BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian kota sangat ditentukan oleh lajunya arus
sistem perdagangan di kota itu sendiri. Salah satu sarana perdagangan yang sampai saat ini tetap eksis di lingkungan perdesaan maupun perkotaan adalah pasar tradisional. Sifat khas pasar tradisional memiliki fungsi penting yang keberadaannya tidak pernah bisa tergantikan oleh pasar modern. Ada 4 fungsi ekonomi yang dapat diperankan oleh pasar tradisional, yaitu: 1. Pasar tradisional merupakan tempat dimana masyarakat dari berbagai lapisan memperoleh barang-barang kebutuhan harian dengan harga yang relatif terjangkau, karena memang seringkali relatif lebih murah dibandingkan dengan harga yang ditawarkan pasar modern. Dengan kata lain bahwa pasar tradisional merupakan pilar penyangga ekonomi masyarakat kecil. 2. Pasar tradisional merupakan tempat yang relatif lebih bisa dimasuki oleh pelaku ekonomi lemah yang menempati posisi mayoritas, terutama yang bermodal kecil. 3. Pasar tradisional merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah, lewat retribusi yang ditarik dari para pedagang. 4. Akumulasi aktivitas jual beli di pasar merupakan faktor penting dalam perhitungan tingkat pertumbuhan ekonomi baik pada skala lokal, regional maupun nasional.
Universitas Sumatera Utara
Selain fungsi ekonomi, pasar tradisional juga mempunyai fungsi sosial, yaitu: 1. Pasar tradisional merupakan ruang untuk saling bertemu muka. 2. Pasar tradisional adalah tempat bagi masyarakat, terutama dari kalangan bawah, untuk melakukan interaksi sosial dan tukar informasi atas segenap permasalahan yang mereka hadapi. Dengan demikian pasar tradisional memiliki multi fungsi, maka di kota besar seperti Kota Medan, di mana kegiatan perekonomian cukup pesat, namun keberadaan pasar tradisional tetap eksis dalam memenuhi kebutuhan masyarakat kota Medan, khususnya kebutuhan pangan. (Dra. Susilo Endrawanti, M.Si dan Dra. Christine Diah Wahyuningsih, M.Si, 2012) Dalam pasar tradisional terdapat beberapa elemen pendukung pasar yang menyokong keberhasilan proses kegiatan dalam pasar tradisional. Elemen-elemen tersebut tidak dapat terlepas dari actor yang berperan dalam pasar tradisional. Elemen-elemen tersebut, yaitu : 1. Pedagang, adalah pihak atau aktor yang melakukan kegiatan menjual barang pada lokasi yang ditetapkan sebagai tempat berdagang. 2. Pembeli/ langganan, adalah pihak yang membeli barang dagangan yang dijajakan oleh pedagang di pasar. 3. Rentenir/ kredit dana, adalah pihak yang menyedikaan atau meminjamkan dana kepada pihak-pihak atau aktor
yang berperan di pasar, seperti
pedagang, jasa sorong, jasa becak, juru parkir, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
4. Juru Parkir, adalah pihak yang mengelola wilayah parkiran, mengurus ketertiban dan keamanan kendaraan yang masuk maupun keluar dari lokasi parkir pasar. 5. Jasa Sorong/ Becak (bongkar muat), adalah pihak yang menjadi alat transportasi barang di dalam pasar. Pihak jasa sorong maupun becak membantu pedagang dan pembeli untuk mengangkit barang mereka. 6. Petugas jaga malam, adalah pihak yang bertugas untuk menjaga keamanan barang dagangan pedagang yang ditinggal di pasar pada malam hari atau pada saat kegiataan pasar sedang tidak berkangsung. Petugas jaga malam bertanggungjawab pada keamanan barang dagangan pedagang juga pada keamanan proses berlangsungnya kegiatan jual beli untuk pasar jenis pasar pagi yang berlangsung pada malam sampai pagi hari. 7. Pemerintah, adalah pihak yang menyediakan fasilitas yang dibutuhkan masyarakat, dalam hal ini masyarakat yang dimaksud adalah pihak yang berperan dalam kegiatan perdagangan di pasar dan fasilitas yang dimaksu adalah pasar. Selain itu, pemerintah juga berperan sebagai pengawas (kontrol) keamanan dan kenyamanan masyarakat yang memerlukan atau memakai fasilitas yang diberikan oleh pemerintah 8. Penduduk disekitar lokasi pasar, adalah pihak-pihak yang berdomisili disekitar lokasi pasar. Mereka adalah masyarakat yang mengalami dampak dari keberadaan pasar baik berupa dampak positif atau negatif. Kedelapan elemen pendukung pasar tersebut tidak dapat berdiri sendiri dalam kegiatan perdagangan di pasar tradisional. Kedelapan elemen tersebut dibutuhkan satu sama lain untuk mendukung proses kegitan perdagangn.
Universitas Sumatera Utara
Pedagang tidak dapat mempertahankan usahanya tanpa ada pembeli, pedagang juga tidak bisa mempertahankan usahanya tanpa adanya bantuan dana, tanpa jasa sorong dan becak, tanpa juru parkir, tanpa adanya kontrol dari pemerintah, dan juga tanpa adanya penduduk disekitar pasar yang mendukung berlangsungnya kegiatan perdagangan disekitar pemukiman mereka. Begitu juga dengan pihak lain, saling memerlukan satu sama lain untuk dapat mendukung kegitan perdagangan di pasar. Sebuah pasar tradisional dapat terus bertahan dan tetap eksis di masyarakat apabila elemen-elemen yang berperan dalam berlangsungnya kegiatan perdagangan berjalan dengan baik dan tidak terputus. Pasar Sentral adalah salah satu pasar tradisional yang mempunyai peranan penting bagi masyarakat di kota Medan. Pasar Sentral yang terletak di pusat Kota Medan yaitu Jl. Sutomo merupakan pusat pasar tradisional yang sudah ada sejak 1 Maret 1933 yang menjadi tempat bergantung para pedagang dan pembeli. Pasar yang pernah menjadi kebanggaan warga kota Medan ini memang terkenal dengan keramaiannya dibandingkan pasar lainnya. Hampir semua yang dibutuhkan tersedia di pasar ini. Mulai dari selera muda hingga selera tua, dari harga rendah hingga harga tinggi. Berbicara harga, jauh lebih murah dibandingkan dengan pasar lain. Terlebih lagi jika kita membeli dalam jumlah besar, tentu akan diberikan potongan harga. Puas dan menguntungkan, mungkin demikian kata mewakili kesan berbelanja di Pasar Sentral. Beraneka kebutuhan hidup dijajakan disini seperti dari ikan asin, bumbu-bumbu dapur, sayur-mayur, buah-buahan dan kebutuhan pangan untuk rumah tangga lainnya. Selain itu juga menyediakan kebutuhan sandang, seperti : baju, sepatu, alat elektronik yang baru maupun bekas. Semakin jayanya nama Pasar Sentral, jumlah penjual di pasar ini pun
Universitas Sumatera Utara
semakin bertambah. Hal ini memicu datangnya pedagang-pedagang dari luar kota Medan berjualan di Pasar Sentral, seperti Berastagi, Kabanjahe, Pakam, Binjai bahkan pedagang dari Aceh. Begitu juga dengan pembelinya, berasal dari beragam daerah, baik dari daerah Medan maupun dari luar Kota Medan. Pada Pasar sentral terjalin hubungan yang baik antar elemen-elemen pendukung pasar yang menjadi penyokong keberadaan Pasar Sentral sebagai pasar tradisional yang digemari masyarakat Kota Medan. Pada Pasar Sentral terdapat elemen pendukung pasar seperti pedagang, pembeli, penyedia dana, jasa sorong maupun becak, juru parkir, dan pemerintah. Walaupun tidak memiliki semua elemen pendukung pasar, namun elemen pendukung pasar yang terjalin di Pasar Sentral sudah cukup mendukung keberlangsungan kegiatan perdagangan. Namun, seiring berjalannya waktu, semakin padatnya jumlah pedagang kaki lima (PKL) menimbulkan konflik atau permasalahan. Mereka meletakan barang dagangan di sekitaran jalan Pasar Sentral, dengan meja seadanya dan terpal sebagai alas kerap hingga sampai ke jalan raya. Pedagang terlihat memaksakan kepentingan mereka sendiri dan mengabaikan kepentingan masyarakat Medan secara luas yang terganggu dengan keberadaan pasar yang tidak teratur dan menganggu pengguna jalan raya. Jalan yang terkena dampak dari keberadaan aktivitas pasar ini adalah sekitaran jalan Sutomo hingga jalan-jalan lain yang disekitarnya, seperti : Jl. Veteran, Bintang, Fl Tobing, Malaka, dan jalan-jalan disekitarnya. Jika jam berjualan selesai, sisa-sisa jualan pedagang berserakan disepanjang jalan dan parit (drainase). Hal ini memicu bau yang tidak sedap, serta jika hujan turun kerap terjadi genangan air dan banjir. Setelah hujan reda, jalanan menjadi lumpur di mana-mana. Keadaan ini tidak menyurutkan
Universitas Sumatera Utara
penjual dan pembeli untuk melakukan proses jual beli, sudah menjadi pemandangan biasa. (Sumber https://bungagereja.wordpress.com/2015/07/15/darisambu-ke-lau-cih/, diakses pada tanggal 12 Mei 2016, pada pukul 19.42 WIB). Kondisi pasar yang padat dan tidak teratur menimbulkan suasana yang semeraut. Ditambah kondisi pasar yang terletak didekat pasar protokol jalan raya menyebabkan kemacetan, khususnya pada jam-jam sepulang sekolah dan jam pulang kantor. Kemacetan bukan hal yang jarang jika melewati daerah sekitar Pasar Sentral. Selain itu, permasalahan lainnya adalah dengan keadaan pasar yang sembraut, tidak sepadan dengan tata letak pasar yang berada di pusat kota. Letak Pasar Sentral sebagai pasar tradisional dianggap tidak kondusif karena berada di tengah kota. Maka dari itu pemerintah membuat kebijakan untuk merelokasi Pasar Sentral ke lokasi yang lebih layak. Lokasi yang cukup luas untuk proses jual beli oleh pedagang dan pembeli, tidak mengganggu kenyamanan pengguna jalan raya, serta terciptanya keteraturan lingkungan pasar. Lokasi yang dipilih oleh pemerintah sebagai tempat relokasi pedagang yang berasal dari Pasar Sentral adalah Pasar Induk yang berada di daerah Lau Cih, Kecamatan Medan Tuntungan. Pasar Induk yang berlokasi di Jalan Bunga Turi, Kelurahan Lau Cih, Kecamatan Medan Tuntungan adalah daerah relokasi pasar tradisonal yang berasal dari Pajak Sentral, yang berlokasi di Jl. Sutomo. Pasar yang memiliki lahan seluas sekitar 12 hektar ini mulai dibangun sejak tahun 2009, dan mulai beroperasi sejak tanggal 28 Maret 2015, namun diresmikan pada hari jumat, 19 Juni 2015 oleh Wali Kota Medan, Drs H T Dzulmi Eldin S, Msi. Pasar Induk ini memiliki 720 unit grosir, 320 unit sub grosir, serta 56 unit wisata buah. (sumber : Waspada.co.id, diakses pada tanggal 12 Mei 2016, pukul 18.17 WIB).
Universitas Sumatera Utara
Pasar Induk ini didominasi oleh para pedagang etnis Karo, tetapi ada juga pedagang lain yang berasal dari luar etnis Karo, seperti etnis Batak Toba, Nias, dan lain-lain. Dalam kesehariannya masing-masing pedagang menjajakan barang dagangannya di dalam kios atau lapak yang telah mereka punya. Kios atau lapak yang mereka dapatkan bukan secara cumacuma, melainkan menyewa atau membeli dengan harga yang cukup besar, sebagian dari pedagang yang memiliki modal besar menyewa atau membeli lebih dari satu. Pedagang yang berasal dari pasar sebelumnya, yaitu Pasar Sentral mendapat dispensasi dalam harga beli lapak atau kios. Mereka mendapat kartu sebagai bukti bahwa mereka adalah pedagang dari Pasar Sentral, dan mendapat kortingan harga. Kegiatan pasar dimulai mulai pukul 21.00 WIB sampai pagi hari sekitar pukul 09.00 sampai pukul 10.00 WIB, dimana barang dagangan terlihat rapi disusun dalam kios atau lapak yang ada. Sebagian dari pedagang membawa barang dagangannya dengan menggunakan mobil truk, mobil pick up, namun ada juga yang membawa barang dagangannya dengan menaikan barang dagangannya keatas becak barang. Suasana pasar yang dimulai sejak malam hari relatif ramai oleh aktivitas pedagang dan pembeli. Tidak terlihat sedikitpun kesan malam pada saat di pasar. Hiruk pikuk penjual dan pembeli membuat suasana ramai seperti pada saat siang hari. Letak atau posisi tempat berdagang para pedagang dibedakan menurut jenis barang yang mereka jual. Pedagang sayur mayur disatukan dalam sebuah lokasi dagang berupa lahan bangunan berlantai semen yang cukup luas, tanpa diberi dinding pembatas. Yang menandakan atau yang membatasi kios satu dengan kios yang lain adalah garis lurus berbentuk persegi yang dibuat di lantai dengan menggunakan cat.
Universitas Sumatera Utara
Di lokasi pasar yang baru ini (Pasar Induk ) pedagang mengeluhkan sepinya penjualan di Pasar Induk. Pembeli di Pasar Induk jauh lebih sedikit dibanding dengan pembeli di Pasar Sentral. Hal ini diakibatkan kurang lengkapnya komoditaas barang yang dijajakan di Pasar Induk. Di Pasar Induk saat ini hanya menjajakan sayur-sayuran dan buah-buahan. Sementara untuk barang sembako seperti beras, gula, minyak, dan lain-lain belum ada pedagang yang berjualan di pasar Induk, juga pedagang ika dan daging yang belum membuka kioas di Pasas Induk. Sehingga pembeli merasa rugi jika berbelanja di Pasar Induk karena semua kebutuhan yang diperlukan tidak lengkap. Selain kurang lengkapnya komoditas barang, faktor jarak tempuh yang jauh dan kurangnya alat tarnsportasi umum menjadi penghambat ramainya pembeli di Pasar Induk, Lau Cih. Selain itu ada lagi masalah yang menjadi keluhan pedagang, yaitu ukuran kios atau lapak yang relatif kecil. Pedagang mengeluhkan ukuran kios atau lapak yang tidak dapat menampung seluruh barang dagangannya. Mereka adalah pedagang buah-buahan yang memiliki jumlah barang yang relatif banyak, namun mendapat ukuran kios yang kecil. Kondisi kios yang relatif kecil tersebut membuat ruang gerak pedagang menjadi sempit dan terbatas. Jika dibanding dengan ukuran kios yang mereka miliki sebelumnya saat di Pajak Sentral, kios yang sekarang di Pasar Induk sangat kecil. Sehingga pedagang harus membeli kios lebih dari satu agar dapat menampung seluruh barang dagangan mereka. Hal ini dapat terjadi dikarenakan tidak adanya survey oleh pihak pemerintah kepada pedagang terkait kebutuhan pedagang akan ukuran kios untuk melakukan kegiatan berdagang. Oknum pemerintah tidak melakukan musyawarah dengan pedagang
Universitas Sumatera Utara
terkait ukuran, atau bentuk kios atau lapak yang sesuai dengan kebutuhan pedagang. Sehingga pembangunan kios atau lapak yang dilakukan oleh pihak pemerintah tidak sesuai dengan kebutuhan pedagang. Hal ini lah yang menimbulkan kekecewaan bagi para pedagang, khususnya para pedagang buahbuahan. Selain masalah ukuran kios yang kecil, masalah paling vital yang timbul adalah masih adanya beberapa pedagang yang masih membuka kios atau tetap berjualan di Pasar Sentral. Hal ini menimbulkan persaingan antar pedagang Pasar Sentral dengan pedagang Pasar Induk, Lau Cih. Pedagang yang berjualan di Pasar Induk kecewa dengan pemerintah yang dinilai tidak konsisten terhadap kebijakan yang dikeluarkan terkait relokasi pasar. Dengan masih dibukanya Pasar Sentral, maka pembeli akan terbagi dua, ada yang tetap berbelanja di Pajak Sentral, dan ada pula yang berbelanja di Pasar Induk, Lau Cih. Hal ini terjadi akibat lokasi Pasar Induk yang relatif jauh dari jangkauan pembeli yang sudah terbiasa berbelanja di Pasar Sentral. Sehingga banyak pembeli yang sudah menjadi langganan pedagang Pasar Sentral enggan berbelanja ke Pasar Induk. Bagaimana tidak, pembeli harus menambah pengeluaran jika berbelanja di Pasar Induk. Mereka harus menambah biaya transportasi karena jarak pasar yang semakin jauh, belum lagi ditambah dengan adanya preman-preman yang mengharuskan pembeli membayar upeti setiap melakukan bongkar muat barang. Hal inilah yang membuat minat pembeli berbelanja di Pasar Induk menjadi rendah. Dengan rendahnya minat pembeli berbelanja di Pasar Induk membuat pendapatan pedagang turun drastis. Bahkan tidak jarang pedagang mengalami tidak buka dasar (tidak laku sama sekali) akibat sepinya berjualan. Keadaan yang
Universitas Sumatera Utara
demikian dirasakan pedagang cukup lama, bukan sehari dua hari, namun dalam hitungan minggu. Kejadian yang demikian membuat pedagang merugi, karena tidak lakunya barang sementara barang tersebut jika tidak laku akan busuk dan harus dibuang. Lama kelamaan pedagang tidak sanggup terus menerus menanggung rugi, ada beberapa pedagang yang nekat berjualan kembali ke Pasar Sentral. Mereka membuka kembali kios yang sudah mereka tinggalkan. Hal yang demikian menimbulkan persaingan antar pedagang di Pajak Sentral dan pedagang Pasar Induk, Lau Cih. Sampai saat ini masih ada pedagang yang tetap berjualan di Pasar Sentral. Pedagang kecewa dengan sikap pemerintah yang merelokasi pasar, namun masih memperbolehkan pedagang untuk membuka kios di Pasar sentral. Pemerintah dianggap tidak konsisten dengan peraturan atau kebijakan yang telah dikeluarkan. Situasi yang demikian memaksa pedagang yang berjualan di Pasar Induk harus beradaptasi dengan situasi pasar yang baru. Beradaptasi dengan lingkungan pasar yang jaraknya semakin jauh dari pusat kota, beradaptasi dengan persaingan antara pedagang di Pasar Sentral, serta beradaptasi dengan pengelola pasar yang ada di Pasar Induk. Adaptasi yang dilakukan oleh pedagang meliputi penyesuaian terhadap jarak tempuh yang cukup jauh, penyesuaian dengan persaingan antara pedagang di Pasar Sentral, penyesuaian dengan peraturan yang diberlakukan oleh pengelola pasar di Pasar Induk, Lau Cih. Penyesuaian yang dilakukan pedagang terhadap permasalahan yang timbul akibat adanya pedagang yang masih berjualan di Pasar Sentral menimbulkan persaingan antara pedagang. Persaingan tersebut membutuhkan kiat khusus atau strategi pedagang untuk tetap eksis di pasar dan menjaga pelanggan masing-
Universitas Sumatera Utara
masing. Persaingan yang terjadi karena adanya usaha pedagang menarik perhatian pembeli untuk menjaga langganan lama dan untuk mendapatkan langganan baru, dikarenakan berada di lingkungan pasar yang baru sudah pasti ada pelanggan yang baru. Persaingan tersebut mengharuskan adanya strategi atau kiat yang dilakukan oleh pedagang untuk mengembangkan usahanya. Dengan adanya persaingan mempengaruhi kinerja para pedagang dalam melakukan kegiatan dagang. Persaingan menjadi motivasi pedagang untuk tetap eksis dalam pasar, dan dapat mempertahankan usahanya. Segala teknik dan cara dilakukan untuk mencapai target atau untuk mempertahankan usaha. Dalam menjalankan perannya sebagai pedagang, pedagang Pasar Induk mempunyai strategi masing-masing dalam menarik minat pembeli, misalnya saja ada pedagang yang melayani pembeli dengan menggunakan bahasa dari suku si pembeli meskipun pedagang tidak berasal dari suku yang sama tetapi sebisa mungkin pedagang menjalankan fungsinya demi mendapatkan pelanggan, sehingga menimbulkan keakraban antara pembeli dan penjual serta rasa nyaman yang didapatkan pembeli. Lain lagi dengan pedagang yang menanamkan selogan bahwa pembeli adalah raja, pedagang mempercayai bahwa apabila mereka melakukan pelayanan yang dapat memuaskan hati para pembelinya maka peluang untuk menjadikan pembeli itu menjadi pelanggan lebih besar, sehingga dampak yang dihasilkan pedagang juga baik untuk keberlangsungan usahanya. Permasalahan pedagang yang direlokasi perlu untuk diteliti karena perdagangan pada pasar tradisional terkait langsung dengan masyarakat yang bertergantungan besar terhadap pasar tradisional dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Pernyataan ini didukung dengan adanya penelitian terdahulu yang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh Ayu Setyaningsih dan Y. Sri Susilo dengan judul “Dampak Sosial Ekonomi Relokasi Pasar Satwa, Kasus Pasar Satwa Dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY)”. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa relokasi Pasar Ngasem ke PASTY memiliki dampak positif yang lebih besar terhadap kondisi ekonomi pedagang. Hal ini dapat dilihat berdasarkan output pengujian hipotesis yang menunjukkan bahwa pengaruh positif dari relokasi dialami oleh 41 pedagang (71%) dari jumlah total sampel 58 pedagang sedangkan yang mengalami pengaruh negatif hanya sebanyak 17 pedagang (29%). Dapat dikatakan relokasi efektif meningkatkan pendapatan pedagang. Hasil wawancara dan observasi terhadap pedagang PASTY menunjukkan dampak sosial yang dialami pedagang tergolong menjadi dua yaitu dampak positif dan negatif. Dampak positif tersebut berupa peningkatan kenyamanan yang dialami pedagang ketika melakukan aktivitas di PASTY sedangkan dampak sosial yang bersifat negatif dari relokasi ini adalah terjadinya persaingan bahkan konflik antar pedagang serta kurangnya tingkat keamanan. Hasil survei menunjukkan bahwa pendapat pedagang pasar tradisional terhadap relokasi ke PASTY sangat bervariasi. Beberapa pedagang menyatakan senang, tidak senang bahkan biasa saja setelah direlokasi ke PASTY. Para pedagang memiliki strategi masing-masing yang diterapkan sebagai bentuk usaha untuk meningkatkan pendapatan. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Bagaimana pola adaptasi dan strategi pengembangan usaha pedagang pasar pagi pasca relokasi dari Pajak Sentral ke Pasar Induk, Lau Cih, Kecamatan Medan Tuntungan ?
Universitas Sumatera Utara
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah
yang akan diajukan adalah bagaimana pola adaptasi dan strategi pengembangan usaha pedagang pasar pagi pasca relokasi dari pajak sentral ke Pasar Induk, Lau Cih, Kecamatan Medan Tuntungan ?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dibuat untuk mengungkap keinginan peneliti dalam
suatu penelitian (Bungin, 2007: 77). Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui “Pola Adaptasi Dan Strategi Pengembangan Usaha Pedagang Pasar Pagi Pasca Relokasi Dari Pajak Sentral Ke Pasar Induk, Lau Cih, Kecamatan Medan Tuntungan”.
1.4
Manfaat Penelitian Setiap penelitian diharapkan memiliki manfaat maupun sumbangsihnya
bagi diri penulis sendiri khususnya, maupun bagi masyarakat pada umumnya. Terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan social. Adapun manfaat yang diharapkan dalam pene;litian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis 1.
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pemanfaatannya bagi instansi yang terkait pada pengetahuan sosial.
Universitas Sumatera Utara
2.
Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi baik secara langsung ataupun tidak langsung bagi kepustakan Departemen Sosiologi.
2. Manfaat Praktis 1.
Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam membuat suatu karya ilmiah khususnya yang berkaitan dengan etos kerja pedagang.
2.
Diharapkan mampu menjawab persoalan-persoalan yang terjadi didalam masyarakat luas dan khususnya bagi pedagang Pasar Induk, Lau Cih.
1.5
Defenisi Konsep Dalam sebuah penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan untuk
mempermudah dan memfokuskan penelitian. Konsep-konsep yang penting dalam penelitian ini adalah : 1. Pola adaptasi pedagang, adalah unsur-unsur yang sudah menetap dalam proses adaptasi yang dapat menggambarkan proses adaptasi dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi, tingkah laku maupun dari masing-masing adat- istiadat kebudayaan yang ada. Pola adaptasi pedagang merupakan berbagai cara atau tindakan yang dilakukan pedagang pasar pagi dalam menghadapi situasi dan segala bentuk perubahan yang terjadi dalam pasar dengan tujuan dapat bertahan dan berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungan pasar.
Universitas Sumatera Utara
2. Strategi pengembangan usaha, adalah suatu proses penentuan rencana yang dilakukan oleh pedagang yang berfokus pada tujuan jangka panjang, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar dapat mencapai suatu tujuan, yaitu mengembangkan usaha. 3. Pedagang, adalah aktor yang berperan dalam proses menjual barang maupun jasa dan memiliki tempat dalam melakukan perannya, serta berinteraksi langsung dengan pembeli. 4. Pasar pagi, adalah tempat atau wadah bertemunya pedagang dan pembeli serta melakukan kegiatan transaksi jual dan beli baik barang maupun jasa yang berlangsung pada tengah malam sampai pagi hari. 5. Relokasi pasar, adalah perpindahan atau pemindahan lokasi, baik suatu industri ataupun tempat berdagang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan alasan-alasan tertentu. Relokasi pasar yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah tindakan pengalihan lokasi Pasar Sentral Ke Pasar induk, Lau Cih. 6. Jaringan sosial, adalah hubungan antar individu yang memiliki makna subyektif yang berhubungan dengan atau dikaitkan dengan sesuatu sebagai simpul dan ikatan. Jaringan sosial dalam mengembangkan usaha pedagang pasar pagi terbentuk antara pedagang, pembeli, jasa becak, dan pengelola pasar induk. 7. Kepercayaan (Trust), adalah keyakinan seseorang terhadap berbagai hasil dan peristiwa. Kepercayaan dapat meningkatkan toleransi terhadap ketidapastian. Usaha yang dapat bertahan lama tidak terlepas dari adanya
Universitas Sumatera Utara
rasa saling percaya antara pedagang dengan pihak-pihak lain seperti jasa becak dan pembeli (konsumen).
Universitas Sumatera Utara