BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Dalam meningkatkan profesionalisme aparatur guna mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance), Indonesia akhirnya melakukan transformasi dan birokrasi baik di pusat maupun di daerah. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya dalam perbaikan sektor publik di Indonesia. Salah satu contohnya adalah reformasi birokrasi yang telah dilakukan oleh Kementerian Keuangan untuk menciptakan pengelolaan keuangan Negara yang professional, efisien, dan efektif serta pelayanan publik yang prima. Sejak tahun 2004 Kementerian Keuangan mulai merintis program reformasi birokrasi. Kementerian Keuangan secara resmi mencanangkan reformasi birokrasi sebagai program prioritas yang mencakup 3 (tiga) pilar yaitu pilar penataan organisasi, pilar perbaikan proses bisnis, dan pilar peningkatan manajemen sumber daya manusia (SDM) dalam situs www.reform.depkeu.go.id (diakses 15 Oktober 2010). Pilar penggabungan,
penataan serta
organisasi penajaman
meliputi fungsi.
modernisasi, Dalam
pemisahan, modernisasi
diimplementasikan dalam pembentukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) 1
Modern di Direktorat Jenderal Pajak (DJP), sedangkan penajaman fungsi dilakukan di Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Ditjen Anggaran, Ditjen Perbendaharaan, Ditjen Perimbangan Keuangan, dan Badan Kebijakan Fiskal. Selain itu, pemisahan dan penajaman fungsi organisasi diharapkan mampu menciptakan struktur organisasi yang menghasilkan kebijakan yang berkualitas dan dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Pilar selanjutnya yaitu pilar perbaikan proses bisnis meliputi analisa dan evaluasi jabatan, analisa beban kerja, dan penyusunan standard operating procedure (SOP), sedangkan yang terakhir yaitu pilar peningkatan manajemen sumber daya manusia (SDM) meliputi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, pembangunan assessment center, penyusunan pola mutasi,
peningkatan
disiplin
dan
pengintegrasian
Sistem
Informasi
Manajemen Pegawai (SIMPEG). Menurut Mochtar dalam http://antikorupsi.org (diakses 15 Oktober 2010) reformasi birokrasi tidak identik dengan pemberian remunerasi. Pemberian remunerasi sebenarnya hanya langkah awal menuju reformasi birokrasi yang sesungguhnya. Pemberian remunerasi hanyalah untuk menyelamatkan para pegawai negeri sipil yang pendapatannya masih di bawah
standar kebutuhan.
Pemberian
remunerasi
dilakukan
dengan
menaikkan tunjangan pegawai di jajaran Kementerian Keuangan. Tunjangan
2
tersebut diberikan sesuai dengan peringkat jabatan (grade) yang dimiliki masing-masing pegawai. Adanya remunerasi diharapkan dapat memberikan motivasi yang besar kepada aparat pajak untuk dapat meningkatkan kinerjanya. Seperti kita ketahui bahwa gaji dan tunjangan bagi pegawai merupakan kompensasi yang menentukan terwujudnya kelancaran dalam bekerja. Pegawai yang diliputi perasaan cemas dan kekurangan dalam materi akan sulit berkonsentrasi terhadap tugas dan kewajibannya sehingga dapat mengakibatkan ketidak sempurnaan dalam bekerja. Oleh karena itu sistem penggajian dan pemberian insentif dalam hal ini remunerasi harus dibuat untuk memberikan rasa aman sehingga pegawai dapat bekerja dengan tenang. Selain itu juga harus dapat menimbulkan kedisiplinan dan etos kerja yang tinggi serta berkompetisi untuk membuat prestasi yang lebih besar, sehingga dapat dikatakan telah mencapai kinerja yang optimal. Jadi remunerasi merupakan salah satu bagian atau langkah awal dari program reformasi birokrasi untuk memperbaiki kondisi penyelenggaraan pelayanan publik yang buruk oleh aparatur pemerintahan dalam berbagai aspek pelayanan. Adapun penelitian sebelumnya tentang remunerasi telah dilakukan oleh Baby Noviani (2004) dengan judul Analisis Praktek Remunerasi dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Perusahaan di PT. Keramika Indonesia Assosiasi Tbk dapat disimpulkan telah terpenuhinya unsur-unsur filosofi 3
remunerasi yang berfokus pada memaksimalkan tingkat daya saing perusahaan yang direfleksikan dalam kepercayaan akan sulitnya memperoleh keseimbangan maksimal antara competitive pay dan total cost. Hal ini menyebabkan GROUP KIA di dalam praktek remunerasinya selalu menghubungkan dengan tiga faktor yaitu: motivasi, biaya dan risiko penolakan. Penelitian selanjutnya tentang remunerasi dilakukan oleh Bambang Sancoko (2009) dengan judul Pengaruh Remunerasi terhadap Kualitas Pelayanan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta I. Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian remunerasi kepada pegawai KPPN Jakarta I mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas pelayanan KPPN Jakarta I. Kesimpulan atas pemberian remunerasi kepada pegawai yang dapat meningkatkan kinerja (kualitas pelayanan) ini dapat digeneralisasi pada kantor pemerintah yang bersifat teknis pelayanan dan tidak dapat diterapkan pada kantor pemerintah yang bukan bersifat teknis pelayanan. Peningkatan kualitas pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan (kantor pemerintah yang dilayani KPPN Jakarta I) dilihat pada lima dimensi yaitu tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty. Penilaian kualitas pelayanan KPPN Jakarta I yang paling besar peningkatannya dirasakan oleh pelanggan adalah dimensi tangibles yang berhubungan dengan 4
sarana dan prasarana. Dimensi ini menggambarkan faktor-faktor yang tampak kasat mata oleh pelanggan. Upaya peningkatan kualitas dimensi tangibles yang besar oleh KPPN Jakarta I ini dapat diterima karena dimensi ini mempengaruhi persepsi pelanggan atas pelayanan utama dan dimensi pelayanan lainnya. Peningkatan
kualitas
pelayanan
pada
dimensi
reliability,
responsiveness, assurance, dan emphaty yang berhubungan erat dengan SDM lebih rendah penilaiannya dibanding dimensi tangibles. Dimensi pelayanan ini pelaksanaannya tergantung pada faktor manusia dan lebih kompleks. Pada kelompok dimensi ini, penilaian paling rendah dirasakan oleh pelanggan adalah peningkatan pelayanan pada dimensi emphaty. Hal ini dapat dipahami karena menumbuhkan sikap empati pada diri pegawai bukanlah pekerjaan mudah. Sikap ini tidak hanya ditunjang dengan pemberian remunerasi yang memadai saja tetapi perlu pelatihan yang cukup. Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa remunerasi merupakan faktor penting dalam kinerja pegawai. Dengan dasar itulah maka penulis melakukan penelitian dengan judul:
“PENGARUH
REMUNERASI
TERHADAP
KINERJA
PEGAWAI PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA JAKARTA TANAH ABANG SATU”. 5
1.2
Rumusan Masalah Sebagaimana telah diuraikan pada latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penulisan ini adalah : Bagaimana Pengaruh Remunerasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Tanah Abang Satu.
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1
Tujuan Penelitian a. Tujuan operasional. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi manajemen dalam menggunakan setiap informasi khususnya yang berhubungan dengan kinerja pegawai yang berdampak pula pada kinerja perusahaan. b. Tujuan pengembangan ilmu pengetahuan. Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan bukti empirik mengenai pengaruh remunerasi terhadap kinerja pegawai, disamping itu melalui penelitian yang dilakukan dapat memberikan sumbangan pemikiran
yang
konstruktif
yang
dapat
bermanfaat
pengembangan ilmu manajemen sumber daya manusia.
6
dalam
1.3.2
Manfaat Penelitian a. Bagi Penulis Dengan adanya penelitian ini diharapkan penulis dapat memahami teori yang diperoleh selama proses belajar dan mengadakan studi perbandingan antara teori yang diperoleh pada saat kuliah dengan kejadian yang ada di instansi maupun perusahaan. b. Bagi Organisasi Diharapkan dengan adanya penelitian ini untuk dapat dijadikan sumber informasi dan bahan pertimbangan di dalam mengatasi masalah yang timbul terutama dalam hal remuerasi dan pengaruhnya terhadap kinerja pegawai. c. Bagi Pembaca Diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih luas dengan disiplin ilmu ekonomi yang berhubungan dengan Manajemen Sumber Daya Manusia yaitu mengenai remunerasi (kompensasi) serta pengaruhnya terhadap kinerja.
7