BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Proses politik dibawah Orde Baru bukanlah demokrasi, terbukti dengan pelaksanaan beberapa pemilihan umum sebelumnya yang kerap sekali terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga azas langsung, bebas dan rahasia (luber) tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga boleh disebut tidak memenuhi syarat demokrasi. 1Bergulirnya Era Reformasi yang menggantikan rezim otoriter Orde Baru telah menjadi sebuah batu lompatan bagi perjalanan demokrasi di Indonesia. Terbukti pasca
Reformasi praktek-praktek demokrasi yang
sebelumnya menghadapi jalan buntu di Orde Baru secara perlahan mulai dijalankan. Salah satu contohnya adalah pelaksanaan Pemilu yang lebih demokratis. Salah satu produk reformasi yang dapat dilihat sebagai peningkatan kualitas demokrasi adalah Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada). Pemilukada mempunyai tujuan agar setiap warga daerah dapat memilih kepala daerah secara langsung. Pemilihan kepala daerah yang dimaksud adalah pemilihan kepala daerah tingkat I (Gubernur) dan kepala daerah tingkat II (Bupati/Walikota). Azas langsung yang terdapat dalam Pemilukada merupakan semangat baru dalam 1 Adman Nursal, Political Marketing:Strategi Memenangkan Pemilu, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,2004, hal. 78.
9 Universitas Sumatera Utara
demokrasi di Indonesia. Karena dalam pelaksanaan pemilu sebelumnya, warga daerah tidak dapat memilih kepala daerah secara langsung melainkan melalui wakil-wakil rakyat di tingkat daerah (DPRD). Dalam pelaksanaan Pemilu partai politik menjadi salah satu instrumen yang paling penting. Partai politik berperan sebagai peserta Pemilu yang saling berkompetisi untuk memenangkan Pemilu tersebut. Berbeda halnya dengan Pemilu Presiden yang mengharuskan calon berasal partai politik atau gabungan partai politik, Pemilu kepala daerah tidak hanya diikuti oleh calon dari wakil partai
politik
melainkan
juga
calon
dari
perseorangan
(independen).
Diperbolehkannya calon perseorangan dalam Pemilukada membuat kompetisi Pemilu semakin menarik. Karena dengan demikian calon kepala daerah tidak hanya berasal dari partai politik melainkan juga dapat berasal dari perorangan ataupun sekelompok orang yang berada diluar partai politik. Namun walaupun jalur perorangan di Pemilukada telah dibuka, kemenangan dalam Pemilukada selalu didominasi oleh calon-calon dari partai politik. Hal ini membuktikan bahwa partai politik menjadi faktor yang sangat penting dalam memenangkan sebuah Pemilukada. Sekalipun faktor partai politik merupakan faktor penting dalam memenangkan sebuah Pemilukada, faktor individu juga menjadi faktor yang tidak kalah pentingnya. Yang dimaksud dengan faktor partai politik adalah meliputi faktor ideologi partai hingga mesin politik partai/tim pemenangan Pemilu. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor individu adalah karakteristik ataupun
10 Universitas Sumatera Utara
kepribadian calon yang diusung oleh partai politik tersebut. Jadi adalah sebuah hal penting bagaimana sebuah partai politik mengambil sebuah kebijakan yang tepat dalam menentukan calon yang akan diusung tentunya harus menentukan faktor kesamaan visi-misi terhadap partai politik hingga faktor kepribadian calom dimata masyarakat. Namun dalam era politik modren seperti sekarang ini faktor perorangan lebih dominan dibandingkan dengan faktor partai politik yang mengusungnya sebagai bahan pertimbangannya dalam menentukan pilihan. Dengan demikian calon yang lebih familiar dimata masyarakat memiliki peluang yang lebih besar untuk memenangkan Pemilukada. Ini lah yang terkadang membuat partai politik lebih memilih calon yang berada diluar partainya/bukan kader untuk diusung dalam Pemilukada dan memilih calon lain yang bukan kader yang dianggap lebih familiar dan dianggap lebih menjual secara politis di mata masyarakat. Setiap partai politik tentunya memiliki cara yang berbeda dalam mengambil kebijakan untuk menentukan calon yang diusung dalam Pemilukada. Namun pada umumnya setiap partai politik memilih rekrutmen politik dengan tahapan yang sama yaitu dengan membuka pendaftaran secara umum bagi kandidat-kandidat yang mau bertarung dalam Pemilukada. Selanjutnya namanama yang mendaftar tersebut digodok/dikelola di jajaran pengurus partai untuk kemudian ditentukan siapa kandidat yang dinilai paling layak dan mempunyai peluang paling besar untuk mendapat respon positif dari masyarakat pemilih. Tentunya setiap partai politik mempunyai indikator tersendiri dalam proses
11 Universitas Sumatera Utara
penggodokan nama-nama calon yang mendaftar. Untuk menguji tingkat kelayakan para calon, setiap partai politik pada dasarnya akan melakukan evaluasi terhadap nama-nama calon tersebut. Pentingnya sosok calon dalam menarik perhatian masyarakat/pemilh membuat partai politik menjadi sangat selektif dalam menentukan calon yang akan diusungnya. Sehingga tidak heran apabila nama kandidat calon yang akan diusung oleh partai politik baru diumumkan menjelang batas akhir pendaftaran yang diselenggarakan oleh lembaga penyelenggara Pemilu (KPU). Ini menunjukkan bahwa penentuan calon yang akan diusung memiliki serangkaian kebijakan politik yang kompleks yang sebelumnya telah dielaborasi di tingkat jajaran pengurus partai politik. Kebijakan penentuan calon yang akan diusung adalah sebuah hal serius bagi partai politik. Karena apabila calon yang diusung telah terbukti familiar dimata masyarakat dan mendapat respon posiif dari pemilih maka kemungkinan untuk memenangkan pemilu menjadi lebih terbuka. Menjadi pemenang dalam setiap Pemilukada merupakan salah satu tujuan utama setiap partai politik. Hal ini tentu berkaitan tentang keinginan setiap partai politik yang ingin berkuasa dalam pemerintahan. Persaingan dalam merebut kekuasaan inilah kemudian yang menjelma menjadi sebuah kompetisi. Kemenangan dalam Pemilukada berarti membuka peluang untuk meraih kekuasaan di tingkat pusat. Karena kekuasaan di tingkat pusat sangat ditentukan oleh akumulasi dari kekuasaan yang dipegang ditiap daerah. Oleh sebab itu ajang Pemilukada selalu mendapat perhatian serius bagi setiap partai politik. Bahkan
12 Universitas Sumatera Utara
hampir setiap calon yang diusung oleh partai politik dalam Pemilukada tidak hanya sekedar melibatkan pengurus partai ditingkat daerah melainkan juga melibatkan kebijakan pengurus partai ditingkat pusat. Pada tahun 2013 Sumatera Utara (Sumut) sebagai salah satu daerah tingkat I (Provinsi) di Indonesia telah melaksanakan Pemilukada. Seperti halnya dalam Pemilukada-Pemilukada terdahulu setiap partai politik sibuk menjaring caloncalon yang layak diusung untuk bertarung dalam Pemilukada tersebut. Tujuannya jelas untuk mencari calon terbaik yang dianggap mempunyai nilai yang paling menjual dalam kesempatan memenangkan Pemilukada. Indikator yang biasanya digunakan mulai dari tingkat popularitas calon, tingkat kapasitas dan kapabilitas calon, hingga mengikutsertakan faktor finansial yang dimiliki oleh calon tersebut. Faktor-faktor tersebut jelas sangat berhubungan dalam mendukung strategi yang akan digunakan partai politik dalam memenangkan Pemilukada. Partai Golongan Karya (Golkar) sebenarnya dapat dikategorikan sebagai partai lama dalam sejarah perpolitikan di Indonesia. Partai bernuansa kuning ini mengikuti Pemilu pertamanya ditahun 1971. Dengan ada 9 komperitor, pada awalnya munculnya partai Golkar, Golkar tidak disebut sebagai partai politik namun dalam kenyataannya Golkar adalah golongan yang ikut dalam pemilihan umum. Seiring dengan berkembangnya perpolitikan Indonesia, Golkar sekarang sudah menjadi sebuah partai politik. Pada masa Orde Baru Golkar selalu memenangkan setiap Pemilu dengan calon tunggal yaitu Soeharto.
13 Universitas Sumatera Utara
Partai ini juga mempunyai kesempatan besar untuk memenangkan Pemilukada Sumut karena mengingat partai Golkar memiliki kursi terbanyak kedua setelah partai Demokrat. Partai Golkar memiliki basis masa yang lumayan besar. Oleh sebab itu partai ini menjadi begitu selektif dalam menentukan calon yang akan diusung dalam Pemilukada Sumut agar mampu meraup suara terbanyak. Dari penjelasan-penjelasan yang telah diuraikan di atas adalah menjadi hal menarik bagi penulis untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan politik partai Golkar dalam menentukan pasangan Calon Gubernur (Cagub) dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) yang akan diusung dalam Pemilukada Sumatera Utara.
I.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu masalah yang menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicarikan jalan pemecahannya. 2 Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
2
Husni Usman dan Purnomo, Metodologi Penelitian Sosial, Bandung: Bumi Aksara, 2000,hal. 26.
14 Universitas Sumatera Utara
1. Kebijakan seperti apa yang diambil oleh Partai Golkar dalam menentukan pasangan Calon Gubernur (Cagub) dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) yang akan diusung dalam Pemilukada Sumut 2013 2. Apa indikator yang digunakan oleh partai Golkar dalam menentukan pasangan Calon Gubernur (Cagub) dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) yang akan diusung dalam Pemilukada Sumut 2013 I.3 Pembatasan Masalah Batasan masalah berfungsi untuk membatasi karya ilmiah/penelitian agar tidak melebar dan tetap fokus pada permasalahan yang akan diteliti. Adapun batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini difokuskan pada keputusan politik yang diambil Partai Golkar dalam menentukan pasangan Calon Gubernur (Cagub) dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) yang akan diusung dalam Pemilukada Sumut 2013 I.4 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui keputusan politik seperti apa yang diambil partai Golkar dalam menentukan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) yang akan diusung dalam Pemilukada Sumut 2013.
15 Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui apa yang menjadi indikator bagi partai Golkar dalam menentukan pasangan Calon Gubernur(Cagub) dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) yang akan diusung dalam Pemilukada Sumut 2013. I.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik kepada penulis maupun kepada orang lain yang membacanya, terlebih lagi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu penelitian ini diharapkan memberikan manfaat: 1. Bagi penulis, penelitian ini dapat mengasah kemampuan penulis dalam membuat karya ilmiah sehingga menambah khasanah pemikiran penulis secara pribadi terkhusus dalam melakukan sebuah penelitian. 2. Memberikan sumbangsi pemikiran terhadap ilmu politik dalam hal kebijakan partai politik dalam menentukan pasangan calon yang akan diusung dalam sebuah Pemilihan Umum Kepala Daerah 3. Menambah rujukan bagi mahasiswa Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dalam melakukan sebuah penelitian. I.6.1 Kerangka Teori Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan teori yang berfikir untuk
16 Universitas Sumatera Utara
menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih. 3 Hal ini tentu bersinergi terhadap fokus masalah yang akan diteliti oleh peneliti. Menurut F. N. Karliger, teori
adalah sebuah konsep atau konstruksi yang
berhubungan satu dengan yang lain, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan yang sistematis dan fenomena. Jadi dapat dikatakan kerangka teori merupakan bagian penting dalam penelitian karena merupakan konstruksi ataupun dasar dari sebuah penelitian. I.6.1.1. Pengertian Rekrutmen Politik Dalam pengertian yang lebih modren, partai politik merupakan suatu kelompok politik yang mengajukan calon-calonnya mengisi jabatan-jabatan publik dengan tujuan dapat mengontrol kekuasaan untuk memerintah. Definisi ini tentunya berkaitan terhadap fungsi partai politik dalam fungsinya sebagai sarana rekrutmen politik. Rekrutmen politik adalah suatu proses seleksi anggota-anggota untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan administratif maupun politik. 4 Dalam pengertian lain rekrutmen politik merupakan proses penyeleksian untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu dan sebagainya. 5
3
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Muda University Press, 1995, hal.40. Fadilah Putra, Kebijakan Publik Analisis Terhadap Kongruensi Janji Politik Partai Dengan Realisasi Produk Kebijakan Publik di Indonesia 1999-2003, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hal. 19. 5 Sudijono Sastroatmodjo, Prilaku Politik, Semarang: IKIP Semarang Press, 1995, hal. 121. 4
17 Universitas Sumatera Utara
Sementara itu dalam pengertian lain, ada dua macam mekanisme rekrutmen politik, yaitu rekrutmen yang dilakukan secara terbuka dan yang dilakukan secara tertutup. Dalam model rekrutmen terbuka, semua warga negara yang memenuhi syarat tertentu (seperti kemampuan, kecakapan, umur, keadaan fisik) mempunyai kesempatan yang sama untuk menduduki posisi-posisi yang ada dalam lembaga/pemerintahan. Suasana kompetisi untuk mengisi jabatan biasanya cukup tinggi, sehingga orang-orang yang benar-benar sudah teruji saja yang akan berhasil keluar sebagai jawara. Ujian tersebut biasanya menyangkut visinya tentang keadaan masyarakat atau yang dikenal sebagai platform politiknya serta nilai moral yang melekat dalam dirinya termasuk integritasnya. Sebaliknya, dalam sistem rekrutmen tertutup, kesempatan tersebut hanyalah dinikmati oleh sekelompok kecil orang. Ujian oleh masyarakat terhadap kualitas serta integritas tokoh masyarakat biasanya jarang dilakukan, kecuali oleh sekelompok kecil elit itu sendiri. Setiap sistem politik mempunyai prosedur yang berbeda dalam melakukan rekrutmen politik. Kandidat yang dipercayai untuk mengisi jabatan publik tentulah harus kandidat yang dianggap paling berkompeten sehingga dapat memaksimalkan sistem politik tersebut. Demikian juga yang terjadi pada partai politik. Pola rekrutmen yang digunakan pastilah mengacu pada sistem politik yang diterapkan di negara tersebut. Di Indonesia sendiri proses rekrutmen politik terhadap jabatan-jabatan publik dilakukan melalui Pemilu. Setiap calon terlebih dahulu harus di usulkan oleh partai politik, dan untuk jabatan tertentu dapat
18 Universitas Sumatera Utara
menggunakan jalur independen (perorangan). Seleksi yang dilakukan dimulai dari seleksi administratif hingga syarat khusus untuk setia terhadap ideologinegara. Suatu regenerasi sangat dibutuhkan dalam partai politik sebagai tanda kehidupan politik yang sehat dalam partai politik. Regenerasi dilakukan dengan cara pengkaderan terhadap anggota-anggota yang mempunyai potensi untuk memimpin partai. Oleh sebab itu karena tujuannya adalah untuk regenerasi, maka biasanya pengkaderan dilakukan terhadap anggota-anggota yang masih dalam usia muda yang berasal dari dalam partai ataupun dari luar partai. Pengkaderan terhadap masa depan partai. Dalam era Reformasi seperti sekarang ini, rekrutmen politik dilaksanakan dengan lebih terbuka jika dibandingkan pada era Orde Baru. Keterbukaan ini berperan agar masyarakat benar-benar dilibatkan untuk menentukan individuindividu yang dapat dipercaya untk mengisi jabatan-jabatan publik. Derajat keterbukaan dalam sistem politik berbanding lurus terhadap derajat demokrasi suatu negara. Jadi semakin terbuka sistem politik suatu negara dalam melakukan rekrutmen politik maka hampir dapat dipastikan semakin tinggi pula derajat demokrasi di negara tersebut. Partai politik mempunyai peran yang sangat strategis dalam menentukan individu yang akan mengisi jabatan publik. Ini disebabkan karena partai politik diperbolehkan untuk mengajukan calonnya hampir disetiap jabatan publik yang strategis. Namun tentunya partai politik mempunyai beberapa alternatif pilihan dalam melakukan rekrutmen politik.
19 Universitas Sumatera Utara
Adapun pilihan partai politik dalam melakukan rekrutmen politik adalah sebagai berikut: a. Partisan, yaitu merupakan pendukung yang kuat, loyalitas yang tinggi terhadap partai sehingga dapat direkrut untuk menduduki jabatan strategis. b. Compartmentalization, merupakan proses yang didasarkan pada latar belakang dan pengalaman organisasi atau kegiatan sosial politik seseorang. Misalnya LSM. c. Immediate Survival, yaitu proses rekrutmen yang dilakukan oleh otoritas pemimpin partai tanpa memperhatikan kemampuan orang-orang yang akan direkrut d. Civil Service Reform, merupakan proses perekrutan berdasarkan kemampuan dan loyalitas seorang calon sehingga bisa mendapatkan kedudukan yang lebih penting atau tinggi. I.6.1.2 Metode Rekrutmen Politik Dalam melakukan rekrutmen politik, setiap partai politik memiliki metode yang berbeda-beda. Hal ini tentunya didasarkan pada perbedaan ideologi, garis perjuangan partai hingga proyek partai yang belum tentu sama antara partai satu dengan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan inilah yang nantinya menentukan metode yang akan digunakan partai politik dalam melakukan rekrutmen politik. Tapi pada umumnya ada beberapa metode yang dilakukan dalam melakukan rekrutmen politik, yaitu sebagai berkut:
20 Universitas Sumatera Utara
•
Penarikan undian, metode ini adalah metode tertua yang digunakan pada zaman Yunani kuno.
•
Rotasi , metode ini digunakan untuk menghindari kekuasaan atas kelompok-kelompok tertentu.
•
Perebutan kekuasaan, metode ini biasanya digunakan dalam penggulingan rezim politik.
•
Patronage, dalam hal ini kenaikan pangkat dapat dibeli oleh yang ingin naik jabatan dan metode ini tidak menjamin kualitas pemegang jabatan.
•
Co-Option, dalam metode ini menggunakan pemilihan oleh anggota yang ada.
I.6.2. PartaiPolitik I.6.2.1. Pengertian Partai Politik Partai politik adalah suatu syarat mutlak dalam sebuah negara yang menganut paham demokrasi. Di Indonesia sendiri keberadaan partai politik telah ada bahkan sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Dalam perjalanan sejarah partai politik di Indonesia tercatat telah banyak partai politik yang lahir dan malang melintang di percaturan politik nasional. Dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang partai politik menyebutkan bahwa, partai politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota,
21 Universitas Sumatera Utara
masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan umum. 6 Partai politik bergerak dari anggapan bahwa dengan membentuk wadah organisasi mereka bisa menyatukan orang-orang yang mempunyai pikiran serupa sehingga pikiran dan orientasi mereka bisa dikonsolidasikan. 7 Dengan begitu mereka terhadap dalam memberikan pengaruh yang lebih besar dan nyata dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan. Keterlibatan mereka dalam pembuatan keputusan akan menunjukkan eksistensi mereka baik secara individu maupun secara kelompok. Partai politik secara umum dapat digambarkan sebagai suatu kelompok yang anggota-anggotanya terorganisir dan mempunyai norma-norma, orientasi dan kesepakatan yang dijadikan tujuan bersama. Tujuan utama dari partai politik adalah untuk merebut kekuasaan politik sehingga mereka dapat menjalankan program-program ataupun kesepakatan yang ada dalam kelompok mereka. Dengan kata lain partai politik dibentuk dengan tujuan agar kepentingan dari setiap anggota yang telah diformulasikan dalam kepentingan kelompok/partai dapat terealisasikan dengan cara menduduki lembaga-lembaga kekuasaan negara. Ada beberapa pengertian partai politik yang didefenisikan oleh beberapa ahli. Carl J. Friedrich mendefenisikan partai politik adalah sebagai kelompok manusia
yang
terorganisir
secara
stabil
dengan
tujuan
merebut
atau
mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan
6 7
Dikutip dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal. 414.
22 Universitas Sumatera Utara
yag bersifat idiil dan materiil. 8 Pengertian partai politik yang dikemukakan oleh Carl J. Friedrich ini bertolak pada pemikiran bahwa pada awalnya partai politik merupakan kumpulan dari individu-individu yang terasosiasi atas asas-asas persamaan dan mempunyai tujuan yang sama. Untuk mencapai tujuan bersama tersebut kelompok yang dimaksud membutuhkan kewenangan-kewenangan yang bisa didapat dengan cara merebut/menguasai sumber-sumber kekuasaan yang nantinya dapat bermanfaat bagi setiap individu yang berada di kelompok tersebut. Sementara itu menurut Sigmund Neumann dalam buku karyanya, Modern Political Parties mendefinisikan partai politik sebagai organisasi dari aktivisaktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda. 9 Pengertian yang diberikan Sigmund Neumann ini merupakan pengertian partai politik di era modren dimana partai politik saling bersaing untuk merebut simpati masyarakat sehingga dapat dipercaya untuk menguasai lembaga-lembag kekuasaan. Dengan demikian, partai politik menjadi sebuah perantara besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan politik dan ideologisosial dengan lembaga pemerintahan yang resmi. Giovanni Sartori adalah ahli lain yang merintis mengenai studi kepartaian. Ia mendefenisikan partai politik sebagai suatu kelompok politik yang mengikuti 8
Friedrich, Constitutional Government and Democracy, dalam Miriam Budiardjo, Dasar-Dasarn Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm. 404. 9 Sigmund Neumann, Modern Political Parties, dalam Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm. 404.
23 Universitas Sumatera Utara
pemilihan umum dan melalui pemilihan umum itu, mampu menempatkan caloncalonnya untuk menduduki jabatan-jabatan politik. 10 Defenisi ini lebih bersifat taktis karena menghubungkan langsung partai politik dengan Pemilu dan tujuannya langsung untuk memperoleh kekuasaan dengan cara menempatkan wakil-wakilnya pada jabatan-jabatan publik. Pengertian yang dikemukakan Giovanni Sartori ini mungkin dapat dikatakan sebagai cerminan partai-partai di era modren seperti sekarang ini. I.6.2.2. Fungsi Partai Politik Pandangan partai politik diantara negara yang menganut asas demokrasi tentulah berbeda dengan negara yang otoriter. Perbedaan pandangan ini tentulah berimplikasi kepada fungsi partai politik yang ada dalam negara tersebut. Di negara yang menganut paham demokrasi, partai politik menjalankan fungsi sesuai hakikat awal partai itu terbentuk. Yaitu sebagai sarana aspirasi bagi masyarakat untuk terlibat dalam persoalan-persoalan negara. Sebaliknya di negara yang menganut paham otoriter, partai politik cenderung menyimpang dari hakikatnya melainkan cenderung hanya menjadi motor yang menjalankan kehendak penguasa. Dalam hal ini peneliti akan menguraikan fungsi partai politik di negara yang menganut paham demokrasi seperti halnya Indonesia. Adapun fungsi partai politik di negara demokrasi adalah sebagai berikut. 10 G. Sartori, Parties and Party Systems, hlm. 63 dalam Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm. 404.
24 Universitas Sumatera Utara
I.6.2.2.1. Sebagai Sarana Komunikasi Politik Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa pada awalnya partai politik dibentuk untuk menampung aspirasi masyarakat untuk selanjutnya dapat disukseskan kepada lembaga penyelenggara negara. Aspirasi yang dimaksud dapat berupa tuntutan ataupun kepentingan yang dianggap menjadi sebuah permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan harapan apa yang menjadi aspirasi tersebut dapat diterima oleh lembaga negara dan kemudian dijadikan sebagai kebijakan umum. Itulah sebabnya partai politik dipandang sebagai media perantara antara rakyat dengan pemerintah atau dengan kata lain partai politik sebagai sarana komunikasi politik antara pihak yang memerintah dan pihak yang diperintah. 11Partai politik juga harus peka ataupun responsif terhadap tuntutan yang disampaikan oleh masyarakat sehingga secara maksimal dapat disalurkan ke lembaga pemerintahan pembuat kebijakan. Dalam negara demokrasi yang pluralis seperti Indonesia tentu terdapat banyak suara-suara ataupun aspirasi yang berkembang dari setiap individu. Suara ataupun aspirasi tersebut akan hilang begitu saja apabila tidak dihimpun ataupun ditampung dengan aspirasi dari individu lain yang mempunyai suara yang senada. Proses seperti ini dalam sebuah sistem politik dinamakan sebagai penggabungan kepentingan
(interest
aggregation).
Langkah
selanjutnya
setelah
proses
penggabungan kepentingan tersebut adalah pengolahan dan perumusan dari
11
Budi Winarno, Sistem Politik Indonesia Era Reformasi, Yogyakarta: Media Pressindo, 2007, hal. 98.
25 Universitas Sumatera Utara
kepentingan-kepentingan tersebut agar menjadi linear dan teratur. Proses seperti ini dinamakan sebagai perumusan kepentingan (interest articulation). Apabila tidak ada yang bertugas untuk mengagregasi dan mengartikulasi maka kepentingan dari setiap individu akan ricuh dan saling berbenturan. Jadi proses agregasi dan artikulasi kepentingan tersebut dapat mengurangi benturan antara kepentingan-kepentingan individu tersebut. Agregasi dan artikulasi itulah salah satu fungsi dari komunikasi partai politik. 12 Selanjutnya formulasi kepentingan tersebut dielaborasi ditatanan partai politik untuk disusun menjadi usulan kebijakan. Usulan kebijakan tersebut kemudian di bahas untuk dijadikan platform partai dan kemudian diperjuangkan ke pemerintahan melalui wakil-wakil mereka di parlemen dengan harapan dapat diwujudkan menjadi sebuah kebijakan publik (public poicy). Seperti itulah tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada pemerintah melalui perantara partai politik. Dalam uraian diatas telah dibahas bagaimana partai politik berfungsi sebagai sarana komunikasi politik yang sifatnya bergerak dari bawah (masyarakat) ke atas (pemerintah). Partai politik juga berperan sebagai sarana komunikasi politik dari atas ke bawah. Partai politik berperan untuk memperbincangkan rencana kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah untuk disampaikan kepada umum (masyarakat). Dengan begitu akan terjadi arus
12
Miriam Budiardjo, Op. Cit. 406.
26 Universitas Sumatera Utara
informasi yang berimbang dan dialog dua arah antara masyarakat dan pemerintah. Peran partai politik sebagai jembatan sangat perlu dijaga karena disatu sisi pemerintahan perlu agar masyarakat mengetahui dan memahami kebijakankebijakan yang akan diambil dan di sisi lain pemerintah perlu untuk tanggap dan merespon kepentingan ataupun tuntutan yang ada dimasyarakat. Dalam menjalankan fungsi inilah partai politik disebut sebagai perantara terhadap kepentingan antara pemerintah dan masyarakat. Terkadang sering dikatakan bahwa bagi pemerintah partai politik berperan sebagai alat pendengar sedangkan bagi masyarakat sendiri partai politik berperan sebagai pengeras suara yang bertindak untuk menyampaikan suara-suara masyarakat. Namun dalam kenyataannya sering sekali fungsi komunikasi politik dalam partai politik berjalan berat sebelah yang dapat mengancam kehidupan politik yang tidak sehat. I.6.2.2.2. Sebagai Sarana Sosialisasi Politik Dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan sebagai suatu proses yang melaluinya seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Ia adalah bagian dari proses
yang
menentukan
sikap
politik
seseorang,
misalnya
mengenai
nasionalisme, kelas sosial, suku bangsa, ideologi, hak dan kewajiban. 13 Sosialisasi politik merupakan sebuah proses pengenalan norma-norma politik dari suatu
13
Ibid, hlm. 407.
27 Universitas Sumatera Utara
generasi ke generasi selanjutnya. Jadi menjadi wajar apabila sosialisasi politik di ibaratkan sebagai cikal bakal bagi pembentukan budaya politik. Dalam beberapa konteks, sosialisasi politik juga diidentikkan dengan pendidikan politik. Yaitu bagaimana setiap individu mengalami sebuah proses pembelajaran untuk tanggap terhadap gejala-gejala politik yang ada disekitarnya. Proses sosialisasi politik berjalan secara bertahap dari anak-anak hingga dewasa. Ia berkembang dari lingkungan keluarga, rekan kerja, ataupun pengalaman yang dialami oleh individu tersebut. Dengan demikia proses sosialisasi politik tidak akan berhenti hingga akhir hidup selama individu tersebut masih bersosialisasi dengan lingkungannya. Partai politik sangat berperan dalam menyalurkan fungsi sosialisasi politik yang telah diuraikan diatas. Oleh karena itu partai politik diharapkan mampu memberikan pendidikan politik kepada masyarakat agar menanamkan nilai-nilai politik kepada generasi yang lebih muda. Hal ini berhubungan terhadap fungsi transformasi norma-norma politik. Tujuannya adalah agar masyarakat dapat memahami tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Adapun caracara yang digunakan partai politik dalam melakukan sosialisasi politik adalah melalui media massa, kursus-kursus, penataran dan sebagainya. Selain itu dalam fungsi sosialisasi politik ini partai politik juga berperan membantu sistem politik dalam mensosialisasikan sistem politik dan mendidik anggota-anggotanya
28 Universitas Sumatera Utara
menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab terhadap kepentingan sendiri dan nasional. 14 Jika kita mengamati sisi lain dari fungsi sosialisasi politik yang dilakukan partai politik adalah untuk menciptakan image/citra bahwa partai benar-benar memperjuangkan kepentingan masyarakat. Ini merupakan suatu hal yang sangat penting agar partai mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk menguasai kekuasaan pemerintah yang merupakan tujuan dari partai politik. Untuk itu setiap partai berusaha untuk mendapatkan dukungan seluas mungkin dan mengkader anggotanya agar mempunyai solidaritas terhadap pertainya. I.6.2.2.3. Sebagai Sarana Rekrutmen Politik Rekrutmen politik berhubungan kepada upaya partai politik untuk mencari dan mengajak orang-orang tertentu bergabung kedalam partai. Partai politik juga berperan untuk menyeleksi para anggotanya kemudian untuk diusulkan menjadi calon pemimpin partai. Tentunya kader-kader yang diproyeksikan menjadi pemimpin partai adalah kader-kader yang berkualitas karena bertujuan untuk mengembangkan partai menjadi lebih besar. Untuk merekrut calon anggota, cara yang digunakan mungkin dengan cara melakukan pengkaderan yang sebelumnya diawali dengan kontak pribadi, persuasi dan lain-lain. Sedangkan dalam hal perekrutan untuk calon pemimpin partai, biasanya setiap partai membentuk sebuah tim untuk membuat kualifikasi calon pemimpin yang ideal. Kemudian
14
Winarno, Loc. Cit.
29 Universitas Sumatera Utara
barulah kemudian pemilihan untuk menentukan calon pemimpin partai politik tersebut. Namun fungsi rekrutmen politik yang dijalankan oleh partai politik tidak hanya terbatas pada fungsi internal saja. Partai politik juga mempunyai peran rekrutmen politik terhadap calon pemimpin nasional. Namun biasanya calon yang akan direkrut untuk diusung menjadi pemimpin nasional merupakan calon yang berada dalam partai politik tersebut. Alasannya jelas agar calon tersebut dapat memperjuangkan apa yang selama ini diperjuangkan oleh partai politik. Sedangkan untuk merekrut calon yang berada di luar partai harus memperhatikan beberapa hal terutama masalah ideologi partai, garis perjuangan partai, dan kesempatan partai untuk berkuasa dalam pemerintahan. Rekrutmen partai politik meliputi perekrutan untuk diusulkan menjadi wakil-wakil rakyat dari pusat hingga daerah dan pimpinan pemerintahan pusat hingga daerah. Fokus penelitian inin adalah mengenai perekrutan yang dilakukan oleh partai politik dalam menentukan calon yang akan diusung dalam pemilihan kepala daerah. Yaitu mengenai kebijakan partai Golkar dalam menentukan pasangan calon yang akan diusung dalam pemilihan kepala daerah di Sumatera Utara (pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur) 2013.
30 Universitas Sumatera Utara
I.6.2.2.4. Sebagai Sarana Pengatur Konflik Dalam negara yang komposisi masyarakatnya heterogen seperti Indonesia, potensi untuk terjadinya konflik mempunyai peluang yang cukup besar. Di negara Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, dan golongan maka sangat rentan untuk terjadi konflik horizontal. Dalam negara demokrasi yang menganut azas kebebasan maka akan sangat mungkin terjadi benturan-benturan pemikiran ataupun kepentingan yang dapat menyulut terjadinya konflik atas perbedaan-perbedaan tersebut. Potensi konflik seperti ini jelas harus dihindari agar terhindar dari masalah disintegrasi bangsa. Dalam hal ini partai politik diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut atau paling tidak dapat membantu untuk menekan potensi konflik yang dapat timbul dari perbedaan-perbedaan yang ada di masyarakat. Elit partai dapat menumbuhkan pengertian diantara mereka dan bersamaan dengan itu juga meyakinkan pendukungnya. 15 Dengan kata lain partai politik dapat dijadikan sebagai penghubung psikologis diantara warga negara sehingga dapat menciptaka keakraban diantara masyarakat. I.6.2.3. Sistem Kepartaian Pada umumnya sistem kepartaian dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sistem partai tunggal, sistem dwi partai dan sistem multi partai. Penggunaan atas sistem kepartaian ini disesuaikan terhadap negara yang menerapkannya. Negara yang 15
Op. Cit. hal. 409.
31 Universitas Sumatera Utara
masyarakatnya majemuk seperti Indonesia cenderung menggunakan sistem multi partai. Hal ini tentu berhubungan dikarenakan terdapat berbagai macam suku, agama, golongan, dan kelompok kepentingan dalam negara tersebut. Sehingga setiap kelompok akan membentuk kelompok politiknya sendiri sesuai dengan prinsip yang lebih dekat kepada mereka. Maka oleh sebab itu sistem ini lebih mempu untuk menyalurkan keanekaragaman budaya dan politik dibandingkan sistem kepartaian lainnya. Namun walaupun demikian bukan berarti sistem multi partai tidak mempunyai kelemahan. Kelemahan dari sistem kepartaian seperti ini adalah terjadinya pertumbuhan politik yang berlebihan dikarenakan banyaknya partai yang tumbuh dengan ideologi yang berbeda-beda. Hai ini kemudian dapat membuat masyarakat semakin terkotak-kotak menurut ideologi partai politik tersebut. Persaingan antar partai juga tidak akanada habisnya karena setiap partai mempunyai tujuan sama untuk merebut simpati masyarakat untuk kemudian merebut kekuasaan negara/pemerintahan. Persaingan antara partai politik ini juga dapat memicu terjadinya persaingan diantara pendukung partai yang dapat menyebabkan konflik horizontal di masyarakat. I.6.3. Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah I.6.3.1. Pemilihan Umum Pemilihan umu atau yang disingkat dengan Pemilu merupakan suatu partisipasi politik masyarakat biasa dalam mempengaruhi suatu kebijakan. Pada
32 Universitas Sumatera Utara
hakikatnya Pemilu bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat untuk menduduki jabatan-jabatan publik. Jabatan-jabatan publik yang dimaksud meliputi wakilwakil legislatif dan eksekutif baik ditingkat pusat ataupun daerah. Wakil-wakil rakyat ini bertugas untuk menjalankan kedaulatan rakyat yang telah diserahkan kepada mereka. Di Indonesia sendiri, pelaksanaan Pemilu pertama kali dilakukan pada tahun 1955. Dalam perjalanan sejarah pelaksanaan Pemilu di Indonesia, Pemilu tahun 1995 ini dinilai yang paling demokratis karena memiliki jumlah peserta yang paling banyak dibandingkan dengan pemilu-pemilu lainnya. Memasuki masa Orde Baru ada penurunan terhadap jumlah peserta Pemilu. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah pada saat itu yang melakukan fusi terhadap partaipartai pada Orde Lama. Dalam pemerintahan Orde Baru tercatat hanya ada 3 kompetitor dalam Pemilu yaitu Partai Persatuan Pembangunan (Fusi partai-partai Islam) dan Partai Demokrasi Indonesia (fusi partai-partai nasionalis dan Kristen). Banyak kalangan yang menilai bahwa era pemerintahan ini merupakan era pemerintahan yang anti demokrasi karena mengekang kebebasan individu dan kelompok. Gulingnya rezim otoriter Orde Baru yang digantikan oleh era Reformasi membawa semangat baru bagi pembangunan demokrasi di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan diambilnya kebijakan-kebijakan yang menyokong tonggak demokrasi di Indonesia. Salah satu buktinya adalah dengan adanya pembatasan masa kekuasaan presiden dua periode yang bertujuan untuk menghindari
33 Universitas Sumatera Utara
kekuasaan yang otoriter. Selain itu kebebasan untuk mendirikan organisasiorganisasi politik menjadi sebuah pelepas dahaga akan kehidupan demokrasi yang telah di rampas oleh rezim militer Orde Baru. Kehidupan terus tumbuh di era Reformasi sekalipun terkadang terjadi pasang surut dalam perjalanannya. Salah satu produk Reformasi yang membawa pencerahan bagi iklim demokrasi adalah dengan diselenggarakannya pemilihan kepala pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah secara langsung. Sebelumnya pemimpin pemerintahan pusat dan daerah hanya dilakukan oleh lembaga perwakilan saja, namun sekarang telah di serahkan kepada rakyat secara langsung. Ini bertujuan agar rakyat benar-benar terlibat langsung untuk ikut serta dalam menentukan orang/individu yang akan memiliki kuasa di pemerintahan pusat maupun daerah. Sekalipun pelaksanaan pemilu langsung sangat menyedor anggaran Negara, namun banyak pihak yang memberikan apresiasi atas Pemilu langsung ini. I.6.3.2. Pemilihan Umum Kepala Daerah Pemilihan kepala daerah dan wakil daerah berdasarkan pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan kepala daerah juncto. Peraturan Pemerintahan Nomor 49 Tahun2008 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 6 Tahun 2005 adalah “sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dibawah pemerintahan Provinsi dan/atau
34 Universitas Sumatera Utara
kabupaten/kota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menyatakan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara Demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. (2) Pasangan calon yang sebagaimana disebutkan dalam ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan pasal 56 ayat (2) dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat setelah salah satu kepala daerah dari NTB mengajukan pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah terkhusus dengan kaitannya terhadap calon perseorangan untuk ikut dalam pemilihan umum kepala daerah. Setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan tuntutan atas calon perseorangan tersebut, maka pada tanggal 28 pemerintahan menerbitkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Diterapkannya sistem pemilihan langsung merupakan sebuah koreksi atas penyelenggaraan pemilu kepala daerah yang selama ini dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Penggunaan format pemilihan langsung merupakan sebuah tuntutan dari era demokrasi yang menginginkan liberalisasi dibidang politik.Pemilihan umum kepala daerah juga menunjukkan perkembangan kehidupan demokrasi di daerah ke arah yang lebih baik. Ini disebabkan karena
35 Universitas Sumatera Utara
rakyat di daerah diberi kebebasan dan kesempatan untuk memilih kepala daerahnya sendiri tanpa proses perwakilan. Di provinsi Sumatera Utara sendiri, pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) yang akan dilaksanakan pada tahun 2013 merupakan Pemilukada kedua yang dilakukan secara langung. Sebelumnya Pemilukada langsung dilakukan untuk memilih calon Gubernur dan Wakil Gubernur periode 20082013. Pada Pemilukada tersebut pasangan Syamsul Arifin-Gatot Pujonugroho yang diusung gabungan partai-partai kecil mampu mengalahkan calon-calon yang diusung oleh partai-partai besar. Jadi menarik untuk diteliti apakah pada pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 calon yang diusung partai besar seperti halnya Golkar mampu memenangkan Pemilukada tersebut. I.7 Metodologi Penelitian I.7.1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menggunakan pendekatan analisis yaitu suatu metode dalam meneliti satu objek, kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu peristiwa yang terjadi di masa sekarang. Menurut Whitney, metode deskriptif adalah pencarian fakta interpretasi yang tepat yang digunakan untuk mempelajari masalah-masalah yang ada dalam masyarakat dan tata cara yang berlaku dalam masyarakat, serta hubunhan-
36 Universitas Sumatera Utara
hubungan kegiatan, sikap-sikap, pandangan dan proses yang sedang berlangsung juga suatu pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. 16 I.7.2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kantor Dewan Pimpinan Daerah Golongan Karya (DPD) Provinsi Sumatera Utara, yang terletak di kantor DPD Partai Golkar Sumatera Utara, alamat jalan Kh. Wahid Hasyim No. 12 Medan I.7.3. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh informasi, keterangan-keterangan atau fakta-fakta yang di perlukan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Metode Library Research atau Studi Kepustakaan, yaitu studi yang di lakukan dengan cara melakukan pengumpulan buku-buku, makalah, jurnal, ataupun literature yang berhubungan dengan penelitian ini. 2. Metode Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu dengan cara datang langsung ke lokasi penelitian untuk menghimpun data-data yang diperlukan dengan cara melakukan wawancara dengan narasumber terkait yaitu; H.M. Hanafiah Harahap. SH, Horas Sitompul, Ir. H. Doli Sinomba Siregar, H. Amas Muda Siregar. SH, H. Eswin Soekardja. SE
16
Mohammad Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia: Jakarta, 1998, hal. 4.
37 Universitas Sumatera Utara
I.7.4. Teknik Analisa Data Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara menggunakan metode kualitatif. Jenis analisa data seperti ini banyak digunakan pada jenis penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu suatu metode yang lebih
didasarkan
kepada
pemberian
gambaran
yang
terperinci
yang
mengutamakan penghayatan dan berusaha memahami suatu peristiwa dalam situasi tertentu menurut pandangan peneliti. 17 Untuk analisis data kualitatif dilakukan pada data yang tidak dapat dihitung berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun dalam bentuk angka-angka. I.7.5. Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan latar belakang masalah, pokok permasalahan yang akan dibahas, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi yang digunakan dalam penelitian, kerangka teori yang menjadi landasan pemikiran serta sistematika penelitian.
BAB II
Deskripsi Lokasi Penelitian Pada bab ini akan menggambarkan lokasi penelitian, dalam hal ini adalah profil partai Golkar khususnya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) partai Golkar provinsi Sumatera Utara.
17
Hadari Nawawi, Op. Cit. hal. 40.
38 Universitas Sumatera Utara
BAB III
Hasil dan Analisa Data Pada bab ini akan memuat hasil dan analisa data yang didapat dalam proses penelitian ini. Yaitu mengenai proses rekrutmen yang dilakukan oleh partai Golkar dalam menseleksi calon Gubernur dan Wakil Gubernur masa periode 2013-2018 yang akan bertarung dalam pemilihan umum kepala daerah di Provinsi Sumatera Utara
BAB IV
Penutup Bab ini merupakan bab terakhir dalam penelitian ini, yaitu berisi mengenai kesimpulan yang diperoleh dari hasil-hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Serta saran-saran yang diberikan penulis dalam melihat masalah yang terdapat dalam penelitian ini.
39 Universitas Sumatera Utara