BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Reformasi di Indonesia yang berlangsung sejak lebih dari dua dekade terakhir telah berpengaruh positif pada perubahan di segala aspek. Mulai dari sistem pemerintahan, peraturan perundang-undangan, pengelolaan keuangan, dan berbagai perubahan sektor publik lainnya. Reformasi di bidang akuntansi dan audit sektor publik menjadi poin penting untuk terwujudnya good governance. Meskipun reformasi sektor publik merupakan hal yang baru berkembang di Indonesia dalam satu dekade terakhir, tetapi hal tersebut sudah menjadi agenda global yang telah muncul sejak lebih dari dua puluh tahun lalu di berbagai negara di seluruh dunia (Mahmudi, 2010). Melalui UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, pemerintah ingin meningkatkan partisipasi dan kreativitas masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan di daerah. Dengan demikian, otonomi daerah sebagai perwujudan kewenangan daerah untuk mengatur kepentingan sesuai inisiatif mereka sendiri yang berdasarkan pada Undang-Undang dapat direalisasikan dengan baik. Terdapat dua alasan penting lahirnya kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah, yaitu alasan teoritik dan alasan empirik. Secara teoritik, mengacu pada konsep desentralisai yang mengatur bahwa pembagian kewenangan dan kekuasaan dari pusat dan daerah harus diikuti dengan pembagian keuangan kepada daerah dan memberi kekuasaan kepada daerah untuk menggali sumber
keuangannya sendiri (desentralisasi fiskal). Keuangan yang didesentralisasikan ke daerah ini digunakan untuk membiayai pelayanan publik dan pembangunan daerah (Mahfudz, 2009). Adapun alasan empirik dari kebijakan perimbangan keuangan ini menurut Mahfudz (2009) bahwa pengelolaan keuangan secara sentralistik menimbulkan berbagai
polemik
yang
mengakibatkan
terjadi
kesenjangan
fiskal
dan
ketergantungan daerah kepada pusat. Hingga akhirnya masalah tersebut dijawab dengan lahirnya UU No 32 tahun 2004. Undang-undang tersebut menciptakan perimbangan keuangan pusat dan daerah melalui alokasi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), bagi hasil sumberdaya alam dan pajak, serta kekuatan daerah dalam taxing power yang lebih besar. Selain itu, Pemerintah Daerah juga telah mengalokasikan Alokasi Dana Desa (ADD) yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten. Harapannya, dengan kucuran bantuan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah kepada desa dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di desa. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan masih tergolong sangat rendah. Pemerintah diharapkan untuk terus berperan aktif menciptakan kebijakan dan program yang dapat menimbulkan peran dan partisipasi aktif dalam masyarakat sehingga turut terlibat pada proses pembangunan, terutama di wilayah pedesaan (Supriyadi, 2010). Ndraha (1985) dalam Supriyadi (2010) menyatakan bahwa bantuan pembangunan desa berfungsi sebagai penggerak swadaya dan partisipasi
masyarakat. Selain itu, secara implisit sebagai cara mendidik masyarakat untuk mempertanggungjawabkan secara administratif dana yang telah diterimanya dari pemerintah. Berbagai macam bentuk transfer keuangan pemerintah pusat kepada desa sejak zaman orde lama hingga sekarang, diantaranya adalah Bantuan Desa (Bandes), Dana Pembangunan Desa (BangDes), Inpres Desa Tertinggal (IDT), dan Alokasi Dana Desa (ADD) (Mahfudz, 2009). Regulasi terbaru adalah dengan dikeluarkannya UU No.5 Tahun 2014 tentang Desa, bahwa Desa akan menerima kucuran dana dari pemerintah pusat melalui APBN sebesar kurang lebih 1 Milyar per Desa. Dalam penelitian ini, penulis mengobservasi Kabupaten Karanganyar yang merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Jawa Tengah. Sebagaimana pemerintah daerah lainnya yang ada di Indonesia, Kabupaten Karanganyar juga telah menyalurkan Alokasi Dana Desa (ADD) kepada seluruh desa yang terdapat di wilayah Karanganyar. ADD merupakan salah satu instrumen keuangan desa yang diharapkan dapat menyelanggarakan pembangunan di desa dan bentuk komitmen pemerintah setempat untuk memperkuat desa sebagai daerah otonom. Asas Umum Pengelolaan Keuangan Desa sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 6 Tahun 2011, bahwa Keuangan desa dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat. Adapun Pengelolaan keuangan desa
dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APB Desa yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan desa. Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan bantuan keuangan yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupeten kepada Desa yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang terdiri dari dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam ditambah dana alokasi secara umum setelah dikurangi belanja pegawai. Mengenai maksud dan tujuan ADD, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 6 Tahun 2013, adalah untuk membiayai program Pemerintahan Desa dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, pembangunan, pelayanan dan pemberdayaan masyarakat desa. Secara detail, tujuan dari ADD adalah: a)
meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan pemerintahan, pembangunan, pelayanan dan pemberdayaan masyarakat desa sesuai kewenangannya
b)
meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara partisipatif sesuai dengan potensi desa
c)
meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat desa
d)
mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat desa.
Adapun Prinsip-prinsip pengelolaan ADD sebagaimana diatur dalam Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 6 Tahun 2013 yaitu, ADD merupakan
pendapatan desa dan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan keuangan desa dalam APBDesa; Seluruh
kegiatan yang didanai
dari ADD direncanakan,
dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat di desa; Seluruh
kegiatan yang didanai
dari ADD harus dapat
dipertanggungjawabkan secara administratif, teknis dan hukum, dan; ADD dilaksanakan dengan mengunakan prinsip hemat, terarah dan terkendali. ADD dibagi secara merata dan proporsional kepada seluruh desa. ADD yang dibagi secara merata yaitu sebesar 60% (enam puluh perseratus) sebagai Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM). Sedangkan ADD secara proposional untuk setiap desa yaitu sebesar 40% (empat puluh perseratus) sebagai Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP).
Tabel 1.1 Penetapan Besaran Alokasi Dana Desa di Tiap Kecamatan Kabupeten Karanganyar Tahun 2013 NO . 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
KECAMATAN JATIPURO JATIYOSO JUMAPOLO JUMANTONO MATESIH TAWANGMANGU NGARGOYOSO KARANGPANDA N TASIKMADU JATEN COLOMADU GONDANGREJO KEBAKKRAMAT MOJOGEDANG KERJO JENAWI JUMLAH
388,888,888.90 350,000,000.01 466,666,666.68 427,777,777.79 350,000,000.01 272,222,222.23 350,000,000.01
ADD PROPORSIONA L (40%) 194,424,742 211,870,712 310,610,983 308,384,605 218,017,273 231,242,940 231,615,255
427,777,777.79 388,888,888.90 311,111,111.12 427,777,777.79 505,555,555.57 388,888,888.90 505,555,555.57 388,888,888.90 350,000,000.01 6,300,000,000
188,529,814 271,816,447 262,721,795 240,712,710 329,095,843 318,717,465 397,444,691 273,413,942 211,380,783 4,200,000,000
ADD MINIMAL (60%)
TOTAL ADD 583,313,631 561,870,712 777,277,650 736,162,382 568,017,273 503,465,163 581,615,255 616,307,591 660,705,336 573,832,906 668,490,488 834,651,398 707,606,354 903,000,247 662,302,831 561,380,783 10,500,000,000
Sumber: Pemkab. Karanganyar, 2013 (Data Diolah) Untuk mempercepat proses pembangunan desa yang efektif dan efisien dan meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat desa yang merupakan tujuan dari ADD, dibutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan ADD dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Sebagaimana dinyatakan oleh Kartika (2012) bahwa pendekatan utama yang digunakan dalam pembangunan masyarakat desa adalah dengan pendekatan partisipatif. Pendekatan partisipatif melibatkan seluruh masyarakat desa dalam
proses pembangunan dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemanfaatan hasil-hasil desa. Partisipasi dalam pembangunan di tingkat lokal telah menjadi prioritas selama beberapa dekade. Peran pemerintah daerah (local government) telah meningkat di banyak negara sebagai upaya yang dilakukan untuk mendekatkan pemerintah kepada rakyat. Asumsi yang dibuat adalah bahwa lebih mudah bagi orang untuk berpartisipasi dalam pemerintah daerah daripada pemerintah pusat. (Mathiason, 2012). Selain menyoroti tingkat partisipasi masyarakat, proses implementasi pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di tingkat desa juga merupakan isu penting untuk ditinjau lebih lanjut bagaimana kondisi yang terjadi di lapangan. Jika dilihat dari ketentuan yang telah dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar, telah diatur bahwa seluruh kegiatan yang didanai dari ADD direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat di desa. Dalam Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 6 Tahun 2013 menjelaskan bahwa seluruh kegiatan yang didanai dari ADD harus dapat dipertanggungjawabkan secara administratif, teknis dan hukum. ADD juga harus dilaksanakan dengan mengunakan prinsip hemat, terarah dan terkendali. Berdasarkan wawancara pra survey yang dilakukan penulis pada tanggal 6 April 2015 pukul 11.09 WIB, diperoleh informasi dari Kasi dan beberapa staf di Bidang Pemerintahan Desa dan Kelurahan Sekretariat Daerah Kabupaten Karanganyar bahwa terdapat sejumlah permasalahan terkait akuntabilitas
pengelolaan ADD pada tingkat implementasi di lapangan. Pertama, terdapat kesalahan dalam pengadministrasian laporan keuangan yang masih belum sesuai standar yang berlaku, dan masih ditemukan double counting dan mark-up / markdown pada pencatatan dalam laporan pertanggungjawaban anggaran. Selain itu, juga masih ditemukan pengurangan alokasi dana desa dimana sebagian dana desa digunakan oleh oknum kepala desa dan perangkat untuk kepentingan pribadi. Kedua, dari sisi pelaksanaan program di desa masih ditemukan beberapa program yang tidak tepat sasaran, sebagai contoh, alokasi dana untuk program peningkatan infrastruktur di desa yang tidak dijalankan sesuai dengan RPJMDes dan justru dialihkan ke kegiatan lain yang tidak termasuk dalam perencanaan sebelumnya. Ketiga, keterlibatan masyarakat dalam mengawasi program dari ADD tidak berjalan, dimana Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) tidak melakukan cross-check antara program yang berjalan dengan perencanaan dan penganggaran yang telah disepekati pada Musrenbangdes. Dari urgensi berbagai permasalahan tersebut, penulis mencoba untuk melakukan evaluasi atas akuntabilitas pengelolaan ADD serta tingkat partisipasi masyarakat. Masalah pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa sebagaimana dijelaskan diatas juga diperkuat dengan hasil pemeriksaan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh inspektorat Kabupaten Karanganyar sebagaimana yang dijelaskan pada data dalam tabel berikut:
Tabel 1.2 Hasil Pemeriksaan Monitoring & Evaluasi Pengelolaan Keuangan Desa Kecamatan Jumatono Kabupeten Karanganyar Tahun 2013 NO.
Nama Desa
Bulan Monev
1
SEDAYU
-
2
KEBAK
-
3 4 5
GEMANTAR TUNGGULREJO GENENGAN
6
NGUNUT
Januari 2014
Hasil Pemeriksaan
-
pelaporan SPJ belum lengkap pencatatan administrasi keuangan belum sesuai dengan aturan yang ditetapkan pelaporan SPJ belum lengkap pencatatan administrasi keuangan belum sesuai dengan aturan yang ditetapkan pelaporan SPJ belum lengkap pelaporan SPJ belum lengkap pelaporan SPJ belum lengkap pencatatan administrasi keuangan belum sesuai dengan aturan yang ditetapkan pelaporan SPJ belum lengkap pencatatan administrasi keuangan belum sesuai dengan aturan yang ditetapkan
Sumber: Inspektorat Karanganyar, Januari 2014 (Data Diolah) Untuk itu, berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Akuntabilitas dan Partisipasi Masyarakat dalam Mengelola Dana Desa (Studi Kasus pada Kecamatan Jumantono Kabupaten Karanganyar).” 1.2 Rumusan Masalah Akuntabilitas pengelolaan ADD maupun partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan di desa merupakan hal penting untuk ditinjau lebih lanjut untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan. Jika dilihat dari ketentuan yang telah dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar, telah diatur bahwa seluruh kegiatan yang didanai dari ADD direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat di desa.
Namun, pada kenyataan yang terjadi di lapangan masih terdapat berbagai permasalahan dalam akuntabilitas pengelolaannya. Terdapat indikasi dalam pengelolaan ADD di Kecamatan Jumantono Kabupaten Karanganyar masih belum sesuai dengan standar yang diharapkan oleh pemerintah setempat terutama dari segi pelaporan pertanggungjawaban anggaran. Selain itu, juga terdapat indikasi bahwa program yang dijalankan tidak semuanya berjalan sesuai dengan perencanaan sehingga beberapa program menjadi tidak tepat sasaran. Permasalahan tersebut juga disebabkan oleh fungsi kontrol dan partisipasi masyarakat yang belum maksimal.
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, penulis merumuskan beberapa pertanyaan penelitian, yaitu sebagai berikut: 1.3.1
Bagaimana tingkat akuntabilitas pengelolaan ADD di desa-desa di wilayah Kecamatan Jumantono Kabupaten Karanganyar Tahun 2013, berdasarkan Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 6 tahun 2011 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 6 tahun 2013 tentang Juknis Pengelolaan APBDes 2013?
1.3.2
Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ADD tahun 2013 di Kecamatan Jumantono Kabupaten Karanganyar yang dilihat dari aspek perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang berdasarkan pada Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 6 tahun 2013 tentang Juknis Pengelolaan APBDes 2013?
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah untuk memperoleh gambaran seperti yang telah ditetapkan dalam rumusan masalah, yaitu sebagai berikut: 1.4.1
Mengidentifikasi tingkat akuntabilitas pengelolaan Alokasi Dana Desa.
1.4.2
Menganalisa
tingkat
partisipasi
masyarakat
dalam
perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan terhadap Alokasi Dana Desa 1.5 Motivasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat mendukung pemerintahan daerah yang akuntabel, transparan, dan partisipatif sesuai dengan prinsip good governance. Pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) telah berlangsung selama sepuluh tahun terakhir. Bahkan, pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan baru tentang pemberian Dana Desa (diluar ADD) sebanyak kurang lebih 1 Milyar per desa yang dianggarkan dri APBN melalui UU No.5 Tahun 2014 tentang Desa. Komitmen pemerintah untuk memajukan desa yang merupakan lembaga terdepan dalam pelayanan publik perlu didukung dengan kesiapan aparatur desa dalam pengelolan administrasi keuangan untuk mempertanggungjawabkan alokasi transfer keuangan yang diberikan kepada desa. Sehingga, reformasi organisasi sektor publik di Indonesia dapat semakin meningkat dengan pengelolaan pemerintahan yang lebih baik dan pertanggungjawaban keuangan kepada publik yang lebih akuntabel. 1.6 Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi sebagai berikut.
1.6.1
Bagi Praktisi: Untuk menjadi rujukan dan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Karanganyar, khususnya di kecamatan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
untuk
terlibat
pada
pembangunan
desa
serta
dapat
meningkatkan akuntabilitas dana desa. 1.6.2
Bagi Akademisi: Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih bagi pengembangan ilmu Akuntansi, khususnya di sektor publik. Selain itu juga dapat berguna bagi peneliti dalam melakukan riset yang berhubungan dengan dana desa.
1.7 Proses Penelitian Proses penelitian menjelaskan secara garis besar tahapan-tahapan dalam mempersiapkan penelitian studi kasus. Tahapan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1.1 Proses Penelitian Studi Kasus 3.Pondasi Teoretikal Penelitian Studi Kasus
2.Tujuan Penelitian
1.Pertanyaan Penelitian dari Rumusan Masalah 4.Metode Penelitian Studi Kasus
5.Temuan dan Analisis
Sumber : Pedoman Penulisan Tesis studi kasus Program Maksi UGM, 2014 1.8 Sistematika Penulisan Penelitian ini disusun secara sistematis agar diperoleh suatu bentuk pembahasan yang terstruktur. Adapun sistematika penelitian disusun sebagai berikut:1 BAB I
Pendahuluan, terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
Tinjauan Pustaka, terdiri dari kerangka teori, tinjauan penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran
BAB III
Latar Belakang Kontekstual Objek Penelitian Studi Kasus, terdiri dari gambaran deskriptif tentang objek penelitian dan aplikasi teori atau konsep yang diterapkan di dalam objek penelitian.
BAB IV
Rancangan Penelitian Studi Kasus, terdiri dari rasionalitas penelitian,
instrument
penelitian,
lokasi
dan
waktu
penelitian, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data
BAB V
Pemaparan Temuan, terdiri dari uraian temuan dalam penelitian di lapangan yang menggambarkan fakta-fakta yang dapat menjawab tujuan penelitian.
BAB VI
Ringkasan dan Pembahasan, terdiri dari analisis dan diskusi mengenai temuan hasil penelitian yang akan menjawab pertanyaan penelitian.
BAB VII Simpulan Dan Rekomendasi. Bagian ini berisi simpulan dari analisis permasalahan yang ada. Bab ini juga membahas keterbatasan penelitian dari sudut pandang keilmuan dan efektivitas penelitian ini menjawab permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya, bab ini juga akan memberikan informasi
dan
saran
yang
dapat
dijadikan
pertimbangan bagi pihak lembaga dan akademis.
bahan