PASAR TRADISIONAL: RUANG UNTUK MASYARAKAT TRADISIONAL YANG SEMAKIN TERPINGGIRKAN
Pasar Tradisional, Ruang Masyarakat Tradisional Yang Terpinggirkan Oleh : Ir.H.M. Djumantri, MSi Pengaruh Perkembangan Pasar Terhadap Kawasan Penduduk sebagai salah satu komponen dalam system wilayah atau kawasan. Perkembangan wilayah tergantung dari kegiatan sosial ekonomi penduduk suatu wilayah, yang kegiatan itu sendiri ditentukan oleh permintaan barang dan jasa. Sehingga kegiatan ekonomi erat kaitannya untuk mempertemukan permintaan dan penawaran, dan tempat kegiatannya dapat di jumpai dalam bentuk fisik yang disebut pasar. Pada awalnya, kegiatan pasar dilaksanakan hanya seminggu sekali. Sebutan nama pasar seperti Pasar Senen, Pasar Rebo, Pasar Kemis, Pasar Jum’at, Pasar Minggu, menunjukkan bahwa semula kegiatannya hanya seminggu sekali, dan tentu saja the origin of pasar ini bersifat tradisional dengan ciri-ciri sebagai berikut: jual-beli barang kebutuhan primer dan sekunder, tempat usahanya berupa kios, warung, los, tenda, gerai, dan lapak, yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil dengan skala kecil, modal yang kecil, dan dengan proses jual-beli barang dagangan melalui tawar menawar.
1
Dengan semakin pesatnya perkembangan penduduk maka semakin besar pula tuntutan kebutuhan akan pasar baik secara kuantitas maupun kualitas. Seiring kemajuan teknologi dan manajemen maka berkembanglah pusat perbelanjaan, pusat perdagangan, department store, mall, hypermarket, supermarket. Menurut survey AC Nielsen, pertumbuhan pasar modern (termasuk hypermarket, supermarket, supermall, minimarket, dll) sebesar 31,4 %, sedangkan pertumbuhan pasar tradisional minus 8,1 %.
2
Beberapa situasi di Pasar Tradisional Kondisi penduduk yang tidak tersebar secara merata, membuat para pelaku kegiatan perdagangan mencari lokasi untuk kegiatan usahanya. Hal ini mendorong pengelompokan kegiatan pada tempat-tempat tertentu. Pada suatu wilayah/kawasan yang kondisi sosial ekonomi penduduknya baik, maka akan semakin banyak pasar dan membawa perkembangan, dan tentunya menarik penduduk baru. Dalam ilmu ekonomi wilayah (regional economy) hal ini sering dijelaskan dengan teori pertumbuhan kegiatan ekonomi yang akumulatif. Adanya mekanisme pasar tersebut cenderung menguntungkan kawasan yang menjadi tempat pengelompokan kegiatan perdagangan tersebut. Proses ini apabila berlangsung terus dapat menyebabkan kawasan yang baik makin berkembang, sedangkan yang kurang baik makin ketinggalan. Dalam pengembangan wilayah harus diupayakan agar kemajuan suatu kawasan tidak mengakibatkan kemunduran kawasan yang lainnya. sehingga secara totally wilayah berkembang secara optimal (pareto optima) yang dicirikan dengan terjadinya keselarasan dan keseimbangan antar kawasan, koordinasi antar kegiatan serta keserasian antar sektor. Di samping mekanisme pasar, faktor yang mempengaruhi persebaran kegiatan sosial ekonomi adalah faktor lokasi/ruang. Kawasan yang letaknya berdekatan dengan pusat-pusat pertumbuhan dan kemudahan transportasi berimbas pada pertumbuhan. Sementara itu kebijakan Pemerintah seperti penentuan lokasi pusat perdagangan (pasar), kegiatan produksi, kebijakan ekspor-impor, kebijakan fiskal dan moneter sangat mempengaruhi perkembangan suatu wilayah. DUALISME PASAR MODERN
vs
PASAR TRADISIONAL
Mekanisme pasar ternyata menimbulkan dualisme kegiatan ekonomi khususnya perdagangan yang selanjutnya akan menunjuk pula pada dualisme aspek-aspek lainnya seperti, distribusi penggunaan lahan, kondisi lingkungan, dan sosial budaya. Pada kegiatan perdagangan biasanya muncul kelompok superior yang mendominasi kelompok inferior. Muncul pasar/toko modern di tengah keberadaan pasar-pasar tradisional. Dualisme (dualism) berasal dari terminologi Regional Economy yakni terjadinya coexistency (hadir secara bersamaan) dalam suatu waktu atau dalam suatu wilayah yang sama dari situasi atau kondisi. Biasanya yang satu dikehendaki yang lainnya tidak atau yang satu merupakan komponen superior, yang lainnya inferior, yang kedua-duanya eksklusif/ penting bagi kelompok masyarakat yang berbeda-beda. Misalnya sektor ekonomi modern dengan sektor ekonomi tradisional, aktifitas perdagangan formal dengan perdagangan informal, gaya hidup kontemporer dengan tradisional, yang menunjukkan pada dualisme aspek-aspek lainnya (fisik, lingkungan, guna lahan, sosial budaya, dan sebagainya). Dualisme (pasar modern vs pasar tradisional) ini, salah satu akibat dalam perkembangan wilayah perdagangan Adanya perbedaan dalam pengelolaan dan pengaturan pertanahan atau pengaturan zonasi seringkali tidak terhitungkan dalam penyediaan ruang (pola ruang) yang direncanakan yang akhirnya menimbulkan friksi serta sikap pro dan kontra terhadap kehadirannya. Fenomena diatas membuat kita memperhitungkan pengembangan suatu wilayah dari masa perencanaannya agar coexsistency dari kedua situasi ini tidak bersifat opposite atau antagonist, melainkan bersifat complementary atau interdependency. Karena itu diperlukan intervensi Pemerintah yang dituangkan dalam berbagai kebijakan seperti kebijakan penataan ruang, peraturan zonasi, rencana pembangunan sektor-sektor produksi, pengaturan sarana prasarana ekonomi (termasuk pengaturan fungsi dan penetapan lokasi pasar), perizinan, fiskal dan moneter, dan sebagainya. 3
Kebijakan di bidang penataan ruang dimaksudkan agar terjadi keseimbangan, keselarasan dan keterpaduan antar wilayah kawasan. Dalam menetapkan kebijakan pembangunan sarana prasarana ekonomi, Pemerintah telah mengeluarkan PP No.112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Sebagai penjabarannya dari aspek penataan ruang diperlukan juknis Penetapan Fungsi Dan Lokasi Pasar Tradisional Dan Toko Modern yang memberikan arahan operasional atau petunjuk teknis mengenai pembangunan pasar tradisional dan toko modern yang sesuai rencana tata ruang wilayah dan rencana rinci tata ruang kawasan, peraturan zonasi, rencana tata bangunan dan lingkungan.
Physical Dualism antara Pasar Modern dengan Pasar Tradisional
BEBERAPA ISU UTAMA Perkembangan pasar tradisional semakin terdesak oleh perkembangan pasar modern dalam bentuk pusat-pusat perbelanjaan/perdagangan (hypermarket, supermarket, department store, mall, minimarket, dsb) baik yang melayani perkulakan, grosiran, maupun retail. Tabel 1 berikut ini menunjukkan perkembangan penjualan perusahaan retail dan perkembangan outlet perusahaan retail tahun 2007. Meski tidak diperoleh data mutahir, dapat dipastikan selama tiga tahun terakhir ini perkembangannya meningkat tajam dengan rata-rata pertumbuhan 30 % pertahun. Tabel 1. THE 2007 RETAIL ASIA PASIFIC (RAP) TOP 500 RANKING & AWARDS
Sumber: Retail Asia Online (2008)
4
Selama tujuh tahun (1997-2003) peningkatan jumlah outlet hypermarket dan supermarket cukup tajam (Tabel 2), dengan persebaran supermarket sebagai berikut: Jakarta 38,6 %, Surabaya 11,8%, Bandung 11,6 %, Botabek 10,2 %, Medan 6,5 %, Semarang 4,4 %, Makasar 4,3 %, Palembang 3,5 %, Denpasar 3,1 %, Yogyakarta 2,9 %, Padang 1,6 %, dan Solo 1,5 % (AC Nielsen, 2004). Tujuh tahun yang lalu hampir semua supermarket berada di Jabotabek, namun sekarang hanya 50 % karena pembangunan supermarket meluas ke pulau-pulau lainnya, ke secondary cities dan tertiary cities bahkan kawasan perdesaan yang cukup luas di Pulau Jawa. Pada tahun 2010 supermarket melayani lebih dari 50 % food retail Indonesia. Selama dekade 2003 – 2005 jumlah minimarket (yang dimiliki pengelola jaringan) meningkat tajam (Tabel 3) dan melakukan penetrasi ke kawasan/blok-blok permukiman. Di balik itu semua perkembangan pasar tradisional mengalami stagnasi, bahkan berdasarkan hasil kajian AC Nielsen teridentifikasi bahwa peranan pasar tradisional menurun 2,0 % setiap tahunnya (Tabel 4) (AC Nielsen, 2005). Isu lainnya adalah penerapan berbagai macam syarat perdagangan oleh retail modern yang memberatkan pemasok barang. Tabel 1. PENINGKATAN JUMLAH OUTLET PASAR MODERN DI INDONESIA 1997 s/d 2003 PASAR/TOKO MODERN
1997
HYPERMARKET SUPERMARKET Sumber: FAO (2006) MINIMARKET
442 282 6
1998
1999
2000
346 285 6
448 316 10
492 501 16
2001 730 538 35
2002 858 573 40
2003 872 598 49
Tabel 2. JUMLAH PUSAT PERDAGANGAN DI INDONESIA 2003 s/d 2005 PUSAT PERDAGANGAN
2003
2004
2005
HYPERMARKET PASAR PERKULAKAN SUPERMARKET MINIMARKET CONVENIENCE STORE TOKO TRADISIONAL
43 24 896 4.038 102 1.745.589
68 22 956 5.604 154 1.745.589
83 23 961 6.272 131 1.874.472
Sumber: AC Nielsen (2005)
Tabel 3. Estimate: 2% per year Drop in market share of Traditional Retail PASAR/TOKO MODERN dan PASAR TRADISIONAL
2000
2001
2002
2003
2004
MINIMARKET
3,6 %
4,7 %
5,0 %
5,4 %
7,6 %
SUPERMARKET
18,0 %
20,3 %
20,4 %
21,1 %
22,0 %
PASAR TRADISIONAL
78,3 %
74,9 %
74,6 %
73,4 %
70,5 %
TOTAL
100,0 %
100,0 %
100,0 %
100,0 %
100,0 %
Sumber: AC Nielsen (2005)
Salah satu kemunduran dari pasar tradisional karena adanya persaingan aspek yang tidak seimbang. Seperti terlihat pada Tabel 5, pasar tradisional bermodal kecil, skala kecil, manajemen sederhana, harus bersaing pada kegiatan retail dengan 5
toko modern, mini market, mall, plaza, pusat perdagangan/perbelanjaan, departement store, supermarket, hypermarket. Sementara tidak ada perbedaan segmen antara pasar modern dengan pasar tradisional. Tentu saja konsumen cenderung berbelanja ke tempat yang bersih, sehat, aman, nyaman, bahkan harganya lebih murah daripada membeli di pasar tradisional yang mempunyai kesan semerawut, gerah, becek, bau got, banyak copet, tapi akrab bergaul dan bisa bernostalgia. Namun bagaimanapun ada juga yang sudah cukup berhasil seperti misalnya pasar tempo doeloe, Pasar Pagi dan Pasar Tanah Abang di Jakarta, Pasar Bringhardjo di Yogya, Pasar Klewer di Solo, Pasar Tunjungan di Surabaya, Pasar Sukowati di Bali, dll. Sebenarnya masih banyak pasar tradisional yang dapat ditingkatkan daya saingnya, misalnya dengan sedikit sentuhan gaya arsitektur tradisional, promosi barang-barang souvenir, keramah-tamahan pramuniaga, kekhasan dialek setempat, kandungan komponen lokal, panggung kesenian lokal, kearifan lokal, dan sebagainya. Contoh pasar tradisional yang mempunyai potensi seperti ini adalah pasar tradisional di Bukit tinggi, Pasar Apung di Sungai Mahakam Kalimantan Selatan, Pasar Gembrong di Bogor Jawa Barat (kalau masih ada), Pasar Jalanan di Kebayoran Lama Jakarta Selatan, Pasar Ular di Jakarta Utara, Pasar Seni (Barang-barang Antik) di Jln. Surabaya Jakarta, Pasar Kaget. Barangkali lebih tepat bila pengembangan pasar tradisional ini diimplementasikan melalui pendekatan (berbasis) pusat budaya atau cagar budaya. Kita tunggu saja bagaimana nanti Pemda dapat menyiasati hal ini. Yang jelas, pembinaan pasar tradisional tidak mungkin berhasil bila dilakukan sendiri, harus dilaksanakan secara terintegrasi dan komperhensif dengan pembinaan pasar modern, dengan pembinaan sektor lainnya khususnya kebudayaan dan kepariwisataan. Tabel 5. Jenis Pasar Dan Skala Pelayanannya JENIS PASAR
PASAR MODERN (Manajemen Modern, Teknologi Modern,Harga Pasti, Pelayanan Mandiri)
SKALA WILAYAH (GROSIR)
Perkulakan Besar Perkulakan Sedang Perkulakan kecil
PASAR TRADISIONAL (Skala Kecil, Modal Kecil, Tawar Menawar)
SKALA INTERNAL PERKOTAAN (RETAIL) 2
Hypermarket (>6000 m ) 2
Supermarket /Dept.Store (200 – 6000 m ) 2
Mini Market (<200m ) Mall/ Plaza/Pusat Perdagangan (Skala Besar) Toko Pasar Tradisional skala kecil (Toko,Kios,Los,Lapak,Tenda) Pasar Tradisional skala sedang
BAGAIMANA KEBIJAKAN PEMERINTAH? Lantas bagaimana kebijakan Pemerintah dalam upaya pemberdayaan pasar tradisional agar dapat tumbuh dan berkembang serasi, saling membutuhkan/memerlukan, saling memperkuat dan simbiosis mutualistis; memberikan pedoman bagi penyelenggara pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern; memberikan norma-norma keadilan, saling menguntungkan dan tanpa tekanan dalam hubungan antara pemasok barang dengan toko modern, serta bagaimana pengembangan kemitraan dengan UK (Usaha Kecil), sehingga tercipta tertib persaingan dan keseimbangan kepentingan produsen, pemasok, took modern, dan konsumen. Upaya mengimplementasikan kebijakan dimulai dengan merevisi beberapa peraturan perundang-undangan yang dianggap sudah kadaluwarsa, diantaranya adalah, Perpres No.112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern sebagai pengganti Perpres No. 118/2000 yang berisi non pembatasan ritail 6
kepemilikan asing (skala besar); Permen Perdag No. 53/MDAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern; Permendagri No. 42 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pasar Desa, dan Kepmen Kesehatan No. 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat. Beberapa hal penting yang diatur dalam PP No.112 tahun 2007 dan PermenDag No. 53/MDAG/PER/12/2008 tersebut yakni: a. Batas luas lantai penjualan took modern: minimarket < 400 m2, supermarket 400 m2 s/d 5.000 m2, hypermarket di atas 5.000 m2, department store di atas 400 M2, perkulakan di atas 5.000 M2. b. Pengaturan lokasi: 1. Perkulakan: hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sistem jaringan jalan arteri atau kolektor primer atau arteri sekunder. 2. Hypermarket dan Pusat Perbelanjaan, hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sistem jaringan jalan arteri atau kolektor, dan tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lokal atau lingkungan (perumahan) di dalam kota/perkotaan. 3. Supermarket dan Departement Store: Tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan; dan tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam kota. 4. Pasar Tradisional: boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan. c. Perizinan: Izin Usaha Pengelolaan Pasar Tradisional (IUP2T) untuk Pasar Tradisional, Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP) untuk pertokoan, mall, plaza, dan pusat perdagangan, Izin Usaha Toko Modern (IUTM) untuk minimarket, supermarket, department store, hypermarket & perkulakan Kelengkapan Permintaan IUP2T, IUPP, dsan IUTM: Studi Kelayakan termasuk AMDAL serta Rencana Kemitraan dengan UK (Usaha Kecil). IUP2T, IUPP dan IUTM diterbitkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Pemprov DKI Jakarta. Pedoman Tatacara Perizinan ditetapkan oleh Menteri Perdagangan. d. Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah dan Pemerintah Daerah baik secara sendiri0sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing melakukan pembinan dan pengawasan Pasar dan Toko Modern. e. Pemberdayaan Pasar Tradisional Mengupayakan sumber-sumber alternative pendanaan untuk pemberdayaan, meningkatkan kompetensi pedagang dan pengelola, memprioritaskan kesempatan memperoleh tempat usaha bagi pedagang pasar tradisional yang telah ada sebelum dilakukan renovasi atau relokasi, serta mengevaluasi pengelolaan. Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern Memberdayakan pusat perbelanjaan dan took modern dalam membina pasar tradisional, serta mengawasi pelaksanaan kemitraan. Sayang sekali kedua peraturan perundang-undangan tersebut belum sepenuhnya disosialisasikan kepada masyarakat, apalagi diemplementasikan.
TANGGAPAN ASPEK PENATAAN RUANG Pasar merupakan salah satu unsur pembentuk ruang atau implementasi dari pemanfaatan ruang. Karena itu dalam proses pembangunannya harus mengacu kepada rencana tata ruangnya. Rencana tata ruang pada hakikatnya wujud struktur ruang dan pola ruang yang diinginkan atau yang direncanakan.
7
Pembangunan Pasar Tradisional dan Pasar Modern harus mengacu kepada rencana tata ruang dari wilayah dimana pasar tersebut akan dibangun, dengan kata lain pembangunannya diorientasikan dalam rangka mendukung stuktur ruang dan pola ruang yang direncanakan. Oleh karena itu sebelum melakukan penilaian (assessment) dan persetujuan (approvement) terhadap usulan pembangunan Pasar Modern maupun Pasar Tradisional, terlebih dahulu harus dilakukan identifikasi rencana pola ruang yang termuat di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Rinci Tata Ruangnya atau Rencana Detail Tata Ruangnya (RDTR-nya). Rencana Tata Ruang mana yang akan diacu sangat tergantung pada lokasi, besaran, fungsi/skala-pelayanan dari pasar yang akan dibangunnya, Gambar berikut memperlihatkan hirarki rencana tata ruang.
Hirarki Rencana Tata Ruang Penentuan Hirarki Pasar Tradisional Dan Pasar Modern Setiap tingkat rencana tata ruang menentukan fungsi dan skala pelayanan pasar yang perlu dibangun untuk mendukung terwujudnya struktur ruang dan pola ruang pada tingkat rencana tertentu. Karena itulah pasar perlu diklasifikasikan menurut fungsinya. Sistem pusat kegiatan terbentuk dari adanya hubungan keterkaitan fungsional di antar pusat-pusat kegiatan secara berhirarki yang mana hubungan itu terbentuk oleh sistem jaringan prasarana wilayah terutama jaringan transportasi yang berhirarki pula (sistem primer dan sistem sekunder). Pada tingkat nasioal, hirarki dari pusat-pusat kegiatan tersebut telah ditetapkan di dalam PP No.26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) sebagai berikut:
8
1) Pusat Kegiatan Nasional (PKN), yakni kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasonal, nasional atau beberapa provinsi, dengan kriteria: ● Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional. ● Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat ekonomi perkotaan, pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi. ● Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi. 2) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), yakni kawasan pekotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala propinsi atau beberapa kabupaten/kota, dengan kriteria: ● Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten. ● Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor impor yang mendukung PKN. ● Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala propinsi atau beberapa kabupaten. 3) Pusat Kegiatan Lokal (PKL), yakni adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan, dengan kriteria: ● Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat ekonomi perkotaan, kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan. ● Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan. Pada tingkat propinsi, hirarki dari pusat-pusat kegiatan tersebut dapat ditetapkan dalam bentuk sistem orde. berdasarkan: 1) Sistem kota-kota propinsi (provinsial system of cities) berdasarkan hirarki besaran/ukuran jumlah penduduk sebagai berkut: Metropolitan/Megapolitan dengan penduduk di atas 1000.000 jiwa. Kota Besar dengan penduduk 500.000 sampai dengan 1.000.000 jiwa. Kota Sedang dengan penduduk 100.000 sampai dengan 500.000 jiwa. Kota Kecil dengan penduduk di bawah 100.000 jiwa. 2) Sistem kota-kota menurut pandangan kota sebagai simpul jasa distribusi yang berhirarki berdasarkan kelengkapan sarana transportasi. 3) Adanya hubungan keterkaitan fungsional di antara pusat-pusat kegiatan secara berhirarki yang terbentuk oleh sistem jaringan prasarana wilayah dan sistem jaringan transportasi wilayah yang berhirarki pula (sistem primer dan sistem sekunder).
METROPOLITAN/MEGAPOLITAN
Kota Inti
> 1.000.000 Jiwa
Pusat Kota
KOTA BESAR 500.000-1.000.000 Jiwa
9 KOTA SEDANG 100.000-500.000 Jiwa
Hirarki Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk
Pada tingkat kabupaten, hirarki dari pusat-pusat kegiatan tersebut dapat ditetapkan dalam bentuk sistem orde. berdasarkan: 1) Sistem kota-kota kabupaten (regencial system of cities) berdasarkan besaran/ukran jumlah penduduk dan sistem sarana prsarana wilayah yang mendukungnya. Hirarki besaran kota adalah sebagai berkut: Kota Sedang dengan penduduk 100.000 sampai dengan 500.000 jiwa. Kota Kecil dengan penduduk 20.000 sampai dengan 100.000 jiwa. Kawasan Terpadu Pusat Pertumbuhan Desa (KTP2D) atau Desa-Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) dengan penduduk di bawah 20.000 jiwa. 2) Adanya hubungan keterkaitan fungsional di antara pusat-pusat kegiatan secara berhirarki yang terbentuk oleh sistem jaringan prasarana wilayah dan sistem jaringan transportasi wilayah yang berhirarki pula (sistem primer dan sistem sekunder). Berdasarkan pengertian pasar sebagaimana dijelaskan di atas serta mempertimbangkan fungsi yang diembannya untuk mendukung sistem pelayanan eksternal (inter kawasan wide) dan sistem pelayanan internal (kawasan wide), maka pasar mempunyai jenjang (hirarki) sebagaimana diperlihatkan pada tabel di bawah. Tabel 6. Hirarki Pasar Berdasarkan Skala Pelayanan
Skala
SKALA INTERNAL (RETAIL)
SKALA WILAYAH (GROSIR)
Pelayanan Jenis Pasar
MODERN
Perkulakan Besar
Perkulakan Sedang
PMKB
PMKS
Perkulakan Kecil
PMKK
Eceran
PME
(manajemen modern, teknologi
10
modern, harga pasti, pelayanan mandiri)
■ Pusat Perdagang skala besar
■ Pusat Perdagangan Skala sedang
■ Pusat Perdagangan skala kecil ■ Pusat Perbelanjaan skala kecil
■ Mal, Plaza ■ Hypermarket (> 600 m2) ■ Supermarket, Department Store (200 s/d 6000 m2) ■ Pertokoan ■ Minimarket (< 200 m2)
TRADISIONAL
PTKK ■ Pasar Tradisional perkulakan skala kecil
(modal kecil, skala kecil, tawar menawar)
PTE ■ PasarTradisional eceran berskala kecil ■ Pertokoan, Kios, ■ Los, Lapak, ■ KumpulanTenda
Keterangan: PMKB : Pasar modern perkulakan besar PMKS : Pasar modern perkulakan sedang PMKK : Pasar modern perkulakan kecil PME : Pasar modern eceran
PTKK PTE
: :
Pasar tradisional perkulakan kecil Pasar tradisional eceran
Berikut ini disajikan penjelasan mengenai hirarki pasar berdasarkan skala pelayanan: 1). Pasar Modern Perkulakan Besar (PMKB) Pasar jenis ini difungsikan untuk mendukung pusat kegiatan ekonomi skala nasional (PKN) atau sistem jangkauan pelayanan kegiatan ekonomi secara eksternal pada tingkat nasional 2). Pasar Modern Perkulakan Sedang (PMKS) Pasar jenis ini difungsikan untuk mendukung pusat kegiatan ekonomi skala wilayah/propinsi (PKW) atau sistem jangkauan pelayanan kegiatan ekonomi secara eksternal di tingkat wilayah. 3). Pasar Modern Perkulakan Kecil (PMKK) Pasar jenis ini difungsikan untuk mendukung pusat kegiatan ekonomi skala kabupaten/kota/lokal (PKL) atau sistem jangkauan pelayanan kegiatan ekonomi secara eksternal pada tingkat lokal atau tingkat kota/kabupaten. Hanya melayani kegiatan perdagangan perkulakan skala kecil. 4). Pasar Modern Eceran (PME) 11
Pasar jenis ini difungsikan untuk mendukung sistem pelayanan kegiatan ekonomi secara internal kawasan/lokal (kabupaten/kota). Hanya melayani kebutuhan penduduk/kegiatan perdagangan secara eceran di dalam kabupaten/kota yang bersangkutan . 7). Pasar Tradisional Perkulakan Kecil (PTKK) Pasar jenis ini difungsikan untuk mendukung pusat kegiatan ekonomi skala kabupaten/kota/lokal (PKL) atau sistem jangkauan pelayanan kegiatan ekonomi secara eksternal pada tingkat lokal atau tingkat kota/kabupaten. Hanya melayani kegiatan perdagangan perkulakan skala kecil. 8). Pasar Tradisional Eceran (PTE) Pasar jenis ini difungsikan untuk mendukung sistem pelayanan kegiatan ekonomi secara internal kawasan/lokal (kabupaten/kota). Hanya melayani kebutuhan penduduk/kegiatan perdagangan secara eceran di dalam kabupaten/kota yang bersangkutan .
12