BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Salah
satu
penyelenggaraan
pelayananpemerintahan
daerah
pemerintahan
atau
pelayanan
daerah publik.
adalah Dengan
pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat maka pemerintah akan dapat mewujudkan tujuan Negara yaitu menciptakan kesejahteraan masyarakat.1Pelayanan
pemerintah
daerah
dalam
menjalankan
tugasadministrasinya terdiri dari pelayanan publik dan pelayanan sipil. Pelayananpublik yang diberikan oleh pemerintah daerah
terdapat dua
macam yaitu: pelayanan perizinan dan pelayanan nonperizinan. Izin termasuk layanan publik karena orang yang memanfaatkanlayanan tersebut harus membayar sesuai tarif yang ditetapkan olehpemerintah. Izin atau perizinan yang merupakan jasa publik harus sesuaidengan aturan
hukum
yang
selakupenyelenggara dilaksanakan
telah
ditetapkan
pemerintahan.
menjadilegal/resmi
oleh
pemerintah
Sehingga
dan
tidak
apa
yang
bertentangan
daerah akan dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dalam aktivitasnya sehari-hari dalam memenuhi kebutuhannya tidak mengganggu ketertiban dan kenyamanan.
1
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta: Grasindo, 2005), hlm. 175
1
Izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakandalam hukum administrasi. Hal ini dikarenakan pemerintah menggunakan izin sebagai instrumen untuk mempengaruhi hubungan dengan para warganyaagar mau mengikuti cara yang dianjurkan oleh pemerintah guna mencapai tujuan yang konkrit. Dalam pelayanan perizinan terdapat berbagai macam jenis perizinanantara lain: izin usaha, izin industri, pajak reklame, izin mendirikanbangunan, izin gangguan dan lain sebagainnya. Izin reklame merupakan salah satu jenis layanan perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintahkota. Seiring dengan semakin pesatnya pertumbuhan perusahaan atauindustri maka akan meningkatkan pendapatan asli daerah melalui pajak dari penyelenggaraan reklamekarena salah satu bauran pemasaran sebuah industri adalah promosi yang terdiriantara lain iklan, reklame dan promosi
penjualan.
Pajak
Reklame
sebagai
salahsatu
sumber
Pendapatan Daerah yang berpotensi perlu dilakukan pemungutansecara efisien, efektif, dan ekonomis sehingga dapat lebih berperan dalam usaha peningkatan Pendapatan Asli Daerah, khususnya di Kota Makassar. Penyelenggaraan reklame di Kota Makassar sangatlah beragam jenis dan bentuknya. Masyarakat Kota Makassar dewasa ini sudah memiliki pemahaman mengenai jenis-jenis reklame dan bagaimana proses perizinan yang harus ditempuh untuk melakukan pemasangan reklame. Pemasangan reklame harus melewati beberapa tahap perizinan yang harus dilakukan oleh perusahaan atau pemohon pemasangan
2
reklame tersebut. Seperti halnya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Makassar yang telah menetapkan beberapa syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh pihak pemohon untuk melakukan pemasangan reklame. Meningkatnya jumlah reklame di Kota Makassar selain menambah pendapatan daerah, juga berbanding lurus pada semakin tingginya pelanggaran-pelanggaran atas penyelenggaraan reklame. Jenis-jenis pelanggaran penyelenggaraan reklame yang ditemukan di Kota Makassar antara lain pelanggaran mengenai izin lokasi pemasangan, media pemasangan reklame yang melanggar ekologi lingkungan, adanya pihak pemasang yang tidak memperhatikan masa berlakunya izin pemasangan reklame, sehingga banyak reklame yang terpasang tanpa adanya konfirmasi perpanjangan pemasangan reklame. Pelanggaran tersebut terjadi untuk beragam jenis reklame.Reklame-reklame liar tersebut terpasang di jalan-jalan, baik jalan rayamaupun yang bukan jalan raya seperti di pinggir kota. Apabila haltersebut dibiarkan dan tidak ditindak tegas maka kenyamanan dan keindahankota akan terganggu serta dapat mengurangi Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar. Untuk mengoptimalkan pengelolaan penyelenggaraan reklame makadiperlukan
adanya
sebuah
perencanaan,
pengorganisasian,
penggerakan sertapengawasan sesuai dengan konsep fungsi manajemen yang dirumuskan olehG.R Terry. Keempat fungsi manajemen tersebut menjadi tiga fungsi oleh BachrulElmi yakni perencanaan, pelaksanaan dan
3
pengawasan. Pertama yaitu perencanaan,mencakup penentuan pokokpokok tujuan, sasaran, target serta stategi yangakan dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak rekalame. Keduapelaksanaan yakni penerapan mekanisme pemungutan, monitoring masa berlaku reklame. Dan ketiga pengawasan yaitu pemantauan di lapangan terutama bataspemasangan reklame. Secara khusus, pelanggaran penyelenggaraan reklame menjadi sorotan yang sangat mendesak untuk ditangani khususnya bagi pemerintah Kota Makassar. Dengan status Kota Makassar sebagai kota metropolitan, media reklame dianggap sebagai alternatif pemasaran yang menguntungkan dan sangat efektif karena reklame dianggap mampu menarik calon konsumen karena reklame bisa diakses oleh semua pihak. Hal ini menjadikan reklame sebagai salah satu bagian yang harus diperhatikan oleh pemerintah, baik dalam hal perizinan, pemberian aturan dan tarif pemasangan reklame yang diatur oleh undang-undang maupun peraturan daerah. Penyelenggaraan reklame dapat memberikan kontribusi tersendiri terhadap penerimaan pendapatan asli daerah (PAD), hal ini terlihat pada penerimaan Pajak Reklame Kota Makassar di tahun 2010 mampu memberikan kontribusi sebesar Rp. 11.336.841.164,-, pada tahun 2011 sebesar
Rp.
16.936.119.593,-
dan
tahun
2012
sebesar
Rp.
18.866.776.421,-, sehingga pemerintah diharap dapat mengoptimalkan objek pajak ini guna menambah pendapatan asli daerah (PAD) yang akan
4
digunakan untuk membiayai kegiatan rutin pemerintahan dan membiayai pembangunan.2Namun kondisi yang terjadi di Kota Makassar tidak sesuai dengan yang di harapkan. Hal tersebut termuat dalam perkataan Ketua Asosiasi Pengusaha Reklame Indonesia (ASPRI) yang mengatakan “masih banyak pelanggaran pemasangan reklame yang harus ditertibkan, begitu juga dengan potensi penerimaan pajak baru harus lebih dioptimalkan”. Hal tersebut menyiratkan bahwa potensi pajak reklame di kota Makassar cukup besar namun penyerapannya belum maksimal karena
kurangnya
pengawasan
dan
penegakan
aturan
pada
penyelenggaraan reklame yang tidak sesuai izin. Berdasarkan
uraian
di
atas,
dapat
disimpulkan
bahwa
penyelenggaraan reklame di Kota Makassar memiliki pengaruh yang cukup besar dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar sehingga dalam pelaksanaannya diperlukan pengawasan yang baik dan tegas. Pelanggaran penyelenggaraan reklametentu saja merugikan banyak pihak, utamanya masyarakat Kota Makassar itu sendiri karena selain pajak yang tidak masuk ke kas daerah, reklame tanpa izin juga dapat merusak estetika kota karena dalam penyelenggaraannya tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Selain pengawasan yang baik dan berlanjut, penegakan hukum atas pelanggaran penyelenggaraan reklame harus dilaksanakan dengan tegas berdasarkan peraturan daerah yang berlaku.
2
www.bisnis.com/quick-news/read/20120227/78/65988/
5
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai penyelenggaraan reklame di kota makassar utamanya pengawasan dan penegakan hukum atas reklame tanpa izin. Maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul: “Penerapan Sanksi Hukum Administrasi Terhadap Penyelenggaraan Reklame di Kota Makassar.” B. Rumusan Masalah Untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang akandibahas serta untuk lebih mengarahkan
pembahasan, maka
perumusanmasalah yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penegakan hukum yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Makassar terhadap penyelenggaraan reklame? 2. Bagaimana
bentuk-bentuk
sanksi
administrasi
yang
diterapkan
pemerintah Kota Makassar terhadap pelanggaran penyelenggaraan reklame? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui penegakan hukum yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Makassar terhadap penyelenggaraan reklame. 2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk sanksi administrasi yang diterapkan pemerintah Kota Makassar terhadap pelanggaran penyelenggaraan reklame.
6
D. Manfaat Penelitian Adanya
suatu
penelitian
diharapkan
memberikan
manfaat
yangdiperoleh, terutama bagi bidang ilmu yang diteliti. Manfaat yang diharapkan diperolehdari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan referensi tambahan terkait dengan penerapan sanksi hukum administrasi terhadap penyelenggaraan reklame tanpa izin. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berartibagipeningkatan dan pengembangan ilmu hukum pada umumnyadan Hukum Administrasi Negara pada khususnya. 2. Manfaat Praktis a. Mengembangkan dinamissekaligus
penalaran, untuk
membentuk
mengetahui
pola
pikir
kemampuan
yang penulis
dalammengimplemantasikan ilmu yang diperoleh. b. Untuk memberikan bahan masukan dan gagasan pemikiran kepadabadan pemerintahan daerah yang terkait, dalam hal ini Badan Perizinan Terpadu Kota Makassar mengenai pelaksanaan sanksi hukum administrasi terhadap penyelenggaraan reklame tanpa izin. c. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan Strata Satu Hukum Hukum Administrasi Negara pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Administrasi Negara 1. Administrasi Negara a. Pengertian Administrasi Secara
etimologis
istilah
administrasi
berasal
dari
bahasa
latin(Yunani) yang terdiri atas dua kata “ad” dan “ministrate” yang berarti“to serve” yang dalam bahasa indonesia berarti melayani dan memenuhi. Derivasinya antara lain menjadi ”administratio” yang berarti besturing atau pemerintahan. Selanjutnya menurut Dimock dan Dimock, kata administrasi itu berasal dari kata “ad” dan “ministrate” yang berarti juga “to serve”. Dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan administasi adalah proses pelayanan atau pengaturan.3 Dalam KBBI, administrasi memiliki empat pengertian yaitu;pertama, usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta penetapan caracara penyelenggaraan pembinaan organisasi; kedua, usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaran kebijaksanaan serta mencapai tujuan;ketiga,
kegiatan
yang
berkaitan
dengan
penyelenggaran
pemerintahan; keempat, kegiatan kantor dan tata usaha. 4
3
Marshall Edward Dimock, Gladys Ogden Dimock, Administrasi Negara, Diterjemahkan oleh Husni Tamrin Pane, (Jakarta: Aksara Baru, 1978), hlm. 15 4 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 8
8
Menurut
White dalam Syafi’I dkk., mendefinisikan administrasi
sebagai “Suatu proses yang umum ada pada usaha kelompok-kelompok, baik pemerintah maupun swasta, baik sipil maupun militer, baik dalam ukuran besar maupun kecil”.5Menurut Siagian administrasi didefinisikan, sebagai “Keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”.6 Sedangkan menurut Gie yang dikutip Pasolong mendefinisikan
administrasi adalah
“Rangkaian kegiatan
terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh sekelompok orang di dalam kerjasama mencapai tujuan tertentu”.7 b. Pengertian Administrasi Negara Ilmu
administrasi
negara
ialah
terjemahan
dari
public
administration. Secara etimologis, maka “public” berasal dari bahasa latin “poplicus” atau “people” dalam bahasa inggris yang berarti rakyat. Administration, juga berasal dari bahasa latin terdiri dari kata “ad” yang berarti intensif, dan “ministare” yang berarti melayani. Jadi, dapat dikatakan public administration itu ialah pelayanan secara intensif terhadap rakyat. Sugiyono memberikan definisi tentang Administrasi Negara sebagai berikut: Administrasi Negara berkenaan dengan kegiatan yang bersifat kenegaraan, yang tujuan utamanya untuk memberikan pelayanan,
meningkatkan
kesejahteraan
dan
pemberdayaan
5
Syafi’I, Inu Kencana, Ilmu Administrasi Publik, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 73 Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi (Edisi Revisi), (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 2 7 Harbani Pasolong, Teori Administrasi Publik, (Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 3 6
9
masyarakat.8Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa administrasi negara mempunyai tiga arti, yaitu; pertama, sebagai salah satu fungsi pemerintah; kedua, sebagai aparatur (machinery) dan aparat (apparatus) daripada pemerintah; ketiga, sebagai proses penyelenggaraan tugas pekerjaan pemerintah yang memerlukan kerja sama secara tertentu. 9 Ridwah HR mengemukakan
pengertian administrasi negara
menurut beberapa pakar, yaitu sebagai berikut:10 1) Menurut E. Utrecht, menyebutkan bahwa administrasi negara adalah gabungan jabatan-jabatan, aparat (alat) administrasi yang di bawah pimpinan pemerintah melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintah. 2) Menurut Dimock dan Dimock admimistrasi negara adalah aktivitasaktivitas
negara
dalam
melaksanakan
kekuasaan-kekuasaan
politiknya; dalam arti sempit, aktivitas-aktivitas badan-badan eksekutif dan kehakiman atau khususnya aktivitasaktivitas badan eksekutif saja dalam melaksanakan pemerintahan. 3) Bahsan Mustafa mengartikan administrasi negara sebagai gabungan jabatan-jabatan yang dibentuk dan disusun secara bertingkat yang diserahi tugas melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintah dalam arti luas, yang tidak diserahkan kepada badan-badan pembuat undang-undang dan badan-badan kehakiman.
8
Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung: Alfabeta, 2006), hlm. 25 Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 11 10 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm 29 9
10
2. Hukum Administrasi Negara a. Pengertian Hukum Administrasi Negara Ridwan HR mengemukakan pendapat beberapa sarjana mengenai pengertian Hukum Administrasi Negara, yaitu:11 1) R.J.H.M. Huisman menyatakan, untuk menemukan definisi yang baik mengenai istilah ‘Hukum Administrasi Negara’, pertama-tama harus ditetapkan bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan bagian dari hukum publik, yakni hukum yang mengatur tindakan pemerintah dan mengatur hubungan antara pemerintah dengan warga negara atau hubungan antarorgan pemerintahan. Hukum Administrasi Negara memuat
keseluruhan peraturan
yang berkenaan
dengan
cara
bagaimana organ pemerintahan melaksanakan tugasnya. Jadi Hukum Administrasi Negara berisi aturan main yang berkenaan dengan fungsi organ-organ pemerintahan. 2) Van Poelje menyatakan, Hukum Administrasi Negara adalah hukum memuat peraturan hukum yang menentukan kepada organ-organ pemerintahan itu, menentukan tempatnya dalam negara, menentukan kedudukan terhadap warga negara, dan peraturan-peraturan hukum yang mengatur tindakan-tindakan organ pemerintahan itu. 3) P. De Haan menyatakan bahwa Hukum Administrasi Negara berkenaan dengan organisasi dan fungsionalisasi pemerintahan umum dalam hubungannya dengan masyarakat.
11
Ibid, hlm. 32
11
4) Menurut A.D. Belinfante, Hukum Administrasi Negara meliputi peraturan-peraturan
yang
berkenaan
dengan
administrasi.
Administrasi berarti sama dengan pemerintahan. Oleh karena itu, HAN disebut juga hukum tata pemerintahan. Perkataan pemerintahan dapat disamakan
dengan
kekuasaan
eksekutif,
artinya
pemerintahan
merupakan bagian dari organ dan fungsi pemerintahan, yang bukan organ dan fungsi pembuat undang-undang dan peradilan. 5) Alegmene Bepalingen menyatakan, Hukum Administrasi negara atau hukum tata pemerintahan berisi peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pemerintahan umum. Tetapi tidak semua peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pemerintahan umum termasuk dalam cakupan HAN. Sebab ada peraturan-peraturan yang menyangkut pemerintahan umum, tetapi tidak termasuk dalam HAN, melainkan masuk pada lingkup HTN. 6) Utrecht menyebutkan bahwa HAN sebagai menguji hubungan hukum istimewa
yang
diadakan
akan
memungkinkan
para
pejabat
(ambtsdrager) administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus. Lebih lanjut Utrecht menyebutkan bahwa HAN adalah hukum yang mengatur sebagian lapangan pekerjaan administrasi negara. Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas, tampak bahwa Hukum Administrasi Negara mengandung dua aspek yakni; pertama, aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan itu melakukan tugasnya; kedua, aturan-aturan hukum yang
12
mengatur hubungan hukum (rechtsbetrekking) antara alat perlengkapan administrasi negara dengan para warga negaranya. 12 b. Kedudukan Hukum Administrasi Negara Hukum Administrasi Negara dalam studi Ilmu Administrasi, merupakan mata kuliah bahasan khusus tentang salah satu aspek dari administrasi, yakni bahasan mengenai aspek hukum dari administrasi negara.Hukum administrasi dapat dikatakan sebagai “hukum antara”, sebagai
contohnya
yaitu
dalam
perihal
perizinan.
W.F.
Prins
mengemukakan bahwa “hampir setiap peraturan berdasarkan hukum administrasi diakhiri in cauda venenum dengan sejumlah ketentuan pidana (in cauda venenum secara harfiah berarti ada racun di ekor). Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan, atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warga negara), yang termasuk dalam hukum publik ini salah satunya adalah Hukum Administrasi Negara.13 Penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan kenegaraan dalam suatu negara hukum itu terdapat aturan-aturan hukum yang tertulis dalam konstitusi atau peraturan-peraturan yang terhimpun dalam hukum tata negara. Meskipun demikian untuk menyelenggarakan persoalanpersoalan yang bersifat teknis, hukum tata negara ini tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan efektif. Dengan kata lain, hukum tata negara 12
Soehino, Asas-asas Hukum Tata Pemerintahan, (Yogyakarta: Liberty, 1984), hlm. 2 Adrian Sutedi, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 62 13
13
membutuhkan hukum lain yang bersifat lebih teknis. Hukum tersebut adalah Hukum Administrasi Negara.14 Hukum Administrasi Negara menjadi sangat penting artinya bagi kehidupan dankelancaran organisasi negara sehari-hari. Administrator Negara menjalankan tugasadministratif yang bersifat individual, kasual, faktual, teknis penyelenggaraan dantindakan administratif yang bersifat organisasional,
manajerial,
informasional
(tatausaha)
ataupun
operasional. Berdasarkan hal itu keputusan maupun tindakannyadapat dilawan melalui berbagai bentuk peradilan administrasi negara. Menurut J.B.J.M. ten Berge seperti yang dikutip Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara adalah sebagai perpanjangan dari hukum tata negara atau sebagai hukum sekunder yang berkenaan dengan keanekaragaman lebih mendalam dari tatanan hukum publik sebagai akibat pelaksanaan tugas oleh penguasa. Oleh karena itu, adalah salah paham menganggap Hukum Administrasi Negara sebagai fenomena yang relatif baru. Lebih lanjut J.B.J.M. ten Berge mengatakan bahwa “Hukum Administrasi Negara berkaitan erat dengan kekuasaan dan kegiatan penguasa.
Oleh
karena
kekuasaan
dan
kegiatan
penguasa
itu
dilaksanakan, maka lahirlah Hukum Administrasi Negara”. Dengan kata lain, Hukum Administrasi Negara berkaitan erat dengan persoalan kekuasaan. 15
14
Ridwan HR, op. cit, hlm. 23 Ibid.
15
14
Mengingat negara itu merupakan organisasi kekuasaan, maka pada akhirnya Hukum Administrasi Negara akan muncul sebagai instrumen untuk mengawasi penggunaan kekuasaan pemerintahan. Dengan
demikian,
keberadaan
HAN
itu
muncul
karena
adanya
penyelenggaraan kekuasaan negara dan pemerintahan dalam suatu negara hukum, yang menuntut dan menghendaki penyelenggaraan tugastugas kenegaraan, pemeritahan dan kemasyarakatan yang berdasarkan atas hukum. Menurut Philipus M. Hadjon, ukuran atau indikasi negara hukum adalah berfungsinya Hukum Administrasi, sebaliknya suatu negara bukanlah negara hukum in realita apabila Hukum Administrasi tidak berfungsi.
Berdasarkan
hal
tersebut
Hukum
Administrasi
Negara
adalahhukum mengenai Pemerintah beserta aparaturnya. Pemerintah beserta aparaturnyamenjalankan tugas-tugas Pemerintah dalam fungsifungsi kerja yang telah diatur. c. Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara Ruang lingkup dari Hukum Administrasi Negara berkaitan erat dengan tugas dan wewenang Lembaga Negara (Administrasi Negara) baik ditingkat pusat maupun daerah. Hukum Administrasi Negara juga berkaitan dengan perhubungan kekuasaan antar Lembaga Negara (Administrasi Negara), dan antara Lembaga Negara dengan warga masyarakat (warga negara) serta memberikan jaminan perlindungan hukum kepada keduanya.
15
Istilah Hukum Administrasi Negara dalam kepustakaan Belanda disebut pula dengan istilah bestuursrecht, dengan unsur utama “bestuur”. Menurut Philipus M. Hadjon, istilah bestuur berkenaan dengan “sturen” dan “sturing”. Bestuur dirumuskan sebagai lingkungan kekuasaan negara di luar lingkungan kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudisial. Dengan rumus itu, kekuasaan pemerintahan tidaklah sekadar melaksanakan undang-undang. Kekuasaan pemerintahan merupakan kekuasaan yang aktif. Sifat aktif tersebut dalam konsep Hukum Administrasi secara intrinsik merupakan unsur utama dari “sturen” (besturen). Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut: “Sturen merupakan suatu kegiatan yang kontinu. Kekuasaan pemerintah dalam hal izin mendirikan bangunan misalnya, tidaklah berhenti dengan diterbitkannya
izin
mendirikan
bangunan.
Kekuasaan
pemerintah
senantiasa mengawasi agar izin tersebut digunakan dan ditaati. Dalam hal pelaksanaan pendirian bangunan tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan, pemerintah akan menggunakan kekuasaan penegakan hukum berupa penertiban”. “Sturen menunjukan lapangan diluar legislatif dan yudisial. Lapangan ini lebihluas dari sekedar lapangan eksekutif semata. Disamping itu, sturen senantiasadiarahkan kepada suatu tujuan”.16 Meskipun
secara
umum
dianut
definisi
negatif
tentang
pemerintahan, yaitu sebagaisuatu aktivitas diluar perundangan dan
16
Ridwan HR, op. cit, hlm. 39
16
peradilan, namun pada kenyataannya pemerintah juga melakukan tindakan hukum dalam bidang legislasi. Seperti dalam penyelesaian perselisihan, penyelesaian hukum melalui upaya administrasi dan pada penerapan sanksi-sanksi administrasi, yang menjadi objek kajian Hukum Administrasi Negara.17 Beberapa membagi bidang HAN menjadi HAN umum dan HAN khusus. HAN umum berkenaan dengan peraturan-peraturan umum mengenai tindakan hukum dan hubungan Hukum Administrasi negara atau peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip yang berlaku untuk semua bidang Hukum Administrasi Negara, dalam arti tidak terikat pada bidangtertentu. HAN khusus adalah peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bidang-bidangtertentu seperti peraturan tentang tata ruang, peraturan tentangkepegawaian, peraturan tentang pertanahan, peraturan kesehatan, peraturanperpajakan, peraturan bidang pendidikan, peraturan pertambangan dan sebagainya. Munculnya hukum administrasi khusus semakin penting artinya, seiring dengan lahirnya berbagai bidang tugas-tugas pemerintahan yang baru dan sejalan dengan perkembangan dan penemuan-penemuan baru berbagai bidang kehidupan di tengah masyarakat, yang harus diatur melalui Hukum Administrasi Negara.18
17
Ibid, hlm. 40 Philipus M. Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada Press Uneversity, 2002), hlm. 35-38 18
17
d. Sumber-sumber Hukum Administrasi Negara Secara
sederhana,
sumber
hukum
adalah
segala
sesuatu
yangdapat menimbulkan aturan hukum serta tempat ditemukannya aturan-aturan hukum.19Sumber hukum dapat dibagi atas dua yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. 1) Sumber Hukum Materiil Sumber hukum materiil adalah faktor-faktor yang membantu isi dari hukum itu, ini dapat ditinjau dari segi sejarah, filsafat, agama, sosiologi, dan lain-lain. Dalam berbagai kepustakaan hukum, ditemukan bahwa sumber hukum materil ini terdiri dari tiga jenis yaitu sumber hukum historis, sumber hukum sosiologis, dan sumber hukum filosofis. Dalam pengertian historis, pengertian sumber hukum juga memiliki dua arti, yaitu pertama, sebagai sumber pengenalan tempat menemukann hukum pada saat tertentu. Kedua, sebagai sumber dimana pembuat undang-undang
mengambil
bahan
dalam
membentuk
peraturan
perundang-undangan. Dalam arti yang pertama, sumber hukum historis meliputi Undang-undang, putusan-putusan hakim, tulisan-tulisan ahli hukum, juga tulisan-tulisan yang bersifat yuridis sepanjang memuat pemberitahuan mengenai lembaga-lembaga hukum. Dalam arti kedua, sumber hukum historis meliputi sistem-sitem hukum masa lalu yang pernah berlaku pada tempat tertentu. Artinya dengan memahami sejarah
19
Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidarta, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 2000), hlm. 54
18
hukum tertentu, pemahaman kita terhadap hukum tertentu akan lebih baik, setidak-tidaknya dapat memahami konteks berlakunya hukum tertentu.20 Dalam pengertian sumber hukum administrasi negara, pembuatan peraturan-peraturan perundang-undangan harus pula memerhatikan situasi sosial ekonomi, hubungan sosial, situasi, dan perkembangan politik itu,
serta
perkembangan
internasional.
Karena
faktor-faktor
yang
memengaruhi isi peraturan itu begitu kompleks maka dalam pembuatan peraturan diperlukan masukan dari berbagai disiplin keilmuan, yaitu dengan melibatkan ahli ekonomi, sejarawan, ahli politik, psikolog dan sebagainya, disamping ahli hukum sendiri.21 2) Sumber Hukum Formal Pengertian sumber hukum formal, yaitu berbagai bentuk aturan hukum yang ada. Fakta ini kita namakan sumber hukum dalam arti formal, karena kita hanya memandang mengenai cara dan bentuk yang melahirkan hukum positif, tanpa mempersoalkan dari mana isi peraturan hukum itu. Sumber hukum formal dalam sumber hukum administrasi negara diartikan juga sebagai tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Sumber hukum administrasi negara dalam pengertian formal ini terdiri dari peraturan-peraturan perundang-undangan, paraktik administrasi negara atau hukum tidak tertulis, yurisprudensi dan doktrin.
20
Ridwan HR, op. cit, hlm. 56-57 Ibid, hlm. 58
21
19
Meskipun undang-undang dianggap sebagai sumber hukum administrasi negara yang paling penting, undang-undang sebagai peraturan tertulis memiliki kelemahan. Sebagai ketentuan tertulis (written rule) atau hukum tertulis (written law), peraturan perundang-undangan yang mempunyai jangkauan terbatas, sekedar "moment opname" dan unsur-unsur politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan dan keamanan yang paling berpengaruh pada saat pembentukan karena itu mudah sekali aus (out of date) bila dibandingkan dengan perubahan masyarakat yang semakin menyepat atau dipercepat. Disamping itu undang-undang tidak akan mampu dan tidak mungkin mencakup semua persoalan yang dihadapi oleh administrasi negara. Oleh karena itu, Administrasi Negara dapat mengambil tindakan-tindakan yang dianggap penting dalam rangka pelayanan kepada masyarakat, meskipun belum termuat di dalam Undang-undang (hukum tertulis).22 B. Sanksi Hukum Administrasi 1. Penegakan Hukum Administrasi Negara Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak itu. Penegakan hukum adalah usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan.23Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penegakan hukum
adalah
kegiatan
menyerasikan
hubungan
nilai-niai
yang
terjabarkan di dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan nilai yang 22
Ibid, hlm. 60-64 Ibid, hlm. 291-292
23
20
mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik sebagaimana seharusnya patut ditaati. Oleh karena itu, memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan perkara dengan menerapkan hukum dan menemukan hukum in concreto dalam mempertahankan dan menjamin
ditaatinya
hukum
materiil
dengan
menggunakan
cara
prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.24 Menurut P. Nicolai dan kawan-kawan seperti yang dikutip oleh Ridwan HR, sarana penegakan Hukum Administrasi Negara berisi “pengawasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau berdasarkan undang-undang yang ditetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakkan kewajiban kepada individu, dan penerapan kewenangan sanksi pemerintahan.25 Sarana penegakan hukum itu disamping pengawasan adalah sanksi. Sanksi merupakan bagian penting dalam setiap peraturan perundang-undangan, bahkan J.B.J.M. ten Berge menyebutkan bahwa sanksi merupakan inti dari penegakan Hukum Administrasi Negara. Menurut Philipus M. Hadjon, pada umumnya tidak ada gunanya memasukkan kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan bagi para warga di dalam peraturan perundang-undangan tata usaha negar, 24
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, (Jakarta: Binacipta, 1983), hlm. 13 P. Nicolai, et. al., Bestuursrecht, dalam Ridwan HR, op. cit, hlm. 296
25
21
manakala aturan-aturan tingkah laku itu tidak dapat diusahakan oleh tata usaha negara.26Dalam Hukum Administrasi negara, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal dari aturan Hukum Administrasi Negara tertulis dan tidak tertulis. Pada umumnya, memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan norma-norma Hukum Administrasi Negara tertentu, diiringi pula dengan memberikan kewenangan untuk menegakkan normanorma itu melalui penerapan sanksi bagi mereka yang melanggar normanorma Hukum Administrasi Negara tersebut. Ketika warga negara melalaikan kewajiban yang timbul dalam hubungan hukum administrasi, maka pihak lawan (yaitu pemerintah) dapat mengenakan sanksi tanpa perantara hakim.27 Perkataan ‘tanpa perantara hakim’ tersebut perlu digarisbawahi, dalam arti bahwa penerapan sanksi administrasi itu pada dasarnya tanpa perantara hakim, namun dalam beberapa hal ada pula sanksi administrasi yang harus melalui proses peradilan. Oleh karena itu, yang termasuk sanksi administrasi itu tidak hanya sanksi yang diterapkan oleh pemerintah sendiri, tetapi juga yang dibebankan oleh hakim administrasi atau instansi banding administrasi.28 Sanksi dalam Hukum Administrasi Negara yaitu alat kekuasaan yang bersifat hukum publik yang dapat digunakan oleh pemerintah 26
Philipus M. Hadjon, dkk, op. cit, hlm. 245 Ridwan HR, op. cit, hlm. 298-299 28 Ridwan HR, op. cit, hlm. 299-300 27
22
sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam norma Hukum Administrasi Negara. Berdasarkan definisi ini maka unsur-unsur sanksi dalam Hukum Administrasi Negara yaitu, alat kekuasaan, bersifat hukum publik, digunakan oleh pemerintah, dan sebagai reaksi atas ketidakpatuhan. 2. Jenis-jenis Sanksi dalam Hukum Administrasi Negara Syarat-syarat agar hukum administrasi dapat dijalankan dengan baik maka diperlukan pengawasan dan penerapan kewenangan sanksi oleh pemerintah. Menurut teori Berge, seperti yang dikutip Philipus M. Hadjon, menyatakan bahwa instrumen penegakan Hukum Administrasi Negara meliputi pengawasan dan penerapan sanksi. Pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan.29Menurut P de Haan, penggunaan administrasi merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, dimana kewenangan ini berasal dari aturan hukum tertulis dan tidak tertulis. Ditinjau dari segi sasarannya, dalam hukum administrasi dikenal dua jenis sanksi yaitu sanksi reparatoir dan sanksi punitif. Sanksi reparatoir artinya sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk mengembalikan pada kondisi semula sebelum atau menempatkan pada situasi yang sesuai dengan hukum. Dengan kata lain, mengembalikan pada keadaan semula sebelum
29
Philipus M. Hadjon, dkk, op. cit, hlm. 95
23
terjadinya pelanggaran, misalnya paksaan pemerintah (bestuursdwang), dan pengenaan uang paksa (dwangsom). Sedangkan sanksi punitif adalah sanksi yang ditujukan untuk memberikan hukuman pada seseorang, misalnya adalah denda administratif.30 Selain dua jenis sanksi tersebut, ada sanksi lain yang oleh J.B.J.M ten Berge disebut sanksi regresif, yaitu sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang terdapat pada ketetapan yang diterbitkan. Sanksi ini ditujukan pada keadaan hukum semula, sebelum diterbitkannya ketetapan. Seperti penarikan, perubahan, dan penundaan suatu ketetapan.31 Menurut Philipus M. Hadjon seperti yang dikutip oleh Ridwan HR, penerapan sanksi secara bersama-sama antara Hukum Administrasi dengan hukum lainnya dapat terjadi, yakni kumulasi internal dan kumulasi eksternal. Kumulasi eksternal merupakan penerapan sanksi administrasi secara bersama-sama dengan sanksi lain, seperti sanksi pidana atau sanksi perdata. Sedangkan kumulasi internal merupakan penerapan dua atau
lebih
sanksi
administrasi
secara
bersama-sama,
misalnya
penghentian pelayanan administrasi dan/ atau pencabutan izin dan/ atau pengenaan denda.32 Menurut Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidarta, di dalam kehidupan masyarakat masa kini di mana segala bentuk usaha besar dan 30
Y. Sri Pudyatmoko, Perizinan, Problem dan Upaya Pembenahan, (Jakarta: Grasindo, 2009), hlm. 11 31 Harupermadi.lecture.ub.ac.id, HaruPermadi, Mengenal Sanksi Dalam Hukum Administrasi Negara, diunduh pada hari Rabu 28 Oktober 2015 jam 04.00 WITA 32 Ridwan HR, op. cit, hlm. 301-302
24
kecil bertambah memainkan peranan yang penting di dalam kehidupan masyarakat, maka sanksi administratif semakin memainkan peranan yang penting.33 Pada
umumnya
macam-macam
dan
jenis
sanksi
hukum
administrasi dicantumkan dan ditentukan secara tegas dalam perundangundangan bidang administrasi tertentu. Secara umum dikenal beberapa macam sanksi dalam hukum administrasi, yaitu:34 a. Paksaan Pemerintahan (bestuursdwang) b. Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan (izin, subsidi, pembayaran, dan sebagainya) c. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom) d. Pengenaan denda administratif (administrative boete) C. Perizinan 1. Pengertian Perizinan Perizinan merupakan salah satu perwujudan tugas mengatur dari pemerintah. Pengertian izin menurut definisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan. Sedangkan istilah mengizinkan mempunyai arti memperkenankan,
memperbolehkan,
tidak
melarang.35Beberapa
pendapat para sarjana tentang pengertian izin, antara lain yaitu:
33
Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidarta, op. cit, hlm. 47 Ridwan HR, op. cit, hm. 303-304 35 http://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/hukum-perijinan/, diakses pada hari Rabu tanggal 28 Oktober 2015 jam 03.45 WITA. 34
25
a. Prajudi Atmosudirdjo dalam buku Philipus M.Hadjonmengartikan izin ialah beranjak dari ketentuan yang padadasarnya tidak melarang suatu perbuatan tetapi untuk dapatmelakukannya disyaratkan prosedur tertentu harus dilalui.36 b. W.F Prins mendefinisikan izin yaitu biasanya yang menjadipersoalan bukan perbuatan yang berbahaya bagi umum, yangpada dasarnya harus
dilarang,
melainkan
bermacam-macamusaha
yang
pada
hakekatnya tidak berbahaya, tapi berhubungdengan satu dan lain sebab dianggap baik untuk diawasi olehadministrasi Negara.37 c. E Utrecht, mengemukakan izin adalah bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkrit, maka keputusan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat izin (vergunning). 38 N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge membagi pengertian izin dalam arti luasdan sempit, yaitu izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakandalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridisuntuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin ialah suatu persetujuan daripenguasa berdasarkan undang-undang atau
peraturan
pemerintah
untuk
dalamkeadaan-keadaan
tertentu
menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturanperundang36
Philipus M. Hadjon, dkk, op. cit, hlm. 143 W.F Prins-R. Kosim Adisapoetra, Pengantar Hukum Ilmu Administrasi Negara, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1983), hlm. 73-74 38 E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1986), hlm. 187 37
26
undangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yangmemohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang.Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umummengharuskan pengawasan khusus atasnya. Ini adalah paparan luas, dari pengertian izin. Sedangkan izin dalam artisempit yakni pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnyadidasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanantertentu atau untuk menghalangi keadaankeadaan yang buruk. Hal yang pokok pada izin (dalam arti sempit) ialah bahwa suatu tindakandilarang, terkecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuanyang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentubagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalamkeadaankeadaan
yang
sangat
khusus,
tetapi
agar
tindakan-tindakan
yangdiperkenankan dilakukan dengan cara tertentu (dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan).39 Menurut Prajudi Atmosudirdjo, izin (vergunning) adalah suatu penetapanyang merupakan dispensasi pada suatu larangan oleh undangundang. berbunyi,
Pada
umumnyapasal
“dilarang
undang-undang
yang
bersangkutan
tanpaizin...(melakukan)...
dan
seterusnya.”
Selanjutnya, larangan tersebut diikuti denganperincian syarat-syarat, kriteria, dan sebagainya yang perlu dipenuhi oleh pemohonuntuk 39
N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh Philipus M. Hadjon, (Surabaya : Yuridika, 1993), hlm. 2-3
27
mendapat izin, disertai dengan penetapan prosedur dan petunjuk pelaksanaan(juklak) kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang bersangkutan.40Sedangkan menurut Van Der Pot, izin dalam arti luas merupakan keputusanyang memperkenankan dilakukan perbuatan apa saja yang pada prinsipnya tidakdilarang oleh pembuat peraturan.41 Pengertian izin juga dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasidan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah. Dalam ketentuantersebut izin
diberikan
pengertian
sebagai
dokumen
yang
dikeluarkan
olehpemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lain yang merupakanbukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untukmelakukan usaha atau kegiatan tertentu. Pemberian pengertian izin tersebutmenunjukkan adanya penekanan pada izin yang tertulis, yakni berbentuk dokumen,sehingga yang disebut sebagai izin tidak termasuk yang diberikan secara lisan.42 2. Unsur-unsur Perizinan Berdasarkan pemaparan pendapat para pakar tersebut, dapat disebutkan bahwa izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Dari pengertian ini ada beberapa unsur dalam perizinan yaitu, instrumen 40
Prajudi Atmosudirdjo, op. cit, hlm. 94. Van Der Pot dalam Utrecht dan Moh. Saleh Djindang, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, cetakan kedelapan, (Jakarta : Balai Buku Ichtiar, 1985), hlm. 143 42 Y. Sri Pudyatmoko, op. cit, hlm. 8 41
28
yuridis, peraturan perundang-undangan, organ pemerintah, peristiwa konkret, dan prosedur dan persyaratan.43 a. Instrumen Yuridis Dalam negara hukum modern, pemerintah diberikan wewenang dalam bidang pengaturan, yang dari fungsi pengaturan ini muncul beberapa instrumen yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret yaitu dalam bentuk keputusan. Salah satu wujud dari keputusan ini adalah izin. Berdasarkan jenis-jenis keputusan, izin termasuk sebagai keputusan yang bersifat konstitutif, yakni keputusan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya tercantum dalam keputusan itu, atau keputusan yang memperkenankan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan. Dengan demikian, izin merupakan instrumen yuridis dalam bentuk keputusan yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau menetapkan peristiwa konkret.44 b. Peraturan perundang-undangan Pembuatan dan penerbitan keputusan izin merupakan tindakan hukum pemerintahan. Sebagai tindakan hukum, harus ada wewenang yang
diberikan
oleh
peraturan
perundang-undangan
atau
harus
berdasarkan pada asas legalitas. Oleh karena itu, dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan
43
Ridwan HR, op. cit, hlm. 201-202 Ibid, hlm. 202
44
29
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena tanpa adanya dasar wewaenang tersebut keputusan izin tersebut menjadi tidak sah. 45 c. Organ pemerintah Organ pemerintahan adalah organ yang menjalankan urusan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah, yaitu mulai dari administrasi negara tertinggi (Presiden) sampai dengan administrasi negara terendah (Lurah) berwenang memberikan izin. 46 d. Peristiwa Konkret Peristiwa konkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tertentu. Karena peristiwa konkret ini beragam, sejalan dengan keragaman perkembangan masyarakat, maka izin pun memiliki berbagai keragaman. Izin yang jenisnya beragam itu dibuat dalam proses yang cara prosedurnya tergantung dari kewenangan pemberi izin, macam izin, dan struktur organisasi instansi yang menerbitkannya.47 e. Prosedur dan Persyaratan Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Di samping harus menempuh prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin. Prosedur dan persyaratan perizinan itu
45
Ibid, hlm. 203 N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, op. cit, hlm. 11 47 Ridwan HR, op. cit, hlm. 206-207 46
30
berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi izin.48 3. Fungsi dan Tujuan Perizinan Tugas pemerintah dapat dikelompokkan menjadi dua macamyaitu tugas mengatur dan memberikan pelayanan kepada umum.Tugas mengatur meliputi pembuatan-pembuatan peraturan yangharus dipatuhi masyarakat, sedangkan tugas memberi pelayanankepada umum meliputi tugas-tugas pemerintah untuk memenuhikebutuhan sarana finansial dan personal dalam rangka meningkatkanpelayanan di bidang kesejahteraan sosial, ekonomi, kesehatan danlain sebagainya. Sistem perizinan muncul karena tugas mengatur dari pemerintah, karena perizinan akan dibuat dalam bentuk peraturan yang harus dipatuhi masyarakat yang berisikan larangan dan perintah. Dengan demikian izin ini
akan
digunakan
oleh
penguasa
sebagai
instrumen
untuk
mempengaruhi hubungan dengan para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkannya, guna mencapai tujuan yang konkrit.49 Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makmur itu dijelmakan. Hal ini berarti, lewat izin dapat diketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu terwujud. Ini berarti persyaratan-persyaratan yang terkandung dalam izin merupakan pengendali dalam memfungsikan izin itu sendiri. Menurut 48
Ibid, hlm. 207 N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, op. cit, hlm. 5
49
31
Prajudi Atmosudirdjo, berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum modern, izin dapat diletakkan dalam fungsi menertibkan masyarakat.50 Tujuan pemerintah mengatur sesuatu hal dalamperaturan perizinan ada berbagai sebab: a. Keinginan
mengarahkan/mengendalikan
aktifitas-aktifitastertentu
(misalnya izin bangunan). b. Keinginan
mencegah
bahaya
bagi
lingkungan
(misalnya
izinlingkungan). c. Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu (misalnya izintebang, izin membongkar monumen) d. Keinginan membagi benda-benda yang sedikit jumlahnya(misalnya izin menghuni di daerah padat penduduk). e. Keinginan
untuk
menyeleksi
orang-orang
dan
aktifitas-
aktifitasnya(misalnya pengurus organisasi harus memenuhisyaratsyarat tertentu).51 Kegiatan perizinan yang dilaksanakan oleh pemerintah pada intinya adalah untuk menciptakan kondisi bahwa kegiatan pembangunan sesuai peruntukan, di samping itu agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pembangunan. Lebih jauh lagi melalui sistem perizinan diharapkan dapat tercapainya tujuan tertentu di antaranya:52 50
Prajudi Atmosudirdjo, op. cit, hlm. 23 N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, op. cit, hlm. 4-5 52 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, (Bandung: Nuansa, 2012), hlm. 94-95 51
32
a. Adanya suatu kepastian hukum b. Perlindungan kepentingan hukum c. Pencegahan kerusakan atau pencemaran lingkungan d. Pemerataan distribusi barang tertentu 4. Bentuk dan Isi Izin Izin
merupakan
negara.Keputusan
salah
tata
usaha
satu
bentuk
negara
keputusan
adalah
tata
penetapan
usaha tertulis
yangdikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisitindakan
hukum
tata
usaha
negara
yang
berdasarkan
peraturanperundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, Individualdan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang ataubadan hukum perdata.53Berdasarkan hal tersebut, maka izin akan selalu berbentuk tertulis dan berisikan beberapa hal sebagai berikut:54 a. Organ yang berwenang Dalam izin dinyatakan siapa yang memberikannya. Pada umumnya pembuat aturan akan menunjuk organ berwenang dalam sistem perizinan, organ yang paling berbekal mengenai materi dan tugas bersangkutan, dan hampir selalu yang terkait adalah organ pemerintahan. b. Yang Dialamatkan Izin adalah keputusan suatu organ pemerintahan dalam suatu peristiwa konkret, ditujukan pada suatu pihak yang berkepentingan. Biasanya izin lahir setelah yang berkepentingan mengajukan permohonan 53
UU. No. 5 Tahun 1986 Pasal 1 ayat 3 N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, op. cit, hlm. 11-15
54
33
untuk itu. Karena itu, keputusan yang memuat izin akan dialamatkan pula kepada pihak yang memohon izin. Pada suatu keputusan bukan hanya keadaan yang dialamatkan (pemohon izin) yang penting, tetapi juga posisi dari pihak-pihak berkepentingan. c. Diktum Keputusan yang memuat izin, demi alasan kepastian hukum, harus memuat uraian sejelas mungkin untuk apa izin itu diberikan. Bagian keputusan ini, di mana akibat-akibat hukum yang ditimbulkan oleh keputusan, dinamakan diktum, yang merupakan inti dari keputusan. Setidaknya diktum ini terdiri atas keputusan pasti, yang memuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dituju oleh keputusan tersebut. d. Alasan yang Mendasari Pemberiannya Pemberian alasan dapat memuat hal-hal seperti penyebutan ketentuan undang-undang, pertimbangan-pertimbangan hukum, dan penetapan fakta. Penyebutan ketentuan undang-undang memberikan pegangan kepada semua yang bersangkutan, organ penguasa dan yang berkepentingan, dalam menilai keputusan itu. Pertimbangan hukum merupakan hal penting bagi organ pemerintahan untuk memberikan atau menolak permohonan izin. e. Ketentuan, Pembatasan, dan Syarat-syarat Ketentuan-ketentuan adalah kewajiban-kewajiban yang dapat dikaitkan pada keputusan yang menguntungkan. Ketentuan-ketentuan pada izin banyak terdapat dalam praktik hukum administrasi. Dalam hal
34
ketentuan-ketentuan tidak dipatuhi, terdapat pelanggaran izin. Tentang sanksi yang diberikan atasannya, pemerintahan harus memutuskannya tersendiri. Dalam pembuatan keputusan, termasuk keputusan berizi izin, dimasukkan pembatasan-pembatasan. D. Tinjauan tentang Reklame 1. Pengertian reklame Berbagai penulis telah berusaha untuk menjelaskan pengertian reklame. Tetapi hakekat reklame adalah demikian kompleks dan bidang yang dipengaruhinya demikian luas dan jumlah aktivitas yang dicakupnya demikian banyak sehingga sampai sekarang belum dicapai definisi yang memuaskan secara utuh. Namun demikian, di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa reklame adalah pemberitahuan kepada umum tentang barang dagangan supaya laku. Sedangkan pengertian reklame berdasarkan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah Bab I Pasal 1 ayat 17 adalah: 55 “Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk perhatian umum terhadap barang, jasa, orang atau badan yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.” Menurut W.H van Baarle dan F.E Hollander dalam buku mereka yang berjudul “Reclamekunde”, reklame merupakan suatu kekuatan yang menarik yang ditujukan kepada kelompok pembeli tertentu, hal mana
55
Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, Bab I, Pasal 1 ayat 17
35
dilaksanakan oleh produsen atau pedagang agar supaya dengan demikian dapat dipengaruhi penjualan barang-barang atau jasa dengan cara yang menguntungkan baginya.56 Berkhouwer mengemukakan reklame yaitu sebagai pernyataan yang secara sadar ditujukan kepada publik dalam bentuk apapun juga yang dilakukan oleh seorang peserta lalulintas perniagaan, yang diarahkan ke arah sasaran memperbesar penjualan barang-barang atau jasa-jasa yang dimasukkan, oleh pihak yang berkepentingan dalam lalulintas perniagaan.57 Wright menyatakan bahwa reklame merupakan iklan yang dapat membuat produk dan jasa dikenal secara umum baik oleh individu maupun organisasi. Dengan terkenalnya produk atau jasa maka diharapkan akan dapat memberikan sejumlah manfaat, biasanya berupa uang.58 2. Fungsi Reklame Reklame mempunya fungsi, yaitu aktivitas total yang menyebabkan dicapainya barang-barang dan jasa-jasa oleh para konsumen dari para produsen yang dapat dinyatakan sebagai distribusi maka reklame merupakan bagian daripadanya. Hal tersebut perlu ditekankan oleh karena kalangan tertentu mengaitkan misi kulturil dengan istilah reklame. Memang perlu diakui bahwa ada segi kultural pada segala sesuatu yang mempunyai bentuk dan bertujuan untuk dijangkau oleh telinga dan mata manusia. Selain itu, menurut Mataja, tugas reklame berkaitan dengan 56
Winardi, Promosi dan Reklame, (Bandung: Bandar Maju, 1992), hlm. 1 Ibid. 58 Ibid, hlm. 3 57
36
bidang perniagaan, yaitu penjualan.59Fungsi reklame menurut Winardi antara lain: a. Membantu memberikan penerangan kepada pihak konsumen. b. Membantu memperbesar produksi hingga meratakan jalan untuk produksi massa. c. Memperbesar kecepatan perputaran dalam bidang perniagaan eceran dan dengan demikian menurunkan biaya-biaya distribusi per kesatuan produk. d. Menstimulasi produsen untuk mempertahankan kualitas artikelartikelnya.60 3. Jenis-jenis Reklame Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah Bab VI Pasal 26 ayat 3 adalah jenis-jenis reklame adalah61: a. Reklame Papan/billboard; b. Reklame videotron/megatron; c. Reklame Baliho; d. Reklame kain; e. Reklame melekat, stiker; f. Reklame selebaran; g. Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan; 59
Ibid. Ibid. 61 Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, Bab VI, Pasal 26 ayat 3 60
37
h. Reklame udara; i.
Reklame apung;
j.
Reklame suara;
k. Reklame film/slide, l.
Reklame peragaan, dan
m. Reklame Insidentil. Penjelasan mengenai jenis-jenis reklame di atas dipaparkan di bawah ini, yaitu:62 a. Reklame Papan atau Billboard adalah reklame yang bersifat tetap (tidak dapat dipindahkan) terbuat dari papan, kayu, seng, tinplate, collibrite, vynil, alumunium, fiberglas, kaca, batu, tembok atau beton, logam atau bahan lain yang sejenis, dipasang pada tempat yang disediakan (berdiri sendiri), atau digantung, atau ditempel, atau dibuat pada bangunan tembok, dinding, pagar, tiang dan sebagainya baik bersinar, disinari, maupun yang tidak bersinar; b. Reklame Megatron adalah reklame yang bersifat tetap (tidak dapat dipindahkan), menggunakan layar monitor maupun tidak, berupa gambar dan/ atau tulisan yang
dapat berubah-ubah, terprogram
dan menggunakan tenaga listrik. Termasuk di dalamnya Videotron dan Electronic Display. c. Reklame Baliho adalah reklame yang terbuat dari papan kayu atau bahan lain dan dipasang pada konstruksi yang tidak permanen dan 62
Peraturan Walikota Makassar Nomor 40 Tahun 2015 Tentang Penetapan Nilai Sewa Reklame, Pasal 1 ayat 10-22
38
tujuan materinya mempromosikan suatu event/ produk komersil atau kegiatan yang bersifat insidentil. d. Reklame Kain adalah reklame yang tujuan materinya jangka pendek atau mempromosikan suatu event/ produk komersil atau kegiatan yang bersifat insidentil dengan menggunakan bahan kain, termasuk plastik atau bahan lain yang sejenis. Termasuk di dalamnya adalah spanduk, umbul-umbul, bendera, flag chain (rangkaian bendera), tenda, krey, banner, giant banner dan standing banner. e. Reklame Melekat atau Stiker adalah reklame yang berbentuk lembaran lepas,
diselenggarakan
dengan
cara
ditempelkan,
dilekatkan,
dipasang, atau digantung pada suatu benda. f. Reklame Selebaran adalah reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan atau dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan, dilekatkan, dipasang, digantung pada suatu benda lain, termasuk di dalamnya adalah brosur, leafleat, dan reklame dalam undangan. g. Reklame Berjalan adalah reklame yang ditempatkan pada kendaraan atau benda yang dapat bergerak, yang diselenggarakan dengan menggunakan kendaraan atau dengan cara dibawa/ didorong/ ditarik oleh orang. Termasuk di dalamnya reklame pada gerobak/ rombong, kendaraan baik bermotor ataupun tidak. h. Reklame udara adalah reklame yang diselenggarakan di udara dengan menggunakan balon, gas, laser, pesawat atau alat lain yang sejenis.
39
i.
Reklame Apung adalah reklame insidentil yang diselenggarakan di permukaan air atau di atas permukaan air.
j.
Reklame Suara adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau oleh perantara alat.
k. Reklame Film atau Slide adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara menggunakan klise (celluloide) berupa kaca atau film, ataupun
bahan-bahan
lain
yang
sejenis,
sebagai
alat
untuk
diproyeksikan dan/atau dipancarkan. l.
Reklame Peragaan adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara memperagakan suatu barang dengan atau tanpa disertai suara.
m. Reklame insidentil adalah reklame baliho, kain, reklame peragaan, reklame selebaran, reklame melekat, reklame film, reklame udara, reklame apung dan reklame suara. 4. Ketentuan Perizinan dan Sanksi Administratif atas Pelanggaran Penyelenggaraan Reklame Ketentuan perizinan dan penyelenggaraan reklame di Kota Makassar diatur dalam beberapa Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota. Di dalam Peraturan Daerah Kota Makassar No.3 Tahun 2005 dijelaskan bahwa Penyelenggara reklame adalah orang pribadi atau badan hukum menyelenggarakan reklame baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya. Persyaratan dan Tata Cara untuk mengajukan Izin reklame dijelaskan di
40
dalam Peraturan Walikota Makassar Nomor 60 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu, yaitu: 63 (1) Untuk dapat memiliki Izin Reklame, pemohon harus terlebih dahulu mengajukan permohonan secara tertulis kepada Walikota melalui Kepala Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal; (2) Pengajuan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi persyaratan yang terdiri dari: a. Untuk izin pemasangan Reklame Baru: 1) foto copy kartu tanda penduduk (KTP); 2) foto copy pajak bumi dan bangunan untuk pemasangan bukan di atas tanah/ bangunan milik pemerintah kota; 3) foto copy Akta pendirian perusahaan; 4) gambar rencana reklame dan perhitungan konstruksi, 5 (lima) rangkap; 5) rencana anggaran biaya (RAB), 1 (satu) rangkap; 6) surat pernyataan bahwa lokasi/ tanah tidak dalam keadaan sengketa (untuk pemasangan
di uar daerah milik jalan),
diketahui lurah dan camat setempat; 7) surat pernyataan bahwa lokasi tidak merusak jalan/ tidak mengganggu arus lalu lintas/ tidak mengganggu keindahan kota (untuk pemasangan di dalam daerah milik jalan), diketahui ketua Tim penataan dan penertiban reklame Kota Makassar; 63
Peraturan Walikota Makassar Nomor 60 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu, Bab VI, Bagian Kedua, Paragraf IV, Pasal 20
41
b. Perpanjangan izin pemasangan reklame: 1) foto copy izin reklame (lama); 2) foto copy bukti pembayaran pajak dan retribusi Berdasarkan Bab III Pasal 6 Peraturan Walikota Makassar Nomor 60 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu bahwa perizinan reklame termasuk dalam pelayanan perizinan tidak wajib retribusi. Sebagaimana disebutkan pada Bab I Pasal 1 bahwa perizinan yang tidak wajib retribusi adalah pemberian legalitas kepada orang atau pelaku usaha/ kegiatan tertentu yang tidak diwajibkan membayar retribusi berdasarkan peraturan daerah.64 Tata cara penerbitan izin yang tidak wajib retribusi, yaitu65: (1) Tata cara Penerbitan Jenis izin yang tidak wajib retribusi dilaksanakan oleh Badan; (2) Tahapan tata cara penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berurutan dimulai dari: a. Untuk mendapatkan izin, pemohon mengajukan permohonan kepada Kepala Badan dengan mengisi formulir yang telah disiapkan dan melampirkan persyaratan administrasi yang telah ditetapkan; b. Badan
melakukan
penelitian
dokumen
atau
persyaratan
administrasi pemohon apabila:
64
Ibid, Pasal 1 ayat 12 Ibid, Bab VII, Bagian Kedua, Pasal 20
65
42
1) apabila
telah
memenuhi
persyaratan,
maka
dokumen
permohonan diteruskan untuk mendapatkan Kajian Teknis; 2) apabila dokumen tidak lengkap, maka permohonan akan dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi. c. Tim Teknis pada Badan melakukan peninjauan lapangan dengan memperhatikan syarat-syarat teknis sesuai dengan jenis perizinan yang akan dimohonkan; d. Hasil pelaksanaan peninjauan lapangan dituangkan dalam Berita Acara Peninjauan Lapangan (BAPL) yang merupakan salah satu lampiran rekomendasi; e. Tim teknis memberikan saran dan pertimbangan kepada SKPD Teknis yang berisi terpenuhinya syarat teknis perizinan dan atau tidak terpenuhinya syarat teknis perizinan yang dimohonkan izin dalam rangka penandatanganan rekomendasi oleh kepala SKPD; f. Rekomendasi kepala SKPD teknis disampaikan kepada Kepala Badan melalui Tim Teknis untuk proses penerbitan izin oleh Kepala Badan; g. Proses penandatanganan izin oleh Kepala Badan; h. Penyerahan izin kepada pemohon. Penerbitan menimbulkan
izin
atas
konsekuensi
penyelenggaraan akan
adanya
reklame pelanggaran
tentu
saja
terhadap
penyelenggaraan reklame tersebut. Oleh karena itu, di dalam Peraturan Walikota Makassar Nomor 60 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan
43
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu juga dijelaskan mengenai pengenaan sanksi Administratif, yaitu66: (1) Sanksi administratif dikenakan kepada setiap orang atau badan usaha yang memiliki izin atau sebutan lainnya dalam melakukan kegiatan usaha; (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan berupa: a. Teguran tertulis; b. Pemberhentian kegiatan; c. Pembatasan kegiatan; d. Pembekuan izin; dan e. Pencabutan izin. (3) Pengenaan atau penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merujuk pada Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota.
66
Ibid, Bab IX, Pasal 34
44
BAB III METODE PENELITIAN
Pemilihan jenis metode tertentu dalam suatu penelitian sangat pentingkarena akan berpengaruh pada hasil penelitian nantinya. Suatu penelitian,metode penelitian merupakan salah satu faktor penting yang menunjang suatukegiatan dan proses penelitian. Metodelogi pada hakekatnya memberikanpedoman, tentang cara-cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa danmemahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya. Menurut Sugiyono, metode penelitian merupakan cara ilmiahuntuk mendapatkan
data
dengan
tujuan
dan
kegunaan
tertentu.
Jadi
untukmendapatkan data yang valid untuk memecahkan suatu masalah dalam sebuahpenelitian maka harus berlandaskan pada keilmuan yakni rasional, empiris dansistematis. Pada bab ini penulis menjabarkan metode yang akan digunakandalam pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan. A. Metode Pendekatan Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan hukumini adalah penelitian hukumyuridis empiris, maka yang diteliti pada awalnya data sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat. Penelitian hukum yuridis empiris dilakukan dengan meneliti secara langsung ke lokasi penelitian untuk melihat secara langsung penerapan
45
perundang-undangan
atau
aturan
hukum
yang
berkaitan
dengan
penegakan hukum, serta melakukan wawancara dengan beberapa responden yang dianggap kompeten untuk memberikan informasi mengenai pelaksanaan penegakan hukum tersebut. B. Sifat Penelitian Dalam penelitian hukum ini, sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dimana data-data yang diperoleh nantinya tidak berbentuk angka tetapi berupa kata-kata. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka menyusun teori-teori baru.67 Sedangkan dasar penelitian ini lebih memfokuskan pada studi kasus yang merupakan penelitian yang rinci mengenai suatu obyek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh. Oleh karena itu penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif yang dimaksudkan untuk memberi gambaran secara jelas mengenai masalah-masalah yang diteliti tentang penerapan sanksi hukum administrasi terhadap penyelenggaraan reklame tanpa izin di Kota Makassar. C. Lokasi Penelitian
67
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hlm. 10
46
Penelitian ini akan dilakukan di Dinas Pendapatan Kota Makassar. D. Jenis Data 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari keterangan/fakta langsung di lapangan yaitu data yang diperoleh penulis dari lokasi penelitian yang telah disebutkan diatas. 2. Data Sekunder Data yang tidak diperoleh secara langsung, yaitu data yang diperoleh dari keterangan atau fakta-fakta yang ada dan secara tidak langsung melalui bahan-bahan dokumen berupa peraturan perundangundangan, buku kepustakaan dan sebagainya. Data sekunder di bidang hukum ditinjau dari kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan-peraturan/hukumpositif. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, meliputi, buku-buku ilmiah di bidang hukum, makalah dan hasil-hasil ilmiah para sarjana, literatur dan hasil penelitian. c. Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu bahan-bahanyang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadapbahan hukum sekunder misalnya bahan dari media internet,kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya. E. Sumber Data
47
Sumber data merupakan tempat dimana dan kemana data dari suatu penelitian dapat diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder yang terdiri atas : 1. Sumber Data Primer Pihak yang terkait langsung dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini pihak yang terkait yaitu: Dinas Pendapatan Kota Makassar. 2. Sumber Data Sekunder Merupakan bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu memahami dan menganalisis bahan hukum primer, terdiri dari : a. Buku-buku ilmiah di bidang hukum terutama yang berkaitandengan pelayanan publik, perizinan, pajak reklame. b. Makalah dan hasil-hasil ilmiah para sarjana. c. Literatur dan hasil penelitian. F. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian pasti akan membutuhkan data yang lengkap, dalam hal ini dimaksudkan agar data yang terkumpul betul-betul memiliki nilai validitas dan reabilitas yang cukup tinggi. Sebagaimana telah diketahui di dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan penulis yaitu: studi kepustakaan (library research) dan studi lapangan (field research). 1. Studi Kepustakaan (Library Research)
48
Merupakan teknik pengumupulan data dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berupa dokumen-dokumen, buku-buku, atau bahan pustaka lainnya, yang menyangkut dengan obyek yang diteliti, dalam hal ini yang menyangkut penerapa sanksi hukum administrasi terhadap reklame tanpa izin. 2. Studi Lapangan (Field Research) Studi Lapangan adalah mengumpulkan data yang dilakukan dengan mengadakan penelitian langsung pada tempat atau objek penelitian. Dalam hal ini penulis melakukan pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara atau tanya jawab secara langsung dengan responden,
yaitu
pihak-pihak
yang
berkaitan
langsung
dengan
permasalahan yang diteliti yaitu Petugas Pelayanan Perizinan Pajak Reklame Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Makassar, Kantor Pelayanan Administrasi Perizinan Kota Makassar. G. Metode Analisis Data Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan. Teknis analisis data yang dipakai dalampenelitian ini adalah analisis data kualitatif dengan menggunakan metode interaktif. Analisis data kualitatif merupakan pengolahan data berupa pengumpulan data, penguraiannya kemudian membandingkan dengan teori yang berhubungan masalahnya, dan akhirnya menarik kesimpulan. Metode interaktif adalah model analisa yang terdiri dari tiga komponen
49
yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan, maka datadata diproses melalui tiga komponen tersebut.68 Ketiga komponen itu dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Reduksi data Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian kepada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terusmenerus, bahkan sebelum data benarbenar terkumpul sampai laporan akhir lengkap tersusun.
2. Penyajian data Merupakan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan
3. Penarikan kesimpulan Dari permulaan data, seorang penganalisis kualitatif mencari arti benda-benda, keteraturan, pola-pola, penjelasan konfigurasi, berbagai kemungkinan, alur sebab akibat dan proporsi. Kesimpulan akan ditangani secara longgar, tetap terbuka dan skepstis, tetapi kesimpulan sudah disediakan, mula-mula belum jelas, meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar pada pokok.
68
H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif Bagian II, (Surakarta:UNS Press, 1998), hlm. 27
50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penegakan Hukum Penyelenggaraan Reklame di Kota Makassar Dasar hukum penyelenggaraan reklame di Kota Makassar berasal dari beberapa peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah, 51
antara lain: Undang-undang nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah, Perda Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, Perwali Nomor 40 Tahun 2015 Tentang Penetapan Nilai Sewa Reklame, dan Perwali Nomor 60 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu
perundang-undangan
Satu
Pintu.
tersebut,
Berdasarkan
maka
peraturan-peraturan
pemerintah
Kota
Makassar
menetapkan tata cara penyelenggaraan reklame mulai dari proses perizinan sampai pemasangan reklame di lapangan dan ketentuanketentuan serta sanksi atas pelanggaran penyelenggaraan reklame. Proses
pengajuan
permohonan
perizinan
penyelenggaraan
reklame di Kota Makassar dilakukan di Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal dan pembayaran pajak reklame dilakukan di Dinas Pendapatan Kota Makassar. Dari data yang didapatkan penulis di lapangan, alur penyelenggaraan reklame mulai dari proses perizinan sampai pemasangan dapat dilihat dari bagan di bawah ini:
Alur Pelayanan Reklame Mulai
Pemohon melakukan permohonan penyelenggaraan reklame kepada Walikota melalui Badan Perizinan
Permohonan disetujui Dispenda Kota Makassar
Bidang III Pajak Reklame Melakukan rapat dan peninjauan dengan Tim Reklame Pemkot mengenai titik lokasi yang disetujui atau tidak
Sekretariat 52 Rekomendasi Hasil Peninjauan dari Tim disampaikan kepada Kadispenda
Sumber: Dinas Pendapatan Kota Makassar Masyarakat Kota Makassar yang akan mengajukan permohonan penyelenggaraan reklame harus melalui prosedur seperti yang tertera pada bagan di atas. Alur tersebut berdasarkan Peraturan Walikota Makassar Nomor 60 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pasal 20 yang kemudian dituangkan dalam SOP prosedur penyelenggaraan reklame di Dinas Pendapatan Kota Makassar. Secara rinci ketentuan permohonan untuk penyelenggaraan reklame
53
berdasarkan Peraturan Walikota Makassar Nomor 60 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yaitu:69 (3) Untuk dapat memiliki Izin Reklame, pemohon harus terlebih dahulu mengajukan permohonan secara tertulis kepada Walikota melalui Kepala Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal; (4) Pengajuan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi persyaratan yang terdiri dari: c. Untuk izin pemasangan Reklame Baru: 1) foto copy kartu tanda penduduk (KTP); 2) foto copy pajak bumi dan bangunan untuk pemasangan bukan di atas tanah/ bangunan milik pemerintah kota; 3) foto copy Akta pendirian perusahaan; 4) gambar rencana reklame dan perhitungan konstruksi, 5 (lima) rangkap; 5) rencana anggaran biaya (RAB), 1 (satu) rangkap; 6) surat pernyataan bahwa lokasi/ tanah tidak dalam keadaan sengketa (untuk pemasangan
di uar daerah milik jalan),
diketahui lurah dan camat setempat; 7) surat pernyataan bahwa lokasi tidak merusak jalan/ tidak mengganggu arus lalu lintas/ tidak mengganggu keindahan kota (untuk pemasangan di dalam daerah milik jalan), diketahui ketua Tim penataan dan penertiban reklame Kota Makassar; 69
Peraturan Walikota Makassar Nomor 60 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu, Bab VI, Bagian Kedua, Paragraf IV, Pasal 20
54
d. Perpanjangan izin pemasangan reklame: 3) foto copy izin reklame (lama); 4) foto copy bukti pembayaran pajak dan retribusi Berdasarkan Bab III Pasal 6 Peraturan Walikota Makassar Nomor 60 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu bahwa perizinan reklame termasuk dalam pelayanan perizinan tidak wajib retribusi. Sebagaimana disebutkan pada Bab I Pasal 1 bahwa perizinan yang tidak wajib retribusi adalah pemberian legalitas kepada orang atau pelaku usaha/ kegiatan tertentu yang tidak diwajibkan membayar retribusi berdasarkan peraturan daerah.70 Tata cara penerbitan izin yang tidak wajib retribusi, yaitu71: (3) Tata cara Penerbitan Jenis izin yang tidak wajib retribusi dilaksanakan oleh Badan; (4) Tahapan tata cara penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berurutan dimulai dari: i.
Untuk mendapatkan izin, pemohon mengajukan permohonan kepada Kepala Badan dengan mengisi formulir yang telah disiapkan dan melampirkan persyaratan administrasi yang telah ditetapkan;
j.
Badan
melakukan
penelitian
dokumen
atau
persyaratan
administrasi pemohon apabila:
70
Ibid, Pasal 1 ayat 12 Ibid, Bab VII, Bagian Kedua, Pasal 20
71
55
3) apabila
telah
memenuhi
persyaratan,
maka
dokumen
permohonan diteruskan untuk mendapatkan Kajian Teknis; 4) apabila dokumen tidak lengkap, maka permohonan akan dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi. k. Tim Teknis pada Badan melakukan peninjauan lapangan dengan memperhatikan syarat-syarat teknis sesuai dengan jenis perizinan yang akan dimohonkan; l.
Hasil pelaksanaan peninjauan lapangan dituangkan dalam Berita Acara Peninjauan Lapangan (BAPL) yang merupakan salah satu lampiran rekomendasi;
m. Tim teknis memberikan saran dan pertimbangan kepada SKPD Teknis yang berisi terpenuhinya syarat teknis perizinan dan atau tidak terpenuhinya syarat teknis perizinan yang dimohonkan izin dalam rangka penandatanganan rekomendasi oleh kepala SKPD; n. Rekomendasi kepala SKPD teknis disampaikan kepada Kepala Badan melalui Tim Teknis untuk proses penerbitan izin oleh Kepala Badan; o. Proses penandatanganan izin oleh Kepala Badan; Penyerahan izin kepada pemohon. Penyelenggaraan reklame memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pendapatan daerah Kota Makassar.Hal ini diungkapkan oleh Alamsyah Rauf dari Bagian Penetapan dan Keberatan Dinas Pendapatan Kota Makassar dalam wawancara yang dilakukan oleh
56
penulis. Selama tahun 2015, jumlah penyelenggaraan reklame di Kota Makassar mencapai 4.120 reklame, baik itu reklame permanen (billboard, papan, megatron) maupun reklame insidentil (kain, spanduk, baliho). Dari jumlah reklame tersebut, pemerintah Kota Makassar dapat menarik pajak atas penyelenggaraan reklame sebesar Rp. 27.190.429.292,-.72 Jumlah total penyelenggaraan reklame di Kota Makassar dari tahun 2012 sampai tahun 2015 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 73 Tahun
Jumlah Reklame
2012
4.572
2013
5.134
2014
4.916
2015
4.120
Sumber: Dinas Pendapatan Kota Makassar Dari data yang dipaparkan di atas dapat dilihat bahwa jumlah penyelenggaraan reklame menurun pada tahun 2014 dan tahun 2015.Meskipun jumlahnya menurun, reklame masih merupakan salah media perusahaan dalam melakukan investasinya di Kota Makassar dan menjadi sumber pendapatan daerah yang cukup besar bagi Kota Makassar.Hal ini bisa dilihat dari jumlah total 4.120 reklame selama tahun 2015 yang masih terbilang cukup besar.Menurunnya jumlah reklame bisa disebabkan oleh banyak faktor, namun dalam penelitian ini penulis tidak
72
Hasil wawancara dengan Alamsyah Rauf, Bagian Penetapan dan Keberatan Dinas Pendapatan Kota Makassar, pada tanggal 15-22 Desember 2015. 73 Dinas Pendapatan Kota Makassar
57
membahas
secara
mendalam
mengenai
faktor-faktor
penyebab
peningkatan atau penurunan jumlah penyelenggaraan reklame karena penelitian ini lebih berfokus pada pegakan hukum atas penyelenggaraan reklame. Penyelenggaran reklame di Kota Makassar terbagi atas tiga jenis, yaitu penyelenggaran perorangan, perusahaan, dan biro penyedia jasa periklanan. Jadi, baik itu perorangan, perusahaan, atau biro jasa memiliki kesempatan yang sama untuk dapat mengajukan permohonan untuk penyelenggaraan reklame. Ketiga jenis penyelenggara reklame tersebut memberikan kontribusi yang sama dalam jumlah penyelenggaraan reklame di Kota Makassar. Dari data penyelenggaraan reklame di atas, jumlah yang dipaparkan merupakan total penyelenggaraan reklame yang dilakukan baik oleh perorangan, perusahaan, maupun biro jasa periklanan. Sayangnya, dalam penelitian yang dilakukan penulis di Dinas Pendapatan Kota Makassar, ditemukan fakta bahwa pemerintah Kota Makassar melalui
Dinas
Pendapatan
Kota
Makassar
tidak
memilah
data
penyelenggaraan reklame tersebut berdasarkan jenis penyelenggaranya yaitu perorangan, perusahaan, atau biro jasa sehingga tidak dapat diketahui jumlah reklame berdasarkan ketiga jenis penyelenggara reklame tersebut. Hal ini merupakan salah satu kekurangan dalam sistem pendataan reklame yang dilakukan oleh pemerintah Kota Makassar.Dengan sistem
58
pendataan yang belum lengkap, dapat mempengaruhi penyelenggaraan reklame secara keseluruhan. Salah satu contohnya adalah dalam pemilihan kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah Kota Makassar di masa mendatang. Jika pemerintah tidak mengetahui jumlah reklame yang dipasang oleh masing-masing penyelenggara baik itu perorangan, perusahaan atau biro periklanan, maka kebijakan atau peraturan yang dibuat di masa mendatang bisa saja tidak sesusai dengan kondisi realitas penyelenggaraan reklame misalnya dari jumlah penyelenggara reklame terbanyak. Selain
menjalankan
fungsinya
dalam
mengeluarkan
izin
penyelenggaraan reklame, pemerintah Kota Makassar juga menjalankan fungsinya sebagai pengawas dan pemberi sanksi atas penyelenggaraan reklame seperti yang diamanatkan dalam Perwali Nomor 60 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dengan membentuk Tim Penataan dan Penertiban Reklame. Tim Penataan dan Penertiban Reklame ini terdiri atas dinas-dinas terkait yang memiliki hubungan dengan penyelenggaraan reklame yaitu Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar, Dinas Perhubungan Kota Makassar, Dinas Pendapatan Kota Makassar, Dinas Pekerjaan Umum Kota Makassar, Satuan Polisi Pamong Praja Kota Makassar, Dinas Kebersihan Kota Makassar, dan Pemerintah Kecamatan Kota Makassar yang disebut dengan tim tujuh. Dasar hukum pembentukan Tim Penataan
59
dan Penertiban Reklame ini berdasarkan Surat Keputusan Walikota Makassar Nomor 510.05/55A/VI/kep/09. Tugas Tim Penataan dan Penertiban Reklame ini secara umum adalah melakukan kajian teknis terhadap permohonan pemasangan reklame, mengawasi penyelenggaraan reklame yang sedang berjalan, dan melakukan penertiban jika terdapat reklame-reklame yang melanggar perda. Dengan jumlah penduduk Kota Makassar yang terus meningkat dan status Kota Makassar sebagai kota metropolitan, maka reklame sebagai media promosi dan iklan dalam bisnis masih menjadi hal yang tidak bisa dihindari oleh para pengusaha. Meskipun penyelenggaraannya menurun dalam dua tahun terakhir, total jumlah penyelenggaraan reklame di Kota Makassar masih terbilang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari total penerimaan pajak reklame pada tahun 2015 yang mencapai angka dua puluh tujuh miliar rupiah. Dari hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa penyelenggaraan
reklame
masih
merupakan
salah
satu
sumber
pendapatan daerah terbesar Kota Makassar sehingga Pemerintah Kota Makassar diharapkan dapat mengelola penyelenggaraan reklame ini secara baik dan profesional agar mendapatkan hasil yang optimal dari potensi pendapatan yang ada. Secara umum, pemerintah Kota Makassar sudah meneggakkan Perda dengan cukup baik dalam hal penyelenggaraan reklame mulai dari melakukan proses permohonan perizinan sampai dengan membentuk tim
60
untuk melakukan pengawasan reklame. Namun masih terdapat beberapa kekurangan dalam hal penyelenggaraan reklame, salah satunya adalah sistem pendataan yang kurang optimal. B. Penerapan Sanksi atas Pelanggaran Penyelenggaraan Reklame Penyelenggaraan reklame di Kota Makassar diatur dalam Perda Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, Perwali Nomor 40 Tahun 2015 Tentang Penetapan Nilai Sewa Reklame, dan Perwali Nomor 60 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Dalam peraturan-peraturan perundang-undangan tersebut
pemerintah
penyelenggaraan
Kota
reklame
Makassar mulai
dari
menetapkan proses
tata
perizinan
cara sampai
pemasangan reklame di lapangan dan ketentuan-ketentuan serta sanksi atas pelanggaran penyelenggaraan reklame. Penerbitan
peraturan-peraturan
tersebut
merupakan
upaya
pemerintah Kota Makassar dalam mewujudkan penyelenggaraan reklame yang bermanfaat bagi masyarakat Kota Makassar, baik itu dari segi pendapatan daerah maupun keamanan penyelenggaraannya.Hal ini merupakan akibat langsung dari tinggnya penyelenggaraan reklame di Kota Makassar.Seperti yang dijelaskan pada bagian A, walaupun dalam dua tahun terakhir jumlah penyelenggaraan reklame menurun, namun jumlahnya masih terbilang besar. Jumlah penyelenggaraan reklame yang tinggi juga merupakan sumber
pendapatan
yang
cukup
besar
bagi
pemerintah
Kota
61
Makassar.Seperti data yang didapatkan penulis dalam penelitian di Dinas Pendapatan Kota Makassar, dalam tahun 2015 saja pendapatan dari pajak reklame mencapai angkat dua puluh tujuh miliar rupiah.Dari angka yang besar tersebut, pemerintah Kota Makassar sangat dituntut untuk memberikan
pelayanan
memaksimalkan tersebut
penyelenggaraan
pendapatan
termasuk
yang
daerah.Pelayanan
ketentuan-ketentuan
dan
baik
untuk
penyelenggaraan larangan-larangan
penyelenggaraan reklame. Dalam penelitian yang dilakukan penulis di Dinas Pendapatan Kota Makassar, penulis mendapatkan data bahwa pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Pendapatan mengeluarkan larangan untuk pemasangan reklame di beberapa tempat, yaitu: 1. Di halaman Kantor Pemerintah 2. Tempat Ibadah dan halaman sekolah 3. Lokasi yang menghalangi rambu-rambu lalu lintas 4. Trotar dan Taman Kota 5. Tiang lampu/ listrik/ tiang lampu traffic light/ tiang telepon 6. Pohon dan tanaman pelindung 7. Melintas di atas jalan 8. Tempat yang tercantum larangan pemasangan reklame Pemerintah
Kota
Makassar
juga
mengeluarkan
larangan
pemasangan reklame selain tempat-tempat tersebut di atas, reklame yang berupa umbul-umbul, spanduk, baliho, dan banner tidak diijinkan pada
62
beberapa lokasi di Jalan-jalan utama Kota Makassar, lokasi tersebut adalah: 1. Jalan Jenderal Sudirman 2. Jalan Jenderal Achmad Yani 3. Jalan Penghibur 4. Jalan Haji Bau 5. Jalan Pasar Ikan 6. Jalan Ujung Pandang 7. Jalan Riburane
Dari pemaparan di atas dapat dilihat bahwa terdapat laranganlarangan khusus dalam penyelenggaraan reklame.Salah satu penyebab utamanya adalah karena reklame merupakan salah satu fasilitas yang berhubungan
langsung
dengan
masyarakat
banyak.Jika
penyelenggaraannya tidak teratur, maka dapat berdampak langsung pada masyarakat Kota Makassar.Misalnya jika konstruksi reklame tidak sesuai peraturan yang ada, maka dapat membahayakan bagi masyarakat yang berada di sekitar reklame tersebut.Atau jika lokasi pemasangan reklame yang dapat mengganggu atau merusak keindahan tata Kota. Tingginya jumlah penyelenggaraan reklame di Kota Makassar, ternyata berbanding lurus dengan banyaknya jumlah pelanggaran yang terjadi.Seperti telah dipaparkan di atas, bahwa Kota Makassar merupakan tujuan bisnis yang sangat menguntungkan bagi para pengusaha dan
63
investor.Hal ini menjadikan banyak pihak yang tidak bertanggung jawab menyelenggarakan reklame tidak sesuai dengan ketentuan yang ada untuk mendapatkan keuntungan bisnis yang lebih besar.Reklame-reklame tersebut diselenggarakan tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah Kota Makassar. Jika dilihat dari tempat-tempat yang dilarang untuk memasang reklame tersebut, justru di tempat-tempat tersebut warga Kota Makassar sering melihat reklame terpasang.Misalnya reklame selebaran, baliho maupun reklame banner yang sangat banyak tersebar di pohon-pohon ataupun tiang lampu/ listrik atau juga di jalan Penghibur, Jalan Haji Bau, Jalan Ahmad Yani yang masih sering didapati reklame yang terpasang di jalan-jalan tersebut. Jumlah pelanggaran penyelenggaraan reklame dari tahun 2012 sampai tahun 2015 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:74
Jumlah Pelanggaran Total Tahun
Reklame Pelanggaran
Reklame Insidentil Permanen 2012
1.764
267
2.031
74
Dinas Pendapatan Kota Ma kassar
64
2013
1.878
281
2.159
2014
1.450
176
1.626
2015
1.260
78
1.338
Sumber: Dinas Pendapatan Kota Makassar Dari data di atas, jumlah pelanggaran penyelenggaraan reklame menurun di tahun 2014 dan 2015.Menurut penulis, hal ini dapat mengindikasikan tiga hal. Pertama, para penyelenggara reklame di Kota Makassar
sudah
penyelenggaraan
lebih reklame.
sadar
akan
Kedua,
peraturan pemerintah
dan
ketentuan
Kota
Makassar
menetapkan sanksi secara lebih tegas atas pelanggaran penyelenggaraan reklame.Dan ketiga menurunnya jumlah pelanggaran merupakan akibat tidak langsung dari menurunnya jumlah penyelenggaraan reklame dalam dua tahun terakhir. Dari wawancara yang dilakukan penulis terhadap Alamsyah Rauf dari Bagian Penetapan dan Keberatan Dinas Pendapatan Kota Makassar, diperoleh fakta bahwa pelanggaran-pelanggaran reklame terbagi menjadi beberapa jenis pelanggaran, antara lain:75 1. Pelanggaran atas lokasi pemasangan 2. Pemasangan reklame tanpa izin 3. Reklame yang sudah kadaluarsa masa berlakunya 4. Fisik reklame tidak sesuai dengan izin 5. Penyelenggara tidak membayar pajak reklame 75
Hasil wawancara dengan Alamsyah Rauf, Bagian Penetapan dan Keberatan Dinas Pendapatan Kota Makassar, pada tanggal 15-22 Desember 2015.
65
6. Adanya
keberatan
dari
warga
sekitar
dan/atau
pemilik
bangunan 7. Reklame mengganggu fasilitas umum. Sayangnya, data yang terdapat di Dinas Pendapatan Kota Makassar
hanya
merupakan
total
jumlah
pelanggaran
secara
keseluruhan.Pemerintah tidak memiliki data lengkap berdasarkan jenisjenis pelanggaran tertentu misalnya pelanggaran lokasi pemasangan, reklame tanpa izin, ataupun jenis pelanggaran yang lainnya.Hal ini lagilagi akibat kurang baiknya sistem pendataan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Makassar terkait penyelenggaraan reklame. Selain itu, data pelanggaran reklame yang terdapat di Dinas Pendapatan Kota Makassar juga tidak terdapat data yang memilah pelanggaran
yang
dilakukan
oleh
penyelenggara
perorangan,
perusahaan, maupun biro jasa periklanan sehingga penulis tidak bisa menganalisis data pelanggaran berdasarkan ketiga jenis penyelenggara tersebut. Meskipun jumlah pelanggaran penyelenggaraan reklame menurun dalam dua tahun terakhir, jika diperhatikan lebih dalam jumlah pelanggaran sebanyak 1.338 pada tahun 2015 masih termasuk besar, yaitu sepertiga jika dibandingkan dengan jumlah total penyelenggaraan reklame sebanyak 4.120 reklame pada tahun 2015 tersebut. Hal ini menjadi perhatian penulis karena dengan jumlah pelanggaran sebanyak itu, dapat memberikan pengaruh yang cukup besar dalam menurunkan
66
potensi penerimaan pendapatan daerah pemerintah Kota Makassar dari penyelenggaraan reklame. Pelanggaran-pelanggaran tersebut terjadi baik atas reklame permanen maupun reklame insidentil.Dalam menghadapi pelanggaranpelanggaran tersebut, pemerintah Kota Makassar melakukan beberapa langkah baik itu langkah preventif berupa pengawasan penyelenggaraan reklame maupun langkah represif berupa pemberian sanksi atas reklame yang melanggar. Pembentukan Tim Penataan dan Penertiban Reklame seperti yang dijelaskan pada bagian A, menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Makassar
telah
berusaha
dalam
menjalankan
fungsinya
sebagai
pengawas dan pemberi sanksi atas penyelenggaraan reklame di Kota Makassar seperti yang diamanatkan oleh Undang-undang dan Peraturan Walikota Makassar. Berdasarkan hasil pengawasan dan rekomendasi dari Tim Penataan dan Penertiban Reklame inilah pemerintah memberikan sanksi atas pelanggaran reklame. Dari data yang didapatkan penulis di Dinas Pendapatan Kota Makassar, pemberian sanksi tersebut terbagi atas beberapa jenis, yaitu: a. Teguran tertulis kepada penyelenggara reklame, b. Pemberian denda sebesar 2% per bulan dari total jumlah pajak reklame, c. Pencabutan reklame.
67
Dalam penelitian yang dilakukan penulis di Dinas Pendapatan Kota Makassar, sayangnya penulis menemukan fakta bahwa tidak terdapat data jumlah pelanggaran yang diberi sanksi mulai dari sanksi ringan sampai sanksi berat.Pemerintah Kota Makassar hanya memiliki data jumlah keseluruhan pelanggaran yang diberi sanksi. Dari
data
pelanggaran
reklame
di
atas,
sebagian
besar
pelanggaran telah diberikan sanksi, seperti dilihat pada tabel di bawah:76
Jumlah Pelanggaran yang diberi sanksi
Total
Tahun Reklame
Pelanggaran
Reklame Insidentil Permanen 2012
1.703
265
1.968
2013
1.800
270
2.070
2014
1.397
159
1.556
2015
1.202
69
1.271
Dari data tersebut jika dibandingkan dengan jumlah pelanggaran penyelenggaraan reklame, terlihat bahwa tidak seratus persen dari pelanggaran reklame yang diberikan sanksi. Misalnya pada tahun 2015, jumlah total pelanggaran reklame adalah 1338 namun jumlah yang diberi sanksi hanya 1271 pelanggaran. Hal ini diakui oleh Alamsyah Rauf dari
76
Dinas Pendapatan Kota Makassar
68
Bagian Penetapan dan Keberatan Dinas Pendapatan Kota Makassar dalam wawancara yang dilakukan oleh penulis.Beliau menyatakan bahwa pemerintah
memang
masih
kesulitan
dalam
memberikan
sanksi
dikarenakan jumlah pelanggaran yang masih sangat banyak.Selain itu pemerintah Kota Makassar juga masih menghadapi beberapa hambatan dalam pemberian sanksi. Meskipun tidak terdapat data lengkap mengenai penyelenggaraan dan pelanggaran reklame di Kota Makassar, dalam penelitian yang dilakukan penulis mendapatkan empat contoh kasus pelanggaran reklame. Pelanggaran tersebut dilakukan oleh salah satu biro jasa periklanan yang melakukan pemasangan reklame iklan salah satu produk rokok di Jalan Haji Bau. Seperti yang dipaparkan di atas bahwa Jalan Haji Bau merupakan salah satu jalan utama Kota Makassar yang menjadi titik yang dilarang untuk pemasangan reklame. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Alamsyah Rauf dalam penelititan yang dilakukan di Dinas Pendapatan Kota Makassar. Dalam kasus ini pemerintah Kota Makassar sudah memberikan teguran tertulis kepada biro jasa periklanan yang bersangkutan dan dalam dua hari reklame tersebut sudah diturunkan dari lokasi oleh pihak biro jasa periklanan itu sendiri. Satu kasus lain yang cukup menarik perhatian adalah pemasangan reklame di Jalan Cendrawasih yang tidak sesuai dengan izin iklan yang diterbitkan. Reklame tersebut juga dipasang oleh biro jasa periklanan. Dalam kasus ini, biro jasa tersebut mengajukan permohonan izin untuk
69
iklan jenis A namun reklame yang terpasang adalah iklan jenis B. Menindaklanjuti kasus ini Dinas Pendapatan juga memberikan surat teguran tertulis kepada biro jasa tersebut namun setelah beberapa hari kemudian ketika Tim Penataan dan Penertiban Reklame melakukan pengawasan, reklame tersebut tetap saja terpasang. Oleh karena itu Tim Penataan
dan
Penertiban
Reklame
langsung
melakukan
tidakan
pencabutan reklame tersebut. Kasus ketiga adalah beberapa reklame yang izinnya sudah kadalaursa yang berada di Jalan Ratulangi yang dipasang oleh pihak biro jasa periklanan Jos Advertising pada bulan Oktober 2015. Hal ini diketahui dalam proses pengawasan yang dilakukan oleh Tim Penataan dan Penertiban Reklame Kota Makassar. Menindaklanjuti temuan tersebut, pemerintah Kota Makassar menerbitkan surat teguran dan reklame tersebut akhirnya diturunkan sendiri oleh pihak Jos Advertising. Kasus keempat adalah beberapa papan reklame yang melintang di atas jalan yang berada di Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan AP. Pettarani Makassar.Dalam kasus ini yaitu melanggar dua aturan sekaligus yaitu larangan reklame melintang di atas jalan dan larangan pemasangan reklame di Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan AP. Pettarani Kota Makassar. Kurangnya kesadaran dari penyelenggara reklame dalam menaati peraturan
memang
menjadi
hambatan
tersendiri
yang
dihadapi
pemerintah Kota Makassar. Hal ini diakui oleh Alamsyah Rauf dalam
70
wawancara yang dilakukan penulis. Beliau menyatakan bahwa dalam beberapa kasus malah ada reklame yang melanggar dan sudah dicabut tetapi dalam beberapa hari kemudian reklame tersebut kembali terpasang di lokasi yang sama. Hal ini menunjukkan pengawasan di lapangan memang tidak mudah dilaksanakan. Kurangnya kesadaran penyelenggara reklame menjadikan penyelenggaraan reklame di Kota Makassar menjadi tidak teratur, merusak estetika kota, dan dapat membahayakan pengguna jalan jika keadaan fisik reklame tidak sesuai ketentuan. Hal ini akan ditambah jika pengawasan yang dilakukan masih lemah. Lemahnya pengawasan dapat diakibatkan karena kurangnya petugas pengawas jika dibandingkan dengan luasnya cakupan wilayah titik pemasangan reklame di Kota Makassar. Berdasarkan fakta yang ada di lapangan, nampaknya pemerintah Kota Makassar melalui Tim Penataan dan Penertiban Reklame masih perlu bekerja lebih keras lagi dalam penertiban reklame agar peraturanperaturan yang telah dibuat tersebut tidak hanya tercantum di atas kertas namun juga dapat dirasakan dampaknya oleh masyarakat. Sebagian besar reklame yang terpasang di tempat-tempat terlarang tersebut memang merupakan reklame insidentil, hal ini selain dapat mengganggu keindahan kota, juga dapat membahayakan keamanan warga masyarakat di sekitar tempat tersebut jika penyelenggaraan reklame tersebut tidak sesuai aturan yang berlaku.
71
Penyelenggaraan reklame di Kota Makassar jumlahnya sangat banyak dengan jenis yang juga beragam.Selain itu, penyelenggara reklame juga terdiri oleh beberapa pihak baik itu perorangan, perusahaan, maupun biro jasa.Dengan jumlah yang sangat beragam ini, pelanggaran atas penyelenggara reklame juga sangat beragam.Hal ini menjadi hambatan
tersendiri
bagi
Pemerintah
Kota
Makassar
dalam
penanganannya. Seperti diungkapkan oleh Alamsyah Rauf dari Bagian Penetapan dan Keberatan Dinas Pendapatan Kota Makassar dalam wawancara
yang
dilakukan
oleh
penulis
bahwa
masih
banyak
penyelenggara reklame yang belum memahami secara menyeluruh mengenai peraturan-peraturan penyelenggaraan reklame yang berlaku di Kota Makassar. Sebagai contoh adalah bahwa pemegang izin reklame harus melaporkan secara berkala mengenai reklame yang dipasang.Dalam kenyataannya beberapa reklame yang terpasang tidak sesuai dengan izin yang dimiliki sebelumnya, misalnya seperti ukuran dan fisik reklame yang tidak sesuai.Setelah ditelusuri ternyata penyelenggara reklame memang mengganti reklame tersebut setelah reklame yang sebelumnya terpasang dalam
kurun
waktu
penyelenggara
tersebut
tertentu.Padahal harus
melaporkan
berdasarkan atau
peraturan
memohon
untuk
pemasangan reklame yang baru. Secara umum, beberapa hambatan yang dihadapi pemerintah Kota Makassar dalam melakukan penertiban reklame adalah:
72
1. Penyelenggara
reklame
yang
tidak
update
tentang
peraturan
penyelenggaraan reklame. 2. Penyelenggara reklame yang tidak kooperatif. 3. Data-data penyelenggaraan reklame yang tidak lengkap. Terlihat jelas bahwa sebagian besar hambatan yang dihadapi dikarenakan
oleh
penyelenggara
reklame
yang
tidak
mengetahui
peraturan ataupun tidak kooperatif dalam penyelenggaraan reklame.Salah satu hal yang dapat dilakukan menghadapi permasalah ini yaitu melalui pendekatan persuasif dan sosialisasi peraturan kepada penyelenggara reklame di Kota Makassar. Permasalahan
mengenai
penyelenggaraan
reklame
memang
sangat kompleks. Akibat dari pelanggaran penyelenggaran reklame selain berdampak pada penerimaan pendapatan daerah, juga dapat berdampak kepada keselamatan masyarakat dan mengganggu keindahan Kota Makassar karena sebagian dari reklame yang melanggar merupakan pelanggaran fisik reklame yang tidak sesuai peraturan, seperti ukuran reklame yang terlalu besar, bahan pembuatan reklame yang tidak aman, maupun lokasi pemasangan reklame yang tidak aman.77 Menghadapi jumlah pelanggaran penyelenggaraan reklame yang masih cukup banyak ini, pemerintah Kota Makassar terus melakukan pengawasan secara berkala melalui Tim Penataan dan Penertiban Reklame yang setiap hari berkeliling Kota Makassar memantau reklame77
Hasil wawancara dengan Alamsyah Rauf, Bagian Penetapan dan Keberatan Dinas Pendapatan Kota Makassar, pada tanggal 15-22 Desember 2015.
73
reklame
yang
terpasang.Hal
ini
memang
sudah
terbukti
dapat
menurunkan jumlah pelanggaran penyelenggaraan reklame, namun menurut penulis pemerintah Kota Makassar masih perlu bekerja lebih keras lagi karena jumlah pelanggaran yang terjadi masih terbilang besar. Salah satunya adalah dengan sosialisasi kepada warga masyarakat yang dapat dilakukan melalui pemerintah kecamatan agar warga Kota Makassar dapat lebih mengetahui mengenai peraturan penyelenggaraan reklame dan tata cara untuk melaporkan jika terdapat reklame yang melanggar peraturan Selain itu, pemerintah Kota Makassar masih perlu melakukan kajian ulang dalam sistem pengawasan yang dilakukan sampai dengan proses pemberian sanksi. Kasus reklame melintang di atas Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan AP Pettarani sudah jelas melanggar peraturan namun sampai
sekarang
masih
tetap
terpasang
reklame-reklame
tersebut.Reklame memang merupakan sumber pendapatan daerah yang sangat besar bagi Kota Makassar, namun baiknya adalah jika pendapatan daerah yang masuk ke kas daerah tidak melanggar peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah itu sendiri.
74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian ini, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penegakan hukum penyelenggaraan reklame di Kota Makassar dilakukan berdasarkan Undang-undang nomor 28 Tahun 2009
75
Tentang Pajak Daerah, Perda Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, Perwali Nomor 40 Tahun 2015 Tentang Penetapan Nilai Sewa Reklame, dan Perwali Nomor 60 Tahun 2015 Tentang
Penyelenggaraan
Pelayanan
Terpadu
Satu
Pintu.
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut pemerintah melakukan penyelenggaraan reklame mulai dari proses perizinan, pengawasan, sampai pemberian sanksi. Dalam mengawasi penyelenggaraan reklame Pemerintah Kota Makassar mendirikan Tim Penataan dan Penertiban Reklame dan berhasil menurunkan jumlah pelanggaran reklame pada tahun 2015. Secara umum penegakan hukum penyelenggaraan reklame di Kota Makassar sudah berjalan baik namun masih terdapat beberapa kekurangan antara lain sistem pendataan yang belum memadai dan kurang lengkap serta proses pengawasan dan pemberian sanksi yang masih lemah dengan masih adanya reklame yang melanggar peraturan namun tidak ditertibkan. 2. Pelanggaraan atas penyelenggaraan reklame di Kota Makassar diberikan sanksi administrasi berupa teguran tertulis, denda sebesar 2% per bulan dari total jumlah pajak reklame, hingga pencabutan reklame. Dalam pelaksanaannya, belum seratus persen dari reklame yang melanggar yang diberikan sanksi. Hal ini karena pemerintah menghadapi beberapa kendala dalam pelaksanaanya mulai dari data penyelenggaraan yang kurang lengkap hingga penyelenggara reklame yang tidak kooperatif.
76
B. Saran 1. Melalui penelitian ini, penulis merekomendasikan kepada pemerintah Kota Makassar untuk melengkapi data-data penyelenggaraan reklame agar penyelenggaraan dan pemberian sanksi dapat dilakukan secara lebih teratur, tegas, dan tepat sasaran dalam pemberian sanksi terhadap
pelanggaran
atas
penyelenggaraan
reklame.
Dengan
pemberian sanksi yang tegas maka pelanggaran reklame dapat lebih ditekan lagi. 2. Pemerintah Kota Makassar jika diperlukan dapat mengkaji ulang jenisjenis sanksi yang diberikan kepada penyelenggara reklame yaitu memberikan sanksi yang lebih berat jika pelanggaran masih terus berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur Atmosudirdjo, Prajudi. 1983. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia Dimock, Marshall Edward, dan Gladys Ogden Dimock. 1978. Administrasi Negara, terj. Husni Tamrin Pane. Jakarta: Aksara Baru Hadjon, Philipus M. (Penyunting). 1993. Pengantar Hukum Perizinan. Surabaya: Yuridika
77
Hadjon, Philipus M., dkk. 2002. Pengantar Hukum Administrasi. Yogyakarta: Gadjah Mada Press Uneversity HR, Ridwan. 2013. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Edisi Kedua. 1994. Jakarta: Balai Pustaka Kusumaatmadja, Mochtar, dan Arief Sidarta. 2000. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: Alumni Prins, W.F, dan R. Kosim Adisapoetra. 1983. Pengantar Hukum Ilmu Administrasi Negara. Jakarta: Pradnya Paramita Pudyatmoko, Y. Sri. 2009. Perizinan, Problem dan Upaya Pembenahan. Jakarta: Grasindo Ridwan, Juniarso, dan Achmad Sodik Sudrajat. 2012. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung: Nuansa Siagian, Sondang P. 2004. Filsafat Administrasi (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara Soekanto, Soerjono. 2006. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Rajawali Pers Sutedi, Adrian. 2011. Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik. Jakarta: Sinar Grafika Sutopo, H.B. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif Bagian II. Surakarta:UNS Press Syafi’I, dan Inu Kencana. 1999. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: Rineka Cipta Winardi. 1992. Promosi dan Reklame. Bandung: Bandar Maju B. Peraturan Perundang-undangan UU. No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah
78
Peraturan Walikota Makassar Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pengaturan Reklame Peraturan Walikota Makassar Nomor 40 Tahun 2015 Tentang Penetapan Nilai Sewa Reklame Peraturan Walikota Makassar Nomor 60 Tahun Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
2015
tentang
Surat Keputusan Walikota Makassar Nomor 510.05/55A/VI/kep/09 C. Internet harupermadi.lecture.ub.ac.id, HaruPermadi, Mengenal Sanksi Dalam Hukum Administrasi Negara, diunduh pada hari Rabu 28 Oktober 2015 jam 04.00 WITA http://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/hukum-perijinan/, diakses pada harI Rabu tanggal 28 Oktober 2015 jam 03.45 WITA
79