BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Infrastruktur di Kota Medan Sumatera Utara memiliki sasaran dan infraktuktur dimana salah satunya dalam bidang Transportasi. Sasaran tersebut disusun berdasarkan kebijakan yang telah disusun oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Salah satu sasaran tersebut adalah memperbaiki semua infrastruktur yang di tujukandengan meningkatnya kualitas dan mutu pelayanan pembangunan.Tujuan dilakukan nya adalah untuk kenyamanan dalam pema kaian sarana dan prasarana transportasi. Dalam memajukan pembangunan di bidang transportasi dilakukan dengan berbagai cara misalnya memperbaiki kondisi kualitas sarana dan prasarana, terutama pemeliharaan dan rehabilitas seperti sarana pengangkutan jalan, sarana dan prasarana kereta api, angkutan jalan ,angkutan laut dan udara, Semuanya dilakukan untuk mendukung keamanan dan kenyamanan dalam bertransportasi serta Terwujudnya pemulihan fungsi sarana dan prasarana transportasi darat agar mampu memberi dukungan maksimal bagi kegiatan pemulihan ekonomi nasional Kota Medan merupakaan salah satu kota yang sudah selayaknya menjadi sasaran pemerin tah dalam memperbaiki infrakstrukur pembangunan terutama di bidangtransportasi.Sebagai salah satu
daerah
otonom
berstatus
kota
di
propinsi
Sumatera
Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer dalam pemba ngunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah.
Universitas Sumatera Utara
Secara administratif, wilayah kota medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur.Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat. Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini akan menjadi potensi yang dapat dikembangkan menjadi keunggulan yang kompetitif dalam menghadapi persaingan dalam menarik investor untuk mengembangkan usahanya di daerah ini dan sasaran lainnya dalam memasarkan produk/jasa yang dihasilkan. Pembangunan di berbagai daerah khususnya di Kota Medan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan pelayanan tersebut sebagai peningkatan pelayanan publik dalam kerangka otonomi daerah sehingga lebih efisen dan efektif dalam merespon tuntunan masyarakat yang sangat tinggi dengan berbagai karateritik masing-masing. Sebelum dilaksanakannya otonomi daerah, sudah banyak pembangunan yang telah dilaku kan, namun sumber pembiayaan atau penadaan masih didukung oleh anggaran pemerintah pusat, sehingga mereka tidak bias mengebangkan kualitas daerahnya sendiri secara maksimal dan mand iri.
Berdasarkan Undang undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, serta
Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, telah memberikan dampak yang yang sangat luas terhadap pelaksanaan pemerintah pusat di daerah otonomi yang diberikan kepada daerah merupakan otonomi yang nyata, luas, dan bertanggungjawab. Pemberian Otonomi sangat memberikan dampak bagi setiap daerah berupa
Universitas Sumatera Utara
kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan berbagai kegiatan pemerintah secara lebih mandiri. Pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku Sebagai pelayan publik, maka secara hakiki pemerintah bertanggungjawab terhadap pelayan an kepada masyarakat, namun demikian, secara teknis pelaksanaanya dapat melibatkanberbagai pihak, antara lain masyarakat dan dunia usaha. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip manajemen pemerintah modern, yang selalu menekankan prinsip efektifitas dan efisiensi, dengan peran pemerintah lebih kepada fungsi regulator dan fasilitator, sedangkan fungsi provider dapat diserahkan kepada masyarakat dan dunia usaha dengan ketentuan yang berlaku. Pelayanan bidang Transportasi pada dasarnya tidak dapat dibatasi berdasarkan batas administrasi pemerintahan, oleh karena itu koordinasi antar tingkat pemerintahan menjadi sangat penting, disamping koordinasi lintas sektoral. Disamping itu, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan juga menjadi sangat penting, sehingga akan mempertegas tugas dan fung si masing masing lembaga pemerintahan. Kegiatan pembangunan dan pelayanan bidang Transpo rtasi tidak hanya di lakukan oleh Pemerintah, tetapi juga dilakukan oleh dunia usaha dan masyarakat. Oleh karena itu, kinerja bidang perhubungan dengan postel sangat ditentukan oleh peranserta aktif dari ketiga stake holders tersebut, meskipun secara hakiki pelayanan publik menj adi tanggung jawab pemerintah. Pembangunan sarana tranportasi sebagai jalur distribusi dan pe masaran maupun sebagai pembuka jalur perdagangan sangat diperlukan untuk dikembangkan utamanya ada pada sektor jasa angkutan. Baik melaui darat,udara maupun laut. Pengembangan potensi ekonomi wilayah Kota Medan dengan dilakukan pengembangan darat, laut dan udara. Dalam hal penataan ruang diamanatkan pengembangunan prasarana d an sarana pendukung, yang mana diharapkan mampu meningkatkan
potensi
wilayah
dan
Universitas Sumatera Utara
sekaligus
membuka
ketorisoliran
wilayah
dalam
mendorong
percepatan pengembangan wilayah yang relatif tertinggal, seperti wilayah Kota Medansarana jal an merupakan media transportasi utama yang berperan penting dalam mendukung terciptanya pe mbangunan nasional. Dan regional, serta mempunyai kontri-busi terbesar dalam pangsa angkutan dibandingkan dengan modal lain. Dalam kesempatan ini , Peneliti tertarik untuk mengangkat judul “ Implementasi kebijakan pelayanan transportasi: Studi kasus pengelolaan trayek angkutan umum bus kota di Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara” 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang menjadi perumusan masalah penelitian adalah " Bagaimana Impelmentasi Dinas perhubungan Menciptakan sistem pelayanan transportasi yang dapat menjangkau masyarakat dan wilayah Kota Medan?” 1.3 Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini penulis merumuskan tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui Seberapa besar pengaruh Dinas perhubungan Menciptakan sistem pelayanan transportasi yang mampu menjangkau masyarakat dan wilayah Kota Medan?
Universitas Sumatera Utara
1.4 Manfaat Penelitian. Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat penelitian tersebut sebagai berikut : 1. Secara Praktis, hasil penelitian ini di harapkan menjadi masukan atau sumbangan pemikiran Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya Kota Medan demi berkembangnya instansi tersebut. 2. Secara subjektif, sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan menuangkanya dalam bentuk tulisan ilmiah berdasarkan kajian- kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administerasi Negara 3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administerasi Negara. 1.5 Kerangka Teori Sebagai titik tolak atau landasan berpikir dalam menyoroti atau memecahkan masalah , perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Menurut Hoy dan Miskel ( Sugiyono. 2004 : 5 ) Teori adalah seperangkat konsep, asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi. Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilihnya. Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara sebagai instalasi Pembina perhurhubungan di Sumatra Utara dalam hal pengawasan teknis kelayakan jalan serta hasil uji berkala. Setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemererintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota,
Universitas Sumatera Utara
terkendala dalam pelaksanaan tugas tersebut disebabkan tidak adanya hubungan hirarki antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/kota. Pengawasan perizinan dan operasional AKP dan AKDP tidak maksimal dijalankan, salah satunya disebabkan penertiban angkutan orang dengan Pelat hitam. Sulitnya memperoleh data populasi kendaraan, sehingga penetapan kebijakan pengawasan sulit dilakukan, permasalahan pendaftan kendaraan baru / angkutan umum. Ada beberapa pilihan cara yang lazim ditempuh, antara lain dengan memperbesar kapasitas pelayanan dengan menambah armada. Dapat pula dengan menawarkan pilihan moda, yang bisa berarti pilihan lintasan atau mengatur pembagian waktu perjalanan. Hal lain yang dapat dilakukan adalah 'mengurangi' permintaan melalui kebijakan yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. 1.5.1 Kebijakan Publik Menurut Chandler dan Plana ( Tangkilisan, 20003 : 1 ) Berpendapat bahwa kebijakan Publik adalah pemanfaatan yang srategis terhadap sumber daya – Sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah – masalah publik atau pemerintahan. Kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun para politisi untuk memcahkan masalah – masalah publik. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan
suatu
intervensi
yang
dilakukan terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup dan ikut ber-partisispasi
dalam
pembangunanecara luas. untuk Studi Implementasi secara sungguh-sungguh dianggap muncul pertamakali pada tahun 1970-an saat Jeffrey Pressman & Aaron Wildavsky (1973) menerbitkan bukunya yang sangat berpengaruh : Implementation, dan Erwin Hargrove (1975) dengan bukunya The Misssing link : The Study of Implementation of Social Policy yang
Universitas Sumatera Utara
mempertanyakan “missing link” antara formulasi kebijakan dan evaluasi dampak kebijakan dalam studi Kebijakan publik. Sejak saat itu studi tentang Implementasi mulai marak, terutama karena fakta menunjukkan berbagai intervensi pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah sosial
terbukti
tidak
efektif. Hargrove
menyatakan
menyatakan
selama
ini
studi
tentang Pelayanan Publik hanya menitik beratkan pada studi tentang proses pembuatan kebijakan dan studi tentang evaluasi, tapi mengabaikan permasalahan permasalahan pengimplementasian. Proses administrasi antara formulasi kebijakan dan hasil kebijakan dianggap sebagai kotak hitam (black box) yang tidak berhubungan dengan kebijakan (terutama karena budaya administrasi di negara Inggris yang bersifat relatif tertutup) Sampai akhir tahun 1960-an anggapan umum adalah bahwa mandat politik dalam policy sudah sangat jelas dan orang-orang administrasi akan melaksanakannya sesuai dengan yang diinginkan oleh “bos” mereka. Dua perspektif awal dalam studi implementasi didasarkan pada pertanyaan sejauhmana implementasi terpisah dari formulasi kebijakan, Yakni apakah suatu kebijakan dibuat oleh Pusat dan diimplementasikan oleh Daerah (bersifat Top-Down) atau kebijakan tersebut dibuat dengan melibatkan aspirasi dari bawah termasuk yang akan menjadi para pelaksananya (Bottom-Up). Padahal persoalan ini hanya merupakan bagian dari permasalahan yang lebih luas, yakni bagaimana mengidentifikasikan gambaran-gambaran dari suatu proses yang sangat kompleks, dari berbagai ruang dan waktu, serta beragam aktor yang terlibat di dalamnya. Para penulis studi implementasipun memiliki keragaman tanggapan atas kekompleksan variabel yang terlibat di dalamnya. Ada penulis yang cukup berani menyederhanakannya dengan mengurangi variabel variabel tersebut, namun ada pula yang mencoba mengembangkan model studi implementasi dengan memperhitungkan seluruh variabel yang teridentifikasi dalam studi
Universitas Sumatera Utara
mereka. Oleh karenanya dalam Studi Implementasi pretensi untuk mengembangkan suatu teori implementasi yang bersifat umum (Grand Theory) yang dapat berlaku untuk semua kasus, di semua tempat dan waktu, hampir mustahil dicapai, karena yang dikembangkan tak lebih hanya akan menjadi teori “tindakan” atau teori “melaksanakan” bukan teori Implementasi Kebijakan. Secara umum yang membuat perbedaan pendekatan dalam teori Implementasi ini berkaitan dengan : 1. Keragaman issu-issu kebijakan, atau jenis kebijakan. Isu atau jenis kebijakan yang berbeda menghendaki perbedaan pendekatan pula, karena ada jenis kebijakan yang sejak awal diformulasikan sudah rumit karena melibatkan banyak faktor dan banyak aktor, dan ada pula yang relatif mudah. Kebijakan yang cakupannya luas dan menghendaki perubahan yang relatif besar tentu cara implementasi dan tingkat kesulitannya akan berbeda dengan kebijakan yang lebih sederhana. 2. Keragaman konteks kelembagaan, yang bisa meluas menyangkut pertanyaan sejauhmana generalisasi dapat diterapkan pada sistem politik dan konteks negara yang berbeda. Kebijakan yang sama dapat diimplementasikan dengan cara yang berbeda bergantung pada sistem politik serta kemampuan sistem administrasi negara yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
1.5.2 Implementasi Kebijakan 1.5.2.1 Pengertian Implementasi kebijakan Implementasi kebijakan adalah bagian dari rangkaian proses kebujakan publik. Prose Kebijakan adalah Suatu rangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu : Peenyususnan agenda,formulsi kebijakan, adopsi , dan penilaian kebujakan ( Winarno, 2002 : 2009 )Implementasi kebijakan juga merupakan rangkaian setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa Suatu kebijakan yang telah dirumuskan aka sia- sia belaka. Oleh karena itulah Implementasi kebijakan mempunyai kedudukan yang penting didalam kebiajakn publik. ( Tamgkilisan, 2003;17 ). Meskipun demikian ,harus diakui kurang mendapat perhatian harusdikalangan ilmuwan kebijakan demikian, harus diakui bahwa diakui bahwa studi tentsng implementasi kebijakan mempunyao
kedudukan yang penting didalam kebiajakan public
kurang mendapatkan perhatian karena rumitnya interelasi yang teradapat didalamnya tentang hal ini tidak berarti bahhwa proses Implementasi diabaikan oleh para pembuat kebijakan dan analis – analisis kebijakanm dan juga tidak berarti bahwa hambatan – hambatan tersebut tidak dapat diatasi. Beberapa Ilmuwan maupun Kebijakan telah mulai menegembangkan studi Implementai kebijakan, Salah satu faktor yang menjandi pendorong adalah akibat dari hasil – hasil yang mengecewakan dari program – program sossial yang bertujuan mengindentifikasikan faktor – faktor yang membantu pemahaman proses Implementasi kebijakan .“( Winarno, 2002: 106 )Menurut Robet Nakamura dan Frank Smallwood ( Tangkilisan, 2003 : 17 ), Hal – hal yang berhubungan dengan Implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam mengevaliaso masalah dan kemudaon menerjemah kedalam keputusan – keputusan yang bersifat khusus.
Universitas Sumatera Utara
Webster ( Solichin, 2001: 64 ) merumuskan Implementasi secara pendek bahwa to implerment (Mengimplementasikan ) berarti to provide the means for craying out ( menyediakan sarana untuk melakasanakan sesuatu ); t give prsticsl effect ( menimbulkan dampak / aakibat terhadap sesuatu). Implikasi dari pandangan ini maka Implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu pross melaksanakan keputusan kebijakan ( biasanya dalam bentuk undang – undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, dsn dekrit presiden ). Jones ( Tangkilisan, 2003 : 17 )menganalisis masalah pelaksanaan kebijakan dengan mendasar pada konsepsi kegiatan – kegiatan fungsional, Jones mengemukakan beberapa dimendi dari implementasi pemerintah mengenai program – program yang sudah disahkan, kemudian menentukan implementasi, juga ,membahas aktor – aktor yang terlibat dengan memfokuskan pada birokrasi yang merupakanlembaga eksekutor. Jadi Implementsi merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha untuk mencari apa yang akan dan dapat dilakukan. Dengan demukian implementasi mengatur kegiatan – kegiatan yang megarah pada penempatan program kedalam suatu kebijakan yang diinginkan Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implmentsi keputusan adalah : 1. Penafsiran yaitu merupakan kegiatan yang menterjemehakan makna program kedalam pengauturan yang dapat diterima dapat dijalankan 2. Organisasi yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program kedalam tujuan kebijakan 3. Penerapan yang berhubingan dengan perlengkapan ritin bagi pelayan, upah, dam lain – lain
Universitas Sumatera Utara
Setidaknya ada dua hal mengapa impelemntasi kebijakan pemerintah memiliki re;evasni : Pertama, secara praktis akan memberikan masukan bagi pelaksana operasional program sehingga dapat diseleksi apakah program telah bejalan sesuai dengan yang telah dirancang serta mendetekso kemungkinan tujuan kebijakan negative yang ditimbilkan. Kedua, memberikan alternative model pelaksanan program yang efektif. Berdasarkan pandangan yang diutarakan dapat disimpulkan, bahwa proses Implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan Administratif yang bertanggyng jawab untuk melaksanakan program yang menimbulkan ketaatan pada siri kelompok sasaran,melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan – kekuatan politik, ekonomi dan social yang langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat dan pada akhirnya berpengaruh terhadap tujuan kebijakan, baik yang negative maupun yang positif ( Tangkilisan. 2003:19 ) 1.5.2.2 Model – Model Implementasi Kebijakan Dalam rangka mengimplementasikan kebijakan publik ini dikenal beberapa model antara lain:
a.Model Gogin Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan Model Gogin, peru diidentifikasikan variabel – variabel yang mempengaruhi tujuan – tujuan formal padakeselurihan proses Implementsi, yakni: 1. Bentuk isi kebijakan, termasuk didalamnya kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi.
Universitas Sumatera Utara
2. Kemampuan organisasi dengan segala sumber daya berupadana maupun insentif lainya yang akan mendukung implementasi secara efektif dan 3. Pengaruh lingkungan , kecenderungan dari masyarakat dapat berupa karateristik, motivasi. Kecenderungan hubungan antara warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya b.Model Grindle Grindle menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara tujuan kebijakan dan hasil – hasilnya, selanjutnya pada model ini hasil kebijakan yang dicapai akan mempengaruhi oleh kebijaksn ysng terdiri dari : 1.Kepentingan – kepentingan yang dipengaruhi. 2.Jenis atau tipe – tipe manfaat yang dihasilan 3.Derajat Perubahan yang diharapkan 4.Letak pengambilan keputusan 5.Pelaksanaan program, dan 6.Sumber daya yang dilakukan c. Model Meter Horn Dalam model Meter dan Horn, Impelemenyasi kebijakan yang dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu : 1. Standat kebijakan dan sasaran yang akan
menjelaskan rician tujuan yang akan
menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh
Universitas Sumatera Utara
2. Sumber daya kebijakan berupa pendukung impelmentasi 3. Komunikasi Inter organisasi dan akyivitas pengukuran digunakan oleh pelaksana uyuk memakai tujuan yang hendak dicapai 4. Karateristik pelaksana, artinya karateristik organisasi merupakan faktor krusial yang akan menemhtukan berhsil tidaknya suatu program 5. Kondisi sosdial ekonomi dan poliik yang dapat emmepengaruhi hasil kebjakan 6. Sikap pelaksana dalam memahami kebijakan yang akan ditetapkan
d. Model Deskriptif William N.Dunn ( dalam Tangkilisan,2003 ) mengemukakan bahwa model kebijakan dapat diperbandingkan dan dipertimbangkan manirut sejumlah banyak asumsi, yang paling penting diantaranya adalah : 1. Perbedaan menurut tujuan 2. Bentuk Penyajian 3. Fungsi metodelogi model. Dua bentuk pokok dari model kebijakan adalah model deskriptif dan model deskriptif dan model noormatif. Tujuan model deskriptif adalah menjelaskan dan meramalkansebab akibat pilihan – pilihan kebijakan. Model kebijakan ini digunakan untuk memonitor hasil tindakan dalamsuatu kebijakan misalnya penyampaian laporan tahunan tetang keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan dilapangan. e. Model George Edward III Dalam bukunya yang berjudul Implementing Public Policy yang diterbitkan tahun 1980, Edwards III menyatakan bahwa proses implementasi sebagai : “…the state of policy making
Universitas Sumatera Utara
between the establishment of a policy (such as the passage of a legislative act, the issuing of an executive order, the handing down of a judicial decision, or the promulgation of a regulatory rule) and the consequences of the policy for the peple whom it effect.” (Edwards, 1980 : Implementasi menurut Edwards, diartikan sebagai tahapan dalam proses kebijaksanaan yang berada diantara tahapan penyusunan kebijaksanaan dan hasil atau konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan itu (output, outcome). Yang termasuk aktivitas implementasi menurutnya adalah perencanaan, pendanaan, pengorganisasian, pengangkatan dan pemecatan karyawan, negosiasi dan lain-lain.Dalam model yang dikembangkannya, ia mengemukakan ada 4 (empat) faktor kritis yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi. Pendekatan yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan :”Prakondisi apa yang harus ada agar implementasi berhasil?” dan “ Apa yang menjadi kendala pokok bagi suksesnya suatu implementasi?” dan menemukan 4 (empat) variabel tersebut setelah mengkaji beberapa pendekatan yang dilakukan penulis lain.Ke empat variabel tersebut adalah :
1. Komunikasi Persyaratan pertama bagi Implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang mereka lakukan. Keputusan - keputusan kebijakan dan peritah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan – keputusan dan pemerintah itu dapat diikuti. Tentu saja, komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat. Secara umum Edwards membahas tiga hal penting yaitu : a. Transmisi, sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menydari bahwa suatu keputusan yang telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
nya telah dikeluarkan. Hal ini tidak selalu merupakan proses yang langsung sebagaimana tampaknya .Banyak sekali ditemukan keputusan – keputusan tersebut diabaikan atau jika tidak demikian seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap keputusan yang dikeluarkan. b. Kejelasan, jika kebijakan – kebijakan di implementasikan sebagaimana di inginkan, maka pertunjuk – petunjuk pelaksanaan idak hanya harus diterima oleh pelaksana kebijakan, tetapi juga komunikasi kebijakan tersebut harus jelas. Seringkali instruksi – instruksi yang diteruskan kepada pelaksana – pelakana dan kabur dan tidak menetapkan pada dan bagaimana suatu program dilaksanakan. Ketidakjelasan pesan yang disampaikan berkenaan dengan implementsi kebijakan akan mendorong terjadinya interprestasi yang salah bahkan mungkin bertentangan denagn makan pesan awal c. Konsistensi, jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya dengan baik 2. Sumberdaya Walapun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara konsisten, tetai apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, Implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud daya manusia, yakni kompetensi implemnetor, dan sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi agar efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal diatas kertas dan menjadi dokumen saja. Sumber – Sumber yang penting meliputi ; a. Staf Barangkali sumber yang paling penting dalam melaksanakan kebijakan adaah staf. Salah satu hal penting yang harus di ingat bahwa jumlah tidak selalu mempunyai efek positif bagi
Universitas Sumatera Utara
implementasi kebijakan, Hal ini berarti bahwa jumlah staf yang naya tidak secara otomatis mendorong mplementas yang berhasil. b. Informasi Informasi merupakan sumber penting yang kedua dalam bentuk Implementasi kebijakan. Informasi mempunyai dua bentuk ; pertama, informasi mengenai bagimana melaksanakan suatu kebijakan. Pelakasana – pelaksana perlu mengetahui apa yang dilakukan dan bagaimana cara melakukanya. Dengan demikian para pelaksana diberi petunjuk untuk melaksanakan suatu kebijakan. Pelaksana – pelaksana harus mengetahui apakah orang – orang lain yang terlibat dalam pelakanaan kebijakan menaati peraturan undang – undang c. Wewenang Wewenang ini akan berbeda – beda dari suatu program ke program lain serta mempunyai banyak bentuk yang berbeda, seperti misalnya : hak untuk mengeluarkan surat panggilan untuk datang ke pengadilan; mengajukan masalah – masalah ke pengadilan; mengeluarkan perintah kepada para pejabat lain;menarik dana dari suatu program; menyediakan dana, staf dan bantuan teknis kepada pemerintah daerah ; membeli barang dan jasa d. Fasilitas – fasilitas Fasilitas fisik mungkn pula merupakan sumber – sumber penting dalam Implementasi. Seorang pelaksana mungkin mempunyai staff yang memadai, mungkin apa yang harus dilakukan,dan mempunyai wewenag untuk melakukan tugasnya e.
Disposisi
Disposisi adalah watak dan karateristik yang dimiliki implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik,maka dia dapat menjalankan
Universitas Sumatera Utara
kebijakan dengan baik,maka dia dapat menjalankan kebijakn dengan baik seperti apa yang di dinginkan oleh pembuat kebijakn. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif ( Subarsono,2005:90) 4. Struktur Birokrasi Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering sering bahkan secra keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. Birokrasi secara sadar atau tidak sadar memilih bentuk – bentuk organisasi untuk kesepakatan secara kolektif, dalam rangka memecahkan masalah – masalah sosial dalam kehidupan modern keseluruhannya saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan implementasi.Selain itu menurut Edward, ada dua karateristik utama dari birokrasi yaitu yakni sebgai berikut :
A. Standards Operating Procedurs ( SOP ) Struktur organisasi – organisasi yang melaksanakan kebijakan mempunyai pengaruh penting pada Implementasi. Salah satu dari aspek – aspek Struktural paling dasar dari suatu organisasi adalah prosedur – prodsedur kerja ukuran dasrnya, dengan menggunakan SOP, Para pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang tersedia. Para pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang tersedia. Para pelaksana jarang mempunyai kemampuan untuk menyelidiki dengna seksama dan secara individual setiap keadaan yang mereka hadapi. Namun demikian, prosedur – prosedur biasa itu tidak sesuai dengan keadaan – keadaan baru atau program baru. SOP Sangat mungkin
Universitas Sumatera Utara
menghalangi implementasi kebijakan baru yang membutuhkan cara – cara kerja baru atau tipe – tipe personil baru untuk melaksanakan kebijakan. a. Fragmentasi Sifat kedua dari struktur birokrasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan adalah fragmentasi organisai, Tanggung jawab bagi suatu bidang kebijakan adalah fragmentasi organisasi sering tersebar diantara beberapa organisasi, seringkali pula terjadi disentralisasi kekuasaan tersebut dilakukan secara radikal guna mencapai tujuan – tujuan kebijakan. Kongres dan lembaga – lembaga legislatif lain mencantumkan banyak badan secara terpisah dalam undang – undang agar dapat mengamatinya lebih teliti dalam usaha menentukan perilaku Sementara itu, badan-badan yang bertentangan satu sama lain untuk mempertahankan fungsi – fungsi mereka dan menetang usaha – usaha yang memungkinkan mereka mengkoordinasikan kebijakan – kebijakan dengan badan – badan yang melaksanakan program-program yang berhubungan.Konsekuensi yang paling buruk dari fragmentasi birokrasi adalah usaha untuk menghambat koordinasi. Fragmentasi mengakibatkan pandangan – pandangan yang sempit dari banyak lembaga birokrasi,Hal ini akan menimbulkan dua konsekuensi pokok yang merugikan bagi Implementasi yang berhasil. Pertama, tidak ada orang yang akan mengakhiri implementasi kebijakan dengan melaksanakan fungsi – fungsi tertentu karena tanggung jawab bagi suatu bidang
kebijakan
terpecah
–
pecah.
Disamping
itu
karena
masing masing badan mempunyai yuridikasi terbatas atas suatu bidang, maka tugas tugas penting mungkin akan terdampar antara rekan rekan struktur organisasi.Kedua pandang – pandangan yang sempit dari badan – badan mungkin juga menghambat perubahan.
Universitas Sumatera Utara
Suatu kebijakan ( publik ) dikatakan berhasil bila dalam implementasi mampu menyentuk kebutuhan kepentngan publik. Peters ( dalam Tangkilisan, 2003 : 22 ) mengatakan bahwa : “ Implementasi kebijakan yang gagal disebabkan beberapa faktor, yaitu informasi, dimasa kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan adanya gambaran – gambaran yang kurang tepat baik kepada objek kebijakan maupun kepada para pelaksana dari sisi kebijakan itu ; isi kebijakan , dimana isi implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isi atau tujuan kebijakan atau tujuan isi kebijakan itu sendiri, dukungan, dimana imeplementasi kebijakan public akan sulit bila pada pelaksanaanya tidak cukup sukungan untuk kebijakan tersebut;pembagian potensi, dimana hal ini terkait dengan pembagian potensi diantaranya para aktor im-plementasi dan juga menegenai organisasi pelaksanaa dalam kaitanya dengan difrensiasi tugas dan wewenang “
1.5.2.3 Bentuk dan Tahapan Kebijakan Publik Terdapat tiga kelompok kebijakan publik yang di rangkumkan secara sederhana yakni sebagai berikut ( Nugroho.2006:31 ) 1. Kebijakan Publik Makro Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau dapat juga dikatakan sebagai kebijakan yang mendasar, Contohnya : ( a ) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; ( b ) Undang –Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang –undang Dasar; ( c ) Peraturan Pemerintah; ( d ) Peraturan Presiden; ( e ) Peraturaan Daerahh
Universitas Sumatera Utara
2. Kebijakan Publik Meso Kebijakan publik yang bersifat Meso atau yang bersifat menengah atau yang lebih dikenal dengan penjelasan pelaksanaan.Kebijakan ini sesuai dengan penjelasan. Kebijakan ini berupa Peraturan Mentri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan Walikota, Keputusan Bersama atau SKB antar Menteri Gubernur dan Bupati atau Walikota. Kebijakan Publik Mikro Kebijakan public bersifat Mikro,mengatur pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan publik yang diatasnya. Bentuk kebijkan ini misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh aparat- aparat publik tertentu yang berada dibawah Mentri, Gubernur dan Bupati dan Walikota Bentuk Kebijakan Publik baik Mikro, Meso dan Mikro tersebut dalam proses pembuatanya melibatkan banyak variabel yang harus dikaji secara kompleks dan menyeluruh. Untuk itu terdapat tahapan – tahapan proses penyususnan kebijakan publik yang perlu dikaji. Tahapan – tahapan kebijaka publik tersebut adalah sebagai berikut : 1. Tahapan Penyusunan Agenda, dalam taahap ini para penjabat memilih dan mengangkat masalah yang paling penting dengan alasan tertentu untuk dimasukan kedalam agenda kebijakan 2. Tahap Formulasi Kebijakan masalah yang telah disusun dalam agenda kebijakan didefenisikan untuk kemudian dicari pemecah masalah yang terbaik 3. Tahap adopsi Kebijakan, melakukan adopsi kebijakan salah satu alternatif keijakan dari setiap alternative yang terdapat dalam formulasi kebijakan dengan dukungan dari mayoritas legislatif, consensus antara direktur atau keputusan peradilan
Universitas Sumatera Utara
4. Tahap Implementasi kebijakan keputusan kebikan yang telah diambil dalam adopsi kebijakan
yang
memang
dapat
diangap
sebagai
kebijakan
yang
tertarik
dalam pemecahan masalah yang harus di implementasi kebijakan dilakukan 5. oleh badan badan Administrasi Negara maupun agen agen pemerintah di tingkat bawah yang memobilisasikan sumber daya financial dan manusia 6. Tahap Evaluasi Kebijakan, Tahap ini dilaukan untuk melihat sejauhmana sebuah kebijakan mampu memecahkan masalah dengan menggunajan kriteria- kriteria sebagai dasar untuk melihat dampak kebijakan yang telah diimplementasikan. 1.5.3
Sistem Implementasi Pelayanan Transportasi Umum
1.5.3.1 Pengertian Transportasi umum Transportasi umum adalah sebuah sarana yang disediakan guna menunjang mobilitas masyarakat. Keberadaan transportasi umum tidak bisa dibantah manfaatnya, terutama oleh para pengguna setia yang lebih melihat dari segi efisiensi biaya, karena tentu transportasi umum identik dengan tarifnya yang terjangkau. Transportasi umum menjadi pilihan yang berdasar dari asumsi rationing choice. Dan hingga kini, angkutan umum seperti mikrolet, angkutan kota semakin menjadi
primadona.
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan angkutan umum merupakan salah satu alternatif d an solusi bersama bagi masyarakat. Baik kalangan menengah
bawah
yang
semakin
sulit
menjangkau akses kecuali menggunakan transportasi masal, ataupun sebagian yang terlebih dahulu akrab dalam menggunakan moda ini pada keseharian mereka. Angkutan umum masih diminati di tengah maraknya produk kendaraan bermotor yang menawarkan spesifikasi yang lebi h canggih dan modern, serta trend irit bahan bakar yang notabene mempengaruhi pilihan masyar akat.Pada persoalan-bagaimana mengintensifkan penggunaan transportasi umum sebagai solusi
Universitas Sumatera Utara
mengatasi kemacetan, terutama di kota-kota besar, transportasi umum itu sendiri menghadapi permasalahan pada aspek penyelenggaraannya, yaitu berupa kelangkaan. Paradoksnya adalah kendaraan pribadi semakin bertambah pesat, namun keberadaan angkutan u mum tidak terlalu member signifikasi terhadap pilihan mas-yarakat. Untuk menunjang mobilitas masyarakat, dapat pula ditawarkan pilihan moda yang harus diperhatikan adalah karakteristik masing-masing moda yang harus 'dipertemukan' dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Setiap transportasi memiliki karakter khusus yang berpengaruh pada sistem pengoperasian dan pelayanan, bahkan memiliki persyaratan teknis yang dalam pengoperasiannya menuntut lintasan khusus. Misalnya, transportasi jalan rel yang mempunyai jalan khusus dan dioperasikan secara terjadwal; transportasi bus yang dioperasikan terjadwal dan trayek serta lintasan yang pasti atau tetap. Tahun
2013
Kementerian
Perhubungan
telah
melaksanakan
secara
penuh program reformasi birokrasi, diharapkan dengan diimplementasikan program perubahan ini dapat mengubah pola piker (mind set) seluruh Pegawai di Lingkungan Kementeria n Perhubungan. Tujuan pelaksanaan Reformasi birokrasi adalah bagaimana merubah mind set atau pola pikir yang biasanya ada kesan minta dilayani dapat berubah menjadi melayani. Sebagai publik services, maka secara hakiki pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pelayanan kepada masyarakat, namun demikian, secara teknis pelaksanaanya dapat melibatkan berbagai pihak, antara lain masyarak atdan dunia usaha. Hal ini sejalan dengan prinsip prinsip manajemen pemer intah modern yang selalu menekankan prinsip efektifitas dan efisiensi, dengan peran pemerintah lebih kepada fungsi regulator dan fasilitator, sedangkan untuk fungsi provider dapat diserahkan kepada masyarakat dan dunia usaha dengan ketentuan yang dapat belaku.Pelayanan dibidang Tr
Universitas Sumatera Utara
ansportasi pada dasarnya tidak dapat dibatasi berdasarkan batas administrasi pemerintahan, oleh karena itu koordinasi antar tingkat pemerintahan menjadi sangat penting, disamping koordinasi lintas sektoral. Disamping itu, kejelasan tanggungjawab dan kewenangan juga menjadi sangat pe nting, sehingga akan mempertegas tugas dan fungsi masing masing lembaga pemerintahan. Kegiatan pembangunan dan pelayanan bidang Transportasi tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah, tetapi uga dilakukan oleh dunia usaha dan masyarakat. Oleh karena itu, kinerja bida ng per-hubungan dengan postel sangat ditentukan oleh peran serta aktif dari ketiga stake holders tersebut, meskipun secara hakiki pelayanan publik menjadi tanggung jawab pemerintah. Kegiatan pembangunan bidang Transportasi dilaksanakan oleh 3 (tiga)stake holders dengan ke-gunaan masing - masing sebagai berikut :
1.Pemerintah a. Bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pembangunan dan pelayanan umum (public services)
bidang
perhubungan
dan
postel
yang
berkualitas
dalam
arti
pelayanan umum yang mudah, murah, aman, nyaman dan cepat. b. Menyusun peraturan perundangan yang engatur mekanisme kegiatan pembangunan dan pelayanan bidang Transportasi yang implementasinya dapat melibatkan dunia usaha dan masyara kat. c. Menciptakan iklim investasi yang kondusif, dengan melakukan kemudahan perijinan. Mengembangkan system insentif dan disinsentif, sehingga mampu mendorong peran aktif dunia usaha dalam pembangunan dan pelayanan umum. d. Harus dapat mengintegrasikan pembangunan bidang Transportasi dengan seluruh sektor pembangunan yang
lain, sehingga dapat
mendukung
kegiatan
pembangunan
Universitas Sumatera Utara
daerah pada umumnya, dan khususnya pada upaya pemerataan serta laju pembangunan pada wilayah potensial. e. Menekan angka kecelakaan lalu lintas, dengan meningkatkan pengawasan, meningkatkan standar pelayanan, kelengkapan fasilitas dan pendukung aspek keselamatan berkendara. f. Sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka kegiatan pembangu nan dan pelayanan bidang Perhubungan menjadi tanggunga jawab dan kewenangan Pemerintah Pusat, Propinsi, Kabupaten dan Kota sesuai dengan wilayah administrasinya. Oleh karena itu aspek pendanaan pembangunan juga menjadi tanggung jawab masing - masing tingkat pemerinta han (APBN dan APBD), dengan mekanisme disesuaikan peraturan perundangan yang berlaku. Untuk mengoptimalkan hasil-hasil pembangunan ini maka Pemerintah Propinsi harus melakukan upaya koordinasi dan sinkronisasi program pembangunan antar tingkat pemerintahan dan lintas sektoral, yang secara teknis dilakukan oleh Dinas Perhubungan dan LLAJ Kota Medan. g. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan, maka diperlukan sebsidi bagi pembangunan dan pelayanan
bidang
perhubungan,
yang
disesuaikan
dengan
kemampuan pemerintah dan program yang tepat sasaran. Kegiatan pelaksanaan pembangunan bidang perhubungan dan postel di daerah dapat dilakukan
oleh
berbagai
stake
holders
dan
didanai
dari
berbagai
sumber,
antara lain sebagai berikut : a.Pemerintah Pusat (APBN) Terutama untuk kegiatan pembangunan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, antara lain untuk infrastruktur berskala Nasional dan lintas propinsi. Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, maka kegiatan pembangunan ini harus berkoordinasi dengan
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah Propinsi, sehingga dapat melakukan sikronisasi dan integrasi dengan kebijakan dan p rogram pembangunan yang dilakukan Pemerintahan Kota Medan b.Pemerintah Daerah (APBD) Sesuai dengan tugas dan tanggung jawab, maka kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh Kota Medan adalah kegiatan pembangunan berskala regional/, lintas kabupaten kota dan kewenangan yang dilimpahkan oleh Pusat kepada propinsi sesuai peraturan perundangan ber laku. c. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kegiatan pelayanan bidang perhubungan dengan postel, selain dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah, juga dilakukan lembaga lain, misalnya BUMN, antara lain PT KAI, PT Angkasa Pura, PT Garuda, PT Pelindo, Perum DAMRI, PT ASDP, PT PELNI, DAMRI dan lain sebagainya. Kegiatan pelayanan dan pembangunan yang dilakukan oleh BUMN ini pada umumnya sudah cukup mandiri, namun demikian tetap diperlukan koordinasi dengan pemerintah daerah. Kegiatan pembangunan bidang Transportasi dilaksanakan oleh 3 (tiga) stake holders dengan tugas dan fungsi masing-masing sebagai berikut : 1.Pemerintah a. Bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pembangunan dan pelayanan umum (public services)
bidang
perhubungan
dan
postel
yang
berkualitas
dalam
arti
pelayanan umum yang mudah, murah, aman, nyaman dan cepat. b.Menyusun
peraturan
perundangan
yang
mengatur
mekanisme
kegiatan
pembangunan dan pelayanan bidang Transportasi yang implementasinya dapat melibatkan dunia usaha dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
c. Menciptakan iklim investasi yang kondusif, dengan melakukan kemudahan perijinan. Mengembangkan system insentif dan disinsentif, sehingga mampu mendorong peran aktif dunia usaha dalam pembangunan dan pelayanan umum. d. Harus dapat mengintegrasikan pembangunan bidang Transportasi dengan seluruh sektor pembangunan yang lain, sehingga dapat mendukung kegiatan pembangunan daerah pada umumnya, dan khususnya pada upaya pemerataan serta laju pembangunan pada wilayah.
Menekan
angka
kecelakaan
lalu
lintas,
denagn
meningkatkan
pengawasan,meningkatkan standar pelayanan, kelengkapan fasilitas dan pendukung aspek kesela matan berkendara. f. Sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka kegiatan pembangunan dan pelayanan bidang Perhubungan menjadi tanggunga jawab dan kewenangan Pemerintah Pusat, Propinsi, Kabupaten dan Kota sesuai dengan wilayah administrasinya. Oleh karena itu aspek pendanaan pembangunan juga menjadi tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan (APBN dan APBD), dengan mekanisme disesuaikan peraturan perundangan yang berlaku. Untuk mengoptimalkan hasil-hasil pembangunan ini maka Pemerintah Propinsi harus melakukan upaya koordinasi dan sinkronisasi program pembangunan antar tingkat pemerintahan dan lintas sektoral, g. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan, maka diperlukan subsidi bagi pembangunan dan pelayanan bidang perhubungan, yang disesuaikan dengan kemampuan pemerintah dan program yang tepat sasaran.
Universitas Sumatera Utara
2.Dunia Usaha a.
Penyediaan
armada
angkutan
umum
dan
provider
postel
yang
mendukung
pelayanan kepada masyarakat atas dasar pertimbangan ekonomi. b. Peran serta dalam bidang perhubungan dan postel selalu atas dasar pertimbangan profit oriented, oleh karena itu peraturan perundangan, standar pelayanan dan persyaratan. Kelengkapan fasilitas keamanan dan kenyamanan menjadi sangat penting. c. Sebagai mitra kerja pembangunan dan pelayanan umum, maka peran serta dunia usaha harus terintegrasi dengan kebijakan pembangunan daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah 3.Masyarakat a. Setiap anggota masyarakat berhak atas pelayanan umum (public services) bidang perhubungan yang layak. b.Masyarakat tidak hanya sebagai objek pelayanan saja, tetapi perlu berperan aktif dalam proses peningkatan kualitas pelayanan. Secara proaktif dan timbal balik, masyarakat harus menyampaik an aspirasi secara sistematis berkenaan dengan upaya perbaikan pelayanan bidang perhubungan. c.Kualitas pelayanan terhadap masyarakat perlu mendapat perlindungan dari pemerintah, karena pelayanan yang diberikan oleh Dunia Usaha didasarkan atas pertimbangan ekonomi, sedangkan masyarakat tentunya berhak atas pelayanan yang murah, mudah, aman, nyaman dan cepat. Sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004 tantang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Pertimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka Pemerintahan Pusat masih bertanggung jawab terhadap kegiatan pembangunan dan pelayanan kegiatan pembangunan dan pelayanan bidang perhubungan dan postel daerah. Kegiatan pelaksanaan pembangunan bidang perhubungan dan postel di daerah dapat dilakukan oleh berbagai stake holders dan didanai dari berbagai sumber, antara lain sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a.Pemerintah Pusat (APBN) Terutama untuk kegiatan pembangunan yang menjadikewenangan Pemerintah Pusat, antara lain untuk infrastruktur berskala Nasional dan lintas propinsi. Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, maka kegiatan pembangunan ini harus berkoordinasi dengan Pemerintah Propinsi, sehingga= dapat melakukan sikronisasi dan integrasi dengan kebijakan dan program pembangun an yang dilakukan Pemerintahan propinsi.
b.Pemerintah Daerah (APBD) Sesuai dengan tugas dan tanggungjawab Pemerintah Propinsi, maka kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh Kota Medan adalah kegiatan pembangunan berskala regional/propinsi, lintas kabupate kota dan kewenangan yang dilimpahkan oleh Pusat kepada propinsi sesuai peraturan pe rundangan yang berlaku. c.Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kegiatan pelayanan bidang perhubungan dengan postel, selain dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah, juga dilakukan lembaga lain, misalnya BUMN, antara lain PT KAI, PT Angkasa Pura, PT Garuda, PT Pelindo, Perum DAMRI, PT ASDP, PT PELNI, DAMRI dan lain sebagainya. Kegiatan pelayanan dan pembangunan yang dilakukan oleh BUMN ini pada umumnya
sudah
cukup
mandiri,
namun
demikian
tetap diperlukan koordinasi dengan pemerintah daerah. d. Badan Usaha Milik Daerah (BUMN) Sampai saat ini di propinsi Jawa Timur masih belum dibentuk BUMD yang bergerak dibidang perhubungan dan postel e.Dunia Usaha Swasta
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan pelayan yang dilakukan oleh dunia usaha antara lain dibidang operasional pelayanan angkutan jalan raya, yaitu bus antar kota, bus kota dan pelayanan angkutan kota. Sedangkan
untuk
kegiatan
pelayanan
bidang
moda
angkutan udara yaitu maskapai penerbangan dan pelayanan pendukungan, antara lain biro perjala nan dan lain sebagainya.
f. Masyarakat Masyarakat mempunyai dua peran, yaitu sebagai user/ konsumen dari kegiatan pelayanan yang diberikan, dan disisi lain sebagai provider, penyedia pelayanan, walaupun pada umumnya dalam skala kecil, tetapi mempunyai peran yang cukup penting mengingat terdistribusi cukup merata. Kegiatan pelayanan yang dimaksud adalah kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh masyarakat tidak dalam wadah badan usaha, misalnya pelayanan wartel, pelayanan angkutan kota yang banyak dilakukan oleh warga masyarakat. Peran masyarakat ini sangat penting, karena tentunya sangat membantu mengurangi beban pemerintah, sehingga pemerintah perlu memberikan berbagai kemudahan untuk mendukung meningkatkan kualitas pelayanan. 1.5.3.2 Pengertian Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya Sejak zaman Pemerintah Hindia Belanda masalah lalu lintas ditangani oleh Departemen Weg Verker en water Staat. Sebagai aturan hukum dan aturan pelaksanaannya di atur dalam We Verkeer Ordonantie (WVO), Stat Blad Nomor : 86 Tahun 1933. Pada Tahun 1942 sampai dengan Tahun 1945 Departemen yang mengatur lalu lintas, tidak berjalan dengan baik dikarenakan adanya perang kemerdekaan. Kemudian Pada tahun 1950, diaktifkan kembali dibawah kendali DEPARTEMEN LALU LINTAS DAN PENGAIRAN NEGARA. Pada tahun 1957, lahirlah
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah. Atas dasar hal tersebut terbentuklah DJAWATAN LALU LINTAS DJALAN (LLD)yang dilaksanakan di 10 Propinsi (Pulau Jawa danSumatera). Pada Tahun 1958 terbit Peraturan Pemerintah Nomor : 16 Tahun 1958 yang mengatur tentang penyerahan sebagian urusan tugas bidang lalu lintas kepada Daerah Tingkat I.Pada Tahun 1965, lahirlah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1965 yang biasa dikenal dengan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (UULLAJR). Sejak lahirnya UULLAJR tanggal 1 April 1965, maka WVO (1933) tidak berlaku lagi. Dengan Perda Tingkat I Nomor : 8 Tahun 1984, lahirlah cabang-cabang Dinas di wilayah Kabupaten dan Kotamadya. Pada Tahun 1990, lahir Peraturan Pemerintah Nomor : 22 Tahun 1990 tentang Penyerahan sebagian Urusan di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada Pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II.dilaksanakan di 10 Propinsi (Pulau Jawa dan Sumatera). Pada Tahun 1958, terbit Peraturan Pemerintah Nomor : 16 Tahun 1958 yang mengatur tentang penyerahan sebagian urusan tugas bidang lalu lintas kepada Daerah Tingkat 1 Tahun 2013 Kementerian Perhubungan telah melaksanakan secara penuh program reformasi birokrasi, diharapkan dengan diimplementasikan program perubahan ini dapat mengubah pola pikir (mind set) seluruh Pegawai di Lingkungan Kementerian Perhubungan. Tujuan pelaksanaan Reformasi birokrasi adalah bagaimana merubah mind set atau pola pikir yang biasanya ada kesan minta dilayani dapat berubah menjadi melayani. Semangat melayani harus jadi ikon Kemenhub ujung dari pelaksanaan reformasi birokrasi adalah memberikan pelayanan publik lebih baik lagi. Menurutnya kemampuan kinerja Kemenhub dapat terukur dari sejauh mana seluruh jajaran Kemenhub mampu melayani publik dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
Seiring dengan pelaksanaan Reformasi birokrasi, lanjutnya, Kemenhub juga tengah mencanangkan program “Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi” dimana seluruh jajaran Kemenhub berkomitmen untuk melaksanakan pencegahan dan pemberantasan korupsi
1.5.3.3 Peranan Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya dalam kehidupan masyarakat Adapun Peranan Dinas Lalu lintas Agkutan Jalan Raya dalam kehidupan ber-masyrakat : 1. Penyiapan perumusan kebijakan Departemen Perhubungan di bidang transportasi jalan, transportasi sungai, danau dan penyeberangan, transportasi perkotaan serta keselamatan tran sportasi darat; 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang transportasi jalan, transportasi sungai, danau dan penyeberangan, transportasi perkotaan serta keselamatan transportasi darat; 3. Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang transportasi jalan, transportasi sungai, danau dan penyeberangan, transportasi perkotaan serta keselamatan transportasi darat; 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi; 5. Pelaksanaan administrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.
1.5.3.4. Manfaat Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya dalam kehidupan masyarakat 1. Peningkatan keselamatan dan keamanan pelayanan transportasi darat; 2. Pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana transportasi darat yang menjangkau masyarakat dan wilayah Indonesia; 3. Peningkatan kualitas operator/penyedia jasa di transportasi darat yang memiliki kualitas prima di dalam manajemen produksi;
Universitas Sumatera Utara
4. Peningkatan daya saing pelayanan transportasi darat sehingga mampu berkompetisi dengan moda lainnya; 5.
Pertumbuhan pembangunan transportasi darat yang merata dan berkelanjutan;
6. Penciptaan pembangunan transportasi darat yang terintegrasi dengan modal lainnya.
1.6
Defenisi Konsep Menurut Singarimbun ( 2003:45 ) bahwa konsep adalah generasi dari sekelompok
fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan fenomena yang sama.Untuk memberikan bayasan yang jelas tentang penelitian yang akan dilakukan, amka penulis mendefenisikan konsep – konsep yang digunakan sebagai berikut : 1)Implementasi kebijakan adalah proses serta tahapan dari pembuatan kebijakan yang telah dibuat leh pemerintah, yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakn sebelumnya. Implementasi menurut George C.Edward III dilihat dari beberapa sudut faktor sebagai berikut : a. Komunikasi - Transmisi; Pengetahuan implementor tentang program Sistem Implementasi Pelayanan Transportasi dan waktu pelaksananaanya - Kejelasan; Pengetahuan Impelementor tahap – tahap pelaskanaan Program program Sistem Implementasi Pelayanan Transportasi - Konsistensi; Pelaksanaan Program Sistem Implementasi Pelayanan
Transportasi sesuai
dengan perturan yang ada.
Universitas Sumatera Utara
b. Sumber daya 1. Staf; Ketersediaan Sumber Daya Manusia ( SDM ) dalam proses implmentasi program Sistem Implementasi Pelayanan Transportasi 2. Informasi; ketaatan implementor dalam melaksanakam program Sistem Implementasi Pelayanan Transportasi sesuai dengan peraturan yang berlaku, artinya sesuai dengan petunjuk teknis (Juknis ) dan petunjuk pelaksana (juklak ) 3. Wewenang; Hak masing masing implementor dalam mengimplementasikan Sistem Implement asi Pelayanan Transportasi 4. Fasilitas; fasilitas yang dimiliki Dinas Perhubungan Sumatera Utara yang mendukung dalam pengimplementasian Program Sistem Implementasi Pelayanan Transportasi c. Disposisi 1. Komitmen yang dimiliki aparatur Dinas Perhubungan
Provinsi Sumatera Utara dalam
pelaksanaan program Sistem Implementasi Pelayanan Transportasi 2. Kejujuran aparatur Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara terkait tugas dan fungsinya sebagai pelaksana Program Sistem Implementasi Pelayanan Transportasi Struktur Birokrasi A. Kejelasan Standar Operating Prosedur ( SOP ) B. Fragmentasi yakni pandangan yang esmpit dari pelaksana implementor.
Universitas Sumatera Utara