan menjadi penting sekali dalam praktik dan teori pembuatan kebijakan publik.11 E.S. Quade (Alm), mantan kepala Departemen Matematika di perusahaan Rand, menyajikan
dasar kebijakan untuk mendefinisikan
analisis kebijakan. Analisis kebijakan adalah: Suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat member landasan dari para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan…. Dalam analisis kebijakan, kata analisis digunakan dalam pengertian yang paling umum; termasuk penggunaan intuisi dan pengungkapan pendapat dan mencakup tidak hanya pengujian kebijakan dengan memilah-milahkannya ke dalam sejumlah komponen-komponen tetapi juga perancangan dan sintesis alternatif-alternatif baru. Kegiatan-kegiatan yang tercakup dapat direntangkan mulai penelitian untuk menjelaskan atau memberikan pandangan-pandangan terhadap isu-isu atau 11
Lasswell , A Preview of Policy Sciences . Pernyataan klasik mengenai masalah ini adalah Charles E. Lindblom dan David K. Cohen, Usable knowlodge; Social Science and Social Problem Solving (New Haven,CIT: Yale University Press 1979); dan Carol H. Weiss, Social Science Research and Decision Making (New York: Columbia University Press,1980)
15
masalah-masalah yang terantisipasi sampai mengevaluasi suatu program yang lengkap. Beberapa analisis kebijakan bersifat informal , meliputi tidak lebih dari proses berfikir yang keras dan cermat , sementara lainnya memerlukan pengumpulan data yang ekstensif dan perhitungan yang teliti dengan menggunakan proses matematis yang canggih.12 2.1.2.1.
Bentuk-bentuk Analisis Kebijakan
2.1.2.1.1. Analisis Kebijakan Prospektif Hubungan antara komponen-komponen informasi kebijakan dan metode-metode analisis kebijakan memberi landasan untuk membedakan tiga bentuk utama analisis kebijakan: analisis prospektif,retrospektif dan terintegrasi. Analisis kebijakan prospektif yang berupa produksi dan transformasi
sebelum
aksi
kebijakan
dimulai dan
diimplementasikan
cenderung menciri cara beroperasinya para ekonom,analis system dan peneliti
operasi.
Analisis
kebijakan
prospektif
mungkin
paling
baik
dicontohkan dari deskripsi oleh Walter Williams, mantan kepala Devisi Penelitian dan Perencanaan pada Kantor Kesempatan Ekonomi (the Office of Economic Opportunity). Analisis kebijakan menurut Williams,‖ merupakan suatu alat untuk mensitesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan alternative dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan kebijakan; secara konseptual tidak termasuk
12
mengumpulkan
informasi.
Sebaliknya
penelitian
kebijakan
E.S. Quade , Analisys for Public Decisions (New York: American Elsevier Publishing Co,. 1975), hal 4.
16
berkenaan dengan ―semua studi yang menggunakan metodologi ilmiah untuk menerangkan fenomena dan/atau menentukan hubungan diantara mereka 2.1.2.1.2. Analisis Kebijakan Retrospektif Analisis kebijakan retrospektif dalam banyak hal sesuai dengan deskripsi penelitian kebijakan yang dikemukakan sebelumnya. Analisis retrospektif, yang dijelaskan sebagai penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan, mencakup berbagai tipe kegiatan yang dikembangkan oleh tiga kelompok analis: 1. Analis yang berorientasi pada disiplin (Discipline-oriented analysts). Kelompok ini sebagian besar terdiri dari para ilmuan politik dan sosiologi, terutama berusaha untuk mengembangkan dan menguji teori yang didasarkan pada teori dan merengkan sebab-sebab dan konsekuensikobsekuensi kebijakan. 2. Analis yang berorientasi pada masalah (Problem-oriented analysts). Kelompok ini sebagian besar juga terdiri dari para ilmuan politik dan sosiologi, dan juga berusaha untuk menerangkan sebab-sebab dan konsekuensi dari kebijakan. 3. Analis yang berorientasi pada aplikasi (Applications-oriented analysts). Kelompok analis yang ketiga ini mencakup ilmuan politik dan sosiologi, tetapi juga orang-orang yang datang dari bidang studi professional pekerjaan social dan administrasi public dan bidang studi sejenis seperti
17
penelitian evaluasi. Kelompok ini juga berusaha untuk menerangkan sebab dan konsekuensi kebijakan-kebijakan dan program public, tetapi tidak menaruh perhatian terhadap pengembangan dan pengujian teoriteori dasar. 2.1.2.1.3. Analisis Kebijakan Terintegrasi Analisis kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan yang diambil. Analisis kebijakan yang terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analis untuk mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan perspektif, tetapi juga menuntut para analis untuk secara terus menerus menghasilkan dan mentrasformasikan informasi setiap saat. Hal ini berarti bahwa analis dapat terlibat dalam transformasi komponen-komponen informasi kebijakan searah putaran jarum jam berulang kali sebelum akhirnya pemecahan masalah kebijakan yang memuaskan ditemukan.13 2.1.3 Pemerintah Daerah Indonesia merupakan suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, dimana pemerintah di daerah merupakan bagian integralnya. Dasar hokum dari adanya pemerintahan daerah terdapat dalam Undang – undang Dasar 13
William N. Dunn. 2003. Pengantar Analisis kebijakan Publik (Edisi Kedua) , Gadjah Mada University Press
18
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Pasal 18 Ayat (1) UUD 1945, menyebutkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah – daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap – tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang – undang. Kemudian mengenai pemerintah di daerah diatur lebih rinci dengan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut Victor M. Situmorang (1994) melihat sangat luasnya wilayah Negara serta luasnya persoalan yang ada, pada umumnya pemerintah daerah (local government) bertingkat – tingkat, yaitu pemerintah tingkat provinsi, pemerintah tingkat kabupaten, pemerintah tingkat kotamadya, pemerintah tingkat kecamatan, dasan pemerintah tingkat desa atau tingkat kelurahan. Pengertian pemerintahan daerah dapat ditemui pada pasal 1 angka 2 Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004, yang menyatakan : ‗‘Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah DPRD menurut asa otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas – luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang – undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945‘‘ Secara lebih spesifik dalam Pasal 1 angka 3 Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004, menjelaskan Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsure penyelenggara pemerintahan daerah.
19
Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah – daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing – masing mempunyai pemerintahan daerah, dimana dalam rangka mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asa otonomi dan tugas pembantuan dan pemerintahan daerah diberikan otonomi seluas – luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Ruang lingkup pemerintah daerah terdapat dalam pasal 3 ayat (1) dan (2) Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004. Ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) adalah: 1. Pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas pemerintahan daerah provinsi dan DPRD provinsi; 2. Pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota. Pada ayat (2) dijelaskan bahwa pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah.
20
2.1.4 Kebijakan Pemerintah Daerah Kebijakan adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan. Kebijakan pemerintah daerah adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pemerintah setempat yaitu pemerintah Kabupaten Polewali Mandar untuk mencapai sasaran atau tujuan yang diinginkan. Kebijakan pemerintah daerah dalam penelitian ini yaitu tentang aktivitas yang dilakukan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan pangan di Kabupaten Polewali Mandar. Kebijakan merupakan aturan yang harus dijalankan dan wajib dilaksanakan. Peraturan Daerah (perda) adalah instrument aturan yang secara sah diberikan kepada pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Sejak Tahun 1945 hingga sekarang ini, telah berlaku
beberapa
undang
–
undang
yang
menjadi
dasar
hokum
penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan menetapkan Perda. Kebijakan otonomi daerah merupakan kebijakan Negara yang mendasari penyelenggaraan organisasi dan manajemen pemerintahan daerah. Artinya, seluruh kebijakan dan kegiatan pemerintahan serta kebijakan dan kegiatan pembangunan di daerah dilaksanakan menurut arah kebijakan yang ditetapkan dalam kebijakan Negara tersebut. Pelaksanaan otonomi daerah itu tentu saja bukan sekedar membincangkan mekanisme bagaimana menterjemahkan tujuan – tujuan politik kepada prosedur rutin dan teknik, melainkan lebih jauh daripada itu, melibatkan berbagai factor mulai 21
dari factor sumber daya, hubungan antar unit organisasi, tingkat – tingkat birokrasi sampai kepada golongan politik tertentu yang mungkin tidak menyetujui politik yang sudah ditetapkan. 2.1.5 Ketahanan Pangan Pangan merupakan isu menarik karena sangat kompleks dan luas serta saling terkait untuk dianalisis dari berbagai sudut pandang ekonomi, politik maupun sosial budaya. Satu dekade terakhir, isu tentang pangan menjadi tema strategis ketika dunia di kejutkan oleh kenaikan harga secara global pada komoditi biji-bijian, hingga sejumlah negara menghadapi krisis dan rawan pangan. hal itu tentunya memaksa negara-negara untuk memformulasikan
kebijakan
pangan
nasionalnya
dalam
mencukupi
kebutuhan pangan penduduknya. kondisi tersebut berkonsekuensi logis bagi semua pihak dalam menempatkan ketahanan pangan sebagai sebuah agenda utama untuk jangka menengah dan jangka panjang pembangunan, atau minimal menyadarkan bahwa ketahanan pangan adalah sebuah agenda yang harus ditransformasikan secepatnya secara kongkret. Ketahanan pangan (food security), merupakan kebijakan dan strategi pertanian dan penyediaan pangan. Ketahanan pangan, oleh sebagian ekonom dianggap konsep teknis dan definisi mengenai hal itu sangatlah
22
luas, tergantung dari dimensi dan kepentingan dibaliknya14. Definisi ketahanan pangan yang paling banyak dianut adalah hasil kesepakatan Pertemuan Puncak Pangan Dunia (World Food Summit), yang menekankan akses semua orang terhadap pangan pada setiap waktu, tidak memandang di mana pangan itu diproduksi dan dengan cara bagaimana. Ketahanan pangan lalu mengalami pembiasan ke kemampuan untuk menyediakan pangan pada level global, nasional, maupun regional yang menjadikan perdagangan internasional menjadi suatu keniscayaan. Sedikitnya ada empat element ketahanan pangan berkelanjutan (sustainable food security) di level keluarga yang diusulkan oleh Maxwell, yakni: pertama, kecukupan pangan yang didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat. Kedua, akses atas pangan, yang didefinisikan sebagai hak (entitlements) untuk berproduksi, membeli atau menukarkan (exchange) pangan ataupun menerima sebagai pemberian
(transfer).
Ketiga
ketahanan
yang
didefinisikan
sebagai
keseimbangan antara kerentanan, resiko dan jaminan pengaman sosial. Keempat: fungsi waktu manakala ketahanan pangan dapat bersifat kronis, transisi dan/atau siklus.15 Undang-Undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan adalah: Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, 14
Pretty, J. 1995. Regenerating Agriculture : Policies and Practice for Sustainability and Self- Reliance. Earthscan Publications. London, U.K.. 15 Wiradi, G, 2000, Reforma Agraria, INSIST Press. pp. 247.
23
perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.16 Menurut Suryana, ketahanan pangan mencakup kemampuan untuk menyediakan pangan dalam ragam,kualitas, dan jumlah yang cukup sepanjang tahun.kemudian melakukan peningkatan produksi dalam negeri atau impor, dan juga melakukan pendistribusian secara efisien dan merata. World Food Conference 1974, UN 1975: ketahanan pangan adalah "ketersediaan pangan dunia yang cukup dalam segala waktu untuk menjaga keberlanjutan konsumsi pangan dan menyeimbangkan fluktuasi produksi dan harga." FAO 1992: Ketahanan Pangan adalah "situasi di mana semua orang dalam segala waktu memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang aman (safe) dan bergizi demi kehidupan yang sehat dan aktif. Oxfam 2001: Ketahanan pangan adalah kondisi ketika: ―setiap orang dalam segala waktu memiliki akses dan control atas jumlah pangan yang cukup dan kualitas yang baik demi hidup yang katif dan sehat. Dua kandungan makna tercantum di sini yakni: ketersediaan dalam artian
16
Indonesia – UU No.18 Tahun 2012
24
kualitas dan kuantitas dan akses (hak atas pangan melalui pembelian, pertukaran maupun klaim). Dengan melihat beberapa pengertian tentang ketahanan pangan bahwa ketahanan pangan adalah ketersediaan akses dan ketersediaan pangan yang mencukupi maka pemerintah Kabupaten Polewali Mandar harus menjaga ketersediaan pangan agar ketahanan pangan dapat kita jaga. Oleh karena itu untuk menjaga jumlah ketesediaan pangan pemerintah mesti menjaga lahan-lahan persawahan agar tidak dialokasikan menjadi lahan untuk industri ataupun dijadikan areal pembangunan perumahan karena apabila terus terjadi alih fungsi lahan maka jumlah ketersediaan pangan akan mengalami kendala. Pada akhirnya konsep ketahanan pangan hanya dapat diwujudkan dengan sinergisitas antara subsistem ketersediaan yang mencakup produksi, pasca panen dan pengolahan, subsistem distribusi dan subsistem konsumsi yang saling berinteraksi secara berkesinambungan dengan didukung sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi dan manajemen dalam hal kelembagaan, yang efektif. Tanpa kemauan politik (political will) pemerintah, tentunya kebijakan pangan hanya hiasan diatas kertas dan akan menjadi kontribusi utama menuju negara gagal. Oleh karena itu sangatlah penting untuk menjaga ketahanan pangan kita kedepan agar dapat menghindari ancaman kelaparan,maka dari itu
25
ketahanan pangan tentu harus kita jaga bersama.selain sebagai kebutuhan dasar manusia juga sebagai pendapatan ekonomi suatu daerah. 2.1.6. Alih Fungsi Lahan Alih fungsi lahan merupakan kegiatan perubahan pengunaan tanah dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi tanah muncul sebagai
akibat
pembangunan
dan
peningkatan
jumlah
penduduk.
Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah mengubah strukur pemilikan dan penggunaan tanah secara terus menerus. perkembangan struktur industri yang cukup pesat berakibat terkonversinya tanah pertanian secara besar-besaran. Selain untuk memenuhi kebutuhan industri, alih fungsi tanah pertanian juga terjadi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang jumlahnya jauh lebih besar.17 Alih fungsi lahan pertanian merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan dari pembangunan. Upaya yang mungkin dilakukan adalah dengan memperlambat dan mengendalikan kegiatan alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah non pertanian. Proses alih fungsi lahan pada umumnya didahului oleh adanya proses alih penguasaan lahan. Dalam kenyataannya, di balik proses alih fungsi lahan umumnya terdapat proses memburuknya struktur penguasaan 17
Adi Sasono dalam Ali Sofyan Husein, Ekonomi Politik Penguasaan Tanah, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995), hal. 13
26
sumberdaya lahan. Permasalahan di seputar proses alih penguasaan lahan adalah (1) proses yang asimetrik antara pihak yang melepas hak dengan yang menerima hak penguasaan lahan, (2) kecenderungan semakin terkonsentrasinya struktur penguasaan lahan pada kelompok masyarakat tertentu (distribusi penguasaan yang semakin memburuk), dan (3) bertambahnya kelompok masyarakat tanpa lahan. Struktur sosial-ekonomi yang asimetrik antara yang melepas (seringkali secara terpaksa) hak dan dengan yang penerima hak penguasaan menyebabkan manfaat peningkatan land rent dari proses alih fungsi dan pengembangan lahan sebagian besar dinikmati oleh penguasa berikutnya atau pihak-pihak pengambil rente dari proses alih penguasaan (calo tanah, dan aparat desa/pemerintah). Sedangkan kalangan masyarakat lokal dan petani yang kehilangan akses penguasaan atau yang menjual lahan menerima harga yang rendah. Proses alih fungsi lahan pada dasarnya bagian dari proses yang menyertai terjadinya konsentrasi penguasaan sumberdaya, khususnya sumberdaya lahan. Kecenderungan umum di negara-negara dunia ketiga secara signifikan adalah terjadinya penguasaan sumberdaya lahan terbaik pada sekelompok minoritas terkaya18. di sisi lain, bertambahnya kelompok masyarakat tanpa lahan, umumnya tanpa disertai transformasi struktur ketenagakerjaan dari
18
Dudley, N., J. Madeley and S. Stolton, 1992. Land is Life, Landreform and sustainable agriculture. SEF
27
struktur agraris ke struktur urban sehingga menimbulkan kemiskinan dan penyakit urbanisasi. Secara empiris lahan pertanian yang paling rentan terhadap alih fungsi adalah sawah. hal tersebut disebabkan oleh : (1) kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih tinggi; (2) daerah pesawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan; (3) akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, infrastruktur wilayah pesawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering.(4) pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar, dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu (terutama ekosistem pertanian dominan areal persawahan). Dengan melihat beberapa pandangan para ahli tentang kebijakan maka dapat disimpulkan kalau kebijakan itu adalah sebagai keputusan yang mana keputusan ini untuk kepentingan memahami
bahwa
kebijakan
yang
masyarakat sehingga mereka
efektif
sangatlah
penting
agar
kepentingan bersama dalam hal menjaga ketahanan pangan. Hasil dari penghayatan itu akan melahirkan sikap bagaimana kita menyikapi kebijakankebijakan yang ada dan bagaimana kita menerapkan kebijakan tersebut sehingga apa yang kita harapkan dari kebijakan dapat kita terapkan dengan 28
baik demi kepentingan masyarakat. begitu pula alih fungsi lahan adalah berubahnya fungsi awal suatu lahan ke fungsi yang lain. 2.2. Kerangka Pikir Ketahanan pangan Indonesia bahkan jika dilihat dari kekurangan dalam penyediaan stok pangan Negara ini sudah dapat digolongkan dalam taraf kekurangan pangan, oleh karena itu harus dilakukan perubahan yang mendasar terhadap kebijakan pertanian sebab semakin banyak petani yang tidak menguasai tanah garapan akibat semakin sempitnya lahan pertanian yang dapat dikuasai. bila pemerintah sungguh-sungguh ingin memperkuat ketahanan pangan maka pemerintah harus menjaga terjadinya alih fungsi lahan. Upaya untuk mengendalikan proses alih fungsi lahan pertanian yang terjadi adalah dengan dikeluarkannya Undang-Undang yang mengatur tentang alih fungsi lahan.yaitu Undang-Undang No.41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian. Pada dasarnya setiap kebijakan tersebut melarang perubahan penggunaan lahan pertanian ke penggunaan non pertanian. Namun, dalam kenyataannya di lapangan kebijakan tersebut tidak dapat menjadi sistem kontrol yang efektif terhadap alih fungsi lahan pertanian yang terjadi. akan tetapi, bukan berarti tidak bisa karena itu tergantung pada kemauan politik pemerintah. melihat fenomena-fenomena yang telah diuraikan di atas maka
29
dengan ini maka perlu di identifikasi penyebab tidak efektifnya kebijakan atau Undang-Undang yang ada. dan bagaimana langkah yang diambil oleh pemerintah dalam menyikapi permasalahan-permasalahan yang ada. Skema Kerangka Pikir Kebijakan Pemerintah -UU No.41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Pemenuhan kebutuhan pangan
- UU No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan
Faktor yang mempengaruhi Pemenuhan kebutuhan pangan
Tingkat pemenuhan kebutuhan pangan khususnya komoditi beras
Kebijakan Pemerintah Daerah Perbup Polman No.34 Tahun 2013 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal
30
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Polewali Mandar,
Sulawesi Barat. Dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Polewali Mandar merupakan lokasi yang strategis untuk melihat kebijakan yang ada. Objek penelitian ini yaitu pemerintah yang terkait dengan pengambil kebijakan tentang ketahanan pangan. yang dapat menunjang hasil penelitian 3.2.
Tipe dan Dasar Penelitian Tipe penelitian yang digunakan adalah deskrptif kualitatif yaitu suatu
tipe penelitian yang memberi gambaran, pemahaman dan penjelasan mengenai data yang ada di lapangan tentang kebijakan pemerintah daerah dalam pemenuhan kebutuhan pangan di Kabupaten Polewali Mandar. 3.3.
Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian adalah
sebagai berikut: a.
Data Primer yaitu data yang diperoleh dengan melakukan penelitian langsung terhadap objek penelitian dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
31
a). Observasi, yaitu cara mengumpulkan data yang berdasarkan atas tinjauan dan pengamatan penelitian secara langsung terhadap aspek aspek yang terkait dengan kegiatan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia. b). Wawancara, yaitu tindakan dalam melakukan tanya jawab secara langsung dengan informan terpilih dalam pengumpulan informasi yang relevan. b.
Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi pustaka untuk mengumpulkan data - data melalui buku - buku, peraturan - peraturan, serta dokumen - dokumen yang ada relevansinya dengan penelitian. Data sekunder dimaksudkan sebagai data-data penunjang untuk melengkapi penelitian ini.
c.
Penelusuran Data Online yaitu data diperoleh dengan mengakses internet untuk mencari sumber data
3.4.
Informan Penelitian Informan adalah orang-orang yang betul-betul paham atau pelaku
yang terlibat langsung dengan permasalahan penelitian. Informan dalam penelitian ini dipilih karena paling banyak mengetahui atau terlibat langsung dalam proses pelaksanaan dalam kebijakan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan pangan di Kabupaten Polewali Mandar.
32
Pemilihan informan dalam penelitian ini dengan cara purposive sampling, yaitu teknik penarikan sampel secara subjektif dengan maksud atau tujuan tertentu, yang mana menganggap bahwa informan yang diambil tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitian yang akan dilakukan. Adapun yang menjadi menjadi informan pada penelitian ini adalah: -
Sekretaris Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Polewali Mandar
-
Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Polewali Mandar
3.5.
-
Kepala Bulog Subdrive Polewali Mandar
-
Tokoh Masyarakat
-
Petani dan pedagang beras .
Analisis Data Dalam menganalisa data yang diperoleh, peneliti akan menggunakan
teknik analisa kualitatif yakni data yang diperoleh akan dianalisis dan disajikan dalam bentuk kata-kata lisan maupun tertulis yang ditunjang dengan data kuantitatif dan kualitatif. Teknik ini bertujuan untuk menggambarkan secara sistematika fakta-fakta dan data-data yang diperoleh. Serta hasil-hasil penelitian baik dari hasil studi lapang maupun study literatur untuk kemudian memperjelas gambaran hasil penelitian
33
3.6.
Defenisi Operasional Definisi operasional bertujuan untuk memberikan acuan terhadap
pelaksanaan penelitian agar memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan penelitian ini antara lain : 1. Kebijakan
adalah tindakan-tindakan atau
kegiatan
yang sengaja
dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang di dalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu. 2. Analisis kebijakan yang dimaksud disini suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat memberi landasan dari para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan. 3. Ketahanan pangan yang dimaksud disini adalah ketersediaan akses dan ketersediaan pangan yang mencukupi dalam hal ini khususnya komoditi beras, maka pemerintah Kabupaten Polewali Mandar harus menjaga ketersediaan pangan agar ketahanan pangan dapat kita jaga. 4. Alih fungsi lahan yang dimaksud disini merupakan kegiatan perubahan pengunaan tanah dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi tanah muncul sebagai akibat pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk. 5. Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aparatur yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kebijakan Pemerintah 34
Daerah yang berwenang dalam hal ini yaitu Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Polewali Mandar.
35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Polewali Mandar 4.1.1. Kondisi Geografi Wilayah a. Letak Geografis Secara astronomis, Kabupaten Polewali Mandar terletak antara 03°04‘7,83‘‘ - 03°32‘3,79‘‘ Lintang Selatan dan 118°53‘57,55‘‘ - 119°29‘33,1‘‘ Bujur Timur. Berdasarkan letak geografis, Kabupaten Polewali Mandar berbatasan dengan Kabupaten Mamasa di sebelah utara, Selat Makassar di sebelah selatan, Kabupaten Majene di sebelah Barat, dan Kabupaten Pinrang di sebelah timur. Kabupaten Polewali Mandar memiliki luas wilayah sebesar 2.022,30 km² yang secara administratif terbagi ke dalam 16 kecamatan. Kecamatan yang paling luas wilayahnya adalah Tubbi Taramanu dengan luas 356,95 km² atau 17,65 persen dari luas wilayah Kabupaten Polewali Mandar. Sementara kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Tinambung dengan luas 21,34 km² atau 1,06 persen.
36
Tabel 4.1. Luas wilayah menurut kecamatan di Kab. Polewali Mandar No (1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kecamatan (2) Tinambung Balanipa Limboro Tubbi Taramanu Alu Campalagian Luyo Wonomulyo Mapilli Tapango Matakali Polewali Binuang Anreapi Matangnga Bulo Polewali Mandar
Luas (km²) (3) 21,34 37,42 47,55 356,95 228,30 87,84 156,60 72,82 91,75 125,81 57,62 26,27 123,34 124,62 234,92 229,15 2.022,30
Persentase (%) (4) 1,06 1,85 2,35 17,65 11,29 4,34 7,74 3,60 4,53 6,22 2,85 1,30 6,10 6,16 11,62 11,33 100,00
Sumber: Badan Pertanahan Nasional Kab. Polewali Mandar tahun 2014 Gambar 4.1 :Peta Kabupaten Polewali Mandar
37
b. Morfologi Wilayah Kabupaten Polewali Mandar mempunyai wilayah pegunungan dengan topografi datar, berbukit sampai berjurang. Kabupaten Polewali Mandar memiliki pantai laut sepanjang kira – kira 70 Km. Selain itu, Kabupaten Polewali Mandar juga terdiri dari tiga sungai besar yaitu Sungai Galang – Galang yang menjadi batas dengan Kabupaten Pinrang dan Sungai Tinambung dengan debit yang sangat besar, melewati Kecamatan Tubbi Taramanu, Alu, Limboro, Tinambung yang bermuara di Teluk Mandar. Selain itu terdapat sungai Mapilli yang merupakan sungai terbesar dengan lebar muara kurang lebih 500 meter berasal dari aliran Sungai Matangnga dan Masunni. Sungai Mapilli ini juga bermuara di Teluk Mandar. c. Iklim Selama tahun 2013 di Kabupaten Polewali Mandar tercatat sebanyak 168 hari hujan dengan Curah hujan sebesar 2.086,9 mm. Jumlah hari hujan dan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juli dengan jumlah hari hujan 20 hari dan curah hujan 258,1 mm. Sebaliknya, jumlah hari hujan terendah terjadi pada bulan Agustus dengan hari hujan 9 hari dan curah hujan 78,9 mm. d. Keadaan Tanah Tanah – tanah di Kabupaten Polewali Mandar terbentuk dari bahan induk alluvium, marin, batuan sedimen, dan volkan tua. Dari faktor – faktor pembentuk tanah,maka bahan induk dan relief tampaknya paling dominan 38
berpengaruh terhadap pembentukan tanah – tanah di Kabupaten Polewali Mandar. Tanah – tanah di Kabupaten Polewali Mandar dapat diklasifikasikan menurut Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2003) ke dalam 4 ordo, yaitu: Entisol, Inceptisol, Mollisol, Ultisol Entisol Tanah yang tergolong dalam order ini mempunyai profil yang belum berkembang, susunan horisonnya adalah A-C atau A-C-R. Terbentuk dari bahan induk batuan volkan dan batuan sedimen teramlihkan ataupun bahan endapan sungai resen. Umumnya tanah – tanah Entisol yang ditemukan berwarna cokelat tua, tanahnya dangkal, drainase baik, teksturnya halus sampai kasar, konsistensi tidak lekat, pH tanah berkisar antara 4,5 sampai 5,5 dan diklasifikasikan ke dalam Lithic Udorthents. Sedangkan yang berada di dataran alluvial dengan tekstur kasar, pH 6-7 diklasifikasikan sebagai Aquic Udifluvents, Aquic Udipsamments, dan Typic Udipsamments. Selanjutnya untuk tanah Entisol yang berada di dataran pasang surut dengan rejim kelembaban tanah aquic serta kandungan garamnya tinggi dikelompokkan ke dalam Sodic Psammaquents dan Typic Halaquents. Inceptisol Kelompok tanah ini mempunyai perkembangan profil dengan 39
susunan horison A-Bw-C atau A-Bg-C. Terbentuk dari bahan induk aluvio-koluvium,
batuan
sedimen, dan bahan
volkan
bersifat
intermedier sampai basis. Tanahnya yang berasal dari bahan aluviokoluvium dan fluvio-marin di datarn alluvial, teras sungai, dataran pantai, dan cekungan karst umumnya mempunyai warna coklat kekelabuan dengan karatan di lapisan atas, dan warna glei/kelabu di lapisan bawah, tanahnya dalam, drainasenya agak terhambat, tekstur halus sampai sedang, struktur massif, konsistensi lekat, pH tanah 6,0 sampai 7,0. Tanah ini selanjutnya diklasifikasikan ke dalam Aeric Epiaquepts, Typic Epiaquepts, Typic Endoaquepts, Aquic Eutrudepts, Typic Eutrudepts. Sedangkan tanah yang mempunyai kandungan garam tinggi dimasukkan kedalam Typic Halaquepts. Pengelompokkan selanjutnya untuk tanah – tanah yang berasal dari bahan volkan yakni kedalaman tanah adalah dalam, warnanya coklat tua/gelap di lapisan atas, tekstur halus sampai agak halus,struktur cukup baik,konsistensi gembur sampai teguh,maka tanah ini dikalsifikasikan ke dalam Typic Dystrudepts, sedangkan tanah yang bersolum dangkal tanahnya diklasifikasikan ke dalam Lithic Dystrudepts. Terakhir untuk kelompok tanah yang berbahan volkan dengan pH 6-7 diklasifikasikan menjadi Typic Eutrudepts. Untuk kelompok tanah yang berbahan sedimen umumnya mempunyai kedalaman tanah yang dalam, warnanya coklat tua/gelap 40
di lapisan atas, tekstur umunya halus sampai agak halus,struktur cukup baik, konsistensinya gembur sampai teguh dan pH umumnya asam. Tanah – tanah seperti ini selanjutnya dikalsifikasikan menjadi Typic Dystrudepts, sedangkan pada wilayah yang dipengaruhi oleh kondisi reduksi dan oksidasi maka dikelompokkan ke dalam Fluventic Dystrudepts, Aeric Epiaquepts, dan Aquic Eutrudepts. Molisol Tanah molisol di Kabupaten Polewali Mandar mempunyai perkembangan profil dengan susunan horison A (mollic) C, atau R tanahnya dicirikan pula oleh adanya epipedon mollic. Terbentuk dari batuan sedimen (gampling). Tanahnya berwarna coklat sangat tua sampai hitam, dalam, tekstur sedang sampai halus, stuktur cukup baik, konsistensi gembur sampai teguh, pH tanah netral sampai alkalis. Penyebaran tanah ini terdapat di landform struktural. Tanah seperti ini selanjutnya diklasifikasikan ke dalam subgroup Lithic Hapludolls. Ultisol Tanah ultisol di Kabupaten Polewali Mandar mempunyai perkembangan profil dengan susunan horison A-Bt-C, tanahnya dicirikan pula oleh adanya epipedon okrik dan horison argilik, terbentuk dari bahan volkan dan batuan sedimen masam. Tanahnya berwarna coklat sangat tua sampai coklat tua, dalam, tekstur sedang 41
sampai halus, struktur cukup baik, konsistensi gembur sampai teguh, pH tanah masam sampai sedikit masam. Penyebaran tanah ini terdapat di dataran dan perbukitan volkan serta pada landform struktural. Tanah seperti ini selanjutnya diklasifikasikan ke dalam subgroup Typic Hapludults. e. Penggunaan Lahan Wilayah Kabupaten Polewali Mandar sebagian besar berupa lahan perbukitan dan pengunungan yang ditutupi hutan dan belukar. Lahan yang relatif datar diusahakan untuk pertanian yang terdiri dari persawahan irigasi, sawah tadah hujan,tambak, tegalan, perkebunan kakao rakyat, perkebunan cengkeh rakyat, pertanian lahan kering/tegalan, dan kebun campuran. Lahan non-pertanian terdiri dari hutan,semak belukar dan rumput – rumputan, gawir dan lahan miring curam, lahan permukiman pekarangan, serta pulau karang. Penyebaran hutan primer dan sekunder masih dijumpai di daerah perbukitan dan pegunungan. Ditemukan juga beberapa perbukitan/gunung yang telah terganggu (gundul) akibat penebangan kayu serta diusahakan petani untuk perkebunan kakao, durian, langsat, dan cengkeh. Perubahan penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Polewali Mandar terjadi karena pertambahan penduduk dan terbukanya jalan sehingga penduduk tetap membuka usaha pertanian terutama untuk pengembangan tanaman kakao pada lahan – lahan miring. Sedangkan pada wilayah 42
daratan terutama yang masih dekat dengan laut sebagian sawah telah dirubah menjadi lahan tambak dan sebagiannya lagi sawah dijadikan lahan perkebunan dan permukiman. 4.1.2.Penduduk Jumlah penduduk tahun 2013 adalah 412.122 jiwa yang terdiri atas 201.112 laki-laki dan 211.010 perempuan. Padaperiode yang sama, diperkirakan terdapat sekitar 92.997 rumah tangga dengan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga sekitar 4,4 orang. Pada 2013, kepadatan penduduk Kabupaten Polewali Mandar mencapai 204 penduduk per km². Kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Polewali dengan kepadatan penduduk 2.191 penduduk per km². Rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Polewali Mandar di bawah 100. Ini berarti jumlah penduduk perempuan di Kabupaten Polewali Mandar lebih banyak dari pada jumlah penduduk laki-laki. Sebagian besar kecamatan memiliki angka rasio jenis kelamindi bawah 100. Kecamatan yang rasio jenis kelaminnya di atas 100 adalah Kecamatan Tapango, Kecamatan Anreapi, dan Kecamatan Matangnga.
43
Tabel 4.2: Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2009 – 2013 No 1.
Kecamatan
2009
2010
Tinambung
21.145
22.317
2 3 4 5 6 7 8 9
Balanipa Limboro Tubbi Taramanu Alu Campalagian Luyo Wonomulyo Mapilli
24.374 17.823 16.223 12.553 51.165 24.649 42.481 24.959
24.021 16.981 18.273 11.980 52.307 26.692 45.269 27.220
10 11 12
Tapango Matakali Polewali
20.706 20.055 48.443
21.492 21.310 58.843
13 14 15 16
Binuang Anreapi Matangnga Bulo Jumla h
27.202 9.173 4.932 7.380 373.263
30.504 9.273 5.005 8.633 396.120
2011
2012
2013
22.60 7 24.33
23.15 3 24.58
3 17.20 2 18.51 1 12.13 6 52.99 8 27.03 9 45.85 8 27.57 4 21.77
3 17.27 2 19.06 7 12.33 1 53.92 6 27.79 5 46.72 6 27.76 7 22.42
1 21.58 7 55.55 6 30.90
1 22.14 1 57.09 5 31.45
1 9.394 5.070 8.745 401.272
0 9.622 5.232 9.067 409.648
23.314 24.654 17.341 19.231 12.388 54.125 28.139 46.976 27.830 22.586 22.247 57.569 31.500 9.768 5.303 9.151 412.122
Sumber : BPS Kab. Polewali Mandar, 2014
4.1.3.Potensi Pertanian a.Tanaman Pangan dan Holtikultura Dalam
konteks
penyelenggaraan
pembangunan
di
Kabupaten
Polewali Mandar, pembangunan subsektor tanaman pangan dan holtikutura diharapkan senantiasa mampu menopang derajat ekonomi masyarakat kearah yang lebih baik. Oleh karena itu, dengan pembangunan subsektor tanaman pangan dan holtikultura diharapkan lebih dipriorotaskan pada upaya – upaya pengembangan dan peningkatan mutu produksi tanaman pangan dan holtikultura.
44
b. Perkembangan Luas areal Luas areal yang dimanfaatkan untuk pengembangan komoditi tanaman pangan dan holtikultura, mengalami peningkatan dari tahun 20022006. Adapun luas lahan atau areal potensial untuk pengembangan tanaman pangan dan holtikultura diwaktu yang akan dating adalah sebagai berikut : o
Lahan sawah yang terdiri dari irigasi teknis seluas 11.362 Ha, irigasi setengah teknis seluas 1.887 Ha, irigasi sederhana seluas 641 Ha, irigasi desa seluas 322 Ha, dan sawah tadah hujan seluas 1.387 Ha
o
Lahan kering yang terdiri dari tegalan / kebun seluas 23.449 Ha, ladang 8.961 Ha, pekarangan seluas 5.382 Ha, dan lain – lain seluas 19.948 Ha. c. Perkembangan Produksi Produksi tanaman pangan dan holtikultura di Kabupaten Polewali
Mandar untuk 9 jenis komoditi dari tahun 2004-2006 mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 18,97 %. Dalam kurun waktu 3 tahun rata – rata peningkatan produksi adalah sebesar 6,32 % pada tahun 2004 angka produksi adalah sebesar 576.274 ton GKG. Dengan terjadinya peningkatan produksi beras secara relative memberikan dampak yang signifikan terhadap terjadinya surplus beras, diamana pada Tahun 2004 sebesar 67.953 ton, tahun 2005 sebesar 67.978 ton, dan tahun 2006 sebesar 71.238 ton. Jika dirata – ratakan maka surplus
45
beras yang terjadi dalam kurun waktu 3 tahun adalah 69.056 ton. Untuk komditi palawija, pencapaian peningkatan produksi dalam kurun waktu 3 tahun berfluktuasi. Hal ini disebabkan karena komoditi palawija sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dan pasar. Sementara itu, produksi sayuran terus meningkat, baik sayuran dataran rendah maupun sayuran dataran tinggi. Komoditi buah – buahan seperti durian, rambutan, langsat, mangga, dan lainnya dapat dikembangkan berdasarkan kondisi agroekologi masing – masing lokasi pembangunan. Di Kabupaten Polewali Mandar struktur ekonominya masih didominasi oleh sektor pertanian, dengan total kontribusi terhadap total PDRB sebesar 52,06 % hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Polewali Mandar hingga saat ini masih tetap mengandalkan pertanian dalam memenuhi kebutuhan ekonominya sehari –hari. 4.1.4. Visi dan Misi Kabupaten Polewali Mandar. 4.1.4.1 Visi Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar Dengan
mempertimbangkan
potensi,
kondisi,
permasalahan,
tantangan dan peluang yang ada di Kabupaten Polewali Mandar serta mempertimbangkan
budaya
yang
tumbuh
dan
berkembang
dalam
masyarakat, maka visi Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar yang hendak dicapai pada tahun 2019:
46
„‟Terwujudnya Pembangunan yang Merata dan Berkeadilan Menuju Polewali Mandar yang Sejatera‟‟.
Visi di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: Pembangunan yang Merata didefinisikan sebagai : o
Pembangunan yang merata material, diartikan sebagai keharusan untuk menyediakan kebutuhan hidup masyarakat secara merata di seluruh wilayah Polewali Mandar, serta keinginan untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang serasi dan seimbang di seluruh kecamatan
o
Pembangunan yang merata spiritual, diartikan sebagai pembangunan yang merata bagi masyarakat dalam dalam pengembangan rohani, budaya dan rasa kesetiakawanan sosialnya yang tercermin dalam keselarasan hubungan antar manusia dan Tuhannya, antara sesama manusia (Sipakala’bi, sipakaraya dan siasayangi) serta antara manusia dan lingkungan alam sekitarnya.
Pembangunan yang Berkeadilan didefinisikan sebagai: o
Menunjukkan komitmen yang ingin diwujudkan agar masyarakat dari berbagai suku, agama, ras dan antar golongan yang tersebar diseluruh wilayah Kabupaten Polewali Mandar selayaknya dapat dengan mudah menjangkau dan menikmati pelayanan dasar dan sumber-sumber ekonomi.
Polewali Mandar yang Sejahtera didefinisikan sebagai:
47
Suatu kondisi kehidupan Masyarakat yang sejahtera secara fisik material dan mental spiritual, menikmati pelayanan kebutuhan hak-hak dasar yang lebih baik, serta aktifitas ekonomi kerakyatan semakin meningkat.
4.1.4.2 Misi Kabupaten Polewali Mandar Sebagai
penjabaran
visi
Pemerintah
Polewali
Mandar
diatas
disusunlah misi pembangunan Polewali Mandar 2014-2019 dalam rangka mewujudkan visi ―Terwujudnya Pembangunan yang Merata dan Berkeadilan Menuju Polewali Mandar yang Sejahtera‖. Adapun rincian misi sebagai berikut: 1. Mewujudkan
sumber
daya
manusia
yang
berkualitas
dengan
berlandaskan pada nilai – nilai agama dan budaya. 2. Mengembangkan ekonomi kerakyatan berbasis pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. 3. Meningkatkan infrastruktur guna mendorong daya saing daerah 4. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih serta menyediakan pelayanan publik yang berkualitas.
4.2. Gambaran umum Kantor Dinas Pertanian & Peternakan Kabupaten Polewali Mandar Dinas
Pertanian
dan
Peternakan
Kabupaten
Polewali
Mandar
merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah di bidang Pertanian dan
48
Peternakan. Dinas Pertanian dan Peternakan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Polewali Mandar tugas pokok; melaksanakan kewenangan otonomi daerah dalam bidang pertanian dan peternakan yang menjadi tanggung jawabnya dan tugas perbantuan yang diberikan pemerintah. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud Dinas Pertanian dan Peternakan mempunyai fungsi: 1. Perumusan kebijakan teknis Pemerintah Kabupaten dibidang Pertanian dan Peternakan meliputi peningkatan produksi, perlindungan dan konservasi, pengolahan dan pemasaran hasil serta pembinaan dan pembiayaan usaha pertanian dan peternakan. 2. Penyusunan rencana dan program dibidang pertanian dan peternakan meliputi peningkatan produksi, perlindungan dan konservasi, pengolahan dan pemasaran hasil serta pembinaan dan pembiayaan usaha pertanian dan peternakan. 3. Pelaksanaan pengendalian dan penanganan teknis operasional dibidang pertanian dan peternakan meliputi peningkatan produksi, perlindungan dan konservasi, pengolahan dan pemasaran hasil serta pembinaan dan pembiayaan usaha pertanian dan peternakan.
49
4. Pelayanan umum pertanian dan peternakan meliputi peningkatan produksi, perlindungan dan konservasi, pengolahan dan pemasaran hasil serta pembinaan dan pembiayaan usaha pertanian dan peternakan. 5. Pelaksanaan dan pengelolaan urusan ketatausahaan Dinas. 6. Pembinaan Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD).
4.2.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian & Peternakan Kab. Polewali Mandar 4.2.1.1 Visi Dinas Pertanian dan Peternakan Visi merupakan pandangan jauh ke depan, kemana dan bagaimana kondisi pemerintahan harus dibawah dan berkarya agar konsisten, dapat eksis, partisipatif, motivatif serta produktif. Visi tidak lain adalah suatu gambaran yang menantang keadaan masa depan berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan oleh instansi pemerintah. Dengan mengacu pada batasan tersebut, Visi Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Polewali Mandar dijabarkan sebagai berikut: „‟Terwujudnya Pertanian yang Mandiri, Inovatif, Efisien, dan Berkelanjutan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Petani‟‟
4.2.1.2 Misi Dinas Pertanian dan Peternakan Untuk mewujudkan visi Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Polewali Mandar, maka ditetapkan misi sebagai berikut :
50
Meningkatkan swasembada pangan dan usaha agribisnis holtikultura yang ramah lingkungan dan berbasis potensi lokal
Meningkatkan usaha agribisnis peternakan yang inovatif, berwawasan lingkungan dan sinergitas dengan usaha pertanian lainnya
Meningkatkan mutu dan daya saing hasil produksi pertanian dan peternakan
4.2.1.3. Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah Dinas Pertanian dan Peternakan Tujuan adalah pernyataan – pernyataan tentang hal – hal yang perlu dilakukan untuk mencapai visi, melaksanakan misi, memecahkan permasalahan, dan menangani isu strategis daerah yang dihadapi. Rumusan tujuan merefleksikan konteks pembangunan yang dihadapi SKPD dan memiliki keterkaitan dengan visi SKPD yang ingin dicapai. Sasaran adalah hasil yang diharapkan dari suatu tujuan yang diformulasikan secara terukur, spesifik, mudah dicapai, rasional, untuk dapat dilaksanakan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun kedepan. Perumusan sasaran perlu memperhatikan indikator kinerja sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD atau kelompok sasaran yang dilayani, serta profil pelayanan yang terkait dengan indiaktor kinerja.
51
Pernyataan tujuan dan sasaran jangka menengah Dinas Pertanian dan Peternakan beserta indikator kinerjanya disajikan dalam table berikut ini.
52
Tabel 4.3. : Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah Dinas Pertanian dan Peternakan
No 1
2
Tujuan Meningkatkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya pertanian
Meningkatkan pengembanga n ternak berbasis pemberdayaan petani
Sasaran Meningkatnya produksi/produktivi tas tanaman pangan dan holtikultura
Meningkatnya produksi dan prdouktivitas ternak
Indikator Sasaran Produksi padi Produktivitas padi Produksi palawija (jagung, kedelai, Kc. Tanah, Kc. Hijau) Produksi Holtikultura (Sayuran, durian, rambutan, mangga) Produksi bibit holtikultura bermutu dan berlabel Kenaikan populasi ternak besar (Sapi, kuda, dan kerbau) Kenaikan populasi ternak kecil (Kambing)
Satuan
Target Kinerja Sasaran 2015 2016 2017 233.954 235.178 235.571 7.02 7.03 7.04
Ton Ton/Ha
2014 232.742 7.00
2018 236.004 7.05
Ton
4.301
4.342
4.383
4.424
4.506
Ton
53.764
54.276
54.788
55.300
56.324
Pohon
4.500
6.000
6.000
6.000
6.000
Ekor
1.125
1.500
1.538
1.743
1.950
Ekor
3.500
4.000
4.000
4.800
5.000
53
3
Meningkatkan status kesehatan hewan
Meningkatnya layanan kesehatan hewan Meningkatnya keamanan pangan asal hewan (PAH)
4
5
Meningkatkan industri hilir usaha pertanian dan peternakan
Meningkatkan
Meningkatnya nilai tambah, daya saing dan akses pemasaran hasil produksi pertanian dan peternakan
Berkembangnya
Cakupan layanan kesehatan hewan Jumlah ternak yang terawasi pemotonganny a (RPH dan Luar RPH) Jumlah binaan penjual pangan asal hewan (PAH) Jumlah pedagang / peternak yang terbina / terfasilitasi pemasaran ternaknya Jumlah binaan produsen olahan produk pertanian dan peternakan yang berstandarisas i Jumlah petani yang terfasilitasi pemasaran hasil produksinya Jumlah pelaku
Ekor
8.200
22.300
25.900
29.300
30.900
Ekor
571
730
750
775
800
Orang (KLP)
5
7
10
15
20
Orang (KLP)
5
7
9
10
12
KLP
10
10
10
10
10
Orang (KLP)
10
15
20
25
30
KLP
10
10
10
10
10
54
akses pemasaran produk pertanian dan peternakan
usaha agribisnis pertanian dan peternakan
usaha agribisnis pertanian dan peternakan yang terbina Terlaksananya sistim pelayanan terpadu satu pintu (PTSP)
Paket
SOP PTSP
1
1
1
1
55
4.2.1.4. Indikator Kinerja SKPD yang Mengacu Pada Tujuan dan Sasaran RPJMD Indikator kinerja merupakan alat ukur tingkat keberhasilan suatu pelaksanaan kegiatan yang proses awalnya dimulai dari sebuah perencanaan. Sebelum pelaksanaan program dan kegiatan, maka terlebih dahulu ditetapkan indicator yang merupakan alat ukur sekaligus patron atau batasan suatu kegiatan sehingga dalam pelaksanaan kegiatan tetap fokus terhadap indikator yang telah dirumuskan sebelumnya. Indikator suatu program / kegiatan dapat membantu untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana target yang ditetapkan.
56
Tabel 4.4 : Indikator kinerja Dinas Pertanian dan Peternakan yang mengacu pada tujuan dan sasaran RPJMD Indikator Sasaran
Satuan
Produksi padi Produktivit as padi Produksi palawija (jagung, kedelai, Kc.Tanah, Kc.Hijau Produksi holtikultura (Sayuran, durian, rambuta, mangga) Produksi bibit holtikultura yang bermutu dan berlabel Kenaikan populasi ternak besar (Sapi, kerbau, kuda) Kenaikan populasi ternak kecil (Kambing) Cakupan layanan kesehatan hewan Jumlah ternak yang terawasi pemotonga
Ton
Kondisi Kinerja Pada Awal Renstra 2013 231.823
Target Kinerja Sasaran
2015 233.9 54 7.02
2016 235.1 78 7.03
2017 235.5 71 7.04
2018 236.00 4 7.05
Kondisi Kinerja Pada Akhir Periode 2019 1.173.449
Ton / Ha Ton
7.00
2014 232.7 42 7.01
4.097
4.301
4.342
4.383
4.424
4.506
21.956
Ton
51.204
53.76 4
54.27 6
54.78 8
55.30 0
56.324
274.452
Pohon
3.000
4.500
6.000
6.000
6.000
6.000
28.500
Ekor
31.391
1.125
1.500
1.538
1.743
1.950
7.856
Ekor
102.464
3.500
4.000
4.000
4.800
5.000
21.300
Ekor
28.486
8.200
22.30 0
25.90 0
29.30 0
30.900
116.600
Ekor
520
571
730
750
775
800
3.652
7.05
57
nnya (di RPH dan Luar RPH) Jumlah binaan penjual pangan asal hewan (PAH) Jumlah pedagang yang terfasilitasi pemasaran ternaknya Jumlah binaan produsen hasil olahan produk pertanian dan peternakan yang berstandaris asi Jumlah petani yang terfasilitasi pemasaran hasil produksinya Jumlah kelompok / pelaku usaha pertanian dan peternakan yang terbina tentang agribisnis dan kewirausah aan Terlaksanan ya sistim pelayanan terpadu satu pintu (PTSP)
Orang / KLP
5
5
7
10
15
20
57
Orang / KLP
5
5
7
9
10
12
43
KLP
3
10
10
10
10
10
50
KLP
2
10
15
20
25
30
100
KLP
5
10
10
10
10
10
50
Paket
-
SOP PTSP
1
1
1
1
1PTSP
58
4.2.2.Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas Struktur organisasi merupakan gambaran wewenang dan tanggung jawab masing - masing personil yang terlibat dalam suatu organisasi. Dengan adanya struktur organisasi dapat membantu kelancaran aktivitas kantor karena semua personil diberikan kejelasan kedudukan dan fungsinya serta mekanisme pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilakukan, sehinga struktur organisasi ini adalah tindakan pembagian tugas dan bukan pemisahan disebabkan semua pihak - pihak yang terlibat dalam kantor saling berhubungan satu sama lain. Struktur Organisasi Dinas Pertanian & Peternakan Kab. Poewali Mandar disesuaikan dengan Perda No. 10 Tahun 2009 Pasal 13, susunan organisasi sebagai berikut:
1. Kepala Dinas ; 2. Sekretariat ; a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian ; b. Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan ; c. Sub Bagian Keuangan dan Verifikasi ; 3. Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura ; a. Seksi Produksi dan Teknologi Pertanian ; b. Seksi Perbenihan dan pembibitan Pertanian ; c. Seksi Perlindungan Tanaman ; 59
4. Bidang Peternakan ; a. Seksi Produksi dan Teknologi Peternakan ; b. Seksi Keswan dan Kesmavet ; c. Seksi Penyebaran dan Pengembangan Peternakan ; 5. Bidang Pengelolaan dan Air ; a. Seksi Pengeloaan Lahan dan Air ; b. Seksi Pengelolaan Air ; c. Seksi Perluasan Areal ; 6. Bidang Pengolahan dan Pemasaran hasil Pertanian ; a. Seksi Pengolahan Hasil ; b. Seksi Pemasaran Hasil ; c. Seksi Pembinaan dan Pembiayaan ; 7. Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) 8. Kelompok Jabatan Fungsional Sekretariat Sekretariat mempunyai opersionalisasi, mengatur,
memberi
mengevaluasi
tugas, dan
tugas pokok : merencankan member
petunjuk,
melaporkan
menyelia,
penyelenggaraan
penyusunan program dan anggaran, urusan ketatausahaan serta urusan keuangan dan perlengkapan.
60
Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud Sekretariat mempunyai fungsi : a) Pelaksanaan program yang meliputi penyusunan anggaran b) Penyelenggaraan urusan ketatausahaan yang meliputi : urusan rumah tangga, kepegawaian, hokum, organisasi dan hubungan masyarakat c) Penyelenggaraan urusan keuangan dan perlengkapan yang meliputi : urusan perbendaharaan, akuntansi, verifikasi, ganti rugi,
tindak
lanjut
(laporan
hasil
pemeriksaan)
dan
perlengkapan d) Pelaksanaan tugas lain yang berikan Kepala Dinas Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura mempunyai tugas pokok: merencanakan operasionalisasi, member tugas, memberi petunjuk, menyelia, mengevaluasi, dan melaporkan penyelenggaraan tugas dinas, khususnya dibidang tanaman pangan dan holtikltura. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura mempunyai fungsi : a) Penyusunan kebijakan, pedoman dan petunjuk teknis dibidang tanaman pangan dan holtikultura
61
b) Pelaksanaan penataan, pengadaan, penyaluran, pengawasan benih / bibit, penangkaran benih / bibit tanaman pangan dan holtikultura c) Penyiapan bahan percobaan dan bimbingan dibidang tanaman pangan dan holtikultura d) Pengkajian dan penerapan pengembangan teknologi tanaman pangan dan holtikultura e) Pengkoordinasian,
pembinaan
dan
pengelolaan
kegiatan
dibidang tanaman pangan dan holtikultura f) Penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan dibidang tanaman pangan dan holtikultura g) Pelaksanaan
pengembangan
sarana
produksi
pertanian
(penyediaan pupuk, pestisida, dan alsintan) h) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Kepala Dinas sesuai tugas dan fungsi
Bidang Peternakan Bidang
Peternakan
mempunyai
tugas
pokok
:
merencanakan operasionalisasi, memberi tugas, memberi petunjuk, menyelia, mengatur, mengevaluasi dan pelaporan penyelenggaraan tugas dinas khususnya bidang peternakan
62
Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud Bidang Peternakan mempunyai fungsi: a) Penyusunan perencanaan, kebijakan dan pedoman petunjuk teknis dibidang peternakan b) Pelaksanaan penataan, pengadaan, penyaluran, pengawasan semen beku dan bibit ternak c) Penyiapan
bahan
percobaan
dan
bimbingan
dan
penerapan
pengembangan
e) Pengkoordinasian,
pembinaan
dibidang
peternakan d) Pengkajian
teknologi
peternakan dan
pengelolaan
kegiatan
dibidang peternakan f) Pelaksanaan bimbingan teknis pelayanan kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat vateriner g) Pelaksanaan pengembangan, penyebaran ternak dan sarana produksi peternakan (penyediaan semen beku dan bibit ternak, penyediaan benih/bibit hijauan makanan ternak dan penyediaan alsin) h) Penyusunan
laporan
pelaksanaan
kegiatan
dibidang
peternakan i) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Kepala Dinas sesuai tugas dan fungsi 63
Bidang Pengelolaan Lahan dan Air Bidang Pengelolaan Lahan dan Air mempunyai tugas pokok: merencanakan, operasionalisasi, memberi tugas, memberi petunjuk,
menyelia,
mengatur,
mengevaluasi
dan
melaporkan
penyelenggaraan tugas dinas, khususnya dibidang pengelolaan lahan, air, dan mineral. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaiman dimaksud bidang pengelolaan lahan dan air mempunyai fungsi: a) Penyusunan kebijakan pedoman dan petunjuk teknis bidang pengelolaan lahan, air, dan perluasan areal pertanian dan peternakan b) Pemantauan dan pengawasan pengunaan areal / alih fungsi lahan pertanian maupun peternakan c) Pelaksanaan bimbingan dan pembinaan pengelolaan lahan, air dan perluasan areal pertanian dan peternakan d) Penyusunan
laporan
pelaksanaan
kegiatan
dibidang
pengelolaan lahan, air dan perluasan areal pertanian dan peternakan e) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Kepala Dinas sesuai tugas dan fungsi
64
Bidang Pengelolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Bidang Pengelolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian mempunyai tugas pokok: merencanakan operasionalisasi, memberi tugas,
member
petunjuk,
menyelia,
mengatur,
mengevaluasi,
merekomendasikan dan melaporkan penyelenggaraan tugas dinas, khususnya bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian dan peternakan. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian mempunyai fungsi: a) Penyusunan kebijakan, pedoman dan petunjuk teknis dibidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian dan peternakan b) Pemantauan dan pengawasan mutu terhadap hasil pertanian dan peternakan c) Pelaksanaan bimbingan dan pembinaan penanganan panen, pasca panen dan pengolahan hasil pertanian dan peternakan d) Pengolahan dan penyajian data informasi pasar hasil pertanian dan peternakan e) Pelaksanaan bimbingan, promosi, pemasaran, pengawasan hasil pertanian dan peternakan f) Pelaksanaan bimbingan pengembangan dan pemanfaatan sumber – sumber pembiayaan / kredit agribisnis 65
g) Pelaksanaan bimbingan dan pembinaan usaha agribisnis serta pemberdayaan lembaga keuangan mikro pedesaan h) Penyusunan
laporan
pelaksanaan
kegiatan
dibidang
pengolahan dan pemasaran hasil pertanian dan peternakan i) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan kepala dinas sesuai tugas dan fungsi Unit Pelaksana Teknis Dinas Unit Pelaksana Teknis Dinas mempunyai tugas pokok: merencanakan
kegiatan,
memeriksa/mengecek,
member
membuat
petunjuk, laporan
dan
member
tugas,
melaksanakan
sebagaian tugas Dinas Pertanian dan Peternakan sesuai dengan bidang tugasnya dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas dan dikoordinasikan kepada camat. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud Unit Pelaksana Teknis Dinas mempunyai fungsi: a) Pembinaan umum dibidang pertanian dan peternakan b) Pembinaan teknis dibidang pertanian dan peternakan c) Pelaksanaan operasional sesuai kebijakan yang ditetapkan Kepala Dinas d) Pelaksanaan fungsi menajemen pertanian dan peternakan
66
Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas pokok: melaksanakan tugas khusus sesuai dengan bidang keahliannya, kebutuhan dan beban kerja yang terdiri dari sejumlah tenaga dalam jenjang fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan keahliannya yang bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai fungsi: pembinaan dan pelayanan sesuai dengan fungsi dan keahlian masing – masing 4.3. Isu – Isu Strategis 4.3.1 Isu Strategis Global dan Nasional a. Pencapaian Millenium
Development Goals (MDGs) yang
mencakup angka kemiskinan, pengangguran, dan rawan pangan Tujuan pembangunan Millenium yang terdiri dari 8 (delapan) tujuan
pembangunan
manusia
yang
secara
langsung
dapat
memberikan dampak bagi pengentasan kemiskinan ekstrim, yang harus
dicapai
pada
tahun
2015
oleh
189
Negara
yang
menandatangani rumusan Deklarasi Millenium pada September tahun 2000 termasuk Indonesia.
67
Hingga
saat
ini
sebagian
besar
masyarakat
masih
menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian dengan tingkat produktifitas dan pendapatan usaha yang relatif rendah, sehingga kemiskinan, pengangguran dan rawan pangan banyak terdapat di pedesaan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa upaya pengentasan kemiskinan, pengangguran, dan rawan pangan harus dilakukan dengan membangun pertanian dan pedesaan. Adalah merupakan tantangan ke depan untuk mencapai komitmen global pada tahun 2015 sebagaimana yang dicanangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) melalui pembangunan pertanian dengan segala karakteristik dan stesifikasi masalahnya yang tersebar merata hamper di seluruh wilayah pedesaan. b. Pemanasan Global (Global Warning) Peningkatan suhu rata – rata di permukaan bumi merupakan ancaman yang serius bagi planet
bumi dan seluruh makhluk
didalamnya, sehingga perlu langkah terpadu yang di penanggulangan dan pencegahan serta pengawasan sebab dan dampak yang dihasilkan oleh pemanasan global tersebut, yang salah satu penyebabnya adalah pembentukan beberapa jenis gas rumah kaca yang dihasilkan oleh peternakan, pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor, pabrik – pabrik modern, serta pembangkit tenaga listrik dan lainnya. 68
Emisi dan serapan dari pertanian dan penggunaan lahan, dan perubahan penggunaan lahan dan hutan berkontribusi signifikan pada emisi dan serapan GRK di Indonesia. c. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Dalam waktu yang tidak terlalu lama (2015), Negara – Negara Asean telah bersepakat untuk memberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang pada intinya tidak ada lagi hambatan terhadap arus barang dan jasa, manusia dan modal antara Negara – Negara anggota ASEAN. Liberalisasi perdagangan ini akan berimbas pada meningkatnya
intensitas
persaingan
di
pasar
domestic
akibat
membanjirnya produk – produk dari Negara – Negara ASEAN serta meningkatnya persaingan di pasar ekspor karena tidak adanya lagi restriksi dalam perdagangan internasional lingkup ASEAN. Karakteristik pertanian adalah berskala kecil dan lokasinya tersebar dengan tingkat produktivitas dan mutu produk yang rendah dan beragam. Dengan semakin terbukanya pasar dalam negeri terhadap produk impor pertanian sejenis ketatnya standar mutu di pasar ekspor sebagai instrument non tariff barier yang kerap diberlakukan banyak negara di era globalisasi ini, maka kondisi tersebut akan semakin menekan dan mengancam daya saing produk – produk pertanian, baik di pasar domestik maupun ekspor. Kondisi tersebut akan semakin diperparah apabila terajadi pelemahan daya 69
beli konsumen pada saat terajadinya krisis ekonomi dalam skala global. Tantangan kedepan adalah bagaimana meningkatkan daya saing produk pertanian melalui peningkatan mutu dan produktivitas, pengembangan produk, derivasi produk serta memperluas bangsa dan negara tujuan ekspor yang didorong dengan upaya peningkatan kerjasama ekonomi antar wilayah (kawasan), baik dalam skala nasional (antar daerah) maupun kerja sama regional (antar negara). d. Kedaulatan dan Kemandirian Pangan Kemandirian pangan adalah kemampuan produksi pangan dalam negeri yang didukung kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup ditingkat rumah tangga, baik dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang didukung oleh sumber – sumber pangan yang bergam sesuai dengan keragaman lokal. Kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri dapat menentukan kebijakan pangannya, yang menjamin hak atas pangan bagi rakyatnya, serta memberikan hak bagi masyarakatnya untuk menentukan sistem pertanian pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.
70
e. Pengembangan Pertanian Berbasis Kawasan (Perwilayahan Komoditas) Seiring dengan ditetapkannya peraturan menteri pertanian tentang pengembangan pertanian dengan basis kawasan merupakan suatu peringatan bahwa usaha sektor pertanian perlu dibangun dengan sistim kawasan atau perwilayahan komoditas. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan manfaat yang lebih besar serta efektivitas dan efisiensi biaya produksi, pengolahan dan pemasaran hasil produksi.
4.3.2. Isu Regional Sulawesi Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Serta Mitigasi Bencana Wilayah Sulawesi dikaruniai keragaman hayati yang cukup tinggi dan unik yang berbeda dengan flora dan fauna baik di Asia maupun Australia. Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan yang berlebihan dapat mengancam potensi tersebut. Di sisi lain, wilayah ini memiliki kerawanan akan terjadinya bencana alam.
4.3.3. Isu Provinsi Sulawesi Barat Beberapa isu strategis pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Barat sebagaimana yang tertuang di dalam dokumen Rencana
71
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Sulawesi Barat tahun 2005-2025 adalah Kemisikinan. Menurut data BPS terakhir (Maret 2008), jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Barat mencapai 162.666 jiwa atau 16,73% dari total penduduk. Meskipun angka tersebut sudah jauh berkurang dibandingkan ketika daerah ini baru memisahkan diri dari Provinsi Sulawesi Selatan, namun angka tersebut masih jauh berada diatas rata – rata nasional. Bahkan angka tersebut telah menempatkan daerah ini pada posisi ke-28 dari 33 provinsi di Indonesia. Dengan kata lain, Provinsi Sulawesi Barat menempati urutan keenam jumlah penduduk miskin terbesar, setelah Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Gorontalo.
4.3.4 Isu Kabupaten Polewali Mandar Isu – isu strategis dan permasalahan utama yang dihadapi Pemerintah
Kabupaten
Polewali
Mandar
dalam
pelaksanaan
pembangunan daerah yang perlu mendapatkan perhatian dan penanganan untuk mewujudkan masyarakat Polewali Mandar yang sejahtera, antara lain : a. Kemiskinan Kabupaten Polewali Mandar sampai saat ini masih menghadapi masalah kemiskinan yang ditunjukkan oleh tingginya jumlah dan
72
persentase penduduk miskin di Kabupaten Polewali Mandar. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2012 sebaran kemiskinan menurut Kabupaten di Sulawesi Barat, menurut jumlah penduduk miskin terbanyak berada di Kabupaten Polewali Mandar. b. Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Ketersediaan sumber daya alam yang melimpah di Kabupaten Polewali
Mandar
belum
bisa
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat secara memadai. Karena itu pengembangan potensi perekonomian rakyat baik pada sektor pertanian sebagai sektor basis maupun sektor – sektor lainnya seperti perdagangan, perindustrian, koperasi, ketenagakerjaan dan penanaman modal perlu terus ditingkatkan. Selain itu peran UMKM, industri kecil / rumah tangga, dan koperasi perlu didorong guna memberikan kontribusi yang nyata bagi penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi daerah. c. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Secara Berkelanjutan Isu tentang lingkungan hidup di Kabupaten Polewali Mandar telah menjadi permasalahan regional dan nasioanal. Pembangunan Kabupaten
Polewali
Mandar
yang
sangat
strategis
harus
berwawasan lingkungan, sehingga diperlukan upaya – upaya untuk mewujudkan fungsi sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang 73
serasi dalam mendukung fungsi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat secara berkesinambungan serta mengoptimalkan prodiktivitas pemanfaatan dan pengendalian tata ruang sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku. Demikian juga upaya pelestarian sumber daya hutan dan pengembangan kawasan – kawasan terbuka hijau perlu mendapatkan perhatian guna menjaga keseimbangan ekosistem. d. Alih Fungsi Lahan Pertanian menjadi Lahan Non-Pertanian Ketersediaan sumber daya lahan, termasuk air, yang memadai baik secara kuantitas dan kualitas merupakan faktor yang sangat fundamental bagi pertanian. Lahan dan air sebagai media dasar tanaman harus dijaga kelestariannya agar sistem produksi dapat berjalan secara berkesinambungan. Ketersediaan lahan pertanian harus dipertahankan dalam jumlah tertentu untuk jangka panjang. Untuk menjamin ketersediaan lahan pertanian upaya yang dapat dilakukan meliputi:
Menindaklanjuti Undang – Undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) dengan Peraturan Pemerintah.
UU
PLP2B
dan
Peraturan
Pemerintah
pendukungnya merupakan perangkat hukum untuk melindungi dan mengatur konversi lahan pertanian.
74
Mengoptimalkan pemanfaatan lahan pertanian terlantar. Lahan pertanian terlantar ini meliputi lahan pertanian yang selama ini tidak dibudidayakan, lahan pertanian yang masih dalam wewenang sektor kehutanan yang telah dilepas untuk keperluan pertanian tetapi belum dimanfaatkan.
Membangun database yang akurat berisi ketersediaan dan keberadaan lahan secara geografis dan peruntukkan lahan untuk berbagai sub sektor pertanian.
4.4. Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Pemenuhan Kebutuhan Pangan di Kabupaten Polewali Mandar 4.4.1 Kebijakan Kebijakan merupakan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh pihak-pihak terkait dan ditetapkan oleh yang berwenang untuk dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dan kegiatan aparatur pemerintah ataupun masyarakat agar tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam mencapai sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi. Kebijakan yang baik yang memenuhi kriteria sebagai berikut : Memberikan petunjuk, prinsip-prinsip, rambu-rambu dan signal-signal penting dalam menyusun program dan kegiatan. Memberikan informasi mengenai strategi yang akan dilaksanakan. Memberikan keyakinan bagi pelaksana terhadap upaya implementasi.
75
Kebijakan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Polewali Mandar yang akan ditempuh kedepan dikaitkan dengan pencapaian sasaran yang tertuang dalam Renstra Dinas Pertanian dan Peternakan Tahun 20142019 dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan adalah sebagai berikut: Tabel 4.5. Tujuan, Sasaran, Strategi, dan Kebijakan Jangka Menengah Dinas Pertanian dan Peternakan. VISI : Terwujudnya pertanian yang inovatif, efisien dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan petani MISI : Meningkatkan swasembada pangan dan usaha agribisnis holtikultura yang ramah limgkungan berbasis potensi local Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan Meningkatkan Meningkatnya 1.Meningkatkan 1.Pemetaan dan pengelolaan dan produksi dan pengelolaan lahan invetarisasi lahan terlantar, pemanfaatan produktivitas tanaman terlantar, lahan lahan kritis dan lahan tidak sumber daya pangan dan kritis dan lahan produktif pertanian holtikultura tidak produktif 2.Penyusunan SID (Survey Investigasi Desain) rencana perluasan areal sawah baru, areal palawija, areal holtikultura, dan areal peternakan 2.Meningkatkan 3.Optimalisasi fungsi pengawasan pengawasan dan penggunaan lahan perlindungan lahan pertanian pertanian 3.Revitalisasi sistim 4.Pemberdayaan petani perbenihan dalam penangkaran benih padi, palawija dan holtikultura untuk penyediaan benih/ bibit bermutu 5.Restrukturisasi dan optimalisasi sistim penyediaan benih/bibit 6.Penggunaan benih/bibit bermutu berlabel/bersertifikat 7.Pengembangan kebun plasma holtikultura 4.Meningkatkan 8.Penataan pola tanam indeks pertanaman padi, palawija dan (IP) tanaman holtikultura pangan
76
5.Revitalisasi sarana dan prasarana / infrastruktur pertanian
6.Penerapan teknologi pertanian yang inovatif, efisien, spesifik lokasi dan ramah lingkungan 7.Restrukturisasi sistim penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian 8.Pengembangan kawasan pertanian holtikultura yang berkelanjutan
9.Meningkatkan sistim pengendalian hama terpadu 10.Pemantauan dan pelaporan berkala produksi dan produktivitas hasil pertanian
9.Pengembangan sarana dan prasarana lahan dan air (irigasi dan jalan pertanian) 10.Optimalisasi dan rasionalisasi sarana dan prasarana pertanian mendukung peningkatan produktivitas dan indeks pertanaman (IP) tanaman pangan 11.Penerapan hasil penelitian dan uji terap teknologi pertanian tepat guna
12.Pemantauan dan pengawasan sistim distribusi / penyaluran penyediaan sarana produksi pertanian 13.Penetapan dan pengembangan kawasan strategis tanaman holtikultura 14.Peningkatan SDM petani dalam sistim budidaya tanaman holtikultura 15.Pembinaan dan pendampingan petani dalam sistim pengendalian hama terpadu 16.Peningkatan kualitas data dan update data melalui statistik pertanian
77
4.4.2 Program Program-program yang akan dilaksanakan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Polewali Mandar sebagai penjabaran kebijakan untuk adalah sebagai berikut : Tabel 4.6. Program dan Kegiatan Dinas Pertanian dan Peternakan Tujuan Meningkatkan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pertanian
Sasaran Meningkatnya produksi dan produktifitas tanaman pangan dan holtikultura
Indikator Sasaran 1. Produksi padi 2. Produktivitas padi 3. Produksi palawija (jagung, kedelai, Kc.Tanah, Kc.Hijau) 4. Produksi holtikultura (Sayuran, durian, rambuta, mangga) 5. Produksi bibit holtikultura
Program dan Kegiatan Program peningkatan produksi pertanian Penyediaan sarana produksi pertanian Peningkatan produksi dan produktivitas padi/palawija Pengembangan perbenihan/perbibitan Pemberdayaan penangkaran benih padi Pemberdayaan penagkaran benih palawija Pengembangan bibit unggul pertanian Pengendalian hama dan penyakit tanaman Pengembangan tanaman holtikultura berbasis kawasan Pengembangan dan perluasan areal pertanian Pengawasan pupuk dan pestisida Koordinasi dan konsolidasi pembangunan pertanian dan peternakan Program peningkatan ketahanan pangan Pengembangan perbenihan / perbibitan Peningkatan mutu dan keamanan pangan Koordinasi perumusan kebijakan pertanahan dan infrastruktur pertanian dan perdesaan
78
Penelitian dan pengembangan sumberdaya pertanian Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk pertanian Penyusunan data potensi / survey pertanian Program peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur pertanian Pembangunan jalan usahatani, jembatan dan jaringan irigasi Pengembangan sarana dan prasarana air Pengembangan sarana dan prasarana lahan Pemberdayaan P3A/GP3A Program peningkatan penerapan teknologi pertanian Pengadaan sarana dan prasarana teknologi pertanian Adopsi teknologi pertanian
Berdasarkan strategi dan kebijakan tersebut selama lima tahun kedepan yang mengacu pada tujuan dan sasaran, maka di tetapkan 4 program (program peningkatan produksi pertanian, program peningkatan ketahanan pangan, program peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur pertanian, dan program peningkatan penerapan teknologi pertanian) dimana indikator sasarannya produksi padi, produktivitas padi, produksi palawija (jagung, kedelai, Kc.Tanah, Kc.Hijau) terdiri 23 kegiatan yang terkait dengan keempat program tersebut.
79
Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Polewali Mandar dalam melaksanakan program peningkatan produksi pertanian di Kabupaten Polewali Mandar melakukan kegiatan seperti penyediaan sarana produksi pertanian,
peningkatan
produksi
dan
produktivitas
padi
/
palawija,
pengembangan perbenihan / perbibitan, pemberdayaan penangkaran bersih padi, pengembangan bibit unggul pertanian, pengendalian hama dan penyakit tanaman, pengembangan tanaman holtikultura berbasis kawasan, pengembangan dan perluasan areal pertanian, pengawasan pupuk pestisida, koordinasi dan konsolisasi pembangunan pertanian dan peternakan. “salah satu kegiatan dalam program peningkatan produksi pertanian adalah peningkatan produksi dan produktivitas padi/palawija ini gunanya supaya terlaksananya koordinasi pengembangan tanaman pangan di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Polewali Mandar‟‟ (hasil wawancara dengan Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura Dinas Pertanian dan Peternakan, pada (Polewali, 4 Mei 2015)
Hasil
wawancara
tersebut
dapat
disimpulkan
bahwa
program
peningkatan produksi pertanian yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Polewali Mandar bertujuan optimalisasi pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan dengan adanya kebijakan ini adalah untuk membantu petani agar dapat menerapkan teknologi baru pertanian dengan biaya produksi yang rendah sehingga peningkatan produksi padi/beras dapat dicapai dalam waktu yang relatif singkat.
80
Gambar 4.2. : Produksi padi di Kabupaten Polewali Mandar, 2007-2013 Produksi Padi di Kabupaten Polewali Mandar, 2007-2013 300000 240.680
250000 208.848
206.082
2007
2008
Ton
200000
225.092
222.150
2010
2011
215.460
195.906
150000 100000 50000 0 2009
2012
2013
Tahun
Sumber : BPS Kabupaten Polewali Mandar 2014 Berdasarkan data dari gambar di atas pencapaian produksi padi dari setiap rata-rata meningkat walaupun tidak secara signifikan dan sudah cukup stabil, diharuskan pemerintah untuk lebih memperhatikan lagi, dengan membantu membuka lahan baru untuk memperluas lahan pertanian agar produktivitasnya makin meningkat serta diharapkan para generasi muda mau ikut menjadi penerus penggerak pertanian di Polewali Mandar, karena yang terlihat kini jarang sekali ada anak muda yang mau menjadi seorang petani. Jika ini terus menerus terjadi, akan dapat dipastikan produksi pertanian di Polewali Mandar akan memburuk, karena percuma saja jika lahan pertanian sudah meluas, namun jumlah SDM (petani) nya tidak seimbang.
81
Salah satu cara mendukung pemenuhan kebutuhan pangan adalah Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Polewali Mandar melaksanakan program peningkatan ketahanan pangan di kabupaten Polewali Mandar melakukan kegiatan seperti pengembangan perbenihan / perbibitan, peningkatan mutu dan keamanan pangan, koordinasi perumusan kebijakan pertanahan dan infrastruktur pertanian dan perdesaan, penelitian dan pengembangan sumberdaya pertanian, peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu produk pertanian, dan penyusunan data potensi/survey pertanian. “Untuk menunjang sebagai daerah penyangga di Sulawesi Barat, Kabupaten Polewali Mandar harus menjadi ikon terhadap ketersediaan pangan. Hal ini kita lihat mengingat daerah ini memiliki sawah yang luas serta prasarana/infrastruktur pertanian yang lebih baik di banding daerah lainnya di Sulawesi Barat, dan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pangannya diharapkan menjaga ketersediaan dan keamanan pangan khususnya di Kabupaten Polewali Mandar dan umumnya di Sulawesi Barat” (hasil wawancara dengan Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura Dinas Pertanian dan Peternakan, pada (Polewali, 4 Mei 2015) Hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan ketahanan pangan yang bagus sangat bergantung pada pengembangan dan pemanfaatan prasarana/infrastruktur sektor pertanian yang ada.
82
Tabel 4.8. : Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Sawah Menurut Kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar No
(1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 jumlah
Kecamatan
Luas Tanam (Ha)
(2) Tinambung Balanipa Limboro Tubbi Taramannu Alu Campalagian Luyo Wonomulyo Mapilli Tapango Matakali Polewali Binuang Anreapi Matangnga Bulo 2013
(3) 375 127 1.370
Rusak / Tidak Berhasil (Ha) (4) 40 18
4.445 3.633 6.395 5.638 2.260 4.240 1.898 2.351 683 431 297 34.143
2012 2011 2010
31.082 33.215
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
(5) 185 60 1.159
(6) 1.201 415 6.896
(7) 6,49 6,92 5,95
5 63
4.555 3.480 6.995 4.971 2.395 3.700 1.970 2.294 675 452 147 33.038
29.608 23.664 52.463 36.537 17.148 25.900 13.790 15.829 4.556 2.486 749 231.242
6,50 6,80 7,50 7,35 7,16 7,00 7,00 6,90 6,75 5,50 5,10 7,00
464 484
29.614 30.003 31.396
209.506 209.986 219.571
7,07 7,00 6,99
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kab.Polewali Mandar Tabel di atas menunjukkan kondisi produksi di Kabupaten Polewali Mandar yang pada tahun 2013 hasil produksi hanya 231.242 Ton dan hasil produksinya 7,00 ton/Ha, sedangkan pada tahun 2009 hanya 209.506 Ton dan hasil produksinya 7,07 ton/Ha. Berdasarkan tabel diatas menggambarkan bahwa dari sektor pangan di Kabupaten Polewali Mandar pada Tahun 2013 mengalami penurunan produksi ,dan kondisi ini akan menjadi ancaman, oleh karena itu kekurangan
83
pangan disebabkan karena berkurangnya lahan pertanian yang semakin memperihatinkan ,akan tetapi tantangan yang mesti dihadapi pemerintah adalah proses sosialisasi tentang pangan agar program ketahanan pangan terus terjaga. Pemerintah Daerah mempunyai kebijakan yaitu pengembangan sarana dan prasarana lahan dan air (irigasi dan jalan pertanian) serta optimalisasi dan rasionalisasi sarana dan prasarana pertanian guna mendukung peningkatan produktivitas dan indeks pertanaman (IP) tanaman pangan. Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Polewali Mandar dalam melaksanakan program peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur pertananian di kabupaten Polewali Mandar melakukan kegiatan seperti pembangunan jalan usahatani,jembatan,dan jaringan irigasi, pengembangan sarana dan prasarana air, pengembangan sarana dan prasarana lahan, pemberdayaan P3A/GP3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air/Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air). Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu perbaikan kinerja jaringan irigasi digunakan pemerintah Kabupaten Polewali Mandar. Sebagai instrumen yang efektif, pengembangan prasarana diharap dapat berkontribusi besar dalam mendukung keberhasilan peningkatan produksi padi. Kontribusi irigasi diharapkan agar laju kenaikan produksi padi di Kabupaten Polewali Mandar dapat terus mengalami peningkatan produksi. Kebijakan ini dilakukan pemerintah untuk mendorong produksi. Perbaikan 84
sarana irigasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan,upaya ini dilakukan pemerintah agar lahan
pertanian
tidak dialihfungsikan menjadi sektor industri dan para pengusaha properti akan tetapi meskipun pemerintah membangun sarana irigasi kenyataannya tidak berpengaruh signifikan untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan jika kita melihat jumlah lahan yang ada. Pembangunan dan perbaikan irigasi yang dialkukan pemerintah tidak efektif upaya ini hanya menguntukan para pengusaha untuk mengerjakan proyek pembangunan semata begitupun pemerintah kemudian di anggap bahwa kebijakannya telah berhasil apabila banyak melakukan pembangunan fisik. Kegiatan selanjutnya perbaikan jalan usaha tani yang dilakukan pemerintah Kabupaten Polewali Mandar, agar dapat dilalui kendaraan roda empat sangat diperlukan agar pengangkutan hasil panen padi lebih lancar, sehingga dapat memperbaiki efisiensi pemasaran, dan pada gilirannya akan mengangkat tingkat harga output yang diterima petani. Tapi pada kenyataannya kebijakan ini dilakukan pemerintah untuk memberi peluang agar proyek pertanian terus didapat oleh para elit setempat,karena proyek pelebaran jalan usaha tani juga ternyata menggunakan lahan para petani yang menjadi permasalahan daerah yang datar serta jalannya bagus justru digunakan oleh para pengusaha perumahan untuk membangun apabila akses jalan semakin bagus.
85
Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Polewali Mandar melakukan program peningkatan penerapan teknologi pertanian di kabupaten Polewali Mandar dimana kegiatannya meliputi seperti pengadaan sarana dan prasarana teknologi pertanian serta adopsi teknologi pertanian. Dengan peningkatan teknologi masyarakat akan dimudahkan untuk mengelola hasil pertanian dan pemerintah tentu berharap agar ketahanan pangan dapat terus dipertahankan agar supaya pemerintah Kabupaten Polewali Mandar dapat terus menjaga ketahan pangan, kebijakan ini juga dilaksanakan oleh pemerintah supaya pemerintah dianggap peka dan serius untuk menjaga ketahanan pangan. Upaya pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan di Kabupaten Polewali Mandar saat ini adalah melalui teknologi pertanian, hal ini juga merupakan upaya pemerintah untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan, dengan peningkatan teknologi maka masyarakat kemudian selalu berupaya menjaga lahan-lahan yang ada sehingga produksi tetap terus ditingkatkan tapi yang menjadi permasalahan jumlah hasil produksi ternyata juga mengalami penurunan. Upaya pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan pangan dalam meningkatkan hasil pertanian melalui teknologi harus bisa disinergikan sama sektor yang lain karena bisa mempengaruhi pada alih fungsi lahan. “Sebenarnya alih fungsi lahan disini belum menjadi ancaman serius dan masih banyak lahan yang kosong, meski memang lahan terkadang berkurang tentu akan 86
mempengaruhi pangan akan tetapi ini masih bisa diantisipasi dengan meningkatkan hasil pertanian melalui teknologi “Alih fungsi lahan tentu sangat mengkawatirkan dan tentu saja mempengaruhi hasil produksi oleh karena kita harus upayakan agar bisa kita sinergikan dengan sektor yang lain, tapi yang juga perlu di khawatirkan adalah kurangnya masyarakat yang mau bertani” (hasil wawancara Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura Dinas Pertanian dan Peternakan, pada (Polewali, 4 Mei 2015) Hasil wawancara tersebut dapat disipulkan bahwa alih fungsi lahan akan menjadi ancaman seiring dengan terus berkurangnya lahan pertanian dan hasil produksi akan semakin berkurang hal ini tentu harus segera diantisipasi oleh pemerintah agar melalui kebijakan-kebijakan yang lebih berpihak kepada petani agar masyarakat petani semakin sejahtera. Karena salah satu kendala ketahanan pangan di masa mendatang adalah selain berkurangnya lahan, masyarakat generasi muda juga menganggap bahwa bertani adalah pekerjaan yang kurang terhormat. Oleh karena itu keberadaan lahan pertanian akan semakin terancam eksistensinya. 4.5. Faktor Pendukung dan Penghambat Pemenuhan Kebutuhan Pangan di Kabupaten Polewali Mandar Faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pangan di Kabupaten Polewali Mandar adalah merupakan faktor pendukung dan penghambat daripada penerapan kebijakan itu sendiri seperti keseluruhan komponen yang terlibat di antaranya.
87
4.5.1. Faktor pendukung Dari hasil penelitian yang dilakukan dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan mempunyai beberapa faktor yang mendukung kegiatan pemenuhan kebutuhan pangan tersebut di antaranya yaitu: 1. Pemerintah Salah satu faktor pendukung yang sangat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pangan adalah peran dari pemerintah pusat maupun daerah.Para pejabat
Pemerintah
Kabupaten
Polewali
Mandar
terlibat
dalam
hal
penyampaian informasi yang relevan dan yang mencukupi bagaimana cara penerapan
kebijakan
menjaga
ketahanan
pangan
Nasional
kepada
masyarakat. Hasil wawancara dengan kepala Sekretaris Dinas Pertanian dan Peternakan tanggal 4 Mei 2015 “Polewali Mandar perlu memaksimalkan kemampuan daerah dalam konsep ketahanan pangan. Sektor pangan seperti pertanian, perkebunan dan peternakan perlu difokuskan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam daerah ini. Pemerinah dituntut untuk berperan dalam menjamin ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat pada semua lapisan sosial. Pemerintah perlu menjadikan sektor pertanian sebagai sektor utama pembangunan ekonomi.” (hasil wawancara dengan H. Ibrahim, SP.M.Si (Sekretaris Dinas Pertanian dan Peternakan) , pada (Polewali, 4 Mei 2015) 2. Masyarakat Peran serta masyarakat diarahkan untuk mewujudkan ketahanan pangan, melalui pengembangan aktivitas produksi, perdagangan dan
88
distribusi pangan, pengelolaan cadangan pangan, konsumsi pangan bergizi seimbang, serta pencegahan dan penanggulangan masalah pangan. Pembangunan
ketahanan
pangan
pada
hakekatnya
adalah
pemberdayaan masyarakat, yang berarti meningkatkan kemandirian dan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan dari waktu ke waktu. 4.5.2. Faktor penghambat Dari hasil penelitian yang dilakukan dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan mempunyai beberapa tantangan yang menjadi faktor yang menghambat kegiatan pemenuhan kebutuhan pangan diantaranya kualitas sumber daya manusia dinilai masih rendah. Masih banyaknya sumber daya manusia
khususnya
masyarakat
petani
disini
kurang
mempunyai
pengetahuan, baik itu cara menanam maupun perawatan yang lebih baik. Masyarakat petani disini masih banyak yang menggunakan cara lama dalam menjalankan usaha taninya. Pembangunan sektor pertanian dan peternakan tidak dapat dipisahkan dari pembangunan sumberdaya manusia. Optimalisasi pengembangan sektor pertanian dan peternakan membutuhkan SDM yang handal baik SDM aparatur sebagai serta pendamping program dan kegiatan yang akan dilakukan, maupun SDM petani sebagai pelaku atau subyek pengembangan sektor pertanian dan peternakan.
89
Hasil wawancara dengan kepala Sekretaris Dinas Pertanian dan Peternakan tanggal 4 Mei 2015 „‟Saat ini masih banyak daerah yang belum memiliki petugas teknis baik di bidang pertanian dan peternakan. Kalaupun ada, jumlahnya belum proporsional dengan luas wilayah kerjanya. Selain itu, karena keterbatasan dalam hal spesialisasi keahlian, maka terkadang petugas yang belum ahli dibidangnya difungsikan untuk memenuhi kekurangan tenaga teknis tersebut (hasil wawancara dengan H. Ibrahim, SP.M.Si (Sekretaris Dinas Pertanian dan Peternakan) , pada (Polewali, 4 Mei 2015)‟‟ Selain
sumberdaya
manusia,
cuaca
juga
berpengaruh
dalam
menjalankan usaha tani. Cuaca yang tidak menentu, dapat berpengaruh terhadap tanaman yang akan maupun sedang ditanam oleh petani. Tanaman yang akan ditanam harus melihat cuaca terlebih dahulu, ini bertujuan untuk memilih tanaman apa yang cocok untuk ditanam. Hal ini menjadi penghambat masyarakat petani dalam menjalankan usaha taninya. Ketidaksesuaian jenis tanaman dengan cuaca yang ada, produksi yang akan dihasilkan juga akan kurang sesuai dengan harapan. Disamping itu, hasil wawancara dengan kepala Sekretaris Dinas Pertanian dan Peternakan tanggal 4 mei 2015, yang menyangkut tentang pelaksanaan kebijakan Larangan alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Polewali Mandar terhadap struktur birokrasi yang ada yaitu dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia No 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
90
“Di kabupaten Polewali Mandar alih fungsi lahan belum menjadi ancaman yang memperihatinkan seperti di daerah lain, akan tetapi sebagai daerah penghasil pangan tentu larangan alih fungsi lahan merupakan prioritas pemerintah untuk terus menjaga lahan-lahan produktif di kabupaten Polewali Mandar agar dapat menjaga ketahanan pangan.” (hasil wawancara dengan H. Ibrahim, SP.M.Si (Sekretaris Dinas Pertanian dan Peternakan) , pada (Polewali, 4 Mei 2015) Hasil wawancara tersebut memberikan gambaran bahwa pelaksanaan kebijakan larangan alih fungsi lahan ini dilaksanakan oleh pemerintah dengan landasan Undang-Undang Republik Indonesia No 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Hal tersebut kemudian tentunya memberikan pengaruh terhadap struktur birokrasi pemerintahan dalam menjalankan kebijakan tersebut.
Selain itu untuk mengembangkan usaha dibidang pertanian baik dalam hal budidaya maupun dibidang pengolahan hasil pertanian (pasca panen) membutuhkan modal yang tidak sedikit. Kendala yang umumnya dihadapi petani dan pengusaha dibidang agribisnis adalah tidak tersedianya modal usaha yang cukup. Meskipun pemerintah telah mengucurkan bantuan modal kepada petani, namun karena jumlah petani yang cukup banyak sehingga modal yang ada belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan petani.
91
Patut disadari bahwa terhadap beberapa petani yang sering menyalahgunakan bantuan modal yang diberikan, namun tidak sedikit juga yang mempergunakan bantuan modal tersebut dengan baik dan dapat membantu usaha agribisnis yang dikembangkannya.
92
Analisis tentang faktor – faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilihat pada matriks 4.1 sebagai berikut :
Matriks 4.1 : Faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pangan di Kabupaten Polewali Mandar No 1
Faktor yang mempengaruhi Pendukung Pemerintah
Masyarakat
2
Penghambat Sumberdaya manusia dinilai masih rendah
Cuaca/iklim
Uraian (Sumber :Wawancara)
Analisis
Peran pemerintah dalam menjamin ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat pada semua lapisan sosial
Pemerintah Daerah perlu memaksimalkan kemampuan daerah dalam konsep ketahanan pangan. Sektor pangan seperti pertanian, perkebunan dan peternakan perlu difokuskan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam daerah ini. Pemerintah perlu menjadikan sektor pertanian sebagai sektor utama pembangunan ekonomi.‖ Partisipasi masyarakat Antusiasme yang besar diarahkan untuk mewujudkan masyarakat setempat untuk ketahanan pangan, melalui meningkatkan kemandirian dan pengembangan aktivitas kapasitas masyarakat untuk produksi, perdagangan dan berperan aktif dalam distribusi pangan, pengelolaan mewujudkan ketersediaan, cadangan pangan, konsumsi distribusi dan konsumsi pangan pangan bergizi seimbang, serta dari waktu ke waktu. pencegahan dan penanggulangan masalah pangan Saat ini masih banyak daerah yang belum memiliki petugas teknis baik di bidang pertanian dan peternakan. Kalaupun ada, jumlahnya belum proporsional dengan luas wilayah kerjanya. Selain itu, karena keterbatasan dalam hal spesialisasi keahlian, maka terkadang petugas yang belum ahli dibidangnya difungsikan untuk memenuhi kekurangan tenaga teknis tersebut Cuaca yang tidak menentu, dapat berpengaruh terhadap
Masih banyaknya sumber daya manusia khususnya masyarakat petani disini kurang mempunyai pengetahuan, baik itu cara menanam maupun perawatan yang lebih baik
Ketidaksesuaian jenis tanaman
93
Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian
tanaman yang akan maupun sedang ditanam oleh petani. Tanaman yang akan ditanam harus melihat cuaca terlebih dahulu, ini bertujuan untuk memilih tanaman apa yang cocok untuk ditanam Di kabupaten Polewali Mandar alih fungsi lahan belum menjadi ancaman yang memperihatinkan seperti di daerah lain, akan tetapi sebagai daerah penghasil pangan tentu larangan alih fungsi lahan merupakan prioritas pemerintah untuk terus menjaga lahanlahan produktif di kabupaten Polewali Mandar agar dapat menjaga ketahanan pangan.
dengan cuaca yang ada, produksi yang akan dihasilkan juga akan kurang sesuai dengan harapan.
Ketersediaan sumber daya lahan, termasuk air, yang memadai baik secara kuantitas dan kualitas merupakan faktor yang sangat fundamental bagi pertanian. Lahan dan air sebagai media dasar tanaman harus dijaga kelestariannya agar sistem produksi dapat berjalan secara berkesinambungan. Ketersediaan lahan pertanian harus dipertahankan dalam jumlah tertentu untuk jangka panjang
94
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada Bab IV yang menyajikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kebijakan pemerintah daerah dalam pemenuhan kebutuhan pangan di Kabupaten Polewali Mandar, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Kebijakan Pemerintah Daerah dalam pemenuhan kebutuhan pangan di Kabupaten Polewali Mandar berdasarkan analisis penulis dapat dikategorikan sudah berjalan dengan mestinya, hal ini di dukung dengan program dan kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Dearah dalam lima (5) tahun kedepan (2014-2019) dalam pemenuhan kebutuhan pangan di Kabupaten Polewali Mandar. Program tersebut antara lain : Program peningkatan produksi pertanian seperti penyediaan sarana produksi pertanian, peningkatan produksi dan produktivitas padi / palawija, pengembangan perbenihan / perbibitan, pemberdayaan penangkaran bersih padi, pengembangan bibit unggul pertanian,
pengendalian
pengembangan
tanaman
hama
dan
holtikultura
penyakit
tanaman,
berbasis
kawasan,
pengembangan dan perluasan areal pertanian, pengawasan pupuk pestisida, koordinasi dan konsolisasi pembangunan pertanian dan peternakan. Program peningkatan ketahanan pangan seperti 95
pengembangan perbenihan / perbibitan, peningkatan mutu dan keamanan pangan, koordinasi perumusan kebijakan pertanahan dan infrastruktur pertanian dan perdesaan, penelitian dan pengembangan sumberdaya pertanian, peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu produk pertanian, dan penyusunan data potensi/survei pertanian. Program
peningkatan
sarana
dan
prasarana
infrastruktur
pertananian seperti pembangunan jalan usaha tani, jembatan, dan jaringan
irigasi,
pengembangan P3A/GP3A Perkumpulan
pengembangan sarana
dan
(Perkumpulan Petani
sarana
prasarana Petani
Pemakai
Air).
dan
prasarana
air,
lahan,
pemberdayaan
Pemakai
Air/Gabungan
Program
peningkatan
penerapan teknologi pertanian seperti pengadaan sarana dan prasarana teknologi pertanian serta adopsi teknologi pertanian. Meskipun demikian karena sifat dari program ini fleksibel maka kemungkinan perubahan atau revisi terhadap program dan kegiatan yang dianggap kurang penting atau sebaliknya menambahkan program dan kegiatan yang dianggap penting tetap dapat dilakukan, tetapi tetap berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku. 2.
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi dalam pemenuhan kebutuhan pangan di Kabupaten Polewali Mandar antara lain faktor pendukung
dimana
pemerintah
dan
masyarakat
dan
faktor 96
penghambat diantaranya adalah sumber daya manusia dinilai masih rendah, cuaca / iklim, dan alih fungsi lahan pertanian menjadi nonpertanian. 5.2. Saran 1. Pemerintah perlu meningkatkan kesejahteraan petani penggarap (yang tidak punya lahan) untuk mendorong kerja pertaniannya yang dapat meningkatkan produksi. 2. Pemerintah sebaiknya secara rutin setiap bulan melakukan evaluasi terhadap kinerja dinas-dinas terkait masalah pertanian untuk menjaga ketahanan pangan 3. Pemerintah masyarakat
perlu meningkatkan petani
semakin
harga sehingga
meningkat
sehingga
kesejahteraan meminimalisir
terjadinya penjualan lahan pertanian oleh petani 4. Pemerintah perlu meningkatkan edukasi teknik dan aplikasi teknologi pertanian yang semakin berkembang kepada petani. 5. Peningkatan teknologi dan perbaikan irigasi perlu selalu ditingkatkan pemerintah sehingga mutu dari hasil pertanian semakin terjaga.
97