BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi selalu menjadi salah satu sasaran penting dari pembangunan yang dilaksanakan baik itu ditingkat nasional maupun tingkat regional.
Pembangunan ekonomi nasional diarahkan untuk mempercepat
pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan pelaku dan potensi daerah sehingga terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pembangunan ekonomi daerah selalu diarahkan sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimiliki daerah, yang selanjutnya diarahkan menjadi keunggulan kompetitif daerah. Dengan keunggulan komparatif yang dimiliki daerah yang dilanjutkan menjadi keunggulan kompetitif daerah, pembangunan ekonomi daerah dapat dilaksanakan dan akan menjadi sektor andalan atau basis ekonomi daerah. Sesuai dengan keunggulan yang dimiliki, pengembangan perekonomian Kabupaten Badung ditekankan pada sektor pariwisata. Kabupaten Badung secara geografis memiliki posisi yang sangat strategis, yaitu berada ditengah tengah wilayah regional SARBAGITA (Denpasar – Badung – Gianyar – Tabanan). Kabupaten Badung disamping memiliki pusat-pusat tujuan wisata, dengan aksesnya yang kuat memiliki keunggulan lokasi dalam penyediaan akomodasi dan merupakan pasar bagi produk-produk, utamanya keperluan wisatawan.
1
2
Penekanan
pembangunan
pada
sektor
mengangkat perekonomian Kabupaten Badung.
pariwisata
telah
berhasil
Sektor pariwisata merupakan
sektor andalan atau basis pembangunan ekonomi didalam memacu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Badung. Sektor pariwisata adalah sektor yang memberikan kontribusi terbesar bagi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita di Kabupaten Badung. Berdasarkan PDRB Kabupaten Badung, sektor pariwisata yang bergerak di bidang perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi terbesar yang kondisinya relatif konstan dari Tahun 2003 sampai dengan Tahun 2006. Dominasi kontribusi sektor pariwisata di Kabupaten Badung dapat dilihat pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2.
Tabel 1.1 Nilai dan Pertumbuhan PDRB Kabupaten Badung Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003 s.d. 2006 No
Lapangan usaha
337.792,98
355.556,27
393.611,42
430.942,17
Rata-rata pertumbuhan 379.475,71
6.991,90
6.121,41
5.325,63
5.674,61
6.028,39
118.981,57
123.705,14
127.886,38
131.865,12
125.609,55
60.857,09
64.380,74
67.227,76
71.320,02
65.946,40
180.474,70
202.433,50
208.526,75
214.699,14
201.533,52
Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa
1.794.871,50
1.896.726,35
1.997.899,08
2.065.254,75
1.938.687,92
942.690,80
981.902,76
1.030.338,61
1.091.037,32
1.011.492.,37
110.974,31
121.642,87
128.725,03
134.586,06
123.982,07
323.294,10
348.406,10
371.322,75
403.194,44
361.554,35
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
3.876.928,95
4.100.875,14
4.330.863,41
4.548.555,63
4.214.305,78
1.
Pertanian
2.
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan
3. 4. 5. 6. 7. 8.
9.
Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan
2003
2004
Sumber : Badung Dalam Angka (2008).
2005
2006
3
Tabel 1.2 Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Badung Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003 s.d. 2006 No.
Lapangan usaha
2003
2004
2005
2006
Rata-rata
8,71
8,67
9,09
9,47
8,99
0,18
0,15
0,12
0,12
0,14
3,07
3,02
2,95
2,90
2,98
1.
Pertanian
2. 3.
Pertambangan Penggalian Industri Pengolahan
4.
Listrik, Gas dan Air Bersih
1,57
1,57
1,55
1,57
1,57
5.
Bangunan
4,66
4,94
4,81
4,72
4,78
6.
Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa
46,30
46,25
46,13
45,40
46,02
24,32
23,94
23,79
23,99
24,01
2,86
2,97
2,97
2,96
2,94
8,34
8,50
8,57
8,86
8,57
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
7. 8. 9.
dan
Produk Domestik Regional Bruto
Sumber : Badung Dalam Angka (2008). Keberhasilan sektor pariwisata yang telah mengangkat perekonomian Kabupaten Badung membuat ketidak seimbangan pembangunan antar sektor. Hal ini disebabkan antara lain oleh sebagian besar investasi dan usaha produktif yang menyerap tenaga kerja dan pemberi nilai tambah tinggi pada produk ekonomi terkonsentrasi pada sektor sekunder dan tersier. Pada akhir Tahun 2007 realisasi investasi di Kabupaten Badung sebesar Rp. 210.599.664.000,00 untuk Penanaman Modal Asing (PMA), sedangkan untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp. 11.037.000.000,00 dengan berbagai bidang usaha di sektor sekunder dan tersier. Pada sektor sekunder, investasi yang paling diminati antara lain industri seperti industri pakaian jadi, sedangkan pada sektor tersier yang paling banyak diminati seperti jasa konstruksi, jasa konsultan, akomodasi hotel restoran
4
dan biro perjalanan wisata, perdagangan ekspor impor. Sedangkan sektor primer (pertanian dalam arti luas) belum diminati oleh penanam modal/investor (Sumber LKPJ Bupati Badung Tahun 2008).
Tidak seimbangnya pembangunan antar
sektor juga terlihat dari kredit yang diberikan oleh Bank Umum dan BPR, dimana sektor primer terkalahkan oleh sektor sekunder dan tersier (Tabel 1.3). Tabel 1.3 Posisi Kredit Mikro, Kecil dan Menengah yang Diberikan Bank Umum dan BPR Menurut Sektor Ekonomi di Kabupaten Badung Tahun 2004 s.d.. 2007 (dalam Jutaan Rupiah) No.
Sektor ekonomi
1.
Pertanian
2.
2004
2005
2006
2007
Rata-rata
29.402
28.751
31.911
21.885
27.987,25
Pertambangan
4.068
5.455
5.474
12.144
6.785,25
3.
Perindustrian
43.959
57.145
57.251
83.906
60.565,25
4.
528.354
636.619
734.107
890.476
697.389
5
Perdagangan , Hotel dan Restoran Jasa-jasa
175.643
171.771
197.475
247.845
198.183,5
6.
Lain-Lain
717.859
819.574
883.977
1.013.422
858.708
1.499.285
1.719.315
1.910.195
2.269.678
1.849.618,25
Jumlah
Sumber : Badung Dalam Angka (2008). Ketimpangan atau tidak seimbangnya pembangunan antar sektor di Kabupaten Badung seperti yang terjadi di atas, dimana sektor pertanian yang merupakan sektor primer yang terabaikan, dan pada gilirannya menyebabkan peningkatan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian lebih kecil dari luar sektor pertanian. Melihat kondisi di atas yaitu insentif dari sektor pertanian yang rendah, membuat masyarakat khususnya angkatan kerja di Kabupaten Badung kurang berminat dengan bidang pertanian pada umumnya dan pertanian sawah pada
5
khususnya. Mereka lebih memilih bidang pekerjaan di luar sektor pertanian, yang lebih menjanjikan atau memilih bidang yang memberikan insentif lebih tinggi. Keengganan untuk bekerja di sektor pertanian dan memilih bekerja diluar sektor pertanian tersebut pada akhirnya mengakibatkan transformasi lahan pertanian meningkat.
Berbagai aktivitas ekonomi di luar sektor pertanian yang lebih
menguntungkan dibandingkan sektor pertanian menyebabkan lahan-lahan pertanian dengan cepat beralih fungsi untuk kegiatan ekonomi lainnya yang berkaitan dengan pariwisata. Berbagai studi sebelumnya menunjukkan dengan jelas bahwa semakin tinggi kegiatan pariwisata, semakin banyak lahan pertanian yang beralih fungsi untuk kegiatan lain.
Penyusutan lahan atau alih fungsi
lahanpun tidak terhindarkan, baik itu penyusutan lahan pertanian pada umumnya dan pertanian sawah pada khususnya. Jumlah lahan sawah di Kabupaten Badung pada Tahun 2003 adalah 10.334 ha, dan jumlah lahan sawah tersebut menyusut menjadi 10.125 ha pada Tahun 2007. Jadi dalam lima Tahun berturut-turut alih fungsi lahan sawah ke lahan bukan sawah seluas 209 ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Badung, 2008). Jumlah alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Badung dapat dilihat pada Tabel 1.4.
6
Tabel 1.4 Jumlah Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Badung Dirinci per Kecamatan Tahun 2003 s.d. 2007 (dalam Hektar) No.
Kecamatan
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah
Rata-rata
-
-
-
-
-
-
-
1.
Kuta Selatan
2.
Kuta
12
-
-
11
-
23
4,6
3.
Kuta Utara
42
29
73
4
-
148
29,6
4.
Mengwi
7
1
76
1
-
85
17
5.
Abiansemal
1
5
32
-
1
39
7,8
6.
Petang
19
-
7
1
-
27
5,4
Jumlah
81
35
188
17
1
322
64,4
Sumber : Badung Dalam Angka (2008). Disisi lain pariwisata Bali dan juga pariwisata Kabupaten Badung berbasis pariwisata budaya, dimana budaya Bali dan juga Kabupaten Badung berbasis pertanian, artinya perkembangan pariwisata yang telah menyedot sumber daya pertanian baik berupa lahan maupun sumber daya manusia pada gilirannya akan mempengaruhi budaya Bali. Akhirnya marginalisasi sektor pertanian atau terpinggirkannya sektor pertanian akan berpengaruh terhadap kemajuan sektor pariwisata.
Ancaman terhadap penyusutan lahan sawah ini juga merupakan
ancaman terhadap sektor pariwisata. Ancaman terhadap keberlanjutan pertanian lahan sawah juga berarti ancaman terhadap keberlanjutan kebudayaan Bali yang berbasis pertanian. Berdasarkan informasi yang diuraikan di atas tersirat bahwa di Kabupaten Badung terjadi penyusutan lahan pertanian khususnya pertanian lahan sawah akibat kemajuan atau perkembangan pariwisata. Mengacu pada kondisi tersebut
7
diperlukan kajian yang tepat bagaimana mempertahankan pertanian sawah dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Badung. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah adalah sebagai berikut. 1. Apakah usahatani pertanian sawah di Kabupaten Badung menguntungkan ? 2. Faktor-faktor pendukung
apa saja
yang terkait
dalam menentukan
keberhasilan mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung ? 3. Rumusan alternatif strategi apakah yang tepat dalam mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung ? 4. Prioritas strategi apa yang seharusnya dipilih dalam mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung ? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui dan menganalisis apakah usahatani pertanian sawah di Kabupaten Badung menguntungkan. 2. Mengidentifikasi dan menganalisis kondisi faktor-faktor pendukung yang dimiliki untuk mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung. 3. Merumuskan alternatif strategi yang tepat untuk mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung. 4. Menentukan prioritas strategi mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung.
8
1.4 Maanfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya penerapan ilmu manajemen strategi dalam upaya mempertahankan pertanian sawah 2. Sebagai referensi bagi yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut, terutama yang berkaitan dengan pembangunan sektor pertanian. 3. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Kabupaten Badung dan instansi terkait untuk menjadikan penelitian ini sebagai salah satu pelengkap dalam menetapkan kebijakan pemerintah dalam pembangunan pertanian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Strategi Manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Hasibuan, 2008). Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu Strategos atau Strategus. Menurut Salusu (1996) rumusan yang komprehensif tentang strategi adalah suatu pola keputusan yang konsisten, menyatu dan integral dalam menentukan dan menampilkan tujuan organisasi dalam pengertian sasaran jangka panjang, program bertindak, dan prioritas alokasi sumber daya. Selanjutnya konsep strategi dikemukakan oleh Chandler (1962 dalam Rangkuti, 2008) Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan organisasi dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Menurut Wahyudi (1996) manajemen strategi menawarkan suatu mekanisme tatakerja organisasi secara simultan dengan memadukan seluruh komponen
organisasi
untuk
mencapai
misi
organisasi.
Model
mengkombinasikan pola pikir strategi dengan proses manajemen.
ini
Ada tiga
macam proses berfikir, yaitu berfikir secara mekanik, institusi dan strategik. Dari ketiganya dapat disimpulkan bahwa berfikir secara strategik akan menghasilkan 9
10
penyelesaian yang lebih kreatif dan berbeda bentuknya daripada hanya berdasarkan berfikir mekanik dan institusi. Semakin kreatif dalam memecahkan masalah, dibuktikan dengan semakin banyaknya bentuk pemecahan/alternatif, maka akan semakin kecil tingkat kesalahan yang timbul dimasa yang akan datang. Hal ini akan menguntungkan si pembuat keputusan. Manajemen strategi adalah seni dalam ilmu dari pembuatan (formulating), penerapan (implementing), dan evaluasi (evaluating), keputusan keputusan strategi antara fungsi-fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuan-tujuan masa yang akan datang (Wahyudi, 1996). Sedangkan menurut Suwarsono (2004) mengartikan manajemen strategi sebagai usaha manajerial menumbuh kembangkan kekuatan perusahaan untuk mengekploitasi peluang bisnis yang muncul guna mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sesuai dengan misi yang telah ditentukan. Pengertian ini juga mengandung implikasi bahwa perusahaan berusaha untuk mengurangi efek negatif yang ditimbulkan oleh ancaman bisnis. Menyimak pendapat-pendapat yang dikemukakan di atas dapat dinyatakan bahwa manajemen startegik adalah rencana berskala yang berorientasi jangkauan masa depan yang jauh serta ditetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan organisasi berinteraksi secara efisien dengan lingkungannya dalam kondisi persaingan, yang kesemuanya diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan dan sasaran organisasi yang bersangkutan.
11
2.2 Analisis SWOT Analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistimatis untuk merumuskan strategi organisasi bisnis. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats), Rangkuti (2008). Pendapat tersebut didukung oleh pernyataan Suwarsono (2004) untuk mencapai
tujuan
organisasi
yang
telah
ditetapkan,
manajemen
perlu
memperhatikan dua faktor pokok, yakni faktor eksternal yang tidak terkontrol oleh organisasi dan faktor internal yang sepenuhnya berada dalam kendali organisasi. Faktor eksternal merupakan lingkungan bisnis yang melingkupi operasi organisasi yang dari padanya muncul peluang (opportunities) dan ancaman (threats) bisnis.
Faktor ini mencakup lingkungan industri, bisnis,
ekonomi, politik, hukum, teknologi, kependudukan, dan sosial budaya. Faktor internal meliputi semua macam manajemen fungsional; pemasaran, keuangan, operasi, sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, sistem informasi manajemen dan budaya perusahaan (corporate culture). Dari penguasaan faktor internal organisasi dapat mengidentifikasikan kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) yang dimiliki. Dari pendapat tersebut, untuk mencapai tujuan organisasi dan SWOT sebagai alat formulasi strategis ketika kekuatan organisasi melebihi kelemahan yang dimiliki. Kemudian organisasi harus mampu mengeksploitasi peluang bisnis yang ada dan mengeliminir ancaman bisnis yang mengitarinya.
12
Salusu (1996) selanjutnya mengatakan bahwa lingkungan eksternal terdiri dari atas dua faktor yaitu peluang dan ancaman. Peluang merupakan suatu kondisi dari faktor-faktor eksternal yang membantu organisasi mencapai atau bahkan melampaui pencapaian sasarannya. Sedangkan ancaman adalah faktor-faktor eksternal yang menyebabkan organisasi tidak dapat mencapai sasarannya dan bahkan bersifat negatif. Beberapa faktor yang terdapat dalam lingkungan eksternal adalah kekuatan hukum dan politik, kekuatan ekonomi, kekuatan sosial-kultural dan kekuatan teknologi (Hunger dan Thomas, 2003). Kekuatan hukum dan politik meliputi kekuasaan dan pelaksanaan serta perlindungan hukum dan aturan-aturan. Sedangkan, kekuatan ekonomi yang dimaksudkan adalah menyangkut pertukaran material, uang, energi, dan informasi. Pengaturan nilai-nilai, adat istiadat dan kebiasaan
lingkungan
merupakan
bagian
dari
kekuatan
sosial-kultural.
Selanjutnya, kemampuan untuk menghasilkan penemuan-penemuan pemecahan masalah adalah bagian dari kekuatan teknologi. Untuk merumuskan strategi, digunakan alat bantu berupa matriks SWOT yang menggambarkan peluang dan ancaman yang dihadapi suatu organisasi, yang selanjutnya disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini menghasilkan empat set kemungkinan strategi sebagai berikut 1
Strategi SO (Strengths-Opportunities), menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada.
2
Strategi ST (Strengths-Threats), menggunakan kekuatan untuk menghindari dan mengatasi ancaman.
13
3
Strategi WO (Weaknesses-Opportunities), memanfaatkan peluang yang ada untuk mengatasi kelemahan internal.
4
Strategi WT (Weaknesses-Threats), berupaya meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.
2.3 Pembangunan Pertanian Langkah
pertama
untuk
menuju
pembangunan
pertanian
adalah
memahami dengan jelas dan lengkap apakah yang dimaksud dengan pertanian. Pertanian adalah sejenis proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Para petani mengatur dan menggiatkan pertumbuhan tanaman dan hewan
itu dalam
usahataninya. Namun pembangunan pertanian tidak dapat hanya dilaksanakan oleh petani sendiri. Menurut Mosher (1977) ada lima syarat pokok (essential) yang harus dipenuhi atau tersedia bagi para petani jika pertanian hendak dimajukan. Tanpa salah satu syarat ini tidak akan ada pembangunan pertanian. Lima syarat pokok itu adalah Pasaran untuk hasil usahatani, Teknologi yang selalu berubah, Tersedianya sarana produksi dan peralatan secara lokal, Perangsang produksi bagi petani, dan Pengangkutan. Di samping lima syarat pokok ada lima faktor pelancar yang dapat mempercepat pembangunan pertanian. Lima faktor pelancar itu adalah Pendidikan pembangunan, Kredit produksi, Kegiatan bersama oleh petani, Perbaikan dan perluasan tanah pertanian, dan Perencanaan nasional pembangunan pertanian. Untuk faktor pelancar dimana tiap-tiap faktor berguna, tetapi tidak
14
bersifat mutlak. Pembangunan pertanian dapat terjadi, biarpun salah satu atau lebih dari faktor-faktor itu tidak ada. Pertanian selama beberapa dekade terakhir ini, strategi pembangunan nasional
lebih
terfokus
pada
sektor
industri
berspektrum
luas
tanpa
memperhatikan keterkaitannya dengan sektor pertanian. Sektor pertanian lebih diarahkan sebagai sektor penunjang dan pendukung pembangunan, dan bukan sektor andalan atau basis pembangunan ekonomi nasional.
Keunggulan
komparatif sektor pertanian belum diarahkan menjadi keunggulan kompetitif nasional. Akibatnya walaupun cenderung terus membaik, tetapi kinerja sektor pertanian belum optimal. Meskipun persentase terbesar tenaga kerja Indonesia memiliki mata pencaharian di sektor pertanian, sektor industri lebih diharapkan menjadi sektor andalan dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Hal ini membuat struktur ekonomi menjadi rapuh (Departemen Pertanian, 2007). Krisis ekonomi Tahun 1997 sampai dengan 1998 memperlihatkan bahwa sektor industri tidak mampu bertahan pada saat krisis. Ketika ekonomi nasional mengalami kontraksi (negatif) sebesar 13,68 persen pada saat krisis Tahun 1997 sampai dengan 1998, sektor pertanian tetap tumbuh positif sebesar 0,22% (BPS, 1999). Krisis ekonomi Tahun 1997 sampai dengan 1998 menunjukkan bahwa sektor pertanian tidak hanya terbukti tangguh menghadapi gejolak ekonomi, tetapi juga dapat berfungsi sebagai basis landasan perekonomian nasional, antara lain melalui perannya dalam penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa.
15
Belajar dari pengalaman masa lalu tersebut, strategi pembangunan dimasa kini dan mendatang haruslah menjadikan sektor pertanian sebagai sektor andalan perekonomian nasional.
Apabila pembangunan ekonomi daerah dan nasional
didasarkan atas keunggulan komparatif sektor pertanian, maka perekonomian yang terbangun akan memiliki kemampuan bersaing dan berdayaguna bagi seluruh rakyat Indonesia (Departemen Pertanian, 2007). Pembangunan pertanian pada dasarnya merupakan upaya sadar yang sengaja direncanakan untuk melakukan perubahan-perubahan yang dikehendaki, dengan menggunakan inovasi dan teknologi tertentu sesuai dengan agroekosistem setempat, untuk meningkatkan efisiensi, pendapatan serta kesejahteraan hidup petani (Suparta, 2005). Lebih lanjut dikatakan, pembangunan pertanian identik dengan modernisasi pertanian, karena kedua konsep ini menghendaki perubahan tetapi
berebeda
penekanannnya.
Modernisasi
lebih
menekankan
pada
digunakannya alat dan teknologi baru (rekayasa teknologi) agar lebih efisien dan menguntungkan petani, sedangkan pembangunan lebih menekankan pada digunakannya ide baru untuk meningkatkan kualitas masyarakat. Paradigma
baru
dalam
pembangunan
pertanian
yang
sedang
dikembangkan adalah sistem agribisnis dan peningkatan ketahanan pangan. Kedua kebijakan ini bermuara untuk mencapai tujuan akhir program yaitu peningkatan pendapatan petani, pemantapan ketahanan pangan ditingkat nasional maupun regional, peningkatan penerimaan devisa negara dan peningkatan kesempatan kerja (Pitana, 2003).
16
2.4 Paradigma Baru Pembangunan Pertanian Paradigma baru pembangunan pertanian masa depan adalah sistem agribisnis yang maju dan sistem pembangunan pertanian berkelanjutan yang mampu menjamin sistem ketahanan pangan yang dinamis serta mampu mensejahterakan seluruh warga masyarakat. 2.4.1 Agribisnis Secara sederhana Antara (2005) mendefinisikan agribisnis (agribusiness) sebagai usaha atau kegiatan pertanian dan terkait dengan pertanian yang berorientasi pada keuntungan, dan agribisnis secara lengkap didefinisikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan penanganan komoditi pertanian dalam arti luas, yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan masukan dan keluaran produksi (agroindustri), pemasaran masukankeluaran pertanian dan kelembagaan penunjang kegiatan. Lebih lanjut dikatakan apabila mata rantai kegiatan agribisnis dipandang dalam suatu konsep sistem, maka mata rantai kegiatan tersebut dapat dapat dibagi-bagi lagi menjadi lima subsistem yaitu (1) Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribussiness), (2) Subsistem usahatani atau produksi, (3) Subsistem pengolahan atau agroindustri (down-stream agribusiness), (4) Subsistem pemasaran, dan (5) Subsistem lembaga dan jasa penunjang. Kelima subsistem ini mempunyai kaitan yang erat, sehingga gangguan pada pada salah satu subsistem atau kegiatan akan berpengaruh terhadap subsistem atau kelancaran kegiatan dalam bisnis.
17
Jadi bidang agribisnis merupakan kegiatan lebih dari sekedar pertanian, karena didalamnya mencakup kegiatan-kegiatan lain yang mewakili sektor luar pertanian.
Oleh karenanya penting disadari bahwa disetiap usaha untuk
melakukan analisis sektoral bagi subsistem baru akan memiliki makna dan memberikan peranan yang bermanfaat apabila dikaitkan satu sama lain dan berorientasi pada konsep sistem (Antara, 2005). Memahami timbulnya kaitan antara tiap subsistem, siapa pelaku dalam subsistem, dan bagaimana teknologi yang digunakan merupakan hal yang sangat penting untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi agribisnis dan mencari alternatif pemecahannya. 2.4.2 Pembangunan pertanian berkelanjutan Pada hakekatnya pertanian berkelanjutan adalah back to nature, yakni sistem pertanian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi, selaras dan seimbang dengan lingkungan, atau pertanian yang patuh dan tunduk pada kaidahkaidah alamiah.
Pertanian berkelanjutan menurut Nasution (1995), adalah
kegiatan pertanian yang berupaya memaksimalkan manfaat sosial dari pengelolaan sumber daya biologis dengan syarat memelihara produktivitas dan efisiensi produksi komoditas pertanian, memelihara kualitas lingkungan hidup, dan produktivitas sumber daya sepanjang masa. Pembangunan pertanian berkelanjutan diartikan oleh Saptana 1995 (dalam Suparta, 2005) sebagai upaya pengelolaan dan konservasi sumber daya pertanian (lahan, air, dan sumber daya genetik) melalui orientasi perubahan teknologi dan
18
kelembagaan sedemikian rupa sehingga menjamin tercapainya kebutuhan yang diperlukan secara berkesinambungan dari waktu ke waktu. Lebih lanjut dikatakan pertanian berkelanjutan yang memperhatikan aspek konservasi sumber daya lahan, air dan sumber daya genetik tumbuhan harus berwawasan lingkungan, artinya tidak menimbulkan pencemaran lingkungan hidup yakni secara teknis tepat guna, secara ekonomi layak diusahakan, secara sosial dapat diterima dan secara ekologis tetap menjamin ekosistem lainnya. Soekartawi, 1995 (dalam Salikin, 2003) menyebutkan tiga alasan mengapa pembangunan pertanian di Indonesia harus berkelanjutan.
Pertama, sebagai
negara agraris peranan sektor pertanian Indonesia dalam sistem perekonomian nasional masih dominan.
Kedua, sebagai negara agraris, pertanian memiliki
peranan yang sangat vital dalam mendukung pembangunan sektor lainnya. Ketiga, sebagai negara agraris pembangunan pertanian berkelanjutan menjadi keharusan agar sumber daya alam yang ada sekarang ini dapat terus dimanfaatkan untuk kurun waktu yang relatif lama.
BAB III KERANGKA KONSEP
Salah satu tugas pemerintah yang dituangkan dalam visi dan misi pembangunan daerah adalah melaksanakan pembangunan yang selaras dan seimbang sesuai dengan fungsi wilayahnya, dalam rangka pemerataan pembangunan antar wilayah dan pemberdayaan masyarakat. Upaya pemerataan pembangunan mungkin akan menghadapi berbagai kendala, karena setiap wilayah memiliki karaktristik yang berbeda-beda, seperti sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi. Pembangunan ekonomi yang seimbang sangat dibutuhkan untuk menghindari terjadinya kesenjangan pembangunan. Rencana pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2005 s.d. 2025 Kabupaten Badung dengan visi “Badung yang damai dan sejahtera berlandaskan falsafah Tri Hita Karana” memiliki Misi yaitu (1) Mewujudkan masyarakat Badung yang berbudaya dan berbudi luhur, (2) Mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi masyarakat marginal, (3) Mewujudkan sumber daya manusia berkualitas yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, (4) Mewujudkan masyarakat Badung yang aman, tertib dan sadar hukum, (5) Mewujudkan pemerintahan yang bersih, berwibawa dan demokratis, (6) Mewujudkan sarana prasarana wilayah dan infrastruktur yang merata dan berkualitas, (7) Mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang mantap dan mampu bersaing di pasar bebas, dan (8) Mewujudkan lingkungan yang asri dan lestari.
19
20
Adapun tujuan RPJPD tersebut adalah (1) merencanakan pembangunan daerah yang berwawasan jauh ke depan bagi pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha dalam menentukan arah dan prioritas kebijakan dan program serta kegiatan pembangunan Kabupaten Badung berdasarkan pada potensi, kondisi riil dan proyeksi kedepan, (2) Sebagai dasar dalam memahami dan mengevaluasi keberhasilan pelaksanaan kebijakan dan program serta kegiatan di Kabupaten Badung, dan (3) Tercapainya penggunaan sumber daya alam dan sumber daya manusia di Kabupaten Badung secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Kabupaten Badung. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2006-2010 Kabupaten Badung memiliki visi “Melangkah Bersama Membangun Badung Berlandaskan Tri Hita Karana Menuju Masyarakat Adil Sejahtera dan Ajeg” . Dan untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkan misi sebagai berikut (1) Meningkatkan srada dan bhakti masyarakat terhadap ajaran agama, serta eksistensi adat budaya dalam rangka mengajegkan Bali di era kekinian, (2) Meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia di kabupaten Badung, (3) Menata Sistem kependudukan dan meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat, (4) Meningkatkan perekonomian yang berbasis kerakyatan, (5) Mewujudkan kepastian hukum, serta menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, (6) Menciptakan kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa, (7) Memantapkan pelaksanaan otonomi daerah, (8) Mewujudkan pembangunan yang
selaras
dan
seimbang,
sesuai
dengan
fungsi
(9) Melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
wilayahnya,
dan
21
Tujuan dari RPJPD Kabupaten Badung adalah (1) Meyediakan satu acuan resmi
dalam
menentukan
prioritas
program
dan
kegiatan
Tahunan,
(2) Meyediakan satu tolok ukur untuk mengukur dan melakukan evaluasi kinerja, (3) menggambarkan tentang kondisi umum daerah, sekaligus memahami arah dan tujuan yang ingin dicapai dalam rangka mewujudkan visi dan misi daerah, (4) Memudahkan menyusun program dan kegiatan secara terarah dan terukur, dan (5) Menilai arah kebijakan dan program serta kegiatan dalam rentang lima Tahunan. Menyimak RPJPD dan RPJMD Kabupaten Badung prioritas pembangunan ekonomi di Kabupaten Badung adalah sektor pariwisata, pertanian serta industri kecil dan kerajinan. Strategi pembangunan ekonomi Kabupaten Badung yang memprioritaskan pembangunan sektor pertanian, pariwisata, serta sektor industri kecil dan kerajinan pada dasarnya sudah tepat secara normatif. Namun dalam implementasinya selama ini ternyata cenderung seluruh perhatian ditumpahkan pada sektor pariwisata, sehingga pembangunan sektor pariwisata cenderung bersifat eksploitatif justru menghempas sektor pertanian dan terjadi ketimpangan antara pembangunan sektor periwisata, pertanian dan industri kecil. Konsekwensi dari pesatnya kemajuan pariwisata adalah munculnya tuntutan penyediaan akomodasi pariwisata seperti hotel, restoran, pusat perbelanjaan, jalan dan sarana lainnya. Akibatnya terjadi persaingan yang ketat dalam penggunaan lahan antara sektor pariwisata dan sektor pertanian. Hal ini tercermin adanya alih fungsi lahan sawah yang berlangsung terus dengan proporsi yang semakin besar.
22
Penyusutan lahan sawah disebabkan juga karena masyarakat atau sumber daya manusia di Kabupaten Badung cenderung mencari usaha yang memberikan keuntungan yang lebih besar, dimana lebih berminat ke sektor non pertanian dalam hal ini sektor pariwisata daripada sektor pertanian. Melihat keadaan yang diuraikan tersebut diatas, dimana akibat pembangunan sektor pariwisata yang cenderung eksploitatif mengakibatkan pembangunan sektor pertanian terlihat tidak memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi.
Padahal pembangunan pertanian merupakan bagian
integral dari pembangunan ekonomi dan masyarakat secara umum. Pembangunan pertanian memberikan sumbangan kepada pembangunan ekonomi serta mejamin pembangunan yang menyeluruh. Ada lima macam syarat pokok atau faktor esensial yang harus dipenuhi suatu daerah jika pertaniannya hendak dimajukan atau membangun pertanian dalam hal ini mempertahankan pertanian lahan sawah. Tanpa salah satunya tidak akan ada pembangunan pertanian. Kelima faktor tersebut adalah pasaran untuk hasil usahatani, teknologi yang yang selalu berubah, tersedianya sarana produksi dan peralatan secara lokal, perangsang produksi bagi petani, dan pengangkutan. Pembangunan pertanian juga memerlukan faktor pelancar dimana faktor itu adalah pendidikan pembangunan pertanian, kredit produksi, kegiatan bersama oleh petani, perbaikan dan perluasan tanah pertanian, dan perencanaan nasional pembangunan pertanian. Berbeda halnya dengan faktor esensial, tiap-tiap faktor pelancar ini berguna tetapi tidak bersifat mutlak. Pembangunan pertanian dapat terjadi, walaupun salah satu atau lebih faktor pelancar tersebut tidak ada.
23
Pertanian sawah memiliki fungsi strategis yaitu sebagai penyedia bahan pangan. Aktivitas pertanian sawah juga menjamin konservasi atau pelestarian sumber daya alam dan budaya. Mempertahankan lahan sawah juga berperan dalam keberlanjutan pembangunan sektor pariwisata yaitu pariwisata budaya, dimana budaya tersebut adalah budaya pertanian. Peran tersebut sudah pasti tidak bisa digantikan oleh sektor lainnya. Karenanya pembangunan pertanian lahan sawah dalam upaya melestarikan atau mempertahankan pertanian lahan sawah memerlukan strategi yang tepat. Pelaksanaan strategi mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung erat kaitannya dengan keadaan faktor internal dan faktor eksternal. Keadaan Faktor-faktor ini perlu diperhatikan dalam rangka mencapai tujuan akhir. Pilihan alternatif strategi yang tepat berdasarkan prioritas dalam mempertahankan pertanian lahan sawah akan menjadi kunci keberhasilan pembangunan pertanian. Kerangka konsep penelitian ini akan menjadi lebih jelas dilihat pada Gambar 3.1
24 Visi dan Misi Pemerintah Kabupaten Badung
Prioritas Pembangunan Kabupaten Badung
Sektor Pertanian
Sektor Pariwisata
Sektor Industri Kecil
Ketimpangan
Mempertahankan Pertanian Sawah
Keberlanjutan Pariwisata Budaya
Internal Kekuatan dan Kelemahan
Eksternal Peluang dan Ancaman
IFAS
EFAS
Faktor I - E SWOT Alternatif Strategi Mempertahankan Pertanian Sawah QSPM Rekomendasi Strategi
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Strategi Mempertahankan Pertanian Sawah di Kabupaten Badung Tahun 2011
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Badung.
Pemilihan Lokasi
dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan sebagai berikut. 1. Kabupaten Badung memiliki pertanian sawah yang tiap Tahunnya mengalami penyusutan lahan karena adanya alih fungsi lahan akibat perkembangan pembangunan sektor pariwisata. 2. Pertanian sawah di Kabupaten Badung memiliki peran strategis yaitu penyedia bahan pangan, dan aktifitas pertanian sawah menjamin konservasi atau pelestarian sumber daya alam maupun budaya. Waktu pengumpulan data selama dua bulan, yaitu dari bulan Oktober sampai dengan November 2009. 4.2 Sumber dan Jenis Data 4.2.1 Sumber data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan langsung dari sumber pertama berdasarkan hasil wawancara dan diskusi langsung dengan para responden, yaitu para pengambil keputusan (Pemerintah Kabupaten Badung), para praktisi di bidang pertanian, pariwisata dan industri kecil, sedangkan data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari dinas/instansi yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
25
26
4.2.2 Jenis data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka-angka tetapi berupa penjelasan/keterangan yang berhubungan dengan objek penelitian, seperti perkembangan pertanian sawah, keberadaan subak, pola tanam, persepsi petani, dan tata niaga komoditas padi, sedangkan data kuantitatif adalah data yang diukur dengan suatu alat ukur tertentu dan berbentuk angka-angka seperti luas areal pertanian sawah, input produksi, biaya-biaya produksi, produksi, produktivitas, harga gabah, jumlah petani, konsumsi dan pendapatan. 4.3 Metode Pengumpulan Data Pengambilan data menggunakan beberapa metode berikut ini. 1. Wawancara (Interview), dengan kuesioner terstruktur terhadap responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini, untuk mendapatkan data-data dari responden sesuai dengan kuesioner yang telah ditentukan. 2. Wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan tertentu. Wawancara mendalam ini dilakukan terhadap informan kunci seperti : Bappeda, Dinas Pertanian, Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), Penyuluh Pertanian, Petugas Pengamat Pengairan dan Kelian Subak, dengan memakai pedoman wawancara. Untuk melengkapi dan menyempurnakan data-data yang telah diperoleh dari wawancara dengan kuesioner terstruktur. 3. Observasi yaitu peninjauan langsung ke lapangan pada wilayah penelitian dengan menggunakan instrumen panduan pengamatan. Metode ini melengkapi
27
metode wawancara atau dengan kata lain memvalidasi metode wawancara. Dengan demikian data dan informasi yang diperoleh menjadi valid dan akurat. 4. Metode dokumentasi, adalah metode pengumpulan data dengan cara meneliti dokumen-dokumen yang ada pada balai subak, instansi terkait dan catatan usahatani yang dimiliki oleh petani padi. 4.4 Responden Penelitian Responden dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling yaitu pemilihan responden dilakukan secara sengaja sesuai dengan tujuan penelitian. Untuk tujuan mengidentifikasi dan menganalisis kondisi faktor-faktor internal dan eksternal serta rumusan strategi yang akan dikembangkan untuk mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung dipilih responden sebanyak 20 orang ahli (expert) terdiri atas sebagaimana berikut. 1. Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Badung 2. Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Badung 3. Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Badung 4. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Kabupaten Badung 5. Kepala Dinas Pariwisata Daerah Kabupaten Badung 6. Kepala Bidang Pengelolaan Lahan dan Air pada Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung 7. Kepala Bidang SDM dan Penyuluhan Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung
28
8. Kepala BPP sebanyak empat orang 9. Penyuluh Pertanian Lapangan sebanyak tiga orang 10. Pekaseh sebanyak lima orang 11. Pengamat Pertanian Untuk mengetahui apakah usahatani pertanian sawah menguntungkan, maka respondennya adalah pekaseh yang dipilih secara proporsional random sampling sebanyak 36 responden atau 30% dari total pekaseh yang tersebar di seluruh subak di Kabupaten Badung. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung, bahwa Kabupaten Badung memiliki 119 Subak/Kelompok Tani yang tersebar di 6 (enam) Kecamatan, seperti terlihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Jumlah BPP, Subak dan Responden di Kabupaten Badung
No
Kecamatan
BPP (unit)
Jumlah Subak (unit) -
Responden (orang)
3
-
1
Kuta Selatan
2
Kuta
3
Kuta Utara
1
19
7
4
Mengwi
1
46
14
5
Abiansemal
1
34
10
6
Petang
1
17
5
4
119
36
Jumlah
-
Sumber data : Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kab. Badung (2008).
29
4.5 Metode Analisis Data Data usahatani pertanian sawah, dalam hal ini komoditas padi sawah yang telah terkumpul selanjutnya ditabulasi dan dianalisis dengan pendekatan analisis usahatani. Sedangkan, untuk menganalisis tujuan kedua dan ketiga maka informasi data yang dihimpun dilakukan identifikasi faktor yang mempengaruhi mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung dengan menggunakan teknik perbandingan berpasangan (paired comparison) untuk setiap kegiatan bila ditinjau dari lingkungan internal dan eksternal, kemudian faktor tersebut dianalisis dan dievaluasi. Selanjutnya hasil analisis lingkungan internal dan eksternal ini dilanjutkan dengan tahapan analisis SWOT (strengths,weaknesses, opportunities, threats) dan QSPM (quantitative strategic planning matrix). 4.5.1 Analisis usahatani Analisis ini dilakukan untuk menentukan semua unsur-unsur biaya dan penerimaan tunai dan non tunai pada usahatani yang tepat. Biaya usahatani dapat diturunkan dari: 1. Variabel cost: biaya langsung produksi seperti benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. 2. Fixed cost: biaya tidak langsung atau overhead cost seperti pajak, asuransi, suku bunga, suku cadang mesin, pemeliharaan umum tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja tetap. Gross output . Gross output = (total produksi ) x ( harga tingkat petani )
30
Total produksi termasuk yang di konsumsi dan yang digunakan sebagai benih. Bila memproduksi lebih dari satu Tahun perlu dibedakan antara gross output dalam satu musim dengan gross output dalam seTahun. Bila ada stok yang diteruskan dari satu periode produksi ke periode produksi berikutnya maka gross output dihitung dengan formula sebagai berikut Gross output = (closing valuation + penjualan )-(opening valuation + pembelian) Gross output per satuan sumber akumulasi lebih informatif dalam membandingkan efisiensi daripada tanpa sumber akumulasi. Gross margin . Gross margin = (gross output) - (variabel cost). Bila : GM >FC : Menguntungkan GM = FC : break event GM < FC : rugi Keterangan GM = Gross margin FC = Fixed cost Gross margin dapat digunakan untuk memperkirakan analisis kemampuan untuk mendapatkan profit. Bila gross margin seluruh cabang usaha tani dinyatakan dengan are maka gross margin dapat digunakan untuk melihat profitabilitas cabang usahatani perluas lahan untuk menguji efesiensi cabang usaha tani (alat untuk menyeleksi secara rasional) Gross profit Gross profit = gross output – total biaya Total biaya dapat dibagi menurut komponen berikut.
31
1. biaya bahan meliputi variabel cost, 2. biaya lain seperti pajak, penyusutan alat, sewa, 3. biaya pengoperasian tenaga kerja Biaya penyusutan dihitung dengan prosentase, biaya penyusutan berdasarkan penggunaan bangunan dan alat atas prosentase lahan yang dicurahkan pada usaha tani. Biaya lahan dibagi menurut dasar penggunaannya. Biaya lahan ditaksir pada tingkat sewa lahan yang berlaku kemudian dimasukkan kedalam biaya baik lahan yang disewa maupun tidak. Kontingensi ditaksir antara 5 s.d. 10%. Pendekatan dalam menghitung tingkat bunga 1. bunga dibayarkan kepada kreditur dilihat sebagai biaya (untuk menghitung net income) 2. Untuk membandingkan prosentase cabang usaha tani maka bunga dikeluarkan dari seluruh perhitungan (bunga tidak dilihat sebagai biaya ) 3. Dalam mengestimasi biaya produksi dalam menghitung gross profit, bunga ditaksir dengan suku bunga yang berlaku terhadap seluruh biaya yang dikeluarkan. Biaya tenaga kerja ditentukan dengan menghitung tenaga kerja yang dipakai berasal dari luar dan dalam keluarga dikalikan dengan tingkat upah yang berlaku (Soekartawi, 2002).
32
4.5.2 Analisis lingkungan internal dan eksternal Analisis dengan menggunakan matriks IFAS (internal strategic factors analysis summary) dan EFAS (external strategic factors analysis summary) yaitu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor internal dan eksternal yang dianalisis dalam mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung Analisis internal dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh agent pembangunan dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Badung. Faktor tersebut dievaluasi dengan menggunakan matriks IFAS (internal strategic factors analysis summary) dengan langkahlangkah sebagai berikut. 1. Menyusun dalam kolom 1 kekuatan dan kelemahan mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung. 2. Memberi bobot pada semua faktor kekuatan dan kelemahan dengan range 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting) dan total bobot nilai sama dengan 1 (kolom 2). 3. Menghitung rating (kolom 3), masing-masing faktor dengan skala 4 (sangat baik) sampai dengan 1 (sangat kurang), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung yang bersangkutan. Pemberian rating untuk faktor yang bersifat positif (kekuatan) diberi nilai + 1 (sangat kurang) sampai dengan + 4 (sangat baik). Faktor yang bersifat negatif (kelemahan), kebalikannya.
33
4. Penghitungan skor pada kolom 4 yaitu dengan mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3. 5. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi kegiatan mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung yang dinilai. Nilai rata-rata adalah 2,5. Jika nilainya di bawah 2,5 menandakan bahwa secara internal mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung adalah lemah, sedangkan nilai yang berada di atas 2,5 yang menunjukkan posisi internal yang cukup kuat. Matrik IFAS seperti disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Matriks IFAS (internal strategic factor analysis summary) Faktor-faktor Internal (1) Kekuatan
Bobot (2)
Rating (3)
Skor (4)
1………………………. 2……………………dst Kelemahan 1………………………. 2……………………dst. Total Sumber : Rangkuti, (2000). Analisis eksternal dilakukan dengan maksud untuk mengetahui dan mengidentifikasi peluang dan ancaman yang ada. Faktor eksternal yang dievaluasi tentunya yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung. Dalam hal ini digunakan
34
Matriks EFAS (external strategic factors analysis summary) yang tahapannya sebagai berikut. 1. Menyusun dalam kolom 1 semua macam peluang dan ancaman. 2. Memberikan bobot dengan range 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting), sehingga total nilai sama dengan 1 (kolom 2). 3. Menghitung rating pada kolom 3, untuk masing-masing faktor dengan skala 4 (sangat baik) sampai dengan 1 (sangat kurang), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung. Pemberian rating untuk faktor yang bersifat positif (peluang) diberi nilai + 1 (sangat kurang) sampai dengan nilai + 4 (sangat baik). Faktor yang bersifat negatif (kelemahan) kebalikannya. 4. Mengalikan nilai bobot pada kolom 2 dengan nilai rating pada kolom 3 untuk mendapatkan skor pada kolom 4. 5. Skor
yang
diperoleh
dijumlahkan
sehingga
diperoleh
total
skor
mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung. Total skor berkisar antara 1,0 sampai dengan 4,0 dengan rata-rata 2,5. Total skor 4,0 menunjukkan mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung merespon peluang maupun ancaman yang dihadapinya dengan sangat baik. Sedangkan total skor 1,0 menunjukkan mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung tidak dapat memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang ada.
35
Matrik EFAS seperti pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Matriks EFAS (external strategic factor analysis summary) Faktor-faktor Eksternal (1) Peluang
Bobot (2)
Rating (3)
Skor (4)
1………………………. 2……………………dst Ancaman 1………………………. 2……………………dst. Total Sumber : Rangkuti, (2000). 4.5.3 Analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats) Analisis SWOT merupakan alat bantu berupa matrik yang dapat digunakan untuk mengembangkan strategi yang didasarkan pada situasi lingkungan internal dan eksternal. Analisis SWOT adalah kelanjutan dari analisis situasi internal-eksternal, dimana faktor-faktor internal berupa faktor-faktor kekuatan dan kelemahan dikombinasikan dengan faktor-faktor eksternal berupa faktor-faktor peluang dan ancaman, dimana kombinasi ini akan menghasilkan beberapa strategi umum mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung. Menurut Rangkuti (2000) tahapan dalam merumuskan strategi mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung melalui matrik SWOT sebagai berikut. 1. Meletakkan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan pada kolom 2 dan kolom 3, faktor-faktor peluang dan ancaman masing-masing pada baris 2 dan baris 3 pada matriks SWOT (Tabel 4.4).
36
2. Merumuskan strategi SO yang merupakan kombinasi faktor-faktor kekuatanpeluang yang diletakkan dalam sel strategi SO. 3. Merumuskan strategi
WO
yang merupakan
kombinasi
faktor-faktor
kelemahan-peluang yang diletakkan dalam sel strategi WO. 4. Merumuskan strategi ST yang merupakan kombinasi faktor-faktor kekuatanancaman yang diletakkan dalam sel strategi ST. 5. Merumuskan
strategi
WT
yang
merupakan
kombinasi
faktor-faktor
kelemahan-ancaman yang diletakkan dalam sel strategi WT. Tabel 4.4 Matriks SWOT STRENGTH (S)
WEAKNESS (W)
Identifikasi faktor-faktor
Identifikasi faktor-
kekuatan
faktor kelemahan
OPPORTUNITY (O)
STRATEGI SO
STRATEGI WO
identifikasi faktor-faktor
Strategi yang
Strategi yang
peluang
menggunakan kekuatan
meminimalkan
untuk memanfaatkan
kelemahan untuk
peluang
memanfaatkan peluang
THREAT (T)
STRATEGI ST
STRATEGI WT
identifikasi faktor-faktor
Strategi yang
Strategi yang
ancaman
menggunakan kekuatan
meminimalkan
untuk mengatasi
kelemahan dan
ancaman
menghindari ancaman
Situasi Internal Situasi Eksternal
Strategi Matrik SWOT sebagai berikut. 1. Strategi SO (strength-opportunity) Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengambil peluang yang ada.
37
2. Strategi ST (strength-threat) Menggunakan kekuatan untuk menghindari dan mengatasi ancaman. 3. Strategi WO (weakness-opportunity) Menggunakan peluang yang dimiliki untuk mengatasi kelemahan. 4. Strategi WT (weakness-threat) Berupaya meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. 4.5.4 Analisis QSPM (quantitative strategic planning matrix) QSPM adalah alat yang direkomendasikan bagi para ahli strategi untuk melakukan evaluasi pilihan strategi alternative secara objektif, berdasarkan key success factor internal-external yang telah diidentifikasi sebelumnya. Jadi secara konseptual, tujuan QSPM adalah untuk menetapkan kemenarikan relatif (relative attractiveness) dari strategi-strategi yang bervariasi yang telah dipilih dan untuk menentukan strategi mana yang dianggap paling baik untuk diimplementasikan. Cara membuat tabel QSPM sebagai berikut. 1. Membuat daftar peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan di sebelah kiri QSPM, informasi ini diambil dari matriks EFAS dan IFAS. 2. Memberi weight pada masing-masing eksternal dan internal. Weight ini sama dengan yang ada di matriks EFAS dan IFAS. 3. Meneliti matriks-matriks pada stage I dan identifikasikan alternative strategi yang dapat direkomendasikan dari hasil matriks SWOT, grand strategy, matriks profil kompetitif, dan matriks BCG.
38
4. Menetapkan attractiveness score (AS), yaitu nilai yang menunjukkan kemenarikan relatife untuk masing-masing strategi yang dipilih. AS ditetapkan dengan cara meneliti faktor internal dan eksternal, dan bagaimana peran dari tiap faktor dalam proses pemilihan strategi yang sedang dibuat. Batasan nilai attractive score adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = menarik, 4 = sangat menarik. 5. Menghitung total attractiveness score yang dapat dari perkalian weight dengan attractives score pada masing-masing baris. total attractiveness score menunjukkan relative attractiveness dari masing-masing alternatif strategi. 6. Menjumlahkan semua score attractiveness score pada masing-masing kolom QSPM. Dari beberapa nilai TAS yang didapat, nilai TAS dari alternative strategi yang tertinggilah menunjukkan bahwa alternatif. 7. Strategi itu yang menjadi pilihan utama. Nilai TAS terkecil menujukkan bahwa alternatif strategi ini menjadi pilihan terakhir.
BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Geografi dan Agroklimat Kabupaten Badung, memiliki luas wilayah 418,52 km2 yang terdiri atas enam kecamatan, yaitu Kecamatan Kuta Selatan (101,13 km2), Kecamatan Kuta (17,52 km2), Kecamatan Kuta Utara (33,86 km2), Kecamatan Mengwi (82,00 km2), Kecamatan Abiansemal (69,01 km2) dan Kecamatan Petang (115,00 km2). Batas administrasi Kabupaten Badung adalah: a. Di sebelah utara
: Kabupaten Buleleng
b. Di sebelah timur
: Kabupaten Bangli, Gianyar, dan Kota Denpasar
c. Di sebelah selatan : Samudra Indonesia d. Di sebelah barat
: Kabupaten Tabanan
Secara geografis Kabupaten Badung terletak antara 8˚14’20” s.d. 8˚50’48” Lintang Selatan dan 115˚05’00” s.d. 115˚26’16” Bujur Timur. Ketinggian wilayah Kabupaten Badung berkisar antara 0 s.d. 2.075 m di atas permukaan laut (dpl) dan dengan kemiringan tanah 0 s.d. 40%. Jenis tanah adalah latosol dengan tekstur tanah didominasi oleh tekstur tanah sedang 29.210 ha (69,75%), tekstur tanah halus 10.358 ha (24,75%) dan tekstur tanah kasar 2.284 ha (5,46%). Berdasarkan penggunaan lahan, dari luas wilayah yang ada sekitar 24,46% (10.237 ha) merupakan lahan sawah, 41,49% (17.366 ha) merupakan lahan pertanian bukan sawah seperti tegal/kebun, ladang/huma, perkebunan, hutan rakyat dan pekarangan yang ditanami tanaman pertanian. Sedangkan selebihnya 34,05% atau
39
40
sekitar 14.249 ha merupakan lahan bukan pertanian, seperti: rumah/bangunan dan halaman, hutan negara, jalan, sungai, dan lain-lain (BPS Kabupaten Badung, 2009 dan Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung, 2009). Di Kabupaten Badung dikenal ada dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau, yang dipengaruhi adanya arus angin yang melintasi suatu daratan serta banyak tidaknya kandungan uap air. Realisasi curah hujan di bawah normal terjadi pada bulan Januari, Mei, Juni, Juli, Agustus, Oktober, Nopember, dan Desember sedangkan curah hujan di atas normal terjadi pada bulan Pebruari, Maret, April, dan September. Suhu maksimum tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu 31,1 oC, sedangkan suhu terendah terjadi pada bulan Juli yaitu 28,4 oC. Suhu minimum tertinggi terjadi pada bulan Oktober dan Desember 25,2 oC dan terendah pada bulan September 23,7 oC. Kelembaban udara di Kabupaten Badung berkisar antara 79 s.d. 85%. Kelembaban tertinggi 85% terjadi pada bulan April dan Nopember, sedangkan kelembaban terendah 79% terjadi pada bulan Juli. Iklim yang berpengaruh di Kabupaten Badung adalah iklim tropis. Tipe iklim adalah tipe E (Q 100 s.d. 167%), yaitu pada wilayah Bagian Selatan dan tipe iklim B (Q 14 s.d. 33%), yaitu pada wilayah Badung Utara (BPS Kabupaten Badung, 2009 dan Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten, 2009). 5.2 Keadaan Penduduk dan Perekonomian Kabupaten Badung Jumlah penduduk Kabupaten Badung pada Tahun 2008, adalah sebesar 383.880 jiwa, dengan laju pertumbuhan sebesar 1,70%, dengan kepadatan ratarata 917 jiwa per km2, seks rasio 101,02 dan rata-rata jiwa per kepala keluarga
41
empat jiwa. Berdasarkan survei angkatan kerja nasional (SAKERNAS) Tahun 2008, penduduk usia kerja (berumur 15 tahun ke atas) di Kabupaten Badung tercatat 310.216 jiwa. Perbandingan penduduk yang tergolong angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja (tingkat partisipasi angkatan kerja/TPAK) sebesar 75,62% turun bila dibandingkan Tahun 2007 (76,81%), sedangkan tingkat pengangguran terbuka sebesar 3,20%. Dari jumlah penduduk yang tergolong angkatan kerja (berumur 15 Tahun ke atas) dibedakan menjadi angkatan kerja sebanyak 234.599 jiwa dan bukan angkatan kerja sebanyak 75.616 jiwa. Jumlah penduduk yang benar-benar bekerja dari angkatan kerja yang ada sebanyak 227.091 jiwa sebagian besar terserap pada sektor perdagangan, hotel dan restoran (31,54%), diikuti pada sektor pertanian (23,24%), jasa kemasyarakatan (15,86%), sektor bangunan (9,89%), industri pengolahan (9,08%), angkutan, pergudangan dan komunikasi (5,70%), keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan (4,02%), listrik, gas dan air (0,60%) dan sektor pertambangan dan penggalian (0,08%) (BPS Kabupaten Badung, 2009). Salah satu indikator yang dipakai untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah dengan melihat pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dari daerah yang bersangkutan. PDRB disini dibagi menjadi dua yaitu, PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. Perekonomian Kabupaten Badung mengalami kenaikan setiap tahun baik dilihat atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Pada Tahun 2007 produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 8.799.215.120.000,00 di mana sektor pertanian dalam arti luas
42
memberi sumbangan sebesar Rp 798.998.220.000,00 (9,08%). Sementara itu sumbangan dari usaha tanaman bahan makanan memberikan yang paling besar diantara usaha lainnya di sektor pertanian sebesar Rp 487.999.060.000,00 (5,55%). Sedangkan PDRB Kabupaten Badung Tahun 2007 atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar Rp 4.860.131.700.000,00. Sektor pertanian dalam arti luas memberi sumbangan sebesar 9,01%, diantaranya sumbangan dari usaha tanaman bahan makanan memberikan sebesar 4,93%. PDRB perkapita atas dasar harga berlaku Kabupaten Badung Tahun 2007 juga mengalami peningkatan. Besarnya PDRB perkapita Tahun 2007 atas dasar harga berlaku Rp 21.560.045,47, sedangkan PDRB perkapita atas dasar harga konstan 2000 sebesar Rp 11.908.409,89. Peningkatan PDRB Kabupaten Badung Tahun 2007 atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan 2000 di atas disebabkan karena laju pertumbuhan ekonomi yang naik dari 5,03% pada Tahun 2006 menjadi 6,85% pada Tahun 2007. (BPS Kabupaten Badung, 2009). 5.3 Potensi Pertanian Sawah Status pemanfaatan lahan pertanian sawah ke non pertanian di Kabupaten Badung terus mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Pada Tahun 2003 luas lahan sawah keseluruhan adalah 10.334 hektar mengalami penurunan menjadi 10.299 hektar pada Tahun 2004. Penurunan luas lahan ini disebabkan adanya alih fungsi lahan seluas 35 hektar, bahkan alih fungsi lahan sawah terus terjadi dan meningkat pada Tahun 2005, yaitu seluas 188 hektar. Kemudian alih fungsi
43
lahan sawah agak berkurang pada Tahun 2006 dan Tahun 2007 masing-masing sebesar 17 hektar dan satu hektar. Dengan demikian pada Tahun 2007 luas lahan sawah menjadi 10.237 hektar.
Luas lahan sawah ini dikelola oleh lembaga
persubakan yang berjumlah 119 subak tersebar di lima kecamatan kecuali Kecamatan Kuta Selatan. Pembangunan pertanian di Kabupaten Badung diupayakan untuk meningkatkan produktivitas dan diversifikasi tanaman untuk kebutuhan pangan dan pelestarian lingkungan. Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Badung dirinci menjadi tanaman bahan makanan (seperti padi, jagung, kacang-kacangan dan umbi-umbian), sayur-mayur, dan buah-buahan. Produksi sayur-mayur secara umum di Kabupaten Badung Tahun 2008 produksinya masih didominasi oleh komoditas kacang merah sebesar 217,0 ton, cabai besar sebesar 142,6 ton, labu siam sebesar 134,5 ton dan kubis sebesar 122,6 ton, yang ditanam baik pada lahan sawah maupun lahan bukan sawah. Sedangkan produksi buah-buahan didominasi oleh komoditas semangka sebesar 8.449,2 ton, umumnya ditanam di lahan sawah pada musim kemarau, kemudian diikuti komoditas pisang sebesar 4.329.9 ton yang ditanam baik pada lahan sawah maupun lahan bukan sawah (BPS, 2009). Luas panen padi intensifikasi Tahun 2008 mencapai 19.012 ha atau mengalami penurunan dibandingkan Tahun 2007 yang mencapai 20.138 ha (turun 5,59%), namun rata-rata produktivitas padi sawah mengalami peningkatan dari 67,18 ku/ha Tahun 2007 menjadi 67,74 ku/ha Tahun 2008 (meningkat 0,83%). Untuk komoditas jagung, pada Tahun 2008 baik luas panen maupun produktivitasnya mengalami penurunan. Luas panen jagung dari 228 ha
44
Tahun 2007 turun menjadi 177 ha Tahun 2008 (turun 22,37%), sedangkan produktivitas jagung dari 61,32 ku/ha Tahun 2007 turun menjadi 61,13 ku/ha Tahun 2008 (turun 0,31%). Demikian pula terhadap komoditas kedelai dan kacang tanah, pada Tahun 2008 baik luas panen maupun produktivitasnya mengalami penurunan. Luas panen kedelai dan kacang tanah masing-masing turun sebesar 69,65% dan 34,26% dibandingkan pada masa tanam Tahun 2007. Sedangkan produktivitas kedelai dan kacang tanah masing-masing turun sebesar 6,07% dan 31,43%. Penurunan sebagian besar kegiatan pertanian sawah baik terhadap luas panen dan produktivitas berbagai komoditas tertentu di atas disebabkan musim yang tidak mendukung bagi pertumbuhan tanaman dengan baik, dimana curah hujan selama 8 bulan di bawah normal terjadi pada bulan Januari, Mei, Juni, Juli, Agustus, Oktober, Nopember, dan Desember sedangkan curah hujan di atas normal terjadi pada bulan Pebruari, Maret, April, dan September, serta adanya serangan organisme pengganggu tanaman (BPS Kabupaten Badung, 2009). Semua lahan sawah di Kabupaten Badung merupakan sawah beririgasi setengah teknis. Pola tanam yang umum diterapkan di Kabupaten Badung adalah “padi – padi – palawija”, dengan sistem bertanam serempak (kerta masa), dimana jenis palawija yang umum disarankan meliputi kacang kedelai, kacang tanah, dan jagung (BPS Kabupaten Badung, 2009).
BAB VI HASIL PENELITIAN 6.1 Karakteristik Responden 6.1.1 Umur Berdasarkan hasil penelitian rata-rata umur responden di daerah penelitian dapat ditunjukan pada Tabel 6.1. Tabel 6.1 Rata-rata dan Rentang Umur Responden di Kabupaten Badung Tahun 2009 Kecamatan No
Uraian
Kuta Utara
Keseluruhan
Mengwi Abiansemal Petang
(tahun)
(tahun)
(tahun)
(tahun)
Rata-rata (tahun)
1
Maksimum
64
70
75
52
65
2
Minimum
43
43
38
42
42
3
Rata-rata
51
55
52
48
52
Wilayah penelitian di Kecamatan Kuta Utara rata-rata umur responden mencapai 51 Tahun dengan rentang 43 s.d. 64 tahun, pada wilayah penelitian di Kecamatan Mengwi rata-rata umur responden adalah 55 tahun, dengan rentang 43 s.d. 70 tahun, pada wilayah penelitian di Kecamatan Abiansemal rata-rata umur responden 52 tahun dengan rentang 38 s.d. 75 tahun, pada wilayah penelitian di Kecamatan Petang rata-rata umur responden 48 tahun dengan rentang 42 s.d. 52 tahun. Secara keseluruhan rata-rata umur responden di wilayah penelitian 52 tahun dengan rentang 42 s.d. 65 tahun. Dapat dikatakan bahwa umur responden di wilayah penelitian dikatagorikan sudah tua dan masih melakukan pekerjaan usahatani padi sebagai mata pencaharian utamanya. 45
46
6.1.2 Pendidikan Tingkat pendidikan formal mempunyai peranan penting bagi petani dalam mengelola usahataninya, di mana sebagian besar responden berpendidikan sekolah dasar (SD) yaitu sebesar 47,222%. Sedangkan responden yang berpendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) sebanyak 8,333%, sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) sebanyak 30,556% dan tingkat sarjana (S1) sebanyak 13,889%. Tingkat pendidikan formal responden di daerah penelitian ditunjukkan pada Tabel 6.2. Tabel 6.2 Tingkat Pendidikan Responden di Kabupaten Badung Tahun 2009 Tingkat Pendidikan No
Kecamatan
SD
SLTP
SLTA
S1
(orang)
(orang)
(orang)
(orang)
Jumlah (orang)
1
Kuta Utara
5
-
1
1
7
2
Mengwi
9
1
3
1
14
3
Abiansemal
3
2
2
3
10
4
Petang
-
-
5
-
5
Total :
17
3
11
5
36
Prosentase :
47,222
8,333
30,556
13,889
100
6.1.3 Pemilikan dan garapan lahan Luas garapan sawah petani responden bervariasi berdasarkan kepemilikan, sewa dan penyakap atau bagi hasil. Rata-rata penguasaan lahan sawah garapan responden pada wilayah penelitian dapat ditunjukkan pada Tabel 6.3, di mana
47
rata-rata luas lahan garapan sawah sebanyak 0,72 ha., dengan perincian lahan sawah milik sebanyak 0.57 ha., sewa sebanyak 0,06 ha., dan menyakap sebanyak 0,09 ha. Tabel 6.3 Rata-rata Luas Pemilikan dan Garapan Lahan Sawah Responden di Kabupaten Badung Tahun 2009 Luas lahan sawah garapan (ha.) No
Kecamatan
Milik
Sewa
Penyakap/bagi Jumlah (ha.) hasil
1
Kuta Utara
4,10
0,70
-
4,80
2
Mengwi
6,22
1,31
1,60
9,13
3
Abiansemal
5,41
-
1,30
6,71
4
Petang
2,50
-
-
2,50
Total
18,23
2,01
2,90
23,14
Rata-rata
0,57
0,06
0,09
0,72
Prosentase
78,78
8,69
12,35
100
6.1.4 Pemilikan alat mesin pertanian
Alat mesin pertanian (alsintan) mutlak diperlukan petani untuk melaksanakan usahataninya. Beberapa alsintan utama yang ada dan dikuasai petani di tingkat usahatani adalah traktor, garu, sprayer, cangkul dan sabit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak seluruh alat mesin pertanian bisa dimiliki oleh petani. Traktor sebagai mesin pengolah tanah hanya dimiliki oleh 10 responden atau sebesar 27,78% dari petani yang menjadi responden, hal ini dikarenakan harga mesin traktor yang mahal sehingga tidak semua petani mampu
48
membeli atau memilikinya. Demikian pula alat pertanian berupa garu hanya dimiliki oleh 10 responden atau sebesar 27,78%, hand sprayer dimiliki oleh 27 responden atau sebesar 75,00%, bagi petani kedua alat pertanian ini masih dikatagorikan cukup mahal untuk dibeli atau dimiliki. Sedangkan alat pertanian lainnya berupa cangkul dan sabit dimiliki oleh seluruh petani yang menjadi responden penelitian.
Pemilikan alat mesin pertanian selengkapnya disajikan
pada Tabel 6.4. Tabel 6.4. Pemilikan Alat Mesin Pertanian Responden di Kabupaten Badung Tahun 2009 Alsintan No
Kecamatan
Traktor
Garu
Sprayer
Cangkul
Sabit
(unit)
(unit)
(unit)
(unit)
(unit)
1
Kuta Utara
5
1
7
15
15
2
Mengwi
4
1
13
32
41
3
Abiansemal
2
11
5
29
21
4
Petang
-
-
5
13
12
Total :
11
13
30
89
89
a) Jumlah petani (orang): b) Prosentase
10
10
27
36
36
27,78
27,78
75,00
100
100
6.2 Kondisi Pertanian Sawah pada Petani Sampel Kondisi pertanian sawah harus diketahui dalam upaya mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung. Kondisi ini dapat dilihat dari analisis usahatani pada pertanian sawah. Ada beberapa pola tanam yang biasa dilakukan petani Badung di lahan sawah diantaranya pola padi-padi-bera, pola padi-padi-
49
padi dan pola padi-padi-palawija/hortikultura. Umumnya padi di tanam pada bulan Juli/Agustus dan Nopember/Desember, sedangkan palawija (kedelai/kacang tanah/jagung) atau hortikultura di tanam pada bulan Maret/April. Analisis usahatani pada pertanian sawah di Kabupaten Badung dapat diketahui dengan menghitung biaya pengeluaran dan penerimaan dari usahatani padi sawah, usahatani kedelai, usahatani jagung dan usahatani kacang tanah berdasarkan pola tanam yang dilakukan petani dalam waktu satu Tahun. Pendapatan usahatani diketahui melalui imbangan penerimaan dan pengeluaran berusahatani.
6.2.1
Pendapatan usahatani padi sawah
6.2.1.1 Pendapatan usahatani padi sawah musim tanam I Pendapatan usahatani ini menunjukkan keragaan tingkat pendapatan usahatani padi sawah melalui imbangan penerimaan dan pengeluaran. Data mengenai komponen input (masukan), output (keluaran), komponen harga (input), harga output dan pendapatan usahatani padi sawah pada musim tanam I di Kabupaten Badung, selengkapnya disajikan pada Tabel 6.5.
50
Tabel 6.5. Komponen Input-Output Fisik, Harga dan Biaya Usahatani Padi Sawah Masa Tanam I di Kabupaten Badung Tahun 2009 InputOutput Input
Biaya (rp/ha)
Kuantitas
Benih(kg/ha) Pupuk - Urea (kg/ha) - SP-36 (kg/ha) - KCl(kg/ha) - ZA(kg/ha) - Phonska(kg/ha) - Pupuk lain (paket/ha) Pestisida (paket/ha) Herbisida (paket/ha) Total tradable input
31,04
5,000.00
155,201.52
200,00 0,00 0,00 0,00 152,53 1,00 1,00 1,00
1,600.00 0.00 0.00 0.00 2,300.00 25,831.49 90,521.96 6,060.61
320,000.00 0.00 0.00 0.00 350,807.85 25,831.49 90,521.96 6,060.61 948,423.41
1,00 0,00
995,454.55 0.00
995,454.55 0.00
30,72 3,37
50,303.03 40,909.09
1,545,179.52 137,838.84
11,01 10,62
50,303.03 40,909.09
554,019.28 434,342.98
0,00 1,00
0.00 1,764,219.70
0.00 1,764,219.70
0,00 0,00 0,00 0,00
0.00 0.00 0.00 0.00
1,00 1,00 1,00 0,00 1,00 1,00 1,00
294,247.66 101,539.39 116,079.13 0.00 111,871.37 309,657.48 9,333.33
0.00 0.00 0.00 0.00 5,431,054.87 294,247.66 101,539.39 116,079.13 0.00 111,871.37 309,657.48 9,333.33
6.602,25
2,573.48
Faktor domestik Tenaga Kerja (HOK/ha) Traktor (paket) Tenaga hewan (paket) Pra-panen - Tenaga kerja keluarga (HOK) Laki-laki Perempuan - Tenaga kerja sewa (HOK) Laki-laki Perempuan Panen - Tenaga kerja keluarga (HOK) - Tenaga kerja sewa (HOK) Pasca panen - Transportasi (paket) - Tenaga kerja keluarga (paket) - Tenaga kerja sewa (paket) - Mesin (paket) Total tenaga kerja Modal kerja (Rp/ha) Alat pertanian (paket) Iuran Subak (paket/musim) Aci-aci (paket) Pajak/musim (paket) Lainnya (paket) Sewa Lahan (paket/ha) Output
Harga (rp/satuan)
Satuan
Total penerimaan (rp/ha) Total biaya (rp/ha) Penerimaan bersih (rp/ha) R/C
16,990,789.56 7,206,127.52 9,784,662.04 2,36
51
Petani dalam berusahatani padi sawah di Kabupaten Badung menggunakan rata-rata dosis pupuk Urea sebanyak 200,00 kg/ha dan pupuk Phonska sebanyak 152,53 kg/ha. Harga pupuk Urea sebesar Rp 1.600,00/kg dan pupuk Phonska sebesar Rp 2.300,00/kg. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar petani dalam penggunaan dosis pupuk pada usahatani padi ini sudah sesuai dengan dosis rekomendasi pemupukan padi sawah di Provinsi Bali, yaitu Urea 200,00 kg/ha dan Phonska 200,00 kg/ha. Demikian
pula
dalam
penggunaan
benih
padi,
rata-rata
petani
menggunakan benih padi berlabel varietas Ciherang sebanyak 31,04 kg/ha. Sebagian besar petani masih menggunakan kebutuhan benih sesuai anjuran secara nasional, yaitu sebesar 25,00 kg/ha, adapun meningkatnya penggunaan benih di atas ada beberapa petani selain menanam dengan cara tanam pindah juga mencoba bertanam dengan cara tanam benih langsung (tabela). Harga benih padi lebih mahal dari gabah itu sendiri karena untuk dijadikan benih, tanaman padi harus dipersiapkan dengan perlakuan yang berbeda dengan tanaman padi untuk konsumsi. Harga benih varietas Ciherang adalah Rp 5.000,00/kg. Petani juga menggunakan pupuk lain dan pestisida dalam usahatani padi. Hanya sedikit petani yang menerapkan prinsip-prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Tenaga kerja yang digunakan terdiri atas tenaga kerja pria dan wanita, baik tenaga keluarga maupun tenaga upahan. Sebagian besar petani menggunakan tenaga kerja pria dalam kegiatan pengolahan tanah, kegiatan pemeliharaan dan kegiatan panen. Upah tenaga kerja pria sektor pertanian sawah
52
pada masa tanam I di Kabupaten Badung sebesar Rp 50.303,03/hari, sedangkan upah tenaga kerja wanita sebesar Rp 40.909,09/hari. Gabah sebagai hasil usahatani padi di Kabupaten Badung umumnya dibeli melalui sistem tebasan oleh pengusaha penggilingan padi. Berdasarkan pengamatan di lapangan sistem ini sudah berlangsung lama sehingga sistem tebasan ini dijadikan cara spekulasi pengusaha penggilingan padi di dalam pembelian gabah petani. Spekulasi sistem tebasan ini sebenarnya lebih menguntungkan pengusaha penggilingan padi dari pada petani itu sendiri. Ratarata produktivitas gabah kering panen (GKP) usahatani padi sawah pada masa tanam I di Kabupaten Badung mencapai 6.602,25 kg GKP/ha dengan rata-rata harga gabah kering panen sebesar Rp 2.573,48/kg, maka diperoleh penerimaan sebesar Rp 16.990.789,56/ha. Keuntungan finansial sebagai indikator pendapatan petani merupakan selisih antara total penerimaan di tingkat petani dengan total biaya produksi. Total penerimaan merupakan perkalian dari total produksi dengan harga yang berlaku. Total biaya produksi adalah total pengeluaran tunai yang benar-benar dikeluarkan petani. Dari Tabel 6.5 menunjukkan bahwa pendapatan bersih usahatani padi sawah pada masa tanam I di Kabupaten Badung sebesar Rp 9,784,662.04/ha. Dapat dikatakan bahwa usahatani padi pada masa tanam I di Kabupaten Badung secara finansial layak, jika dilihat dari R/C lebih besar dari 1. Menurut Monke dan Pearson (1995) suatu aktivitas ekonomi yang mempunyai pendapatan
53
finansial diatas normal merupakan indikator bahwa pengembangan aktivitas ekonomi tersebut masih dimungkinkan. Menurut Soekartawi (2002)
semakin besar R/C, maka semakin besar
pendapatan yang diperoleh petani. Nilai R/C usahatani padi sebesar 2,36 menunjukkan bahwa setiap satu satuan biaya (Rp 1,00) yang dikeluarkan oleh petani padi akan memberikan pendapatan kotor sebesar Rp 2,36. Itu berarti usahatani padi sawah pada masa tanam I sangat profitable (menguntungkan).
6.2.1.2 Pendapatan usahatani padi sawah musim tanam II Seperti halnya usahatani padi sawah masa tanam I, maka petani dalam berusahatani padi sawah masa tanam II di Kabupaten Badung menggunakan ratarata dosis pupuk Urea sebanyak 200,00 kg/ha dan pupuk Phonska sebanyak 155,56 kg/ha. Penggunaan dosis pupuk tersebut tidak jauh berbeda dengan penggunaan dosis pupuk pada usahatani padi sawah masa tanam I. Harga pupuk Urea Rp 1.600,00/kg dan pupuk Phonska Rp 2.300,00/kg. Demikian
pula
dalam
penggunaan
benih
padi,
rata-rata
petani
menggunakan benih padi berlabel varietas Ciherang sebanyak 31,00 kg/ha. Dapat dikatakan kebutuhan benih padi sawah pada masa tanam II relatif sama dengan harga benih varietas Ciherang tetap Rp 5.000,00/kg. Petani juga menggunakan pupuk lain dan pestisida dalam usahatani padi. Hanya sedikit petani yang menerapkan prinsip-prinsip pengendalian hama terpadu (PHT). Tenaga kerja yang digunakan terdiri atas tenaga kerja pria dan wanita,
54
baik tenaga keluarga maupun tenaga upahan. Sebagian besar petani menggunakan tenaga kerja pria dalam kegiatan pengolahan tanah, kegiatan pemeliharaan dan kegiatan panen. Upah tenaga kerja usahatani padi sawah pada masa tanam II sebesar Rp 50.303,03/hari, sedangkan upah tenaga kerja wanita sebesar Rp 40.909,09/hari. Besarnya komponen input, output, komponen harga input, harga output dan pendapatan usahatani padi sawah pada musim tanam II, selengkapnya disajikan pada Tabel 6.6. Tabel 6.6 menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas gabah kering panen (GKP) yang dicapai pada usahatani padi sawah masa tanam II adalah sebesar 6.862,09 kg GKP/ha dengan rata-rata harga gabah kering panen (GKP) sebesar Rp 2.621,97/kg, maka diperoleh penerimaan sebesar Rp 17.992.185,68/ha. Dengan demikian pendapatan bersih usahatani padi sawah pada masa tanam II di Kabupaten Badung sebesar Rp 10,717,266.60 per hektar. Berdasarkan kenyataan di atas dapat dikatakan bahwa usahatani padi sawah pada masa tanam II juga sangat profitable (menguntungkan).
55
Tabel 6.6. Komponen Input-Output Fisik, Harga dan Biaya Usahatani Padi Sawah Masa Tanam II di Kabupaten Badung Tahun 2009 InputOutput Input
Satuan Benih(kg/ha) Pupuk - Urea (kg/ha) - SP-36 (kg/ha) - KCl(kg/ha) - ZA(kg/ha) - Phonska(kg/ha) - Pupuk lain (paket/ha) Pestisida (paket/ha) Herbisida (paket/ha) Total tradable input
Faktor domestik Tenaga kerja (HOK/ha) Traktor (paket) Tenaga hewan (paket) Pra-panen - Tenaga kerja keluarga (HOK) Laki-laki Perempuan - Tenaga kerja sewa (HOK) Laki-laki Perempuan Panen - Tenaga kerja keluarga (HOK) - Tenaga kerja sewa (HOK) Pasca panen - Transportasi (paket) - Tenaga kerja keluarga (paket) - Tenaga kerja sewa (paket) - Mesin (paket) Total tenaga kerja Modal kerja (Rp/ha) Alat pertanian (paket) Iuran Subak (paket/musim) Aci-aci (paket) Pajak/musim (paket) Lainnya (paket) Sewa Lahan (paket/ha) Output
Total penerimaan (rp/ha) Total biaya (rp/ha) Penerimaan bersih (rp/ha) R/C
Kuantitas 31,00
Harga (rp/satuan)
Biaya (rp/ha)
5,000.00
154,986.36
200,00 0,00 0,00 0,00 155,56 1,00 1,00 1,00
1,600.00 0.00 0.00 0.00 2,300.00 26,053.22 66,509.80 6,060.61
320,000.00 0.00 0.00 0.00 357,777.55 26,053.22 66,509.80 6,060.61 931,387.53
1,00 0,00
995,454.55 0.00
995,454.55 0.00
30,72 3,37
50,303.03 40,909.09
1,545,179.52 137,838.84
11,01 10,62
50,303.03 40,909.09
554,019.28 434,342.98
0,00 1,00
0.00 1,855,909.09
0.00 1,855,909.09
0,00 0,00 0,00 0,00
0.00 0.00 0.00 0.00
1,00 1,00 1,00 0,00 1,00 1,00 1,00
297,719.05 101,539.39 116,079.13 0.00 111,871.37 309,657.48 9,333.33
0.00 0.00 0.00 0.00 5,522,744.26 297,719.05 101,539.39 116,079.13 0.00 111,871.37 309,657.48 9,333.33
6.862,09
2,621.97
17,992,185.68 7,274,919.08 10,717,266.60 2,47
56
6.2.1.3 Pendapatan usahatani padi sawah musim tanam III Demikian halnya usahatani padi sawah masa tanam III, maka petani dalam berusahatani padi sawah menggunakan rata-rata dosis pupuk Urea sebanyak 200,00 kg/ha dan pupuk Phonska sebanyak 146.43 kg/ha. Penggunaan dosis pupuk tersebut juga tidak jauh berbeda dengan penggunaan dosis pupuk pada usahatani padi sawah masa tanam I dan II. Harga pupuk Urea tetap sama yaitu sebesar Rp 1.600,00/kg dan pupuk Phonska Rp 2.300,00/kg. Demikian
pula
dalam
penggunaan
benih
padi,
rata-rata
petani
menggunakan benih padi berlabel varietas Ciherang sebanyak 29,34 kg/ha, dengan harga benih varietas Ciherang tetap Rp 5.000,00/kg. Besarnya komponen input, output, komponen harga input, harga output dan pendapatan usahatani padi sawah pada musim tanam III, disajikan pada Tabel 6.7. Sama halnya dengan usahatani padi sawah pada masa tanam sebelumnya, petani juga menggunakan pupuk lain dan pestisida dalam usahatani padi. Hanya sedikit petani yang menerapkan prinsip-prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Demikian pula terhadap tenaga kerja yang digunakan terdiri atas tenaga kerja pria dan wanita, baik tenaga keluarga maupun tenaga upahan. Sebagian besar petani menggunakan tenaga kerja pria dalam kegiatan pengolahan tanah, kegiatan pemeliharaan dan kegiatan panen. Upah tenaga kerja usahatani padi sawah pada masa tanam III sebesar Rp 54.285,71/hari, sedangkan upah tenaga kerja wanita sebesar Rp 44.285,71/hari.
57
Tabel 6.7. Komponen Input-Output Fisik, Harga dan Biaya Usahatani Padi Sawah Masa Tanam III di Kabupaten Badung Tahun 2009 InputOutput Input
Satuan Benih(kg/ha) Pupuk - Urea (kg/ha) - SP-36 (kg/ha) - KCl(kg/ha) - ZA(kg/ha) - Phonska(kg/ha) - Pupuk lain (paket/ha) Pestisida (paket/ha) Herbisida (paket/ha) Total tradable input
Faktor domestik Tenaga kerja (HOK/ha) Traktor (paket) Tenaga hewan (paket) Pra-panen - Tenaga kerja keluarga (HOK) Laki-laki Perempuan - Tenaga kerja sewa (HOK) Laki-laki Perempuan Panen - Tenaga kerja keluarga (HOK) - Tenaga kerja sewa (HOK) Pasca panen - Transportasi (paket) - Tenaga kerja keluarga (paket) - Tenaga kerja sewa (paket) - Mesin (paket) Total tenaga kerja Modal kerja (Rp/ha) Alat pertanian (paket) Iuran Subak (paket/musim) Aci-aci (paket) Pajak/musim (paket) Lainnya (paket) Sewa Lahan (paket/ha) Output
Total penerimaan (rp/ha) Total biaya (rp/ha) Penerimaan bersih (rp/ha) R/C
Kuantitas
Harga (rp/satuan)
Biaya (rp/ha)
29,34
5,000.00
146,682.14
200,00 0,00 0,00 0,00 146,43 1,00 1,00 0,00
1,600.00 0.00 0.00 0.00 2,300.00 3.571,43 46,919.41 0
320,000.00 0.00 0.00 0.00 336,785.71 3,571.43 46,919.41 0.00 853,958.70
1,00 0,00
1,021,428.57 0.00
1,021,428.57 0.00
27,50 2,95
54,285.71 44,285.71
1,492,857.14 130,547.96
14,59 8,25
54,285.71 44,285.71
791,834.69 365,262.24
0,00 1,00
0.00 1,970,875.00
0.00 1,970,875.00
0,00 0,00 0,00 0,00
0.00 0.00 0.00 0.00
1,00 1,00 1,00 0,00 1,00 1,00 1,00
310,149.59 107,352.38 113,616.67 0.00 177,840.87 89,285.71 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 5,772,805.61 310,149.59 107,352.38 113,616.67 0.00 177,840.87 89,285.71 0.00
6.968,31
2,703.57
18,839,323.82 7,311,392.86 11,527,930.96 2,58
58
Tabel 6.7 menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas gabah kering panen (GKP) yang dicapai pada usahatani padi sawah masa tanam III adalah sebesar 6.968,31 kg GKP/ha dengan rata-rata harga gabah kering panen sebesar Rp 2.703,57/kg, maka diperoleh penerimaan sebesar Rp 18,839,323.82/ha. Dengan demikian pendapatan bersih usahatani padi sawah pada masa tanam III di Kabupaten Badung sebesar Rp 11,527,930.96 per hektar. Berdasarkan kenyataan di atas dapat dikatakan bahwa usahatani padi sawah pada masa tanam III juga sangat profitable (menguntungkan). 6.2.2
Pendapatan usahatani kedelai Usahatani kedelai pada lahan sawah umumnya ditanam petani setelah
panen padi masa tanam II (saat musim kemarau) secara sebar. Petani di Kabupaten Badung dalam berusahatani menggunakan rata-rata dosis pupuk Urea sebanyak 50,00 kg/ha dan pupuk Phonska sebanyak 83,33 kg/ha, dengan harga pupuk Urea Rp 1.600,00/kg dan pupuk Phonska Rp 2.300,00/kg. Kebutuhan benih kedelai yang diperlukan dalam penanaman sistim sebar ini, rata-rata menggunakan benih sebanyak 42,79 kg/ha. Harga benih kedelai lebih mahal dari kedelai itu sendiri karena untuk dijadikan benih, kedelai harus dipersiapkan dengan perlakuan yang berbeda dengan kedelai untuk konsumsi. Meskipun produktivitas kedelai tanpa label lebih rendah dari kedelai dengan benih berlabel, namun petani lebih suka menanam benih tanpa label karena lebih mudah di dapat melalui kegiatan jalur benih antar lapang (jabal) dari Kecamatan Kuta Selatan.
59
Petani juga menggunakan pupuk lain dan pestisida dalam pemeliharaan tanaman. Hanya sedikit petani yang menerapkan prinsip-prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Harga pupuk lain dan pestisida dihitung berdasarkan paket. Tenaga kerja yang digunakan lebih dominan tenaga kerja pria daripada wanita, baik tenaga keluarga maupun tenaga upahan. Tenaga kerja pria lebih terkonsentrasi dalam kegiatan persiapan lahan terutama pada kegiatan penebasan jerami. Demikian pula untuk kegiatan lainya dari penanaman/sebar benih, pemeliharaan tanaman, panen, penjemuran, pengupasan dan transportasi masih didominasi tenaga kerja pria. Upah tenaga kerja laki-laki di Kabupaten Badung Rp 50.000,00/hari. Transportasi juga digunakan petani pada musim panen, khususnya untuk mengangkut hasil kedelai dari lahan usaha menuju rumah. Petani menggunakan sedikit barang modal seperti cangkul, sabit, alat semprot (hand sprayer) dan alat perontok. Berdasarkan hasil survei penelitian diperoleh data bahwa rata-rata produktivitas kedelai adalah 1.513,58 kg kedelai kering panen per hektar. Petani umumnya menjual kedelai saat panen atau sebulan setelah panen dengan harga kedelai rata-rata Rp 4.283,33/kg. Besarnya komponen input, output, komponen Harga input, harga output dan pendapatan usahatani kedelai pada lahan sawah, disajikan pada Tabel 6.8.
60
Tabel 6.8. Komponen Input-Output Fisik, Harga dan Biaya Usahatani Kedelai Pada Lahan Sawah di Kabupaten Badung Tahun 2009 InputOutput Input
Satuan Benih (kg/ha) Pupuk - Urea (kg/ha) - Phonska (kg/ha) - KCl(kg/ha) - Pupuk lain (paket/ha) Pestisida (paket/ha)
Kuantitas 42.79
Harga (rp/Satuan) 9,000.00
Biaya (rp/Ha) 385.110,00
50.00 83.33 0.00 1.00 1.00
1,600.00 2,300.00 0.00 29,318.18 61,004.27
80.000,00 191.659,00 0,00 29.318,18 61.004,27
Total tradable input Faktor Domestik
Output
Tenaga kerja (HOK/ha) a. Persiapan Lahan b. Penanaman c. Pemeliharaan - Pengairan - Penyiangan - Pemupukan - Pengendalian hama dan penyakit d. Panen e. Pengupasan f. Transportasi g. Penjemuran Total tenaga kerja Modal Kerja (Rp/ha) Sewa (paket/ha) Lain-lain (paket) Total penerimaan (rp/ha) Total biaya (rp/ha) Penerimaan bersih (rp/ha) R/C
747.091,45
7.45 1.58
50,000.00 50,000.00
372.500,00 79.000,00
1.00 2.33 1.75
50,000.00 50,000.00 50,000.00
50.000,00 116.500 87.500,00
1.58 17.08 3.08 1.25 1.80
50,000.00 50,000.00 50,000.00 50,000.00 50,000.00
1.00 0.00 1.00
125.182,25 0.00 174,541.67
79.000,00 854.000,00 154.000,00 62.500,00 90.000,00 1.945.000,00 125.182,25 0.00 174.541.67
1,513.58
4,283.33
6.483.162,62 2.991.815,37 3.491.347,25 2,17
61
Keuntungan finansial merupakan selisih antara total penerimaan di tingkat petani dengan total biaya produksi. Total penerimaan merupakan perkalian dari total produksi dengan harga yang berlaku. Total biaya produksi adalah total pengeluaran tunai yang benar-benar dikeluarkan petani termasuk biaya aci-aci (biaya lain-lain). Tabel 6.8 menunjukkan bahwa keuntungan finansial (keuntungan privat) usahatani komoditas kedelai pada tingkat petani di Kabupaten Badung sebesar Rp 3.491.347,25 per hektar. Dengan nilai R/C 2,17 dapat dikatakan bahwa usahatani kedelai pada lahan sawah di Kabupaten Badung secara finansial layak, dan masih dimungkinkan untuk dikembangkan sebagai usaha perekonomi yang lebih menguntungkan.
6.2.3
Pendapatan usahatani jagung
Untuk usahatani jagung pada lahan sawah juga ditanam oleh petani setelah panen padi masa tanam II (saat musim kemarau) secara tugal dengan setiap lubang ditanam dua biji. Pada waktu tanaman berumur tiga minggu, jumlah tanaman diperjarang sehingga setiap lubang terdapat satu tanaman. Jarak tanam antara baris 75 cm dan jarak antara lubang dalam baris 20 cm. Untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai potensinya dilakukan pemupukan. Dosis pupuk yang digunakan petani di Kabupaten Badung rata-rata menggunakan dosis pupuk Urea sebanyak 100,00 kg/ha dan pupuk Phonska sebanyak 225,00 kg/ha, dengan harga pupuk Urea Rp 1.600,00/kg dan pupuk Phonska Rp 2.300,00/kg.
62
Benih yang ditanam adalah jagung hibrida tongkol dua, dengan jumlah benih rata-rata sebanyak 28,06 kg/ha. Petani menyadari bahwa benih hibrida tidak baik untuk ditanam ulang, sehingga setiap akan menanam jagung petani bersedia membeli benih jagung hibrida walaupun dengan harga mahal. Harga benih Jagung hibrida di tingkat petani adalah Rp 40.000,00/kg. Untuk mencegah serangan lalat bibit pada waktu tanam, petani menggunakan sedikit pestisida reagent butiran yang ditambahkan pada setiap lubang tanam. Penambahan pestisida kembali dilakukan apabila terdapat gejala serangan hama pada masa pertumbuhan yang diberikan melalui pucuk daun. Benih jagung hibrida yang dijual di toko/kios pertanian telah diberi perlakuan khusus, yaitu diberi perlakuan fungisida Ridomil untuk pencegahan penyakit bulai. Hasil survei tidak dijumpai penggunaan pupuk lain dalam pemeliharaan tanaman jagung. Pestisida lain digunakan untuk mengendalikan serangan beberapa hama utama tanaman jagung. Rata-rata biaya untuk pembelian pestisida (pengendalian hama) pada saat penelitian adalah sebesar Rp 96.250,00. Seperti halnya tanaman kedelai, maka tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani jagung lebih banyak tenaga kerja pria daripada wanita, baik tenaga keluarga maupun tenaga upahan. Tenaga kerja pria lebih terkonsentrasi dalam kegiatan persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan panen, dengan upah tenaga kerja laki-laki di Kabupaten Badung sebesar Rp 40.000,00/hari. Besarnya komponen input, output, komponen harga input, harga output dan pendapatan usahatani jagung pada lahan sawah, disajikan pada Tabel 6.9.
63
Tabel 6.9. Komponen Input-Output Fisik, Harga dan Biaya Usahatani Jagung Pada Lahan Sawah di Kabupaten Badung Tahun 2009 InputOutput Input
Satuan Benih (kg/ha) Pupuk - Urea (kg/ha) - Phonska (kg/ha) - KCl(kg/ha) - Pupuk lain (paket/ha) Pestisida (paket/ha)
Kuantitas 28.06
Harga (rp/Satuan) 40,000.00
Biaya (rp/Ha) 1.122.400,00
100.00 225.00 0.00 1.00 1.00
1,600.00 2,300.00 0.00 0.00 96,250.00
160.000,00 517.500,00 0,00 0,00 96.250,00
Total tradable input Faktor Domestik
Tenaga kerja (HOK/ha) a. Persiapan Lahan b. Penanaman c. Pemeliharaan - Pengairan - Penyiangan - Pemupukan - Pengendalian hama dan
penyakit d. Panen e. Pengupasan f. Transportasi g. Penjemuran Total tenaga kerja Modal Kerja (Rp/ha) Sewa (paket/ha) Lain-lain (paket) Output
Total penerimaan (rp/ha) Total biaya (rp/ha) Penerimaan bersih (rp/ha) R/C
1.896.150,00
7.50 2.00
40,000.00 40,000.00
300.000,00 80.000,00
0.00 1.00 1.50
0.00 40,000.00 40,000.00
0,00 40.000,00 60.000,00
1.50 9.17 0.00 0.00 0.00
40,000.00 40,000.00 0.00 0.00 0.00
60.000,00 366.800,00 0,00 0,00 0,00
1.00 0.00 1.00
130.337,18 0.00 100,000.00
906.800,00 130.337,18 0.00 100.000,00
3,000.00
3,500.00
10.500.000,00 3.033.287,18 7.466.712,82 3,46
64
Panen dilakukan saat tongkol jagung belum masak benar secara fisiologis, tetapi dipanen sebagai panen jagung muda. Para tengkulak/pedagang langsung datang ke lahan petani untuk membeli jagung muda. Berdasarkan hasil survei penelitian diperoleh data bahwa rata-rata produktivitas jagung muda adalah 3.000,00 kg jagung muda per hektar, dengan harga rata-rata yang diterima petani sebesar Rp 3.500,00/kg. Dengan demikian total penerimaan dari usahatani jagung di Kabupaten Badung adalah sebesar Rp 10.500.000,00 per hektar, sementara total biaya usahataninya sebesar Rp 3.033.287,18 sehingga keuntungan finansial (keuntungan privat) yang diterima petani dari usahatani jagung muda adalah sebesar Rp 7.466.712,82 per hektar. Dari analisis usahatani diperoleh nilai R/C yang lebih besar daripada satu (R/C = 3,46), itu berarti bahwa usahatani jagung pada lahan sawah di Kabupaten Badung secara finansial layak, dan masih dimungkinkan untuk dikembangkan sebagai usaha perekonomian yang lebih menguntungkan. 6.2.4
Pendapatan usahatani kacang tanah Penanaman kacang tanah di lahan sawah dilakukan setelah panen padi
masa tanam II (saat musim kemarau) secara tugal dengan setiap lubang ditanam antara 2 s.d. 3 biji. Jarak tanam yang digunakan petani di Kabupaten Badung adalah antara baris 20 s.d. 25 cm dan jarak antara lubang dalam baris adalah 20 s.d. 25 cm. Untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai potensinya dilakukan pemupukan. Dosis pupuk yang digunakan petani di Kabupaten Badung rata-rata menggunakan dosis pupuk Urea sebanyak 50,00 kg/ha dan pupuk Phonska
65
sebanyak 71,43 kg/ha, Penggunaan dosis pemupukan tersebut masih jauh di bawah rekomendasi yang dianjurkan pemerintah. Harga pupuk Urea di tingkat petani Rp 1.600,00/kg dan pupuk Phonska Rp 2.300,00/kg. Kebutuhan petani akan benih kacang tanah dalam satu hektarnya cukup besar, dimana petani dalam melakukan usahatani ini membutuhkan benih rata-rata sebanyak 100,45 kg/ha. Varietas yang ditanam masih menggunakan varietas lokal, dengan harga benih kacang tanah di tingkat petani adalah Rp 6.000,00/kg. Dalam pemeliharaan tanaman, petani menggunakan sedikit pestisida bahkan tidak menggunakan pupuk lain untuk menunjang pertumbuhan tanamannya. Pengendalian hama dan penyakit baru dilakukan petani apabila tanaman menunjukkan adanya gejala serangan hama dan penyakit. Harga pestisida dihitung berdasarkan paket. Rata-rata biaya untuk pembelian pestisida pada saat penelitian adalah sebesar Rp 57.706,31. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani kacang tanah ini lebih banyak tenaga kerja pria daripada wanita, baik tenaga keluarga maupun tenaga upahan. Tenaga kerja pria lebih terkonsentrasi dalam kegiatan persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan panen, dengan upah tenaga kerja laki-laki di Kabupaten Badung antara Rp 40.000,00/hari s.d. Rp 50.000,00/hari dan upah tenaga kerja perempuan antara Rp 30.000,00/hari s.d. Rp 40.000,00/hari. Besarnya komponen input, output, komponen harga input, harga output dan pendapatan usahatani kacang tanah pada lahan sawah, disajikan pada Tabel 6.10.
66
Tabel 6.10. Komponen Input-Output Fisik, Harga dan Biaya Usahatani Kacang Tanah pada Lahan Sawah di Kabupaten Badung Tahun 2009 InputOutput Input
Satuan Benih (kg/ha) Pupuk - Urea (kg/ha) - Phonska (kg/ha) - KCl(kg/ha) - Pupuk lain (paket/ha) Pestisida (paket/ha)
Kuantitas 100,45
Harga (rp/Satuan) 6.000,00
Biaya (rp/Ha) 602.700,00
50,00 71,43 0,00 0,00 1,00
1.600,00 2.300,00 0,00 0,00 57.706,31
80.000,00 164.289,00 0,00 0,00 57.706,31
Total tradable input Faktor Domestik
Output
Tenaga kerja (HOK/ha) a. Persiapan Lahan b. Penanaman c. Pemeliharaan - Pengairan - Penyiangan - Pemupukan - Pengendalian hama dan penyakit d. Panen e. Pengupasan f. Transportasi g. Penjemuran Total tenaga kerja Modal Kerja (Rp/ha) Sewa (paket/ha) Lain-lain (paket) Total penerimaan (rp/ha) Total biaya (rp/ha) Penerimaan bersih (rp/ha) R/C
904.695,31
8,21 2,56
47.142,86 42.142,86
387.042,88 107.885,72
0,43 2,55 1,07
47.142,86 44.285,71 47.142,86
20.271,43 112.928,56 50.442,86
0,97 15,67 4,01 0,57 1,36
47.142,86 42.142,86 42.142,86 42.142,86 42.142,86
1,00 1,00 1,00
118.096,17 1.071.428,57 451.119,96
45.728,57 660.378,62 168.992,87 24.021,43 57.314,29 1.635.007,23 118.096,17 1.071.428,57 451.119,96
3.119,32
4,614.29
14.393.447,08 4.180.347,24 10.213.099,84 3,44
67
Panen dilakukan apabila sekitar 80% dari populasi tanaman telah menguning atau benar-benar masak secara fisiologis. Berdasarkan hasil survei penelitian diperoleh data bahwa rata-rata produktivitas kacang tanah pada lahan sawah adalah sebesar 3.119,32 kg/ha, dengan harga rata-rata yang diterima petani sebesar Rp 4.614,29/kg. Dengan demikian total penerimaan dari usahatani kacang tanah di Kabupaten Badung adalah sebesar Rp 14.393.447,08/ha, sementara itu total biaya usahatani yang dikeluarkan oleh petani adalah sebesar Rp 4.180.347,24 sehingga keuntungan finansial (keuntungan privat) yang diterima petani di Kabupaten Badung sebagai keuntungan bersih dari usahatani kacang tanah adalah sebesar Rp 10.213.099,84/ha. Dari analisis usahatani diperoleh nilai R/C yang lebih besar daripada satu (R/C = 3,44), itu berarti bahwa usahatani kacang tanah pada lahan sawah di Kabupaten Badung secara finansial layak, dan masih dimungkinkan untuk dikembangkan sebagai usaha perekonomian yang lebih menguntungkan.
6.2.5
Perbandingan pendapatan berdasarkan pola tanam
Dari hasil analisis usahatani di atas dapat diketahui pendapatan petani berdasarkan pola tanam yang dilakukan selama satu Tahun pada pertanian sawah di Kabupaten Badung tersaji pada Tabel 6.11.
68
Tabel 6.11. Keragaan Pendapatan Berdasarkan Pola Tanam pada Pertanian Sawah di Kabupaten Badung Tahun 2009 Pola tanam Padi-padi-bera Padi-padi-padi Padi-padi-kedelai Padi-padi-jagung Padi-padi-Kc. Tanah
Jumlah petani 4 14 6 2 7
Pendapatan pertanian sawah (Rp/Ha) MT I 9,784,662.04 9,784,662.04 9,784,662.04 9,784,662.04 9,784,662.04
MT II
MT III
Total
10,717,266.60 10,717,266.60 10,717,266.60 10,717,266.60 10,717,266.60
0 11,527,930.96 3.491.347,25 7.466.712,82 10.213.099,84
20.501.928,64 32.029.859,96 23.993.275,89 27.968.641,46 30.715.028,48
Berdasarkan Tabel 6.11 diperoleh gambaran bahwa pola tanam “padi – padi – padi” memberikan pendapatan per Tahun bagi petani paling tinggi diantara pola tanam yang ada pada pertanian sawah di Kabupaten Badung, yaitu sebesar Rp 32.029.859,96. Bahkan pola tanam ini ternyata paling banyak dilakukan petani pada pertanian sawah sebanyak 42,42%. Selanjutnya pola tanam “padi – padi – kacang tanah” juga memberikan pendapatan per Tahun yang cukup tinggi yaitu sebesar Rp 30.715.028,48, dan merupakan pola tanam yang cukup banyak dilakukan petani pada pertanian sawah sebanyak 21,21%. Demikian pula terhadap pola tanam “padi – padi – jagung” dapat memberikan pendapatan per Tahun sebesar Rp 27.968.641,46, namun petani yang melakukan pola tanam ini tidak banyak hanya sekitar 6,06%. Untuk pola tanam “padi – padi – kedelai” memberikan total pendapatan bersih bagi petani lahan sawah dalam seTahunnya sebesar Rp 23.993.275,89. Dari hasil penelitian terdapat 18,18% petani lahan sawah di Kabupaten Badung yang melaksanakan pola tanam ini. Sedangkan petani yang melaksanakan pola tanam “padi – padi – bera” pada lahan sawahnya hanya sekitar 12,12%, dengan pendapatan bersih yang diterima dalam waktu
69
setahunnya sebesar Rp 20.501.928,64. Pendapatan dapat lebih ditingkatkan lagi apabila petani pada pola tanam ini, lahan bera dioptimalkan lahannya dengan ditanami palawija.
Dari hasil penelitian pola tanam yang paling dominan
dilakukan adalah pola tanam padi-padi-padi, dimana pola tanam itu adalah bukan pola tanam yang dianjurkan, karena dalam keberlanjutannya pola tanam ini akan merusak struktur tanah, dimana tanah akan miskin unsur organik dan unsur hara penyangga, rentan kekeringan dan penyakit. Oleh karena itu, pola tanam padipadi-padi tidak bisa dipertahankan karena akan menyebabkan produktivitas dan kelestarian sistem pertanian akan menurun. 6.3 Analisis SWOT 6.3.1 Analisis Faktor Strategi Internal dan Eksternal Untuk
melakukan
analisis
faktor
internal
terhadap
strategi
mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung oleh Pemerintah Kabupaten Badung, maka terlebih dahulu melakukan analisis sumberdaya internal atau mengidentifikasi faktor-faktor kekuatan dan kelemahan seperti berikut. 1. Kekuatan 1) Kebijakan Pemerintah Kabupaten dalam mendukung peningkatan produksi padi sawah. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Badung yang sesuai dengan visi dan misi Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung, yaitu: 1) Program Peningkatan Ketahanan Pangan. Program ini bertujuan untuk memantapkan ketahanan pangan yaitu suatu kondisi terpenuhinya
70
pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau, 2) Program Pengembangan Agribisnis. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani/pelaku usaha di bidang pertanian melalui penerapan konsep agribisnis dalam berusaha dan 3) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Program ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan petani melalui upaya pemberdayaan petani, kelembagaan dan aparatur. 2) Perencanaan program pembangunan pertanian daerah. Perencanaan yang disusun sedemikian rupa (top down dan bottom up) dan diaktualisasikan secara rinci berdasarkan anggaran yang tepat dari program ketahanan pangan dan program agribisnis sehingga terjadi peningkatan mutu intensifikasi pertanian, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani beserta keluarganya. 3) Soliditas aparat pertanian dan instansi terkait lainnya. Solidalitas aparat pertanian dan instansi terkait lainnya dimaksudkan sebagai kekompakan yang dimiliki antar aparat pertanian dan aparat pertanian dengan instansi terkait lainnya dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Sebagai contoh adalah adanya tim-tim terpadu yang dibentuk baik oleh dinas maupun pemerintah kabupaten dalam kegiatan supervisi, monitoring dan evaluasi pembangunan pertanian hal ini akan mempermudah dalam pemecahan permasalahan yang mungkin terjadi.
71
4) Kuantitas dan kualitas sumber daya aparat. Jumlah sumberdaya aparat Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan yang memadai hingga di pedesaan. Kualitas sumberdaya aparatpun memadai, sebagian besar aparat memiliki kualitas pendidikan strata-1. 5) Prasarana dan sarana. Pembangunan pertanian mutlak diperlukan adanya prasarana dan sarana yang memadai, tanpa adanya prasarana dan sarana yang memadai maka sistim usahatani tidak akan dapat berjalan dengan baik. Adapun prasarana yang dibutuhkan petani diantaranya dibangunnya jalan usaha tani (JUT), jalan produksi, jaringan irigasi tingkat usahatani (JITUT), jaringan irigasi desa (JIDES), jaringan irigasi tersier dan kuater serta sarana transportasi dalam rangka menunjang mobilitas aparat. 2. Kelemahan 1) Pembinaan kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapang. Pemasaran hasil merupakan sub-sistim penting dalam sistim agribisnis padi. Pemasaran yang terjadi baru sebatas tebasan sehingga kemitraan yang terbentuk baru sebatas langganan antara petani dan tengkulak atau pengusaha penggilingan padi. Peran pemerintah dalam pembinaan kerjasama ini masih lemah, petani belum diarahkan melalui suatu perjanjian kontrak jual beli dalam jumlah tertentu antara dua belah pihak atau lebih dengan pengawasan atau juri dari pemerintah. Sehingga apa yang terjadi adalah ketimpangan dan petani masih dipihak yang dirugikan. Pembinaan dari pemerintah melalui adanya suatu perjanjian dimaksudkan agar tercapainya win-win solution partnership.
72
2) Monitoring dan evaluasi. Tujuan dari monitoring dan evaluasi adalah untuk memperbaiki pelaksanaan pekerjaan. Faktor ini dikatagorikan sebagai sumberdaya internal yang masih lemah baik dalam frekuensi maupun kualitas yang dimonitoring dan dievaluasi. 3) Alokasi dana untuk kegiatan penyuluhan. Alokasi dana untuk kegiatan penyuluhan masih dirasakan belum memadai untuk kegiatan diseminasi teknologi pertanian, hasil kajian dari lembagalembaga penelitian dan pengembangan. Kurangnya materi penyuluhan (berupa percontohan, demonstrasi plot, demonstrasi area, demonstrasi bibit unggul, uji adaptasi dsbnya) tentunya akan memperlambat pencapaian tujuan pembangunan pertanian. 4) Kinerja pelayanan aparat terhadap masyarakat tani. Kinerja pelayanan aparat terhadap masyarakat tani dinilai masih belum optimal. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja pelayanan aparat antara lain: motivasi diri, kepribadian, harga diri, kompetensi, iklim organisasi dan kompleksitas wilayah kerja. 5) Keterlambatan Realisasi APBD Kabupaten untuk pertanian sawah. Terlambatnya Realisasi kegiatan APBD Kabupaten untuk kegiatan pertanian sawah, menyebabkan mundurnya pelaksanaan program dan kualitas pekerjaan yang dicapai.
73
Sedangkan untuk melakukan analisis faktor eksternal terhadap strategi mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung oleh Pemerintah Kabupaten Badung, maka terlebih dahulu ditentukan sumberdaya eksternal atau mengidentifikasi faktor-faktor peluang dan ancaman sebagai berikut: 1. Peluang 1) Kesesuaian lahan dan iklim. Kesesuaian lahan dan iklim adalah potensi sumberdaya alam yang ada di Kabupaten Badung, menyangkut jenis tanah, tingkat kesuburan, tingkat kemasaman tanah, ketersediaan air, ketinggian tempat, suhu udara, kelembaban udara, curah hujan dan jumlah hari hujan sehingga cocok untuk pertanian sawah (tanaman padi). 2) Adanya lembaga persubakan. Merupakan lembaga social-religius yang secara tradisional ada pada masyarakat Bali. Subak tidak hanya terbatas pada organisasi pengelola air dan jaringan irigasi, namun ada beberapa elemen yang berkaitan erat yaitu produksi pangan, ekosistem lahan sawah beririgasi dan ritual keagamaan yang terkait dengan budidaya padi. Oleh karenanya dinamika subak terkait dengan tri hita karana (parhyangan, pawongan dan palemahan) yang tetap diyakini dan melandasi setiap prilaku petani. Untuk menjaga kelestarian kelembagaan persubakan diperkuat dengan perangkat aturan berupa “awig-awig subak”. Jumlah lembaga persubakan di Kabupaten Badung saat ini adalah 119 subak.
74
3) Teknologi usahatani padi. Teknologi usahatani padi adalah ilmu usahatani padi yang memberikan nilai tambah, dalam penelitian ini bagi petani. Dua dimensi teknologi di tingkat petani yaitu penguasaan teknologi usahatani padi, menyangkut teknik yang telah dikuasai dan dilaksanakan sendiri oleh petani, dan tersedianya teknologi usahatani padi di tingkat lapang yang menyangkut sarana produksi padi, peralatan, mesin pertanian dan informasi pertanian. 4) Adanya mitra usaha. Pelaku bisnis yang berkaitan dengan usahatani padi dan berpihak kepada petani. Mitra usaha yang ada di Kabupaten Badung seperti: pengusaha yang menyediakan agroinput, pengusaha yang bergerak dalam pengolahan hasil, pengusaha di bidang pemasaran hasil termasuk para pengusaha penggilingan padi, pedagang kecil/kios yang menyediakan sarana produksi pertanian. 5) Adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usaha pertanian. Lembaga keuangan adalah lembaga yang menyediakan pendanaan dan jaminan khususnya untuk usaha pertanian. Disadari bahwa hingga saat ini kemampuan petani dalam membiayai usahataninya masih terbatas dikarenakan terbatasnya permodalan petani. Namun keberadaan lembaga keuangan dalam penelitian ini adalah aksesbilitasnya bagi petani dan jumlahnya banyak tersebar hingga dipedesaan di Kabupaten Badung. Selain itu kualitas layanan lembaga keuangan yang memiliki reputasi baik, karena memiliki sumber daya manusia yang berpengalaman.
75
6) Permintaan beras. Permintaan beras dipengaruhi oleh konsumsi dan jumlah penduduk. Konsumsi beras per kapita di Indonesia hingga saat ini masih cukup tinggi, yaitu sekitar 139 kg/kapita/tahun. Total konsumsi beras diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk (Bulog, 2006). Jumlah penduduk Kabupaten Badung berdasarkan data regristrasi penduduk Tahun 2008 tercatat 383.880 jiwa (BPS, 2009). Meningkatnya permintaan beras juga dipengaruhi destinasi penduduk pendatang (imigran, wisatawan lokal dan manca negara) dimana setiap hotel dan restaurant/rumah
makan
membutuhkan
pasokan
beras
akibat
berkembangnya sektor pariwisata, dan Kabupaten Badung merupakan salah satu tujuan wisata. Disamping itu meningkatnya kesejahteraan dan berubahnya pola makan akan meningkatkan konsumsi beras. 7) Kebijakan pemerintah pusat dan provinsi yang mendukung pertanian sawah. Target utama Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014 untuk komoditas padi adalah swasembada beras yang berkelanjutan. Strategi utamanya adalah (1) percepatan peningkatan produktivitas padi sawah, padi rawa/lebak, dan padi gogo, (2) perluasan areal tanam. Pendekatan yang dilakukan dalam pencapaian sasaran produksi padi adalah melalui penerapan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), diikuti dengan Program Ketahanan Pangan dan Program Agribisnis. Untuk Program Ketahanan Pangan melalui APBN dan APBD memberikan pinjaman tanpa bunga kepada lembaga perberasan berupa pengembangan Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-
76
LUEP). Beberapa regulasi pemerintah pusat dan provinsi yang mendukung pertanian sawah antara lain: Intruksi Presiden mengenai penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terhadap gabah/beras petani, Peraturan Menteri Pertanian mengenai harga pupuk, dan subsidi ganda pupuk. 2. Ancaman 1) Tingkat pendidikan petani dan minat generasi muda dibidang pertanian sawah. Tingkat pendidikan petani yang rendah, yaitu 47,222% berpendidikan Sekolah Dasar dan 8,333% berpendidikan Sekolah Lanjutan Pertama menjadi kendala dalam mempercepat adopsi dan inovasi teknologi untuk meningkatkan pendapatan di sektor pertanian sawah, dengan demikian upaya
mempercepat
pencapaian
kesejahteraanpun
akan
menjadi
terhambat. Demikian pula terhadap rata-rata usia petani di Kabupaten Badung yang mencapai umur 53 Tahun, akan berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja menjadi kurang optimal. Sehubungan dengan tingkat penghasilan yang diperoleh dari usahatani sawah yang kurang menguntungkan, memberi dampak yang kurang baik terhadap minat generasi muda untuk berkecimpung dalam sektor pertanian. Sementara itu sektor industri dan jasa mampu memberikan kesejahteraan bagi pekerjanya, sehingga tidak mengherankan jika terlihat pemuda-pemuda di desa dari kalangan petani meninggalkan orang tuanya dan pergi memburu pekerjaan di kota daripada menggantikan orang tuanya sebagai petani. Hasil survei terhadap responden diperoleh informasi bahwa minat generasi muda di bidang pertanian sangat kurang.
77
2) Alih fungsi lahan pertanian sawah Alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Badung seyogyanya menjadi perhatian bersama, mengingat lahan pertanian merupakan bagian dari palemahan dalam konsep Tri Hita Karana. Laporan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Badung (2008), dalam lima Tahun terakhir yaitu dari Tahun 2003 hingga Tahun 2007 alih fungsi lahan sawah ke lahan bukan sawah seluas 209 ha. 3) Sistim tebasan menyebabkan harga gabah rendah. Pemasaran gabah di tingkat petani selama ini dilakukan secara tebasan. Para tengkulak dan pengusaha penggilingan padi datang ke desa/lokasi usahatani untuk melakukan praktek tebasan, bahkan tidak jarang para tengkulak dan pengusaha penggilingan padi sudah datang sebelum musim panen tiba. Praktek ini dapat berjalan terus pada pertanian sawah diakibatkan karena tingkat kesejahteraan dan posisi tawar petani yang rendah.
Kemampuan
dalam
mengelola
dan
memprediksi
hasil
usahataninya yang kurang, menyebabkan petani pasrah dengan harga yang ditentukan oleh para tengkulak dan pengusaha penggilingan padi tersebut. Sering harga gabah yang diterima petani jatuh di bawah harga pembelian pemerintah, padahal harga adalah merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan petani untuk mendapatkan keuntungan dalam berusahatani.
78
4) Serangan organisme pengganggu tanaman Serangan organisme pengganggu tanaman ini sering menghantui perasaan petani sebagai ancaman, dari sejak melakukan pembibitan, penanaman hingga pasca panen. Padahal, mereka sudah melakukan upaya-upaya preventif dan penanggulangannya. 5) Pertambahan penduduk. Pertambahan penduduk pada keluarga petani berarti bertambahnya beban ekonomi yang menjadi tanggungan keluarga petani. Pertambahan penduduk menyebabkan luas kepemilikan lahan pertanian sawah akan menjadi berkurang, karena sistim budaya yang ada pada masyarakat di Kabupaten Badung, bahkan pertambahan penduduk juga membutuhkan adanya tempat tinggal, tempat usaha dan perkantoran. 6) Pasar bebas Pasar bebas/globalisasi ekonomi dunia akan menyebabkan perdagangan komoditas padi semakin kompetitif dan semakin terbuka, di mana kondisi perdagangan tersebut suka-tidak suka harus dihadapi bersama termasuk petani kita di Kabupaten Badung. Persaingan komoditas padi tidak hanya terjadi antar negara penghasil beras, justeru persaingan bisa terjadi antar kabupaten, bahkan antara kabupaten dengan negara lain penghasil beras.
79
6.3.2 Hasil evaluasi faktor strategi internal dan eksternal Dari faktor-faktor strategis internal dan eksternal itu dipilih faktor yang merupakan
kekuatan
(strengths),
kelemahan
(weaknesess),
peluang
(opportunities) dan ancaman (threats) yang berpengaruh terhadap strategi mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung. Setelah itu, dilakukan pembobotan dengan menggunakan metode pembandingan berpasangan (paired comparison) terhadap faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman tersebut. Rating kekuatan dan kelemahan diperoleh dari rata-rata rating yang dipilih oleh seluruh responden untuk faktor-faktor internal tersebut. Skor faktor strategis internal diperoleh dari perkalian antara bobot dan rating kekuatan dan kelemahan dalam strategi mempertahankan pertanian sawah. Hasil perhitungan matriks IFAS (internal strategic factors analysis summary) selengkapnya seperti pada Tabel 6.12. Untuk mengetahui tingkat kepentingan nilai pembobotan mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung, maka dilakukan pengelompokan atas tiga tingkatan berdasarkan selang yang diperoleh dengan jalan mengurangi nilai bobot tertinggi dengan nilai bobot terendah. Hasil yang diperoleh, selanjutnya dibagi tiga untuk mendapatkan selang tingkat kepentingan. Pada faktor strategis kekuatan nilai cukup penting dimulai dari bobot 0,040 sampai dengan bobot 0,082, penting dari bobot 0,083 sampai dengan bobot 0,125, dan sangat penting mulai dari bobot 0,126 sampai dengan bobot 0,168. Sedangkan, untuk faktor strategis kelemahan, nilai cukup penting dimulai dari bobot 0,043 sampai dengan bobot 0,077, penting dari bobot 0,078 sampai dengan bobot 0,113, dan sangat penting mulai dari bobot 0,114 sampai dengan bobot 0,148.
80
Tabel 6.12 Bobot, Rating, dan Skor dari Faktor Strategis Internal Mempertahankan Pertanian Sawah di Kabupaten Badung Tahun 2009 Faktor strategis internal Kekuatan 1. Kebijakan pemerintah Kabupaten dalam mendukung peningkatan produksi padi sawah 2. Perencanaan program pembangunan pertanian daerah 3. Soliditas aparat pertanian dan instansi terkait lainnya 4. Kuantitas dan kualitas sumber daya aparat 5. Prasarana dan sarana Kelemahan 1. Pembinaan kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapang 2. Monitoring dan evaluasi 3. Alokasi dana untuk kegiatan penyuluhan 4. Kinerja pelayanan aparat terhadap masyarakat tani 5. Keterlambatan Realisasi APBD Kabupaten untuk pertanian sawah Total
Bobot Rating Skor 0,168
4
0,670
0,163 0,048 0,083 0,040
4 1 2 1
0,650 0,048 0,165 0,040
0,148
3
0,443
0,143 0,115 0,043
3 3 1
0,428 0,345 0,043
0,053 1.000
1
0,053 2,883
Untuk menilai tingkat pengaruh terhadap faktor strategis internal, maka tingkat rating diberi nilai 1 sampai dengan 4. Nilai 1 mewakili sangat lemah (major weaknes), nilai 2 mewakili agak lemah (minor weaknes), nilai 3 mewakili agak kuat (minor strength) dan nilai 4 mewakili sangat kuat (major strength). Hasil nilai pembobotan untuk strategi mempertahankan pertanian sawah yang menjadi faktor kekuatan utama bagi mempertahankan pertanian sawah adalah kebijakan pemerintah kabupaten dalam mendukung peningkatan produksi padi sawah dan perencanaan program pembangunan pertanian daerah, ditunjukkan dengan nilai bobot masing-masing 0,168 dan 0,163. Nilai rating yang diperoleh kedua faktor tersebut adalah 4, artinya sangat kuat. Sehingga kebijakan
81
pemerintah kabupaten dalam mendukung peningkatan produksi padi sawah dan perencanaan program pembangunan pertanian daerah memiliki skor 0,670 dan 0,650. Itu berarti kedua faktor tersebut sangat penting dan sangat kuat pengaruhnya dalam mempertahankan pertanian sawah. Sedangkan faktor strategi internal untuk kelemahan yang harus mendapat perhatian pemerintah kabupaten adalah pembinaan kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapang, monitoring dan evaluasi, dan alokasi dana untuk kegiatan penyuluhan masing-masing ditunjukkan dengan nilai bobot 0,148, 0,143 dan 0,115. Ketiga faktor tersebut memperoleh nilai rating 3, artinya agak kuat. Dengan demikian pembinaan kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapang, monitoring dan evaluasi, dan alokasi dana untuk kegiatan penyuluhan masing-masing memiliki skor 0,443, 0,428 dan 0,345. Itu berarti ketiga faktor tersebut sangat penting dan merupakan bagian yang masih agak kuat kelemahannya dalam upaya mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung. Namun total skor faktor strategi internal hasil perhitungan matriks IFAS adalah sebesar 2,883 mengindikasikan bahwa faktor strategi internal termasuk kategori “kuat” (David, 2000). Hal ini menunjukkan bahwa posisi internal pemerintah kabupaten dalam mempertahankan pertanian sawah
mampu
memanfaatkan faktor-faktor kekuatan yang ada untuk mengatasi faktor-faktor kelemahan. Hasil perhitungan matriks EFAS (external strategic factors analysis summary) setelah dilakukan pembobotan dan rating diperoleh skor seperti pada Tabel 6.13.
82
Tabel 6.13 Bobot, Rating, dan Skor dari Faktor Strategis Eksternal Mempertahankan Pertanian Sawah di Kabupaten Badung Tahun 2009 Faktor strategis eksternal Peluang 1. Kesesuaian lahan dan iklim 2. Adanya lembaga persubakan 3. Teknologi usahatani padi 4. Adanya mitra usaha 5. Adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usaha pertanian 6. Permintaan beras 7. Kebijakan pemerintah pusat dan provinsi yang mendukung pertanian sawah Ancaman 1. Tingkat pendidikan petani dan minat generasi muda dibidang pertanian sawah 2. Alih fungsi lahan pertanian sawah 3. Sistim tebasan menyebabkan harga gabah rendah 4. Serangan organisme pengganggu tanaman 5. Pertambahan Penduduk 6. Pasar bebas Total
Bobot Rating Skor 0,108 0,105 0,062 0,057
3 3 2 2
0,325 0,314 0,124 0,114
0,036
1
0,036
0,067
2
0,133
0,065
2
0,131
0,115
3
0,345
0,130 0,100 0,092 0,033 0,030 1,000
3 2 2 1 1
0,390 0,200 0,183 0,033 0,030 2,359
Untuk faktor strategis peluang nilai cukup penting dimulai dari bobot 0,036 sampai dengan bobot 0,059, penting dari bobot 0,060 sampai dengan bobot 0,083, dan sangat penting mulai dari bobot 0,084 sampai dengan bobot 0,108. Sedangkan faktor strategis ancaman, nilai cukup penting dimulai dari bobot 0,030 sampai dengan bobot 0,062, penting dari bobot 0,063 sampai dengan bobot 0,096, dan sangat penting mulai dari bobot 0,097 sampai dengan bobot 0,148. Untuk menilai tingkat pengaruh terhadap faktor strategis eksternal peluang, maka tingkat rating diberi nilai 1 sampai dengan 4. Nilai 1 berarti kemampuan pemerintah kabupaten untuk merespon peluang yang ada buruk,
83
nilai 2 berarti kemampuan merespon agak baik, nilai 3 berarti kemampuan merespon baik dan nilai 4 berarti kemampuan merespon sangat baik. Untuk faktor strategis eksternal ancaman, nilai 1 berarti faktor tersebut sangat lemah (major weaknes), nilai 2 berarti agak lemah (minor weaknes), nilai 3 berarti agak kuat (minor strength) dan nilai 4 berarti sangat kuat (major strength). Berdasarkan hasil pembobotan faktor peluang menunjukkan bahwa peluang utama yang dimiliki pemerintah kabupaten dalam mempertahankan pertanian sawah adalah kesesuaian lahan dan iklim, dan adanya lembaga persubakan, ditunjukkan dengan nilai bobot masing-masing 0,108 dan 0,105. Nilai rating yang diperoleh kedua faktor tersebut adalah 3, artinya kemampuan merespon baik. Hal ini menunjukkan bahwa faktor peluang tersebut sangat penting, dan pemerintah kabupaten mampu merespon peluang dengan baik. Sedangkan faktor strategi eksternal untuk ancaman yang harus diantisipasi pemerintah kabupaten adalah tingkat pendidikan petani dan minat generasi muda dibidang pertanian sawah, dan alih fungsi lahan pertanian dengan nilai bobot 0,115 dan 0,130. Kedua faktor tersebut memperoleh nilai rating 3, artinya agak kuat. Dengan demikian tingkat pendidikan petani dan minat generasi muda dibidang pertanian sawah, dan alih fungsi lahan pertanian memiliki skor 0,345 dan 0,390. Itu berarti kedua faktor tersebut sangat penting dan mengancam dengan tingkat agak kuat dalam upaya mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung. Faktor ancaman berikutnya adalah sistim tebasan yang menyebabkan harga gabah ditingkat petani rendah dengan nilai bobot 0,100. Nilai rating faktor ini adalah 2, artinya agak lemah. Sehingga sistim tebasan yang menyebabkan
84
harga gabah ditingkat petani rendah tersebut memiliki skor 0,200. Itu berarti faktor sistim tebasan yang menyebabkan harga gabah ditingkat petani rendah tersebut sangat penting dan mengancam namun dengan tingkat agak lemah dalam mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung. Total skor faktor strategi eksternal berdasarkan perhitungan matriks EFAS adalah sebesar 2,359. Menurut David (2000) nilai tersebut berada di bawah angka rata-rata (2,5), yang berarti bahwa faktor strategi eksternal termasuk kategori “lemah”. Hal ini menunjukkan bahwa posisi eksternal pemerintah kabupaten dalam mempertahankan pertanian sawah tidak dapat memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang ada.
6.3.3 Penentuan alternatif strategi dengan SWOT Berdasarkan perhitungan matriks IFAS dan EFAS, berbagai alternatif strategi dapat dirumuskan berdasarkan model analisis matriks SWOT seperti Tabel 6.14. Keunggulan model ini adalah mudah memformulasikan strategi berdasarkan gabungan faktor internal dan faktor eksternal. Empat strategi utama yang disarankan yaitu strategi SO, ST, WO, dan WT. Sintesis dari unsur-unsur SWOT dengan skor yang tinggi menghasilkan alternatif strategi. Adapun formulasi alternatif strategi yang dapat mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung seperti Tabel 6.14.
85
86
Dari hasil analisis matriks SWOT Tabel 6.14 diperoleh alternatif strategi mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung sebagai berikut. 1. Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan keuntungan dari peluang yang ada (SO) sebagai di bawah ini. 1) Strategi optimalisasi lahan dan lembaga persubakan dalam peningkatan hasil pertanian sawah, dengan skor sebesar 2,750. Strategi ini dimaksudkan sebagai upaya pemanfaatan lahan pertanian sawah dan lembaga persubakan seoptimal mungkin dalam peningkatan hasil pertanian sawah. Degradasi lahan pertanian sawah yang diakibatkan faktor ekonomi, sosial dan budaya menyebabkan penguasaan lahan pertanian akan semakin kecil, pada gilirannya usaha pertanian sawah yang ditekuni menjadi tidak layak lagi. Optimalisasi lahan dimaksudkan untuk meningkatkan indeks pertanaman (padi), perbaikan pola tanam atau berusahatani lain yang lebih menguntungkan. Sedangkan optimalisasi lembaga
persubakan
dimaksudkan
untuk
meningkatkan
dinamika
kelompok tani yang telah membudaya dan menjadi kearifan lokal masyarakat Bali dalam pertanian sawah dengan konsep Tri Hita Karana. Sehingga keberadaan lembaga persubakan ini perlu dilestarikan terus dan mendapat perlindungan dari pemerintah daerah melalui faktor kekuatan yang dimiliki, karena ancaman terhadap lembaga persubakan juga merupakan ancaman terhadap keberlanjutan pertanian lahan sawah juga berarti ancaman terhadap keberlanjutan kebudayaan Bali berbasis pertanian sawah yang pada akhirnya ancaman terhadap sektor pariwisata Bali.
87
2) Strategi perbaikan mutu intensifikasi pertanian dan kualitas beras, dengan skor sebesar 2,674. Strategi ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas pertanaman dan kualitas beras. Adanya gejala pelandaian produksi (leveling off) bahkan cenderung menurun dalam produktivitas padi, diakibatkan oleh menurunnya kesuburan fisik tanah pertanian, terutama di lahan sawah. Penerapan pupuk kimia (pemupukan tunggal urea) yang terus menerus dan dalam jangka waktu lama menyebabkan struktur tanah menjadi semakin masif. Dampak lain dari pemupukan tunggal urea menghasilkan kualitas beras yang rendah. Pemanfaatan faktor kekuatan yang ada pada pemerintah kabupaten Badung (seperti: kebijakan pemerintah kabupaten dalam mendukung peningkatan produksi padi sawah, perencanaan program pembangunan pertanian daerah, soliditas aparat pertanian dan instansi terkait lainnya dan kuantitas dan kualitas sumberdaya aparat) untuk merespon peluang yang ada (seperti: kesesuaian lahan dan iklim, adanya lembaga persubakan, teknologi usahatani padi, adanya mitra usaha, permintaan beras dan kebijakan pemerintah pusat dan provinsi yang mendukung pertanian), maka berdasarkan faktor kekuatan dan faktor peluang tersebut perbaikan mutu intensifikasi pertanian dan kualitas beras dapat ditingkatkan, karena syarat mutlak bagi perbaikan mutu intensifikasi pertanian dan kualitas beras adalah perkembangan tanaman
selama
masa
pertumbuhan
padi
harus
menunjukkan
perkembangan baik dan sehat dengan menerapkan teknologi budidaya padi sesuai anjuran, panen dan pasca panen yang tepat.
88
2. Strategi menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman (ST) sebagai berikut. 1) Strategi konsistensi rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan penumbuhan minat generasi muda di bidang pertanian, dengan skor sebesar 2,341. Strategi ini dimaksudkan untuk memproteksi alih fungsi lahan pertanian, yaitu beralihnya lahan pertanian sawah menjadi lahan non pertanian. Dari aspek sosial budaya fungsi lahan pertanian bagi masyarakat Bali sangat penting, hal ini sesuai hasil perhitungan matriks EFAS faktor peluang, yaitu kesesuaian lahan dan iklim, namun faktor ancaman, yaitu alih fungsi lahan pertanian, juga memiliki bobot dengan katagori yang sama (sangat penting) dan rating yang sama, perbedaan hanya berada pada nilai skor sehingga alih fungsi lahan pertanian bersifat lebih mengancam dibandingkan pemerintah daerah dalam merespon kesesuaian lahan dan iklim, di sisi lain pertambahan penduduk juga menyebabkan alih fungsi lahan pertanian, sehingga keadaan ini perlu mendapat perhatian pemerintah daerah Kabupaten Badung. Namun kebijakan proteksi alih fungsi lahan pertanian tidak akan berhasil, apabila tidak menumbuhkan minat generasi muda berusaha di bidang pertanian. Strategi ini selayaknya dilaksanakan secara bersamaan mengingat rata-rata tingkat pendidikan petani yang rendah dan berusia lanjut serta minat generasi muda yang masih kurang.
89
2) Strategi meningkatkan daya saing pertanian sawah dengan melakukan perlindungan kepada petani, dengan skor sebesar 2,019. Strategi ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing pertanian sawah mengingat pengembangan komoditas pertanian, termasuk komoditas padi, kini dihadapkan pada persaingan pasar yang semakin terbuka akibat perkembangan globalisasi ekonomi dunia. Kondisi ini menyebabkan masuknya beras negara lain ke Indonesia termasuk Kabupaten Badung. Adanya impor beras yang semakin besar sebenarnya diperlukan penyediaan dana yang semakin besar pula dari pemerintah. Sebagai implikasi dari globalisasi ekonomi dunia, maka pengembangan suatu komoditas pertanian sebaiknya dikonsentrasikan pada daerah-daerah yang memiliki keunggulan komparatif untuk komoditas tersebut. Untuk Kabupaten Badung daerah pengembangan komoditas padi (pertanian sawah) berada di wilayah Badung Tengah dan Badung Utara. Globalisasi ekonomi dunia akan menyebabkan perdagangan komoditas padi semakin kompetitif dan semakin terbuka, di mana kondisi perdagangan tersebut termasuk yang harus dihadapi Kabupaten Badung. Tanpa adanya campur tangan pemerintah dalam peningkatan produksi padi dalam negeri menyebabkan pertanian sawah akan terpuruk dan meningkatnya masyarakat miskin. Oleh karena itu, perlindungan kepada petani perlu dilakukan, baik berupa subsidi input maupun subsidi output. Sebagai manifestasi dari otonomi daerah maka kewenangan pembangunan sektor pertanian berada pada pemerintah daerah. Sehingga pemerintah daerah dapat melakukan kegiatan perlindungan kepada petani.
90
3. Strategi yang memperkecil kelemahan dengan memanfaatkan keuntungan dari peluang yang ada (WO) sebagai berikut. 1) Strategi pengembangan kerjasama pemasaran hasil dengan mitra usaha, dengan skor sebesar 2,054. Pada strategi ini diharapkan diperoleh perbaikan sistem pemasaran utamanya terbentuknya mekanisme penentuan harga yang baik sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteran petani beserta keluarganya, meningkatkan pemerataan pendapatan diantara petani, dan memperluas kesempatan kerja. Untuk komoditas padi/beras, kinerja komoditas ini sangat dipengaruhi oleh kinerja sektor terkait baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya melalui mekanisme harga (pricing policy). Oleh karena itu pemerintah selalu menetapkan dan mengoreksi harga gabah melalui kebijakan penetapan harga pembelian pemerintah (HPP). Selama ini pengamanan harga gabah di Kabupaten Badung dilaksanakan oleh kelembagaan perberasan (PERPADI) yang mendapatkan penguatan modal usaha tanpa bunga dari pemerintah melalui program pengembangan Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP), sehingga dapat memiliki kemampuan membeli surplus gabah dari petani khususnya pada saat panen raya. Dengan demikian harga gabah di tingkat petani tidak jatuh (paling sedikit sama dengan harga pembelian yang ditetapkan oleh pemerintah). Pada kenyataannya kinerja kelembagaan perberasan ini masih belum optimal sehingga perlu pengawasan melalui monitoring dan evaluasi serta mengoptimalkan kinerja aparat pertanian.
91
2) Strategi pengembangan kerjasama permodalan dengan lembaga keuangan, dengan skor sebesar 1,503. Strategi ini dimaksudkan untuk membantu program/kegiatan
pemerintah
pada
pertanian
sawah
khususnya
menyangkut sarana/prasarana yang memadai, mengingat usaha pertanian juga ditentukan oleh waktu maka dibutuhkan permodalan yang tepat waktu. Sering dalam perencanaan dan realisasi yang berkaitan dengan pendanaan dari pemerintah tidak tepat waktu. Akibatnya petani melakukan usahataninya dengan apa adanya. Jika program pemerintah tersebut menyangkut subsidi input maka kualitas usahataninya akan menurun. Dengan demikian diperlukan adanya lembaga keuangan yang mampu memberikan jaminan dari pra tanam hingga pasca panen, bahkan apabila terjadi kegagalan panen yang dialami petani. 4. Strategi untuk meminimalkan kelemahan dan mengantisipasi ancaman (WT) sebagai berikut. 1) Strategi peningkatan kinerja aparat pertanian untuk kesejahteraan petani, dengan skor sebesar 1,543. Perlu diperhatikan bahwa mempertahankan pertanian sawah selain berkaitan dengan lahan, lembaga persubakan dan tanaman padi itu sendiri juga berkaitan dengan tingkat pendidikan petani dan minat generasi muda di bidang pertanian, sistem tebasan yang menyebabkan harga rendah dan serangan organisme pengganggu tanaman. Apalagi usahatani padi dihadapkan pada situasi yang semakin kompetitif, maka dituntut produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian yang baik sehingga kinerja aparat pertanian juga harus lebih ditingkatkan lagi.
92
2) Strategi peningkatan monitoring dan evaluasi pembangunan pertanian, dengan skor sebesar 1,681. Strategi ini dimaksudkan untuk meningkatkan monitoring dan evaluasi dari Pemerintah Kabupaten Badung. Kebijakan dan perencanaan program pembangunan pertanian pada hakekatnya merupakan kebijakan publik sekaligus pelayanan publik, maka dituntut pelayanan yang efektif. Tujuan dari monitoring dan evaluasi adalah untuk memperbaiki pelaksanaan pekerjaan. Strategi peningkatan monitoring dan evaluasi pembangunan pertanian diperoleh dari meminimalkan kelemahan Pemerintah Kabupaten Badung yang meliputi pembinaan kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapang, monitoring dan evaluasi dan keterlambatan realisasi APBD kabupaten, untuk mengantisipasi ancaman yang meliputi tingkat pendidikan petani dan minat generasi muda di bidang pertanian, sistim tebasan menyebabkan harga gabah rendah, serangan organisme pengganggu tanaman dan pasar bebas. Selanjutnya alternatif strategi yang diperoleh berdasarkan matrik SWOT dapat diurutkan berdasarkan peringkat yang menunjukkan tingkat kepentingan. Tingkat kepentingan dilihat dari skor yang diperoleh melalui penjumlahan bobot dari faktor internal dan eksternal yang berhubungan. Skor yang tinggi menempatkan alternatif strategi pada peringkat utama sampai skor terendah yang menempatkan alternatif strategi pada peringkat terendah. Hasil perhitungan skor dari peringkat seperti pada Tabel 6.15.
93
Tabel 6.15 Alternatif Strategi Mempertahankan Pertanian Sawah Berdasarkan Peringkat di Kabupaten Badung Tahun 2009 No. 1
2 3
4 5
6 7 8
Alternatif strategi Optimalisasi Lahan dan Lembaga Persubakan dalam Peningkatan Hasil Pertanian Sawah Perbaikan Mutu Intensifikasi Pertanian dan Kualitas Beras Konsistensi RTRW dan Penumbuhan Minat Generasi Muda Di Bidang Pertanian Pengembangan Kerjasama Pemasaran Hasil dengan Mitra Usaha Meningkatkan Daya Saing Pertanian Sawah dengan Melakukan Perlindungan Kepada Petani Peningkatan Monitoring dan Evaluasi Pembangunan Pertanian Sawah Peningkatan Kinerja Aparat Pertanian untuk Kesejahteraan Petani Pengembangan Kerjasama Permodalan dengan Lembaga Keuangan
Strategi SO
Skor 2.750
Peringkat 1
SO
2.674
2
ST
2.341
3
WO
2.054
4
ST
2.019
5
WT
1.681
6
WT
1.543
7
WO
1.503
8
6.4 Pemilihan Prioritas Strategi dengan Analisis QSPM Analisis matriks QSPM bertujuan untuk menetapkan kemenarikan relatif (relative attractiveness) dari strategi-strategi yang bervariasi yang telah dipilih, dan untuk menentukan strategi mana yang dianggap paling baik untuk diimplementasikan. Strategi-strategi alternatif yang ada disusun dalam matrikss QSPM dan pemilihan strategi didasarkan atas pandangan peneliti. Faktor yang memiliki daya tarik dari masing-masing faktor internal dan eksternal diberi nilai satu (tidak menarik) sampai empat (sangat menarik). Dalam QSPM, bobot (weight) untuk faktor internal dan eksternal diperoleh dari analisis faktor strategis internal dan eksternal.
94
Berdasarkan hasil analisis QSPM, ditunjukkan pada Tabel 5.16 diperoleh gambaran bahwa nilai TAS (total attractives score) dari mempertahankan pertanian sawah yang menunjukkan nilai tertinggi yaitu strategi alternatif optimalisasi lahan dan lembaga persubakan dalam peningkatan hasil pertanian sawah, dengan skor 5,732. Itu berarti bahwa strategi mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung melalui optimalisasi lahan dan lembaga persubakan dalam peningkatan hasil pertanian sawah menjadi pilihan utama. Strategi alternatif perbaikan mutu intensifikasi pertanian dan kualitas beras menjadi pilihan kedua dengan skor 5,346, strategi konsistensi RTRW dan penumbuhan minat generasi muda di bidang pertanian menjadi pilihan ketiga dengan skor 5,242, strategi pengembangan kerjasama pemasaran hasil dengan mitra usaha menjadi pilihan keempat dengan skor 5,127, strategi meningkatkan daya saing pertanian sawah dengan melakukan perlindungan kepada petani menjadi pilihan kelima dengan skor 4,964, strategi peningkatan monitoring dan evaluasi pembangunan pertanian sawah menjadi pilihan keenam dengan skor 4,907, selanjutnya strategi peningkatan kinerja aparat pertanian untuk kesejahteraan petani menjadi pilihan ketujuh dengan skor 4,872, dan strategi pengembangan kerjasama permodalan dengan lembaga keuangan menjadi pilihan kedelapan dengan skor 4,806. Peringkat strategi mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung yang disusun berdasarkan nilai TAS (total attractives score) disajikan pada Tabel 6.16.
95
Tabel 6.16 Quantitative Strategics Planning Matrix (QSPM) Mempertahankan Pertanian Sawah di Kabupaten Badung Tahun 2009. ALTERNATIF STRATEGI
FAKTOR UTAMA
Weight
Strategi 1
Strategi 2
Strategi 3
Strategi 4
AS1
TAS1
AS2
TAS2
AS3
TAS3
AS4
TAS4
Faktor Eksternal 1
0.108
4
0.433
3
0.325
3
0.325
3
0.325
2
0.105
4
0.419
4
0.419
3
0.314
3
0.314
3
0.062
2
0.124
2
0.124
2
0.124
2
0.124
4
0.057
2
0.114
2
0.114
2
0.114
2
0.114
5
0.036
1
0.036
1
0.036
1
0.036
1
0.036
6
0.067
2
0.133
2
0.133
2
0.133
2
0.133
7
0.065
2
0.131
2
0.131
2
0.131
2
0.131
1
0.115
3
0.345
3
0.345
3
0.345
3
0.345
2
0.130
4
0.520
3
0.390
3
0.390
3
0.390
3
0.100
2
0.200
2
0.200
2
0.200
2
0.200
4
0.092
2
0.183
2
0.183
2
0.183
2
0.183
5
0.033
1
0.033
1
0.033
1
0.033
1
0.033
6 Faktor Internal
0.030
1
0.030
1
0.030
1
0.030
1
0.030
1
0.168
4
0.670
4
0.670
4
0.670
4
0.670
2
0.163
4
0.650
4
0.650
4
0.650
3
0.488
3
0.048
1
0.048
1
0.048
1
0.048
1
0.048
4
0.083
2
0.165
2
0.165
2
0.165
2
0.165
5
0.040
1
0.040
1
0.040
1
0.040
1
0.040
1
0.148
4
0.590
3
0.443
3
0.443
3
0.443
2
0.143
3
0.428
3
0.428
3
0.428
3
0.428
3
0.115
3
0.345
3
0.345
3
0.345
2
0.230
4
0.043
1
0.043
1
0.043
1
0.043
1
0.043
5
0.053
1
0.053
1
0.053
1
0.053
1
0.053
TOTAL PERINGKAT
5.732
5.346
5.242
4.964
1
2
3
5
96
Tabel 6.16. Lanjutan ALTERNATIF STRATEGI
FAKTOR UTAMA
Weight
Faktor Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6
Strategi 5
Strategi 6
Strategi 7
Strategi 8
AS5
TAS5
AS6
TAS6
AS7
TAS7
AS8
TAS8
0.108
3
0.325
3
0.325
3
0.325
3
0.325
0.105
3
0.314
3
0.314
3
0.314
3
0.314
0.062
2
0.124
2
0.124
2
0.124
2
0.124
0.057
2
0.114
2
0.114
2
0.114
1
0.057
0.036
1
0.036
1
0.036
1
0.036
1
0.036
0.067
2
0.133
1
0.067
2
0.133
2
0.133
0.065
2
0.131
2
0.131
2
0.131
2
0.131
0.115
3
0.345
3
0.345
3
0.345
3
0.345
0.130
3
0.390
3
0.390
3
0.390
3
0.390
0.100
2
0.200
2
0.200
2
0.200
2
0.200
0.092
2
0.183
1
0.092
1
0.092
2
0.183
0.033
1
0.033
1
0.033
1
0.033
1
0.033
0.030
1
0.030
1
0.030
1
0.030
1
0.030
0.168 0.163 0.048 0.083 0.040 0.148 0.143 0.115 0.043 0.053
4 4 1 2 1 3 3 2 1 1
0.670 0.650 0.048 0.165 0.040 0.443 0.428 0.230 0.043 0.053
4 3 1 2 1 3 3 2 1 1
0.670 0.488 0.048 0.165 0.040 0.443 0.428 0.230 0.043 0.053
4 3 1 2 1 3 3 2 1 1
0.670 0.488 0.048 0.165 0.040 0.443 0.428 0.230 0.043 0.053
4 3 1 2 1 3 3 2 1 1
0.670 0.488 0.048 0.165 0.040 0.443 0.428 0.230 0.043 0.053
Faktor Internal 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
TOTAL PERINGKAT
5.127 4
4.806 8
4.872 7
4.907 6
KETERANGAN: Peringkat 1 Optimalisasi lahan dan lembaga persubakan dalam peningkatan hasil pertanian sawah 2 Perbaikan mutu intensifikasi pertanian dan kualitas beras 3 Konsistensi RTRW dan penumbuhan minat generasi muda di bidang pertanian 4 Pengembangan kerjasama pemasaran hasil dengan mitra usaha 5 6 7 8
Meningkatkan daya saing pertanian sawah dengan melakukan perlindungan kepada petani Peningkatan monitoring dan evaluasi pembangunan pertanian sawah Peningkatan kinerja aparat pertanian untuk kesejahteraan petani Pengembangan kerjasama permodalan dengan lembaga keuangan AS = attractives score (nilai daya tarik) TAS = total attractives score (jumlah nilai daya tarik)
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan tujuan dan hasil analisis strategi mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung, maka dari hasil penelitian ini dapat di tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Analisis usahatani terhadap pertanian sawah di Kabupaten Badung menguntungkan, di mana usahatani padi sawah pada musim tanam I , musim tanam II dan musim tanam III masing-masing memberikan nilai R/C sebesar 2,36; 2,47 dan 2,58. Sedangkan, analisis usahatani komoditas kedelai, jagung dan kacang tanah masing-masing memberikan nilai R/C sebesar 2,17; 3,46 dan 3,44. Pola tanam “padi – padi – padi” memberikan pendapatan per Tahun perhektar bagi petani paling tinggi, sebesar Rp 32.029.859,6, selanjutnya pola tanam “padi – padi – kacang tanah” sebesar Rp 30.715.028,48, pola tanam “padi – padi – jagung” sebesar Rp 27.968.641,46, pola tanam “padi – padi – kedelai” sebesar Rp 23.993.275,89, sedangkan pola tanam “padi – padi – bera” memberikan pendapatan bersih sebesar Rp 20.501.928,64. Pendapatan petani dapat lebih ditingkatkan lagi apabila petani pada pola ini, lahan bera dioptimalkan lahannya dengan ditanami palawija. 2. Faktor - faktor lingkungan internal dan eksternal yang berpengaruh mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung dari skor yang tertinggi, sebagai berikut. 97
98
1) Faktor lingkungan internal berupa kekuatan yang berpengaruh adalah kebijakan pemerintah kabupaten dalam mendukung peningkatan produksi padi sawah dengan skor 0,670, perencanaan program pembangunan pertanian daerah dengan skor 0,650, kuantitas dan kualitas sumberdaya aparat dengan skor 0,165, soliditas aparat pertanian dan instansi terkait lainnya dengan skor 0,048, dan prasarana dan sarana dengan skor 0,40. Sedang faktor lingkungan internal berupa kelemahan yang berpengaruh adalah pembinaan kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapang dengan skor 0,443, monitoring dan evaluasi dengan skor 0,428, alokasi dana untuk kegiatan penyuluhan dengan skor 0,345, keterlambatan realisasi APBD kabupaten untuk pertanian sawah dengan skor 0,053, dan kinerja pelayanan aparat terhadap masyarakat tani dengan skor 0,043. 2) Faktor lingkungan eksternal berupa peluang yang berpengaruh adalah kesesuaian lahan dan iklim dengan skor 0,325, adanya lembaga persubakan dengan skor 0,314, permintaan beras dengan skor 0,133, kebijakan pemerintah pusat dan provinsi yang mendukung pertanian dengan skor 0,131, teknologi usahatani padi dengan skor 0,124, adanya mitra usaha dengan skor 0,114, dan adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk pertanian dengan skor 0,36. Sedang faktor lingkungan eksternal berupa ancaman yang berpengaruh adalah alih fungsi lahan pertanian dengan skor 0,390, tingkat pendidikan petani dan minat generasi muda di bidang pertanian dengan skor 0,345, sistim tebasan
99
menyebabkan harga gabah rendah dengan skor 0,200, serangan organisme pengganggu tanaman dengan skor 0,183, pertambahan penduduk dengan skor 0,033, dan pasar bebas dengan skor 0,030. 3. Strategi
mempertahankan
pertanian
sawah
di
Kabupaten
Badung
menghasilkan alternatif strategi dengan urutan prioritas adalah sebagai berikut. Optimalisasi lahan dan lembaga persubakan dalam peningkatan hasil pertanian sawah, dengan total nilai daya tarik (total attractives score) 5,732; Perbaikan mutu intensifikasi pertanian dan kualitas beras, dengan total nilai daya tarik 5,346; Konsistensi RTRW dan penumbuhan minat generasi muda di bidang pertanian, dengan total nilai daya tarik 5,242; Pengembangan kerjasama pemasaran hasil dengan mitra usaha, dengan total nilai daya tarik 5,127; Meningkatkan daya saing pertanian sawah dengan melakukan perlindungan kepada petani, dengan total nilai daya tarik 4,964; Peningkatan monitoring dan evaluasi pembangunan pertanian sawah, dengan total nilai daya tariki 4,907; Peningkatan kinerja aparat pertanian untuk kesejahteraan petani, dengan total nilai daya tarik 4,872 dan pengembangan kerjasama permodalan dengan lembaga keuangan, dengan total nilai daya tarik 4,806. 4. Prioritas
strategi
yang
dipilih
dan
menjadi
pilihan
utama
dalam
mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung adalah strategi optimalisasi lahan dan lembaga persubakan dalam peningkatan hasil pertanian sawah.
100
7.2 Saran Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, dapat disarankan sebagai berikut. 1. Oleh karena pertanian sawah bagi masyarakat Bali dan khususnya masyarakat di Kabupaten Badung memiliki nilai sosio-religius, dan bila dikaitkan dengan otonomi daerah, maka pemberdayaan masyarakat lokal dan adat semakin diperlukan untuk menciptakan demokratisasi di segala bidang. Itu berarti perencanaan program aksi – program aksi pertanian sawah di Kabupaten Badung hendaknya selain menggunakan asas top down juga berlandaskan bottom up secara partisipatif, dengan melibatkan lembaga persubakan dan instansi terkait lainnya yang pelaksanaannya dimonitoring dan dievaluasi secara berkala oleh pemerintah daerah. 2. Mengingat pertanian sawah memiliki andil besar bagi berkembangnya sektor pariwisata karena sektor pertanian pada hakekatnya merupakan penyangga nilai-nilai tradisional dan sosial budaya di pedesaaan sebagai budaya masyarakat Bali, maka dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Badung perlu menjaga keseimbangan antara kegiatan pariwisata khususnya dalam pengembangan prasarana dan sarana pariwisata dengan kegiatan pertanian sawah khususnya dalam pemanfaat lahan pertanian sawah, sehingga kelestarian (sustainability) objek dan daya tarik wisata dapat dipertahankan.
101
3. Untuk meningkatkan pendapatan petani pada pola tanam padi-padi-bera, maka pada lahan bera disarankan ditanami dengan palawija, terutama kacangkacangan agar kesuburan lahan pertanian sawah tetap terjaga dengan baik. Penanaman dengan komoditas padi pada masa tanam berikutnya sehingga pola tanam menjadi padi-padi-padi pada dasarnya akan menyebabkan tanah menjadi miskin bahan organik dan unsur hara penyangga, bahkan tanah akan menjadi rentan terhadap kekeringan dan penyakit, sehingga produktivitas dan kestabilan sistem pertanian akan menurun. Oleh karena itu, pola tanam ini perlu diganti dengan pola tanam padi-padi-palawija. 4. Untuk membatasi degradasi lahan atau alih fungsi lahan dukungan kebijakan publik yang dapat menekan alih fungsi lahan perlu dilakukan, misalnya pelaksanaan RTRW dan penggunaan lahan pertanian untuk kegiatan non pertanian yang telah ditetapkan sebagai jalur hijau, seyogyanya diperkuat dengan pembuatan perangkat hukum atau peraturan yang melarang penggunaan lahan pertanian untuk kegiatan non pertanian dengan penegakan hukum yang ketat, pembebasan pajak bagi petani yang lahannya masih difungsikan sebagai lahan pertanian, kebijakan perlindungan kepada petani dan persubakan dengan memberikan subsisi input dan output (harga) yang layak pada kegiatan usahataninya, pemberdayaan lembaga persubakan, keberpihakan kepada petani dalam melakukan kebijakan perdagangan internasional, pembangunan industri-industri pedesaan berbasis pertanian di sentra-sentra produksi sekaligus membuka kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan penduduk desa, perbaikan dan peningkatan prasarana pedesaan.
102
5. Pelaksanaan sistim tebasan yang telah lama berjalan dalam pemasaran padi pada masyarakat pedesaan di Kabupaten Badung seharusnya dilakukan melalui pendekatan hasil secara timbangan dan berdasarkan deviasi harga yang berlaku saat panen, serta tidak lagi dilakukan pendekatan secara luasan lahan. Oleh karena itu diperlukan pula dukungan dari Pemerintah Kabupaten Badung berupa pemantauan kinerja pengusaha dibidang pemasaran hasil dan penggilingan padi serta informasi harga gabah secara kontinu kepada petani.
DAFTAR PUSTAKA Bappeda Kabupaten Badung. 2008. Laporan Akhir Revisis Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Badung Tahun 2005. Bappeda Kabupaten Badung. Bappeda Kabupaten Badung. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Badung Tahun 2005 – 2025. Bappeda Kabupaten Badung. Bappeda Kabupaten Badung. 2006. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Badung Tahun 2006 – 2010. Bappeda Kabupaten Badung. BPS Kabupaten Badung. 2008. Badung Dalam Angka 2008. BPS Kabupaten Badung. BPS Kabupaten Badung. 2009. Badung Dalam Angka 2009. BPS Kabupaten Badung. Bulog, 2006. Pengoptimalisasian Penerapan Sentra Agribisnis Perberasan Dengan Berbasiskan Pola Kemitraan, Edisi Keempat, Warta Intra Bulog, Jakarta. David, R. F. 2000. Manajemen Strategi. Prendhallindo. Jakarta. Departemen Pertanian. 2006. Rencana Pembangunan 2005-2009. Departemen Pertanian. Jakarta.
Pertanian
Tahun
Departemen Pertanian. 2007. Program dan Kegiatan Departemen Pertanian Tahun 2007. Departemen Pertanian. Jakarta. Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung. 2009. Laporan Tahunan. Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung. Hungger, J.D dan Thomas L.Wheelen. 2003. Manajemen Strategis. Andi Offset. Yogyakarta. Monke, A. dan R. Pearson. 1995. The Policy Analysis Matrix for Agricultural Develompment. Cornell University Press. Ithaca and London. Mosher. A.T. 1977. Menggerakkan dan Membangun Pertanian, Syarat-Syarat Pokok Pembangunan dan Mordenisasi. CV. Yasaguna. Jakarta.
103
104
Mulyono, S. 1996. Teori pengambilan Keputusan. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Nasution, L.I. 1995. Pertanian Berkelanjutan dan Kaitannya dengan Pelaksanaan Kegiatan Pendidikan Tinggi Pertanian dalam Prosiding Lokakarya Nasional Pendidikan Tinggi Pertanian Masa Depan. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Pitana, I G. 2005. Subak dalam Pertalian antara Pertanian dan Pariwisata. dalam I Gde Pitana dan I Gede Setiawan A.P. (ed). Revitalisasi Subak dalam Memasuki Era Globalisasi. Andi Offset. Yogyakarta. Rangkuti F. 2008 . Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sri Wahyudi, Agustinus. 1996. Manajemen Strategik, Pengantar Proses Berfikir Strategik. Binarupa Aksara. Jakarta. Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategik, untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non Publik. Andi. Jakarta Siagian S. P. 1999. Manajemen Stratejik. Bumi Aksara. Jakarta. Salikin, K. A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta. Soekartawi. 2002. Analisis Usaha Tani. Universitas Indonesia. Jakarta. Suwarsono Muhamad. 2004. Manajemen Strategik, Konsep, dan Kasus. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Suprapta DN. 2005. Pertanian Bali Dipuja Petaniku Merana. Taru Lestari Foundation. Denpasar. Suparta, N. 2005. Pendekatan Holistik Membangun Agribisnis. CV. Media Adhikarsa. Denpasar. Umar H. 2005. Strategic Management in Action. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.