BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemerintahan daerah merupakan suatu tatanan yang berdasarkan pada Pancasila, undang-undang, peraturan pemerintah pusat atau peraturan presiden, dan peraturan kementerian. Fungsi pemerintahan daerah itu sendiri adalah memberikan
pelayanan
kepada
masyarakat
dan
sebagai
upaya
untuk
menyampaikan kebijakan pemerintah pusat dan sekaligus pelaksana program pemerintahan. Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pemerintahan daerah yang baik, maka partisipasi semua pihak sangat dibutuhkan bagi masyarakat terlebih dari aparat yang akan melaksanakan pemerintahan. Hal ini karena tuntutan pelaksanaan pemerintahan daerah terhadap terwujudnya tatanan yang baik di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar, karena terjadi krisis ekonomi di Indoenesia ternyata di sebabkan oleh buruknya pengelolaan dan buruknya birokrasi. Tuntutan bagi masyarakat akan terciptanya tatanan pemerintah daerah yang baik, bersih dan wibawa, tertib dan teratur dalam menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, ini timbul karena adanya praktek-praktek yang tidak terpuji yang dilakukan oleh aparat pemerintahan daerah. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi salah satunya disebabkan oleh kurang efektifnya pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh badan yang ada dalam tubuh pemerintah daerah itu sediri (Victor, 1994).
1
2
Fungsi pengawasan dilakukan dengan memperhatikan pelaksanaan fungsi manajemen
lainnya,
seperti
fungsi
perencanaan,
pengorganisasian
dan
penggerakan. Salah satu fungsi pengawasan yang efektif untuk diterapkan adalah pengawasan fungsional, karena setiap gejala penyimpangan akan lebih mudah dan lebih cepat diketahui (Manullang, 2006). Salah satu unit yang melakukan pengawasan terhadap pemerintah daerah adalah inspektorat daerah. Inspektorat daerah mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan pengawasan umum pemerintah daerah dan tugas lain yang diberikan kepala daerah, sehingga dalam tugasnya inspektorat sama dengan auditor internal (Falah, 2005). Audit internal yang efektif merupakan aspek penting dalam perwujudan pelaksanaan pemerintahan yang baik. Audit internal pemerintah daerah yang efektif memerlukan sistem pencatatan yang tepat dan efisiensi di departemendepartemen yang ada di pemerintahan daerah, dan penurunan korupsi dan kebocoran. Tujuan strategis audit internal adalah pembuatan dan pemeliharaan fungsi-fungsi audit internal yang efektif dan efisien. Untuk menilai sejauh mana tujuan strategis berhasil dicapai dalam hal ini, yaitu badan audit pemerintah daerah terorganisir dan berdaya untuk beroperasi secara efektif, standar dan prosedur-prosedur yang digunakan dapat diterima, dan temuan-temuan ditindak lanjuti secara memadai (Bank Dunia Indonesia, 2007 dalam Amril, 2008). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang sistem pengendalian intern pemerintah menyatakan bahwa pada pasal 11, yaitu perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf g sekurang-kurangnya harus memberikan
3
keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektifitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektifitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; dan memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Peran dan fungsi inspektorat provinsi, kabupaten/kota secara umum diatur dalam pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 64 tahun 2007. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas pengawasan urusan pemerintahan, inspektorat provinsi, kabupaten/kota mempunyai fungsi sebagai berikut: pertama, perencanaan program pengawasan; kedua, perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan; dan ketiga, pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan. Namun, kenyataannya saat ini, peran inspektorat terus dipertanyakan saat ratusan pejabat di negeri ini terjerat tindak pidana korupsi. Sepanjang 2009-2014, dari 439 kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi, 45,33 persen melibatkan penyelenggara pemerintahan. Ini diperkuat data Kementerian Dalam Negeri yang menunjukkan, sejak era otonomi daerah hingga 2014, sebanyak 318 kepala/wakil kepala daerah tersangkut korupsi. Inspektorat seperti tak hadir mencegah maraknya penyimpangan. Padahal, inspektorat seharusnya menjadi alat deteksi dini. Posisi inspektorat yang melekat di setiap instansi pemerintahan memungkinkan mereka mengawasi secara detail penggunaan keuangan negara untuk mencegah penyimpangan (Anggoro, 2015).
4
Maraknya kasus korupsi berbagai daerah akan merugikan keuangan negara yang mengakibatkan operasional pemerintahan akan terganggung. Salah satu contoh kasus korupsi yang ditangani oleh aparat polres Madiun sebanyak empat kasus dugaan tindak pidana korupsi selama 2015. Tiga kasus korupsi Madiun sampai meja persidangan di pengadilan, sedangkan kasus keempat masih dalam proses penyidikan. Menurut Adhi (2015), Polres Madiun telah menangani kasus korupsi dana Lembaga Penyaluran Dana Bergulir (LPDB) yang diterima oleh Koperasi Serba Usaha (KSU) Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Syariah Mandiri, Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun tahun 2013. Kasus korupsi yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp2,65 miliar. Selain itu, Satuan Tugas (Satgas) Tindak Pidana Korupsi Polres Madiun juga sudah menangai kasus korupsi terkait penggunaan dana alokasi khusus (DAK) untuk pembangunan gedung SMK Negeri Kare, Kabupaten Madiun tahun 2013 dan 2014. Kasus korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sampai Rp493.678.649. Kasus korupsi yang ketiga yang telah ditangani Polres Madiun, yakni penyelewengan dana kontribusi kelompok dalam program pengembangan pembibitan sapi brahma di kelompok ternak Taruna Jasa, Desa Doho, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun tahun 2009 dan 2011. Kasus korupsi yang menetapkan Hariyanto alias Harek sebagai tersangka tersebut mengakibatkan kerugian negara hingga Rp137,75 juta (Adhi I S, 2015) Selain kasus korupsi di Madiun, mantan bupati Sragen terjerat kasus korupsi yang telah dipustukan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dan Kejaksaan
5
Negeri Sragen segera mengeksekusi bekas Bupati Sragen Untung Sarono Wiyono. Eksekusi pemenjaraan itu dilakukan menyusul adanya putusan kasasi dari Mahkamah Agung dalam kasus dugaan korupsi pendepositoan uang APBD Sragen 2003-2010 ke Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Mahkamah Agung, melalui putusan kasasi, memvonis Untung Wiyono dengan hukuman 7 tahun penjara, denda Rp 200 juta, dan kewajiban membayar uang pengganti kerugian keuangan negara senilai Rp 11 miliar (Rofiuddin, 2012). Terjadinya kasus korupsi tersebut banyak kalangan menilai gagal menyalanya alarm deteksi dini inspektorat merupakan hal yang lumrah. Sebab, selama ini, inspektorat hanya bawahan menteri/kepala lembaga dan kepala daerah. Dalam kondisi itu, tidak jarang peringatan yang dikeluarkan inspektorat diabaikan begitu saja. Bahkan, bisa jadi lebih buruk, tak sekadar diabaikan, mereka yang memperingatkan justru kerap dianggap musuh dalam selimut. Sanksinya, bisa saja dibebastugaskan, dimutasi, atau kariernya dipersulit. Akhirnya mau tidak mau inspektorat harus menurut kata pimpinan. Tidak ada lagi independensi bagi inspektorat dalam melaksanakan tugas dengan maksimal. Padahal, independensi menjadi salah satu unsur penting bagi pengawas (Anggoro, 2015). Selain faktor independensi, hasil pemetaan kapabilitas inspektorat tahun 2012 yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan kapasitas dan profesionalisme inspektorat masih lemah (Anggoro, 2015). Salah satu indikator profesionalisme inspektorat adalah pengalaman audit dan kompetensi auditor. Faktor-faktor individual dalam penelitian ini adalah meliputi pengalaman audit dan tingkat pendidikan. Menurut Sukriah (2009)
6
bahwa semakin banyak pengalaman kerja seorang auditor maka semakin meningkat kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan. Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya akan memberikan hasil yang baik daripada mereka yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup dalam menjalankan tugasnya. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin lama seseorang bekerja maka, semakin banyak pengalaman yang dimiliki pekerja tersebut. Sebaliknya, semakin singkat masa kerja berarti semakin sedikit pengalaman yang diperolehnya. Pengalaman bekerja memiliki keahlian dan keterampilan kerja yang cukup namun sebaliknya, keterbatasan kerja mengakibatkan tingkat keterampilan dan keahlian yang dimiliki semakin rendah. Kebiasaan untuk melakukan tugas dan pekerjaan sejenis merupakan sarana positif untuk meningkatkan keahlian tenaga kerja. Salah satu indikator kompetensi yaitu tingkat pendidikan. Menurut Iriato (2001 dalam Yusri, 2013) bahwa nilai-nilai kompetensi dapat dipupuk melalui program pendidikan, pengembangan dan pelatihan yang berorientasi pada tuntutan kerja aktual dengan menekankan pada pengembangan skill, knowledge dan ability yang secara signifikan akan dapat memberi standar dalam sistem dan proses kerja yang diterapkan. Beragam penelitian telah dilakukan diluar maupun dalam negeri terkait yang mempengaruhi efektivitas audit internal, misal Cohen & Sayag, 2010; Mihret & Yismaw, 2007; Salameh, Al-Weshah, Al-Nsour & Al-Hiyari, 2011; Mu’azu Saidu Badara & Siti Zabedah Saidin, 2014; Ahmad Feizizadeh, 2012. Penelitian terdahulu yang dilakukan di inspektorat, misalnya Alwa Pascaselnofra Amril (2013).
7
Penelitian yang telah dilakukan terkait dengan independensi yang memperngaruhi kinerja inspektorat, yaitu Agustina (2010), Yulistiyani (2014), Wani, Lismawati, danAprilla (2010), Murtiadi Awaluddin (2013), Arumasri (2014),
dan
Trisnanigsih
(2007).
Penelitian-penelitian
diatas,
variabel
independensi berpengaruh signifikan terhadap efektivitas audit atau kinerja audit. Hal ini menunjukkah bahwa independensi seorang auditor itu sangat penting dalam melakukan audit keuangan sehingga dengan independensi efektivitas audit akan terwujud. Tetapi, Efendy (2010) dan Ayuningtyas (2013) menunjukkan bahwa independensi tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor. Penelitian yang mengenai tingkat pendidikan dan pengalama audit yang mempengaruhi efektivitas audit atau kinerja audit, yaitu diantaranya Agus Mulyono (2009), Jurnaedi, Musmini, dan Atmadja (2014), Indayani, Sujana, dan Sulindawati (2015) dan Wicaksana dan Budiartha (2015). Dari penelitianpenelitian diatas variabel tingkat pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh positif terhadap efektivitas audit atau kinerja audit. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan dan pengalaman itu akan mempermudah dalam melakukan audit, semkin tinggi tingkat pendidikan dan pengalaman maka semakin baik dalam melakukan audit. Masih sedikit penelitian yang mengenai kohesivitas kelompok kerja yang mempengaruhi terhadap kinerja auditor. Peneliti hanya menemukan satu penelitian yang pernah dilakukan oleh Wibowo (2012) yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa kohesivitas kelompok kerja berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Hal ini menunjukkan bahwa dalam suatu tim audit tanpa adanya
8
kekompakan dalam tim tugas audit sulit untuk mencapai efektivitas audit. Semakin tinggit kohesif dalam tim audit maka akan tercapai suatu tujuan audit. Berdasarkan review penelitian terdahulu, penelitian yang mengenai efektivitas audit internal sudah banyak dilakukan di indonesia tetapi masih sedikit yang melakukan dilingkup inspektorat. Lebih lanjut, hasil penelitian terdahulu terhadap pengaruh indepedensi pada efektivitas audit atau kinerja auditor masih tidak konsisten. Oleh karena itu, peneliti mengajukan variabel kohesivitas kelompok kerja sebagai variabel intervening antara variabel independensi dan efektivitas audit aparat inspektorat untuk mengatasi ketidak konsistenan hasil penelitian terdahulu. Oleh sebab itu, penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Independensi dan Faktor-Faktor Individual terhadap Efektivitas Audit Aparat Inspektorat dengan Kohesivitas Kelompok Kerja sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Inspektorat di Karesidenan Madiun dan Karesidenen Surakarta)”
1.2 Rumusan Masalah Berdasarakan uraian diatas, independensi merupakan sikap yang tidak memihak atau yang tidak dikendalikan oleh pihak luar maupun di dalam diri auditor sendiri. Sikap independensi itu sangat penting bagi auditor inspektorat dalam mengaudit laporan keuangan untuk mewujudkan efektivitas audit. Penelitian terdahulu terkait independensi yang mempengaruhi efektivitas audit atau kinerja auditor menunjukkan hasil tidak konsisten. Selain independensi, literatur menunjukkan bahwa kohesivitas kelompok kerja juga memperngaruhi efektivitas audit atau kinerja auditor, karena auditor inspektorat merupakan kerja
9
tim dalam mengaudit laporangan keuangan. Oleh karena itu, peneliti mengajukan variabel kohesivitas kelompok kerja untuk mengatasi ketidak konsistenan independensi terhadap efektivitas audit, karena auditor inspektorat harus kompak dalam tim kerjanya untuk menunjang terwujudnya efekvitias audit. Selajutnya, pengalaman audit dan tingkat pendidikan merupakan kompetensi yang menunjang kelancaran dalam melaksanakan audit laporangan keuangan. Berbagai literatur menunjukkan bahwa pengalaman audit dan tingkat pendidikan berpengaruh terhadap efektivitas audit atau kinerja auditor, karena pengalaman audit dan tingkat pendidikan adalah suatu kompetensi yang dapat membedakan benar dan salah dalam mengaudit laporan keuanga. Dalam penelitian ini pengalaman audit dan tingkat pendidikan disebut dengan faktor-faktor individual. Dengan hal ini, peneliti merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut. 1.
Apakah independensi auditor berpengaruh terhadap efektivitas audit aparat inspektorat?
2.
Apakah independensi auditor berpengaruh terhadap efektivitas audit aparat inspektorat melalui kohesivitas kelompok kerja?
3.
Apakah faktor-faktor individual berpengaruh terhadap efektivitas audit aparat inspektorat?
1.3 Tujauan Penelitian Berdasarkan pada perumusan masalah tersebut diatas, maka penelitian mempunyai tujuan sebagai berikut. 1.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh independensi auditor terhadap efektivitas audit aparat inspektorat.
10
2.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh independensi auditor terhadap efektivitas audit aparat inspektorat melalui kehesivitas kelompok kerja.
3.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor individual terhadap efektivitas audit aparat inspektorat.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini berharap dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak diantaranya. 1.
Bagi inspektorat, hasil penelitian adalah sebagai masukan dalam mendukung
pelaksanaan
otonomi
daerah
khususnya
peranan
inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah, sehingga inspektorat diharapkan dapat efektif dalam melakukan audit 2.
Bagi akademisi, hasil penelitian adalah memberikan kontribusi pengembangan literatur akuntansi sektor publik di indonesia terutama efektivitas audit aparat inspektorat. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menambahkan referensi dan dorongan dilakukannya penelitianpenelitian sejenis.