BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk beragama
Islam terbesar di dunia. Potensi ini seharusnya bisa menjadi pasar yang besar bagi industri perbankan ataupun lembaga keuangan syariah lainnya, termasuk di dalamnya pasar modal syariah. Masalah asymmetric information yang dihadapi oleh industri perbankan dan lembaga keuangan konvensional lainnya karena istrumen profit bunganya yang dapat menimbulkan cost yang lebih tinggi juga seharusnya menambah minat masyarakat Indonesia untuk beralih ke industri keuangan yang bersifat syariah dengan instrumen profit-loss sharing yang menimbulkan cost yang relatif lebih rendah. Keuangan yang bersifat syariah juga menerapkan prinsip-prinsip yang adil dan melarang terhadap praktik yang mengandung riba, gharar dan maysir sehingga lebih jelas kehalalannya bagi penduduk muslim. Salah satu industri keuangan yang bersifat syariah yang sudah berkembang cukup lama yaitu industri pasar modal syariah. Pasar modal syariah merupakan pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip islami dalam setiap kegiatan dan sistemnya yang sesuai dengan yang ditetapkan oleh DSN-MUI.1 Peran pasar modal syariah sebagai lembaga intermediasi dalam perekonomian suatu negarapun tidak dapat diabaikan. 1
Lihat Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 40/DSN-MUI/X/2003 Tentang Pasar Modal
Dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
2
Melalui pasar modal syariah, masyarakat dapat berpartisipasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh bagian keuntungan dan risikonya. Selain itu, dengan adanya pasar modal syariah dapat memberikan alternatif instrumen investasi halal yang lebih beragam untuk masyarakat. Untuk pihak yang memerlukan dana dapat menerbitkan sekuritas sesuai kebutuhannya dengan waktu pengembalian yang relatif lama dan menghindari fluktuasi jangka pendek yang terdapat pada pasar modal konvensional. Dalam perkembangannya, pasar modal syariah telah mengalami banyak kemajuan. Salah satunya dengan diterbitkannya enam fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan industri pasar modal. Keenam fatwa tersebut yaitu : 1. No. 05/ DSN-MUI/ IV/ 2000 tentang Jual Beli Saham 2. No. 20/ DSN-MUI/ IX/ 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah 3. No. 32/ DSN-MUI/ IX/ 2002 tentang Obligasi Syariah 4. No. 33/ DSN-MUI/ IX/ 2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah 5. No. 40/ DSN-MUI/ IX/ 2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal 6. No. 41/ DSN-MUI/ III/ 2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah. Selain itu, telah diterbitkan pula paket peraturan Bapepam-LK terkait Pasar Modal Syariah, yaitu peraturan tentang Penerbitan Efek Syariah dan Akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal, serta tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. Dengan dikeluarkannya fatwa dan peraturanperaturan
tersebut, diharapkan dapat merangsang masyarakat untuk lebih aktif
3
berpartisipasi dalam kegiatan yang terjadi di pasar modal karena keragaman instrumen investasi yang halal.2 Di Indonesia, sejarah industri ini dimulai dengan diterbitkannya Reksa Dana Syariah oleh PT Danareksa Investment Management pada 3 Juli 1997. Tak lama setelah itu, tepatnya pada tanggal 3 Juli 2000 diterbitkan pula Jakarta Islamic Index (JII).
Dari
sisi
institusional,
sejarah
pasar
modal
ini
ditandai
dengan
ditandatanganinya nota kesepahaman antara Bappepam LK dan DSN-MUI pada tanggal 14 Maret 2003 (Bappepam-LK, 2011). Pasar modal syariah ini mempunyai tiga macam produk yang diterbitkan, yaitu reksadana syariah, saham syariah yang lebih dikenal dengan Jakarta Islamic Index (JII), dan obligasi syariah (sukuk). Istilah sukuk sendiri berasal dari bahasa Arab “Sakk” yang berarti sertifikat. Secara terminologi, sukuk berarti surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah, yang dikeluarka emiten kepada pemegang obligasi syariah (sukuk), yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo (Fatwa DSN MUI). Menurut sumber yang menerbitkan, sukuk terbagi menjadi dua jenis, yaitu sukuk yang diterbitkan oleh korporasi dan sukuk yang diterbitkan oleh negara yang lebih dikenal Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk global. Manfaat yang diperoleh dari penerbitan sukuk yaitu untuk mendorong perkembangan industri pasar modal syariah, sebagai diversifikasi sumber pendanaan untuk membiayai pembangunan infrastruktur bagi negara dan perluasan usaha bagi 2
Agustianto, 2011. Pasar Modal Syariah.
4
korporasi serta sebagai diversifikasi berbasis investor. Selain itu, sukuk juga sangat berperan dalam pertumbuhan sektor ril. Sukuk juga memiliki kelebihan yang unik jika dibandingkan produk investasi yang ada di pasar modal, yaitu risiko yang rendah atau relatif lebih aman karena memiliki underlying asset3. Tabel 1.1. Jumlah Total Nilai Emisi Sukuk Indonesia 2002 - 2011 Tahun
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sukuk Korporasi Total Nilai (Rp Milyar)
Total Jumlah Emiten
Sukuk Global (SBSN) Total Nilai (Rp Milyar)
175,0 740,0 1394,0 1979,4 2179,4 3204,4 5498,4 7015,4 7815,4 7915,4
1 6 13 16 17 21 29 43 47 48
4699,7 14218,9 38500,0 62771,0
Total Nilai Emisi Sukuk Korporasi dan Negara (Rp Milyar) 175,0 740,0 1394,0 1979,4 2179,4 3204,4 10198,1 21234,3 46315,4 70686,4
Sumber : Bappepam-LK dan Direktorat Jendral Pengelolaan Utang (2012), diolah
Penerbitan sukuk yang pertama kali dilakukan oleh PT Indosat TBK pada Oktober 2002 merupakan sukuk korporasi dengan akad mudharabah dengan nilai nominal 175 miliar rupiah. Untuk sukuk global sendiri, pertama kali diterbitkan oleh pemerintah melalui tiga agen, yaitu PT Mandiri Sekuritas, PT Trimegah Securities dan PT Danareksa Sekuritas pada Agustus 2008 dengan akad ijarah dengan nilai nominal 4.699,7 miliar rupiah. 3
Underlying asset merupakan aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, dapat berupa
Barang Milik Negara/ barang milik perusahaan atau objek pembiayaan sukuk.
5
Terhitung sampai Desember 2011, total emisi sukuk yang diterbitkan oleh korporasi dan negara mencapai nilai masing-masing 7.915,4 miliar rupiah dan 6.2771 milyar rupiah. Sebagaimana ditunjukkan oleh tabel 1.1 di atas. Dari gambar 1.1 di bawah dapat dilihat perkembangan sukuk mengalami tren yang meningkat. Hal ini dikarenakan sejak awal diterbitkannya pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2011 penerbitan sukuk selalu mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Terlebih ketika diterbitkannya sukuk global (SBSN) pada tahun 2008. Pada awal penerbitan sukuk pada tahun 2002, jumlah total emiten dan jumlah nilai emisi sukuk hanya 1 dengan total nilai 175 miliar. Sampai tahun 2011, total emiten sukuk korporasi berjumlah 48 dengan nilai emisi total 70.686,4 milyar rupiah. Pertumbuhan terkecil terjadi pada tahun 2011 sebesar 2 persen untuk emiten sukuk korporasi dan pada tahun 2006 sebesar 10,10 persen untuk total nilai emisi sukuk. Sukuk yang telah dilunasi per 30 Desember 2011 sebesar 2.039,4 milyar rupiah. Hal
total nilai emisi sukuk (Milyar Rupiah)
ini tentu mencerminkan potensi penerbitan sukuk yang sangat besar.
80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0
total nilai emisi sukuk korporasi total nilai emisi sukuk negara total nilai emisi sukuk 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sumber : Bappepam-LK dan Direktorat Jendral Pengelolaan Utang (2012), diolah
Gambar 1.1. Grafik Perkembangan Penerbitan Sukuk di Indonesia (2002-2011)
6
Dari awal penerbitannya sampai Mei 2011, tipe emiten sukuk korporasi didominasi emiten infrastruktur, utility dan transportasi sebanyak 25 persen. Sisanya adalah emiten jasa keuangan 18 persen, emiten perdagangan, jasa, dan investasi masing-masing 14 persen, emiten industri kimia dasar, dan pertanian masing-masing 11 persen, lalu emiten pertambangan, industri dan barang konsumsi masing-masing tiga persen (Republika.co.id, 2011). Para investor sukuk mayoritas berasal dari lembaga keuangan yang ada di Indonesia. Masing-masing memiliki porsi tersendiri dari yang paling besar hingga yang paling kecil porsinya, yaitu asuransi konvensional sebesar 29 persen, bank syariah sebesar 27 persen, dana pensiun konvensional 12 persen, perusahan sekuritas sembilan persen, asuransi syariah lima persen, bank konvensional dan reksadana syariah masing-masing empat persen, reksadana konvensional dan dana pensiun syariah masing-masing 1 persen dan 0,1 persen (Republika.co.id, 2011). Penerbitan sukuk yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun korporasi beberapa kali mengalami oversubscribe. Seperti yang terjadi pada penerbitan sukuk negara seri IFR 0001 dan IFR 0002 yang mengalami oversubscribe 1,6 kali dimana total pemintaan mencapai 8,07 triliun rupiah dari target indikatif sebesar lima trilliun rupiah. Porsi permintaan dari investor domestik cukup tinggi yakni kurang lebih 7,1 triliun rupiah atau 88 persen dari total permintaan. Hal ini mengindikasikan minat dan kepercayaan pasar serta permintaan terhadap sukuk di Indonesia relatif tinggi. (backup.majalahekonomisyariah.com). Dari potensi yang besar ini pemerintah seharusnya bisa memanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk mengatasi permasalah ekonomi makro yang ada di Indonesia
7
saat ini, seperti pengangguran, inflasi, jumlah uang beredar yang terlalu banyak, dan pertumbuhan ekonomi yang negatif. Pengangguran selalu menjadi masalah utama bagi negara berkembang, seperti yang terjadi di Indonesia. Sedikitnya lapangan pekerjaan disebabkan oleh kelangkaan investasi yang ada di Indonesia. Inflasi merupakan indikator pergerakan harga barang dan jasa yang juga berkaitan dengan kemampuan daya beli. Inflasi akan menjadi masalah jika kenaikan harga barang-barang dan jasa tidak diikuti oleh kenaikan upah ril. Pertumbuhan ekonomi sendiri dapat dikatagorikan baik jika mengalami pertumbuhan yang positif. Pada tahun 2010, jumlah pengangguran terbuka Indonesia sampai bulan Agustus mencapai angka 8,32 juta jiwa (BPS, 2012) dengan penurunan tingkat pengangguran sebesar 7,17 persen dibanding Agustus 2010 (year-on-year) dan untuk tingkat inflasi berada pada angka 6,96 persen. Seperti yang terlihat pada tabel 1.2 berikut ini. Tabel 1.2. Indikator Makroekonomi Indonesia dalam Angka Tahun 2006-2010 Indikator Makroekonomi
2006
2007
2008
2009
2010
Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (%) Tingkat Inflasi (%) Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Tingkat Jumlah Uang Beredar Luas (%) Bonus SBIS (%)
6
6
5
5
7
6 -13
6 6
11 6
3 -5
7 -7
15
19
15
13
15
8
7
10
6
6
Sumber : SEKI-BI dan BPS (2012), diolah
8
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sejak tahun 2006 pertumbuhan ekonomi, laju pengangguran, inflasi, jumlah uang beredar, dan bonus SBIS di Indonesia mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Laju pengangguran dan bonus SBIS mengalami tren yang menurun pada tahun 2009 dan 2010. Pertumbuhan ekonomi sempat menurun, tingkat inflasi dan tingkat jumlah uang beredar yang mengalami peningkatan pada tahun 2007 dan 2008 akibat adanya krisis subprime mortage di Amerika yang juga menjadi krisis keuangan dunia. Mulai tahun 2009 ketiga indikator makroekonomi tersebut mengalami perbaikan. tingkat inflasi terkendali di angka 3 persen dan jumlah uang beredar di angka 13 persen walau pertumbuhan ekonomi masih berada di angka 5 persen. Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi 7 persen. Hal ini menandakan Indonesia merupakan negara yang mampu bangkit setelah dilanda krisis. Kestabilan kondisi makroekonomi Indonesia sangat mutlak diperlukan bagi perkembangan pasar modal di Indonesia umumnya dan penerbitan sukuk khususnya. Hal ini akan memengaruhi kondisi pasar uang yang terdapat di Indonesia. Pasar uang yang kondusif akan memengaruhi keputusan penerbitan sukuk yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh korporasi. Oleh sebab itu, penulis bermaksud mengadakan penelitian mengenai hubungan penerbitan sukuk dengan indikator makroekonomi di Indonesia, dalam hal ini inflasi, pengangguran, jumlah uang beredar, pertumbuhan ekonomi, dan bonus SBIS. Penulis juga berharap dengan adanya penerbitan sukuk ini dapat mengatasi permasalahan makroekonomi yang terjadi di Indonesia, yaitu tingkat pengangguran
9
dan tingkat inflasi yang tinggi, jumlah uang beredar yang terlalu banyak, dan pertumbuhan ekonomi yang negatif.
1.2.
Perumusan Masalah Sukuk merupakan salah satu instrumen investasi syariah bagi masyarakat
dengan risiko yang kecil dan sebagai instrumen penghimpun dana bagi para korporasi serta
pemerintah
untuk
membiayai
segala
proyek
pembangunannya.
Perkembangannya pun sangat luar biasa. Pertama kali diterbitkan dengan total nilai emisi 175 milyar hingga sampai Desember 2011 mampu menghasilkan total nilai emisi sebanyak 70.686 milyar rupiah. Total nilai emisi sukuk yang telah dilunasi sebanyak 2.039,4 milyar rupiah sedangkan yang masih beredar di masyarakat sebanyak 68.647 milyar rupiah. Potensi ini seharusnya bisa dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengurangi masalah makroekonomi Indonesia, yaitu inflasi, dan pengangguran. Sukuk juga diharapkan dapat berkontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan pengendalian jumlah uang beredar. Penerbitan sukuk di Indonesia juga tidak terlepas dari kondisi makroekonomi yang ada di negara ini. Ketika kondisi makroekonomi stabil maka hal ini akan memengaruhi keputusan para emiten untuk menerbitkan sukuk. Namun pada kenyataanya, porsi penerbitan sukuk sampai bulan September 2011 hanya sebesar 9,52 persen jauh di bawah obligasi konvensional yang sebesar 90,48 persen. Sehingga penulis merasa perlu untuk meneliti hubungan penerbitan sukuk dan indikator makroekonomi. Pada akhirnya rumusan masalah pada penelitian penulis adalah :
10
1. Faktor makroekonomi apa saja yang mempengaruhi penerbitan Obligasi Syariah (sukuk) di Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh penerbitan Obligasi Syariah (sukuk) terhadap indikator
makroekonomi
di
Indonesia,
dalam
hal
ini
inflasi,
pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan jumlah uang beredar? 3. Bagaimana implikasi kebijakan yang akan diambil pemerintah terkait hubungan penerbitan sukuk dan indikator makroekonomi Indonesia?
1.3.
Tujuan Penelitian 1. Menganalisis faktor-faktor makroekonomi yang mempengaruhi penerbitan Obligasi Syariah (sukuk) di Indonesia. 2. Menganalisis pengaruh penerbitan Obligasi Syariah (sukuk) terhadap indikator makroekonomi di Indonesia, yaitu inflasi, pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan jumlah uang beredar. 3. Menganalisis implikasi kebijakan yang akan diambil pemerintah terkait hubungan penerbitan sukuk dan indikator makroekonomi Indonesia.
1.4.
Manfaat Penelitian 1. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan mengenai sumber pembiayaan yang efektif untuk mengatasi masalah makroekonomi Indonesia, yaitu pengangguran, inflasi, serta pertumbuhan ekonomi.
11
2. Bagi akademisi, penelitian ini bisa dijadikan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan penelitian ini. 3. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan penulis tentang hal terkait lebih dalam lagi dan sebagai wadah dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh. 4. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk
meguntungkan,
berinvestasi
berisiko
rendah,
pada dan
instrument dapat
yang
“halal”,
membantu
program
pembangunan pemerintah yang didasari pada tujuan penerbitan sukuk.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup data penerbitan sukuk yang dapat dilihat dari total
nilai emisi sukuk korporasi dan sukuk Negara (SBSN). Nilai emisi sukuk korporasi merupakan total penjumlahan antara emisi sukuk yang masih beredar (outstanding) dan nilai emisi sukuk yang sudah dilunasi. Untuk nilai emisi sukuk negara (SBSN) merupakan nilai emisi sukuk yang masih beredar (outstanding) di pasar. Indikator makroekonomi Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini yaitu inflasi yang dapat dilihat dari Indeks Harga Konsumen (IHK), pengangguran yang dapat dilihat dari pengangguran terbuka, dan pertumbuhan ekonomi yang dapat dilihat dari PDB menurut lapangan usaha atas tahun konstan, dan bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Data penelitian ini juga dibatasi dari Mei tahun 2006 sampai dengan Desember tahun 2010