BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan infrastuktur berlangsung dengan pesat di berbagai daerah baik itu daerah perkotaan atau pedesaan sekalipun. Hal ini disebabkan karena adanya pertumbuhan penduduk dan aktifitas ekonomi yang semakin tinggi. Akibatnya pemenuhan akan pemukiman serta sarana dan prasarana kehidupan penduduk kota yang layak akan semakin tinggi. Salah satu hal terpenting yang perlu ada dari pembangunan kota adalah tersedianya
kawasan ruang terbuka
hijau. Kebijakan pembangunan yang berupa peningkatan pelayanan khususnya dibidang tata ruang telah memberikan informasi lokasi ruang terbuka hijau yang sesuai dengan rencana tata ruang. Pembangunan merupakan upaya sadar yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.1 Sebagai implementasi kebijakan otonomi daerah, daerah memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai peraturan perundang-undangan bahwa menjaga keseimbangan kualitas lingkungan hidup juga memerlukan perhatian serius oleh daerah.
1
Bruce Mitchell, 2000, Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, h. 1.
1
2
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 1 angka 31, Ruang Terbuka Hijau (yang selanjutnya disingkat RTH) adalah area yang memanjang berbentuk jalur dan atau area mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam Undang-undang ini menyebutkan bahwa 30% wilayah kota harus berupa RTH yang terdiri dari 20% publik dan 10% privat. RTH publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Implikasinya, diperlukan kebijakan penataan ruang dan pengendalian lingkungan hidup yang mengupayakan adanya ruang terbuka hijau, maka diadakanlah Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar. Ruang Terbuka Hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf e yang menyatakan: Kawasan lindung terdiri atas: a. kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya; b. kawasan perlindungan setempat; c. kawasan pelestarian alam, cagar budaya dan ilmu pengetahuan; d. kawasan rawan bencana; dan e. ruang terbuka hijau. Diaturnya tentang Ruang Terbuka Hijau yaitu dalam Pasal 37 ayat (1) huruf e dikatakan ruang terbuka hijau dimasukan ke dalam kawasan lindung. Menurut Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Ruang Terbuka Hijau sebagaimana dimaksud
3
dalam Pasal 37 ayat (1) huruf e tersebut diperjelas lagi dalam Pasal 42 ayat (1) yaitu Ruang Terbuka Hijau dikembangkan dalam bentuk area/kawasan maupun memanjang/jalur, yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana kota, dan atau pengaman jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Dalam pembangunan global saat ini Ruang Terbuka Hijau (RTH) diperlukan demi menjaga keseimbangan kualitas lingkungan hidup suatu daerah khususnya di daerah perkotaan yang memiliki berbagai permasalahan berkaitan dengan masalah ruang yang sedemikian kompleks. Meskipun pengadaan Ruang Terbuka Hijau sebagai kawasan lindung sudah tertera jelas pengaturannya dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar, RTH di areal di Kota Denpasar dalam beberapa dasawarsa terakhir ini semakin berkurang. Penerapan dari perda tersebut belum sepenuhnya maksimal dikarenakan masih ada pelanggaran-pelanggaran pembangunan yang dilakukan pada ruang terbuka hijau. Faktanya dilapangan RTH dialih fungsikan menjadi tempat tinggal pribadi bahkan untuk usaha. Berdasarkan data Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Denpasar jumlah total pelanggaran yang terjadi pada tahun 2012 adalah 53, tahun 2013 adalah 64, tahun 2014 adalah 48, tahun 2015 adalah 126 pelanggaran. Pelanggaran pembangunan pada RTH di Denpasar Selatan terdapat pada jalan Taman Pancing, jalan Juwet Sari, Jalan Balian. Pelanggaran pembangunan pada RTH di Denpasar Timur terdapat pada Jalan Nagasari, Baypass Ngurah Rai, Padang Galak, dan
4
pelanggaran pembangunan pada RTH di Denpasar Utara terdapat pada Jalan Cekomaria. Pelanggaran pembangunan pada ruang terbuka hijau paling banyak terjadi di wilayah kecamatan Denpasar Barat disusul kemudian wilayah Denpasar Selatan, kemudian Denpasar Utara dan Denpasar Timur. Alih Fungsi atau perubahan pemanfaatan ruang terbuka hijau kota yang pesat di daerah perkotaan telah memberikan tekanan yang besar terhadap upaya mewujudkan keterpaduan penataan ruang dan pembangunan perkotaan. Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dapat diamati bahwa perkembangan pembangunan daerah telah berlangsung dengan pesat dan diperkirakan akan terus berlanjut. Perkembangan ini akan membawa dampak terjadinya alih fungsi/ perubahan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak direncanakan. Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) di Kota Denpasar terus mengalami perubahan fungsi lahan. Disamping itu juga meningkatnya kebutuhan akan lahan perumahan dan permukiman, makin tingginya kecenderungan alih fungsi lahan pertanian, kemacetan lalu lintas, menurunnya tingkat pelayanan sarana dan prasarana perkotaan, masalah sosial kependudukan dan pemanfaatan ruang. Akibatnya jumlah pertumbuhan perumahan dan permukiman dengan memanfaatankan tata guna lahan tidak memperhatikan peraturan yang telah ditetapkan, dan terjadi wilayah perumahan dan permukiman yang tidak sesuai dengan peraturan.
5
Jadi sampai saat ini pemanfaatan ruang di kota Denpasar bisa dikatakan masih belum sesuai dengan harapan yang hendak dicapai yakni terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. Sesuai dengan uraian latar belakang yang singkat diatas, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian atau studi kasus terhadap permasalahan adanya ketidakselarasan antara Peraturan DaerahKota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar khususnya yang mengatur ruang terbuka hijau (RTH) pada pasal 37 ayat (1) dan 42 ayat (1) dengan adanya pembangunan di Ruang Terbuka Hijau tersebut oleh masyarakat kota Denpasar. Berdasarkan isu di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat skripsi dengan judul ”Penegakan Hukum Terhadap Bangunan di Ruang Terbuka Hijau Kota Denpasar Berdasarkan Perda Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar". 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah penerapan Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar khususnya berkaitan dengan ruang terbuka hijau (RTH)? 2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan efektif atau tidaknya penegakan hukum yang berkaitan dengan RTH Kota Denpasar?
6
1.3 Ruang Lingkup Masalah Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dan keluar dari permasalahan yang dibahas maka perlu terdapat pembatasan dalam ruang lingkup masalah, adapun pembatasannya adalah sebagai berikut : 1. Pertama akan membahas penerapan Perda Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar khususnya berkaitan dengan pelanggaran berupa bangunan tempat tinggal di ruang terbuka hijau kota jenis pertanian atau sawah. 2. Kedua akan membahas tentang faktor-faktor yang menyebabkan efektif atau tidaknya penegakan hukum yang berkaitan dengan RTH Kota Denpasar. 1.4 Orisinalitas Penelitian Penulis menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi dengan judul "Penegakan Hukum Terhadap Bangunan di Ruang Terbuka Hijau Kota Denpasar Berdasarkan Perda Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar" ini merupakan hasil penelitian, pemikiran dan pemaparan asli penulis. Jika terdapat referensi terhadap karya orang lain atau pihak lain, maka dituliskan sumbernya dengan jelas. Beberapa penelitian dengan jenis yang sama yang ada dalam internet atau perpustakaan skripsi diantaranya tentang “Implementasi Ketentuan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang di Kota Surakarta” dan "Implementasi Perda No. 7 Tahun 2002 Terhadap Keberadaan Pedagang Kaki Lima di Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Surabaya ". Dari kedua penelitiaan yang telah ada tersebut terdapat perbedaan dengan penelitian ini
7
karena penelitian ini berfokus pada penelitian tentang Penegakan Hukum Terhadap Bangunan di Ruang Terbuka Hijau Kota Denpasar Berdasarkan Perda Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar. Berikut terlampir matrik perbedaan penelitian yang telah ada dengan penelitian ini: No
Penulis
Judul
No
Rumusan Masalah
1
Sulistyo Wibowo (Univ. Sebelas Maret 2009)
"Implementasi Ketentuan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang di Kota Surakarta"
1.
Bagaimana Implementasi Ketentuan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pasal 29 UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Di Kota Surakarta Yang Dilakukan Oleh Pemerintah Kota ? Apakah hambatan dan bagaimana pola penyelesaian yang diterapkan oleh Pemerintah Kota dalam pelaksanaan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pasal 29 UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Di Kota Surakarta? Bagaimana implementasi Perda yang dilakukan Pemkot Surabaya terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menempati Ruang Terbuka Hijau ? Apakah upaya yang dilakukan Pemkot Surabaya terhadap Pedagang Kaki Lima yang melanggar Perda tersebut ?
2.
2
Aditya Wisma (UPN 2011)
“Implementasi Perda Nomor 7 Tahun 2002 Terhadap Keberadaan Pedagang kaki Lima di Ruang Terbuka Hijau di kawasan Surabaya Timur"
1.
2.
8
3
Putrika W.S (Univ. Udayana 2012)
”Penegakan Hukum Terhadap Bangunan di Ruang Terbuka Hijau Kota Denpasar Berdasarkan Perda Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar "
1.
2.
Bagaimanakah penerapan Peraturan daerah Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar khususnya berkaitan dengan ruang terbuka hijau (RTH)? Faktor-faktor apakah yang menyebabkan efektif atau tidaknya penegakan hukum yang berkaitan dengan RTH Kota Denpasar?
1.5 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan ini ada dua, yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan tersebut antara lain: 1.5.1
Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas produk
hukum dapat diimplementasikan di dalam tatanan hidup dalam bermasyarakat, khususnya ilmu hukum pemerintahan. 1.5.2
Tujuan khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini sesuai permasalahan yang dibahas adalah: a. Mendeskripsikan dan menganalisis tentang penerapan Perda Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar khususnya berkaitan dengan ruang terbuka hijau (RTH). b. Untuk memahami dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan efektif atau tidaknya penegakan hukum yang berkaitan dengan RTH Kota Denpasar.
9
1.6 Manfaat Penulisan 1.6.1
Manfaat teoritis Secara teoritis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
ilmiah bagi pengembangan ilmu hukum di bidang hukum pemerintahan, khususnya pemahaman teoritis mengenai ruang terbuka hijau di Indonesia dalam rangka menelaah penerapan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar khususnya berkaitan dengan ruang terbuka hijau (RTH), termasuk didalamnya pengkajian terhadap faktor-faktor yang menyebabkan efektif atau tidaknya penegakan hukum yang berkaitan dengan RTH Kota Denpasar. 1.6.2
Manfaat praktis Secara
praktis,
penulisan
ini
diharapkan
dapat
menjadi
bahan
pertimbangan dan sumbangan pemikiran, serta dapat memberikan kontribusi bagi lembaga-lembaga Negara dan termasuk juga memberi masukan kepada pementah di Indonesia memperbaiki kinerja untuk memaksimalkan kontribusi bagi kemajuan Negara. Selain itu juga penulisan ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ruang terbuka hijau. 1.7 Landasan Teoritis 1.7.1
Teori Kepastian Hukum Hukum pada umumnya dibentuk atau dibuat dengan visi atau tujuan untuk
memenuhi rasa keadilan, kepastian dan ketertiban. Penganut aliran hukum normatif, secara dogmatis lebih menitik beratkan hukum pada aspek kepastian
10
hukum bagi para pendukung hak dan kewajiban. Kepastian hukum bagi subyek hukum dapat diwujudkan dalam bentuk yang telah ditetapkan terhadap suatu perbuatan dan peristiwa hukum. Hukum yang berlaku pada prinsipnya harus ditaati dan tidak boleh menyimpang atau dikesampingkan oleh subyek hukum. Menurut Van Apeldoorn mengemukakan mengenai kepastian hukum, seperti yang dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki yaitu: “kepastian hukum berarti dapat ditentukan hukum apa yang berlaku untuk masalah-masalah konkrit, dan kepastian hukum berarti perlindungan hukum, dalam hal ini pihak yang bersengketa dapat dihindarkan dari kesewenang-wenangan penghakiman.”2 Teori kepastian yang dimaksud dalam penulisan skripsi ini yaitu setiap perbuatan hukum yang dilakukan seharusnya menjamin sebuah kepastian hukum. Menurut pendapat Soejono dan H. Abdulrahman menyatakan bahwa dalam hal Hak Atas Tanah misalnya, masalah kepastian yang dimaksud terdapat dua hal yaitu: 1. Kepastian mengenai pengertian, isi, batas-batas Hak Atas Tanah dalam kaitannya dengan fungsi sosial Hak Atas Tanah 2. Kepastian
mengenai
cara-cara
memperoleh,
mempergunakan
dan
menikmati Hak Atas Tanah yang serasi dan seimbang dengan asas dan tujuan Hak Atas Tanah.3 1.7.2
Good Governance Governance diartikan sebagai mekanisme, praktek dan tata cara
pemerintahan dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam konsep governance, pemerintah hanya menjadi salah satu 2
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, h.59 Soeryono dan H. Abdurrahman, 1998, Prosedur Pendaftaran Tanah, PT.Rineka Cipta, Jakarta, h.2 3
11
aktor dan tidak selalu menjadi aktor yang menentukan. Implikasi peran pemerintah sebagai pembangunan maupun penyedia jasa layanan dan infrastruktur akan bergeser menjadi bahan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain di komunitas. Governance menuntut redefinisi peran negara, dan itu berarti adanya redefinisi pada peran warga. Adanya tuntutan yang lebih besar pada warga, antara lain untuk memonitor akuntabilitas pemerintahan itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa good governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political frame work bagi tumbuhnya aktifitas usaha.4 Prinsip-Prinsip Good Governance Negara dengan birokrasi pemerintahan dituntut untuk merubah pola pelayanan diri birokratis elitis menjadi birokrasi populis. Dimana sektor swasta sebagai pengelola sumber daya di luar negara dan birokrasi pemerintah pun harus memberikan konstribusi dalam usaha pengelolaan sumber daya yang ada. Penerapan cita good governance pada akhirnya mensyaratkan
keterlibatan
organisasi
masyarakatan
sebagai
kekuatan
penyeimbang Negara. Namun cita good governance kini sudah menjadi bagian sangat
serius
dalam
wacana
pengembangan
paradigma
birokrasi
dan
pembangunan kedepan.
4
Sumarto Hetifa, 2003, Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, Yayasan Obor Indonesia, Bandung, h, 1-2.
12
Karena peranan implementasi dari prinsip good governance adalah untuk memberikan mekanisme dan pedoman dalam memberikan keseimbangan bagi para stakeholders dalam memenuhi kepentingannya masing-masing. Dari berbagai hasil yang dikaji Lembaga Administrasi Negara (LAN) menyimpulkan ada lima aspek fundamental dalam perwujudan good governance, yaitu: 5 1. Partisipasi (Participation) Partisipasi antara masyarakat khususnya orang tua terhadap anak-anak mereka dalam proses pendidikan sangatlah dibutuhkan. Karena tanpa partisipasi orang tua, pendidik (guru) ataupun supervisor tidak akan mampu bisa mengatasinya. Apalagi melihat dunia sekarang yang semakin rusak yang mana akan membawa pengaruh terhadap anak-anak mereka jika tidak ada pengawasan dari orang tua mereka. 2. Penegakan hukum (Rule Of Law) Dalam pelaksanaan tidak mungkin dapat berjalan dengan kondusif apabila tidak ada sebuah hukum atau peraturan yang ditegakkan dalam penyelenggaraannya. Aturan-aturan itu berikut sanksinya guna meningkatkan komitmen dari semua pihak untuk mematuhinya. Aturanaturan tersebut dibuat tidak dimaksudkan untuk mengekang kebebasan, melainkan untuk menjaga keberlangsungan pelaksanaan fungsi-fungsi pendidikan dengan seoptimal mungkin. 3. Transparansi (Transparency) Persoalan pada saat ini adalahkurangnya keterbukaan supervisor kepada para staf-stafnya atas segala hal yang terjadi,dimana salah satu dapat menimbulkan percekcokan antara satupihak dengan pihak yang lain, sebab manajemen yang kurang transparan. Apalagi harus lebih transparan di berbagai aspek baik dibidang kebijakan, baik di bidang keuangan ataupun bidang-bidang lainnya untuk memajukan kualitas dalam pendidikan. 4. Responsif (Responsiveness) Salah satu untuk menuju cita good governance adalah responsif, yakni supervisor yang peka, tanggap terhadap persoalan-persoalan yang terjadi di lembaga pendidikan, atasan juga harus bisa memahami kebutuhan masyarakatnya, jangan sampai supervisor menunggu stafstaf menyampaikan keinginan-keinginannya. Supervisor harus bisa menganalisa kebutuhan-kebutuhan mereka, sehingga bisa membuat suatu kebijakan yang strategis guna kepentingan kepentingan bersama.
5
Dede Rosyada, 2000, Demokrasi, Hak Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani, ICCE UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, h. 182.
13
5. Kesetaraan dan keadilan (Equity) Asas kesetaraan dan keadilan ini harus dijunjung tinggi oleh supervisor dan para staf-staf didalam perlakuannya, di mana dalam suatu lembaga pendidikan yang plural baik segi etnik, agama dan budaya akan selalu memicu segala permasalahan yang timbul. Proses pengelolaan supervisor yang baik itu harus memberikan peluang, jujur dan adil. Sehingga tidak ada seorang pun atau para staf yang teraniaya dan tidak memperoleh apa yang menjadi haknya. 1.7.3
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum diartikan sebagai suatu
proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum, yaitu pikiran-pikiran dari badan-badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dan ditetapkan dalam peraturan-peraturan hukum yang kemudian menjadi kenyataan.6 Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu mempunyai arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, menegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan
6
Satjipto Rahardjo, 2009, Hukum dan Perubahan Sosial Suatu Tinjauan Teoritis Serta Pengalaman -Pengalaman di Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, h. 74.
14
tertulis saja. Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum (law enforcement) menghendaki empat syarat, yaitu7 : · · · ·
Adanya aturan Adanya lembaga yang akan menjalankan peraturan itu Adanya fasilitas untuk mendukung pelaksanaan peraturan itu Adanya kesadaran hukum dari masyarakat yang terkena peraturan itu
1.8 Metode Penelitian 1.8.1
Jenis penelitian Salah satu cara yang ditempuh untuk mendapatkan kebenaran adalah
dengan penelitian secara ilmiah, artinya suatu metode yang bertujuan untuk memplajari satu atau beberapa permasalahan dengan jalan menganalisanya dan dengan mengadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap masalah tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang ditimbulkan. Metodelogi juga sebagai pembimbing untuk menemukan hasil penelitian atau penulisan ilmiah. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris adalah terdiri dari penelitian terhadap identifikasi hukum dan efektivitas hukum.8 Oleh karena itu dalam penyusunannya dilakukan dengan penelitian lapangan yang memanfaatkan data-data primer dari hasil wawancara dan observasi yang didukung dengan sumber primer dan sumber data sekunder.
7
Soerjono Soekanto, 2004,Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 42. 8 Bambang Sunggono, 2009, Metodologi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.41.
15
1.8.2
Jenis pendekatan Dalam penelitian ini digunakan jenis pendekatan perundang-undangan (the
statue approach) dan pendekatan fakta (the fact approach). Pendekatan perundang-undangan digunakan karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam penelitian ini.9 Pendekatan
perundang-undangan
digunakan
berdasarkan
pada
peraturan
perundang-undangan, norma-norma hukum yang berhubungan dengan ruang terbuka hijau. Pendekatan fakta merupakan pendekatan berdasarkan pada fakta atau peristiwa yang terjadi pada kenyataan. Menurut pendekatan ini pendekatan fakta merupakan pada kenyataan yang benar-benar terjadi menurut fakta sejarah. Fakta ini dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi. Fakta-fakta tersebut berupa orang, tempat, waktu dan segala yang menyertainya asalkan tidak terbukti sebaliknya. 10 1.8.3
Sifat Penelitian Berdasarkan keterangan diatas, maka sifat penelitian hukum empiris yang
digunakan adalah penelitian yang sifatnya deskriptif, yaitu yang berupaya untuk menggambarkan secara lengkap mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Penelitian deskriptif pada penelitian secara umum, termasuk pula didalamnya penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifatsifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk
9
Ibrahim Johnny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, h. 302. 10 Peter Mahmud Marzuki, op.cit , h. 94.
16
menemukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.
1.8.4
Data dan Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berasal dari beberapa sumber, yakni: 1. Data primer (Field Research) Data primer adalah data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan atau field research, dilakukan baik melalui wawancara atau interview.11 Dalam hal ini pengumpulan data diperoleh berdasarkan hasil wawancara langsung. 2. Data sekunder (Library Research) Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer yaitu bahan yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan, terdiri atas: - Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 - Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria - Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang - Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
11
hal.6.
Bambang Waluyo, 1996, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta,
17
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan - Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan - Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17/ PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota - Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Sementara itu, bahan hukum sekunder dari penelitian ini berupa bukubuku hukum (Library Research), jurnal-jurnal hukum, data-data realisasi penertiban bangunan-bangunan Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Denpasar.
1.8.5
Teknik Pengumpulan Data Dalam
penelitian
hukum
empiris
dikenal
teknik–teknik
untuk
mengumpulkan data yaitu studi dokumen, wawancara, observasi, dan penyebaran quisioner/angket. Dalam skripsi ini, penulis menggunakan berbagai teknik / cara pengumpulan
data
demi
memaksimalkan
ketepatan
penelitian
dengan
memperkaya data yang dapat dijadikan acuan dalam membuktikan penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: a. Teknik studi dokumen Studi dokumen merupakan langkah awal dari setiap penelitian hukum (baik normatif maupun empiris), karena penelitian hukum selalu bertolak dari premis
18
normatif. Studi dokumen yaitu teknik mengumpulkan data melalui dokumendokumen yang ada dan terkait dengan pembuktian penelitian. b. Teknik wawancara (interview) Menurut M. Mochtar12, teknik wawancara adalah teknik atau metode memperoleh informasi untuk tujuan penelitian dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung (tatap muka), antara pewawancara dengan responden. Selain dengan cara tatap muka wawancara juga akan dilakukan secara tidak langsung dengan telepon atau surat dengan para responden. Wawancara merupakan salah satu alternatif dalam rangka mengumpulkan data yang tentu dapat dipertanggungjawabkan. c. Teknik observasi/pengamatan Teknik observasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu teknik observasi langsung dan teknik observasi tidak langsung. Sedangkan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi langsung dimana dalam pengumpulan data peneliti mengadakan pengamatan secara langsung atau tanpa alat terhadap gejala-gejala subyek yang diselidiki baik pengamatan dilakukan dalam situasi buatan, yang khusus diadakan.
1.8.6
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Keseluruhan data yang diperoleh dan sudah terkumpul baik melalui studi,
dokumen, wawancara ataupun dengan observasi kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif yaitu dengan menghubungkan antara data yang ada yang 12
h. 78.
M. Mochtar, 1998, Pengantar Metodologi Penelitian, Sinar Karya Dharma IIP, Jakarta,
19
berkaitan dengan pembahasan dan selanjutnya disajikan secara deskriptif analisis. Data yang telah rampung tadi dipaparkan dengan disertai analisis sesuai dengan peraturan perundang-undangan teori yang terdapat pada buku-buku literatur guna mendapatkan kesimpulan sebagai akhir dari penulisan skripsi ini.