BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada era modernisasi saat ini, industrialisasi semakin maju dan berkembang, salah satunya industrialisasi sepeda motor yang semakin berkembang di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh terjalinya kerjasama antara Indonesia dan berbagai perusahaan luar negeri yang memproduksi, yaitu dari beberapa negara dari luar Indonesia, seperti Jepang, Thailand, Cina, Italia dan lainya. Berkembangnya industrialisasi sepeda motor tersebut maka semakin bertambah pula jumlahnya di Indonesia sehingga berdampak pada semakin kompleks fungsi kendaraan tersebut apabila telah digunakan di masyarakat, contohnya sepeda motor tidak hanya berfungsi sebagai alat kendaraan namun juga memiliki fungsi sebagai representasi status sosial seseorang (Nilai Prestige). Ada sisi positif dan negatif dari fungsi sepeda motor yang digunakan oleh masyarakat. Sisi positif sepeda motor menjadi alat transportasi untuk mempermudah akses perjalanan suatu individu dari satu tempat ke tempat lain, menghemat waktu menjadi lebih efisien, dan sebagai sarana untuk menghindari padatnya lalu lintas dari alat transportasi roda empat, bus, truck atau mobil. Selain itu kendaraan sepeda motor pada saat ini menjadi fasilitas dari kalangan anak muda hingga tua yang digunakan untuk menjalin ikatan sosial hingga terbentuknya berbagai macam komunitas atau club motor di setiap daerah.
Hal diatas merupakan gejala yang mempengaruhi tumbuhnya komunitas atau club motor khususnya di Indonesia. Dari awalnya kendaraan sepeda motor klasik seperti vespa, Honda CB, Pitung dan sebagainya memiliki jaringan club di seluruh Indonesia. Adapun lahirnya komunitas MOGE (Motor Gede) seperti Harley Davidson yang notabene dari kalangan menengah keatas. Terhitung hingga saat ini apabila berbicara mengenai komunitas atau club motor di Indonesia terdapat kurang lebih mencapai ribuan komunitas atau club motor, karena pada setiap kota terdapat kurang lebih 50 – 100 komunitas atau club motor, buktinya dari jenis kendaraan sepeda motor Honda, Kawasaki, Suzuki, Yamaha, Motor China dan sebagainya memiliki berbagai tipe kendaraan yang masing – masing tipe kendaraan sepeda motornya menjadi sebuah komunitas atau club motor di setiap kotanya. Fenomena ini terdapat sebuah alasan mengapa dapat tumbuh komunitas atau club motor di Indonesia khususnya dikarenakan kemajuan tekhnologi, kemajuan industri sepeda motor yang mempermudah kalangan masyarakat untuk mengembangkan ide – ide dari sebuah ikatan sosial hingga komunikasi sosial alhasil mampu menjawab alasan terbentuknya berbagai macam komunitas atau club motor tersebut. Terdapat pula sisi negatif dari penggunaan sepeda motor, yakni kita dapat melihat fenomena yang terjadi di Indonesia, terjadinya suatu disfungsi sepeda motor yang digunakan oleh masyarakat yaitu terjadinya masalah tentang maraknya ‘Geng Motor’ yang meresahkan masyarakat karena telah menyalahgunakan fungsi kendaraan sepeda motor yang digunakan oleh masyarakat yang seharusnya sesuai dengan aturan serta nilai dan norma yang ada di masyarakat. Di balik sisi negatif dari fenomena tersebut, terdapat pula suatu sekumpulan individu yang sering berkumpul dan menggunakan sepeda motor, namun sekumpulan individu ini bukanlah suatu geng motor, melainkan ‘Komunitas Motor’. Perbedaan antara Geng Motor dengan Komunitas Motor (Club Motor) sangat terlihat jelas, dalam arti Geng Motor merupakan sekumpulan
individu yang membentuk kelompok atau organisasi dimana sekumpulan tersebut menggunakan alat transportasi sepeda motor sebagai sarana penunjang utama terbentuknya Geng Motor yang menyalahgunakan suatu fungsi sepeda motor untuk melakukan aksi anarkis, kriminal, kenakalan remaja, dan kejahatan yang mereka lakuan di masyarakat. Sedangkan komunitas atau club motor dasar penjelasannya dari komunitas, komunitas berasal dari bahasa latin, yakni Comunnitas, artinya Kebersamaan atau Unity. Dalam kamus bahasa Indonesia, komunitas berarti kumpulan orang yang datang dari kesamaan minat, preferensi, kegemaran, misi, dan lain sebagainya. Jadi setiap individu yang bergabung dalam suatu wadah komunitas pasti memiliki tujuan dan minat tersendiri. Setiap individu merupakan makhluk sosial, maksudnya manusia tak bisa hidup sendiri, pastinya membutuhkan individu lain untuk menuju tujuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya serta menunjang eksistensinya dalam kehidupan di masyarakat.
Komunitas merupakan sebuah cikal bakal dari Negara, muncul berdasarkan kesamaan misi, tujuan, minat dari beberapa manusia. Perilaku berkomunitas tak pernah berubah sejak peradaban purba sampai era modern, mereka selalu hidup berkoloni membentuk komunitas. adalah dilihat dari kegiatan yang dilakukan oleh komunitas tersebut dan penggunaan sepeda motor yang digunakan di masyarakat. Contoh khusus terdapat komunitas atau club motor yang menarik berada di Yogyakarta, club motor motor tersebut adalah Jogja Punya Ninja dengan singkatan. Dikatakan menarik karena terdapat berbagai kalangan kelas sosial didalamnya yakni kalangan bawah – menengah, menengah keatas, dan menengah – keatas. Club motor Jogja Punya Ninja Terbentuk di tahun 2002, dan telah resmi didirikan pada 03 maret 2003. Awal terbentuknya komunitas tersebut ialah dari sekumpulan orang yang menggunakan sepeda motor dengan tipe Kawasaki Ninja. Setiap hari Rabu sore dan Sabtu malam mereka berkumpul. Pada
hari Rabu sore mereka berkumpul di depan balai pamungkas sebelah timur lapangan kridosono dan saat Sabtu malam mereka berkumpul di LPP jalan solo sebelah barat XXI Cinema. Mereka saling berkumpul untuk menyalurkan berbagai hobi mereka, untuk menambah relasi sosial, menambah tali persaudaraan, melepas penat serta untuk menyegarkan pikiran setelah menjalani kesibukan mereka masing-masing. Kegiatan rutin yang sering dilakukan oleh komunitas JPN Jogja Punya Ninja ialah Touring dalam kota serta luar kota, dan terdapat berbagai kegiatan positif dan kegiatan menarik. Agenda rutin dari komunitas motor ini yakni berbagai kegiatan sosial yang dilakukan guna memberikan contoh yang baik kepada seluruh komponen masyarakat. Setiap individu memiliki kebutuhan yang ingin diraih dan tak jarang dari berbagai individu yang menggabungkan diri kedalam suatu kelompok atau organisasi atau komunitas dengan harapan untuk meraih kebutuhan dalam kelompok tersebut. Sehingga menurut soekanto dari semua itu menimbulkan kelompok-kelompok sosial atau social group di dalam kehidupan ini. Kelompok-kelompok sosial tersebut merupakan himpunan atau kesatuan manusia yang melakukan aktivitas sosial atau tindakan sosial bersama untuk mencapai tujuan bersama yang disertai hubungan timbal balik di dalamnya karena menyangkut kaitan yang saling mempengaruhi dan juga membentuk kesadaran untuk saling tolong-menolong. Kiranya ini merupakan hubungan yang logis dan timbal-balik, dimana mereka memberikan waktu dan usaha-usahanya untuk digantikan dengan kepuasan akan kebutuhan yang diperolehnya. Kebutuhan-kebutuhan yang mendasari terbentuknya suatu organisasi atau kelompok antara lain :
1. Kebutuhan sosial. Menjadi alasan kuat bagi seseorang untuk bergabung dalam organisasi, kelompok atau komunitas adalah untuk kepuasan kebutuhan sosialnya. Keinginan berafiliasi dan berhubungan dengan orang lain merupakan salah satu hasrat kuat manusia. Manusia selalu ingin diterima oleh manusia lain. 2. Rasa memiliki dan pengenalan diri. Afiliasi dengan organisasi atau kelompok adalah lebih daripada persahabatan, yakni karena adanya rasa saling memiliki. Rasa memiliki adalah perasaan yang diberikan seseorang dalam hubungan sosialnya, yang disebut solidaritas, integrasi sosial dan kecenderungan hidup berkelompok. 3. Pengetahuan tentang perilaku yang diterima. Manfaat yang tersedia dalam kelompok atau komunitas ialah membantu dalam menentukan perilaku yang diterima dan tidak diterima dalam suatu kelompok atau komunitas tersebut. Bila setiap individu masuk dalam situasi yang baru maka pada umumnya pasti belum mengerti perilaku yang bagaimana diharapkan oleh dirinya. Salah satu cara untuk memahamnya adalah dengan menjadi anggota suatu kelompok atau organisasi atau komunitas tertentu dalam masyarakat. 4. Perhatian atau simpati. Sebagai individu yang mendapat tekanan dan frustasi setiap hari didalam kehidupanya, mereka mencar pengertian dan perhatian dari orang lain. Melalui organisasi atau kelompok atau komunitas mereka dapat menemukan relasi sosial yang simpati dan memiliki pengalaman atau hobi yang sama, oleh karena itu dapat mengerti kesulitan-kesulitan mereka. 5. Tujuan (Goal). Seseorang sering dapat mencapai tujuanya melalui keanggotaanya dalam suatu kelompok, dimana hal ini tidak dapat dicapai dengan mudah bila individu
melakukan sendiri karena kembali kepada basicnya bahwa manusia adalah makhluk sosial yakni membutuhkan oranglain di dalam kehidupan. Dalam kehidupan, manusia tidak bisa terlepas dari interaksi dengan manusia lain disekelilingnya guna memenuhi kebutuhanya dari lahir hingga meninggal dunia karena manusia selalu terlibat dalam interaksi. Proses sosialisasi berlangsung dari interaksi ini sehingga manusia menjadi dewasa dan mampu menyesuaikan diri di masyarakat dan terhadap lingkunganya. Manusia akan selalu berkelompok dimulai dari keluarga. Tak terkecuali orang-orang dengan latar belakang kehidupan yang sama yaitu sebagai kelompok subaltern juga membutuhkan kelompok. Manusia sangatlah penting dalam kelompok karena dalam bentuk apapun kelompoknya penting sebagai wadah atau wahana untuk melangsungkan hidupnya. Melalui kelompok tersebut manusia tersebut dapat memenuhi kebutuhan, mengembangkan potensi, alkulturasi diri serta mendapatkan pengakuan baik berupa kecakapan maupun identitasnya dari masyarakat luas. Menurut Muzafer Sherif, ciri-ciri kelompok sosial adalah : 1. Adanya dorongan atau motif yang sama pada setiap individu, sehingga terjadi interaksi sosial sesamanya dan tertuju dalam tujuan bersama. 2. Adanya reaksi dan kecakapan yang berbeda diantara individu satu dengan yang lain akibat terjadi interaksi sosial. 3. Adanya pembentukan dan penegasan struktur kelompok yang jelas, terdiri dari peranan dan kedudukan yang berkembang dengan sendirinya di dalam rangka mencapai tujuan bersama.
4. Adanya penegasan dan peneguhan norma-norma pedoman tingkah laku anggota kelompok yang mengatur interaksi dan kegiatan anggota kelompok dalam merealisasi tujuan kelompok dalam masyarakat. (Santosa, 1999 : 48)
Oleh karena itu penting kiranya memahami dinamika suatu kelompok ini secara substansial karena sebagai berikut : 1. Individu tidak mungkin hidup sendiri di dalam masyarakat dimana ia berada. 2. Individu tidak dapat pula bekerja sendiri di dalam kehidupan. 3. Dalam suatu masyarakat yang besar perlu adanya pembagian kerja sebagai pekerjaan dapat terlaksana apabila dikerjakan dalam kelompok kecil. 4. Di dalam masyarakat yang demokratis dapat berjalan baik apabila lembaga sosial dapat bekerja efisien. 5. Semakin banyak diakui manfaat dari adanya penyelidikan yang ditujukan kepada kelompok-kelompok. (Santosa, 1999 : 10) Suatu kelompok sosial cenderung tidak menjadi kelompok yang statis, akan tetapi selalu berkembang dan mengalami perubahan-perubahan baik dalam aktivitas maupun bentuknya. Kelompok tadi dapat menambahkan alat-alat perlengkapan untuk dapat melaksanakan fungsifungsinya yang baru dalam rangka perubahan yang dialaminya, atau bahkan sebaliknya dapat mempersempit ruang lingkupnya. (Soekanto, 1990 : 127)
Tema komunitas motor Jogja Punya Ninja ini akan mengagumkan karena ditengahtengah kesibukan seorang individu dalam kehidupan sosialnya, mereka mampu membentuk suatu komunitas yang memiliki kegiatan yang positif. Mempelajari bagaimana komunitas motor JPN ini, peneliti dapat memperoleh perspektif atau pandangan yang dapat peneliti gunakan untuk mengembangkan pemahaman tentang komunitas motor ini di Yogyakarta. Peneliti menganggap komunitas motor JPN sangatlah menarik, karena didalamnya terdapat wadah untuk menggabungkan ide-ide dan konsep serta nilai yang terbentuk dan terbangun untuk memunculkan suatu kegiatan yang bermanfaat bagi anggota sendiri dan bermanfaat bagi orang lain, dan baik dicontoh untuk siapa saja. Berbagai macam kegiatan yang menarik dan menjadi agenda rutin Jogja Punya Ninja menjadikan kekhasan yang menandakan bahwa wadah ini merupakan sebuah Club Motor dan Kawasaki Ninja sebagai alat kendaraan sepeda motor yang digunakan sebagai simbol ciri khas JPN.
B. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah sering pula diartikan sebagai pembatasan suatu masalah atau fokus dari penelitian yang hendak dilakukan. Penelitian apapun jenisnya harus bersumber pada suatu masalah tertentu, tanpa masalah tentu saja penelitian tidak dapat berjalan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian ini, permasalahan tersebut dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana Jogja Punya Ninja berkembang menjadi suatu komunitas berbasis Club Motor ?
C. TUJUAN PENELITIAN Menjelaskan Jogja Punya Ninja sebagai Komunitas berbasis Club Motor.
Tujuan Operasional : 1. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi syarat pencapaian gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Sosial dan Politik dengan program studi Sosiologi. 2. Melalui Penelitian ini, dapat mengoptimalkan aktivitas sosial atau tindakan sosial dalam komunitas motor ini untuk mencapai tujuan bersama. 3. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan para peneliti lainya, sehingga dapat melakukan studi yang lebih mendalam dan komprehensif.
D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini memiliki berbagai manfaat, salah satunya adalah mengetahui dan mendeskripsikan Jogja Punya Ninja sebagai club motor dan Jogja Punya Ninja mewadahi kepentingan sosial para anggotanya untuk mencapai tujuan bersama. Sehingga kita mendapatkan contoh manfaat dari segala aktivitas sosial atau tindakan sosial yang dilakukan oleh komunitas motor JPN tersebut. Dari sinilah daya tarik peneliti untuk melakukan penelitian sosial dalam lingkup komunitas yang tentunya berbeda dengan komunitas motor lainya karena terdapat nilai positif dan kelas sosial yang berbeda didalamnya pada sekumpulan individu yang tergabung
didalam wadah komunitas Jogja Punya Ninja ini, sehingga kepentingan sosial yang ada pastinya bermanfaat di masyarakat dan menjadi contoh yang baik bagi kelompok atau organisasi atau komunitas lainya. E. TINJAUAN LITERATUR Ada beberapa penelitian yang terkait dengan komunitas motor, terkait dengan penelitian ini, yakni sebagai berikut : Penelitian yang dilakukan oleh Ibnu Tofail dari Universitas Hasanuddin Makassar pada tahun 2013 dengan lingkup komunitas motor yang mendapat label geng motor dari masyarakat, penelitian tersebut berjudul “Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan Yang Dilakukan Oleh Geng Motor di Kabupaten Gowa”ini menempatkan pada faktor-faktor penyebab terjadinya tindak kejahatan yang dilakukan oleh komunitas motor yang berlabel geng motor. Berikut ini faktor-fakor penyebab terjadinya tindak kejahatan anggota geng motor : a) Mudahnya mendapatkan sepeda motor yang berpotensi untuk melahirkan komunitaskomunitas roda dua yang mempunyai kesamaan kepentingan yang sama. b) Faktor Lingkungann, seperti kurangnya pengawasan dari orang tua membuat anak – anak bebas sehingga memberi kesempatan bagi pelaku melncarkan aksinya. c) Pengaruh minuman keras, Penggunaan minuman keras secara berlebihan dan tidak terkendali, akan menimbulkan berbagai masalah, baik bagi diri sendiri maupun orang lain atau lingkungan masyarakat sekitarnya, sehingga lebih mudah melakukan kejahatan apabila sudah meminum minuman keras.
d) Minimnya pendidikan formal dalam hal ini pendidikan moral dan agama yang sangat minim serta tingkat pengatahuan yang di wabah rata-rata. e) Faktor Sakit Hati atau Dendam merupakan salah satu penyebab kelompok geng motor melakukan kejahatan atau pengrusakan fasilitas umum.
Kemudian penelitian kedua adalah milik Badruzzaman Pranata Agung dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta berjudul “Makna Style Transportasi Pada Komunitas Vespa Gembel”. Penelitian yang dilakukan oleh Badruzzaman pada tahun 2010 ini menempatkan makna fashion dan style transportasi pada komunitas motor vespa dengan kesimpulan yakni kemunculan komunitas Vespa Gembel, khususnya pada lingkup Mataram Scooter Club (MSC) di Yogyakarta, dilatarbelakangi oleh kegelisahan akan realita kehidupan, dimana akan kehidupan sekarang yang diagung-agungkan dan dipentingkan adalah soal status sosial dan prestis. Hal tersebut menjadikan masyarakat ktemporer saat ini pada umumnya begitu terasa gaya hidupnya hedonis dan materialistis, lebih khususnya dalam soal fashion dan style transportasi. Komunitas Vespa Gembel ini ternyatamelalui fashion dan style transportasinya telah mengkomunikasikan kegelisahan-kegelisahanya melalui kajian semiologis pada fashion dan style transportasi ‘gembel’ yang melekat pada identitas komunitas tersebut, ternyata menjadikan gaya alternative yang menjadi budaya tanding (counter culture) terhadap budaya mainstream yang begitu hedonis dan materialistis. Sekaligus menjadikan komunitas Vespa Gembel tersebut menjadikan mereka sebagai sub kultur pada dunia bikers. Komunitas ‘gembel’ ini merupakan symbol perlawanan kelas pekerja terhadap kelas borjuis pada ranah ruang publik.
Penelitian yang telah tersebutkan diatas, menjadi tolak ukur yang memberikan garis besar akan apa yang menjadi persamaan dan pembeda dari penelitian yang penulis lakukan ini. Persamaan dan perbedaan tersebut terletak pada aspek dan fokus penelitian. Persamaan antara kedua penelitian terdahulu dengan penelitian yang peneliti lakukan ini adalah secara garis besar terletak pada aspek yang sama-sama membahas ruang lingkup komunitas motor yang berada di masyarakat dalam ruang publik. Adapun perbedaan antara kedua penelitian diatas dengan penelitian yang dilakukan peneliti ini adalah sebagai berikut, Pada penelitian yang dilakukan oleh Ibnu Tofail dengan judul “Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan Yang Dilakukan Oleh Geng Motor di Kabupaten Gowa” lebih memfokuskan pada faktor penyebab tindak kriminalitas atau tindak kejahatan yang dilakukan suatu komunitas motor yang berlabel ‘geng motor’. Jika penelitian yang kedua dilakukan oleh Badruzzaman Pranata Agung dengan judul “Makna Style Transportasi Pada Komunitas Vespa Gembel” lebih menekankan dalam style transportasi yang digunakan pada komunitas motor vespa tersebut yang identik dengan ‘gembel’. Dari kedua penelitian tersebut terdapat perbedaan dengan penelitian yang dilakukan penelitian kali ini, yakni penelitian kali ini terletak pada realita club motor Jogja Punya Ninja yang memiliki berbagai kegiatan yang bermanfaat salah satunya kegiatan Touring dan realita faktor individu anggota JPN yang mempengaruhi keterlibatan dalam kegiatan touring menggunakan pisau bedah teori max weber tentang tindakan sosial untuk mengkaji penelitian Jogja Punya Ninja. F. KERANGKA TEORITIK
I. Teori Komunitas
Komunitas secara bahasa berasal dari bahasa Inggris yaitu community yang artinya sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values (Kertajaya Hermawan, 2008).
Kekuatan pengikat suatu komunitas, terutama adalah kepentingan bersama dalam memenuhi kebutuhan kehidupan sosialnya, yang biasanya didasarkan atas kesamaan latar belakang budaya, ideologi, sosial-ekonomi. Disamping itu secara fisik suatu komunitas biasanya diikat oleh batas lokasi atau wilayah geografis. Masing-masing komunitas, karenanya akan memiliki cara dan mekanisme yang berbeda dalam menanggapi dan menyikapi keterbatasan yang dihadapainya serta mengembangkan kemampuan kelompoknya.
Pengertian komunitas menurut para ahli diantaranya:
1. Menurut Hendro Puspito, Kelompok sosial adalah suatu kumpulan nyata, teratur dan tetap dari individu-individu yang melaksanakan peran-perannya secara berkaitan guna mencapai tujuan bersama. 2. Menurut Soerjono Soekanto Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan yang hidup bersama karena adanya hubungan di antara mereka secara timbal balik dan saling mempengaruhi. Kriteria himpunan manusia dapat disebut kelompok sosial menurut Soerjono Soekanto: Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat, misalnya: nasib yang sama,
kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama, dan lain-lain. Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku. Bersistem dan berproses. 3. Menurut Paul B. Horton & Chaster L. Hunt, Kelompok sosial adalah suatu kumpulan manusia yang memiliki kesadaran akan keanggotaannya dan saling berinteraksi. 4. Menurut Soenarno (2002), Komunitas adalah sebuah identifikasi dan interaksi sosial yang dibangun dengan berbagai dimensi kebutuhan fungsional.
Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal dari bahasa Latin communitas yang berarti “kesamaan”, kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti “sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak”. (Wenger, 2002: 4).
Sense of community
1. Persepsi tentang adanya kesamaan/kemiripan dengan anggota lain. 2. Pengakuan atas interdependensi dengan anggota lain dan kesediaan menjaga perasaan saling ketergantungan tadi dengan memberikan/melakukan sesuatu yg diharapkan oleh orang lain/anggota komunitas tersebut. 3. Perasaan bahwa dirinya merupakan bagian dari struktur kelompok yg lebih besar 1. Resiprocation theory adalah teori yang menyatakan orang-orang bergabung dalam komunitas, mengorbankan waktu, perhatian dan partisipasinya dengan harapan akan mendapatkan nilai atau keuntungan sebagai timbal balik.
2. Consistensi theory adalah jika sesorang aktif dalam suatu komunitas, mereka akan selalu bergabung dengan komunitas tersebut karena manusia cendrung untuk menciptakan suatu kebiasaan. 3. Social validation theory adalah suatu keinginan diakui dalam lingkaran pergaulan tertentu, contohnya: facebook dan social media lainnya.
III. Jenis-jenis Komunitas
Terdapat 2 jenis komunitas
1. Community of locality: berkembang berdasarkan kedekatan tempat tinggal anggotanya. 2. Community as a relational group: hubungan antar manusia yang membentuk suatu komunitas yang tidak terbatas pada wilayah tempat tinggal tetapi lebih pada kedekatan hubungan pribadi, minat, hobi atau kepentingan yang sama.
IV. Ciri-ciri komunitas
Adapun ciri-ciri komunitas antara lain:
1. Merupakan kesatuan yang nyata dan dapat dibedakan dari kelompok atau kesatuan manusia yang lain. Maksudnya adalah suatu kesatuan yang memiliki persamaan dan kelompok tesebut berbeda dengan kelompok lainnya. 2. Memiliki struktur sosial. Suatu komunitas memiliki struktur sosial yang telah diatur oleh kelompok tersebut. 3. Memiliki norma-norma yang mengatur hubungan diantara para anggotanya. Ada aturan yang bersifat mengikat dalam suatu komunitas.
4. Memiliki faktor pengikat. 5. Adanya interaksi dan komunikasi diantara anggotanya. Dalam komunitas diharuskan anggotanya untuk saling berinteraksi, agar mempererat hubungan silaturrahmi antara anngota dalam komunitas tersebut.
G. METODE PENELITIAN 1. Metode Penelitian Kualitatif Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualititaif sebagai sebuah pilihan. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misal perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moeleong, 2002 : 6). Obyek yang diteliti berada dalam keadaan yang sebenar-benarnya, wajar dan natural, sehingga dalam penelitian kualitatif terdapat istilah ‘naturalistic inquiry’ atau inkuiri alamiah. (Moeleong, 2002 : 15) Penilihan jenis kualitatif ini, bukanlah terjadi secara begitu saja, ada beberapa alasan dan pertimbangan dalam pemilihan jenis peneitian ini antara lain yaitu : a) Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. b) Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden. c) Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. (Moeleong, 2002 : 5)
Berdasarkan sifat spesifikasi permasalahan yang peneliti angkat dalam penelitian ini serta menemukan lalu menganalisa apa yang tersembunyi dibalik suatu fenomena kadangkala akan lebih sulit diketahui atau dipahami dengan penelitian ‘kuantitatif’. Maka untuk dapat menjelaskan secara menyeluruh, akurat, mendalam dari suatu persepsi serta realitas yang begitu kompleks akan lebih tepat menggunakan penelitian ‘kualitatif’. a. Studi Kasus Turunan penelitian kualitatif yang peneliti gunakan menggunakan pendekatan ‘studi kasus’ (case study). Maxfield (1930) menjelaskan bahwa studi kasus merupakan penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Subyek penelitian dapat saja meliputi suatu individu, kelompok, lembaga, organisasi, komunitas, maupun masyarakat. Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat, serta karakterkarakter yang khas dari kasus ataupun status dari individu. (Nazir, 1998 : 66) Dari uraian diatas, dapat ditarik suatu garis besar bahwa penelitin dengan menggunakan pendekatan studi kasus untuk mempelajari, menerangkan, serta menginterpretasikan suatu kasus yang memiliki ciri khas tersendiri. Pendekatan studi kasus dirasa cocok
untuk mengkaji
penelitian ini karena terdapat beberapa poin penting yang bisa peneliti dapatkan yaitu berupa informasi mendalam mengenai : a) Kasus yang khas atau spesifik. Fenomena komunitas motor merupakan suatu fenomena yang mampu memberikan khas tersendiri.
b) Subyek penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini dimana meliputi individu anggota komunitas motor, dan wadah komunitas motor yang bernama ‘Jogja Punya Ninja’. c) Penelitian ini berusaha untuk memahami arti peristiwa dalam situasi tertentu di komunitas motor JPN ini, dalam rangka memperoleh informasi tentang club motor Jogja Punya Ninja. 2. Lokasi Penelitian Berdasarkan judul penelitian “Jogja Punya Ninja” studi pada komunitas motor jogja punya ninja di Yogyakarta, menggunakan teori tindakan sosial Max Weber.” Maka peneliti melakukan penelitian di wilayah Yogyakarta dan pada umumnya dengan menyesuaikan kebutuhan akan perolehan informan dan data di dalam komunitas motor tersebut sehingga mendapatkan informasi sesuai realita yang ada. 3. Fokus Penelitian Peneliti memfokuskan penelitianya dalam mengetahui faktor – faktor individu yang mempengaruhi keterlibatan anggota Jogja Punya Ninja dalam kegiatan touring dengan minat atau tidak minatnya anggota aktif maupun anggota pasif Jogja Punya Ninja. 4. Cakupan Penelitian Mencakup informasi tentang Jogja Punya Ninja dan kegiatan JPN khususnya kegiatan Touring serta informan JPN. 5. Teknik Pengumpulan Data.
a. Observasi Observasi,
merupakan
pengamatan
dari
kegiatan
keseharian
manusia
dengan
menggunakan pacaindra mata sebagai alat bantu utana, selain itu menggunakan telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Oleh karena itu observasi merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatanya melalui hasil kerja pacaindra mata serta dibantu dengan pacaindra lainya. Dari pemahaman observasi tersebut, sesungguhnya yang dimaksud dengan metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan. (Bungin, Burhan 2007 : 115) Observasi memliki jenis yang bermacam-macam, diantaranya yaitu observasi partisipatif, observasi non-partisipatif, observasi terus terang atau tersamar, dan observasi tak terstruktur. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis observasi partisipatif, yakni peneliti ikut terlibat langsung dengan obyek yang diamati. Peneliti terlibat langsung dalam kegiatan Jogja Punya Ninja, berguna sebagai sumber data penelitian. Observasi partisipan ini bermanfaat untuk mendapatkan data yang lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap kegiatan Jogja Punya Ninja yang nampak. Dalam pengamatan ini, dilakukan secara terbuka dengan diketahui oleh subyek (informan JPN), para subyek (informan anggota aktif dan pasif JPN), dengan sukarela memberi kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi, dan mereka menyadari ada orang yang mengamati hal yang mereka lakukan. Seperti yang diungkapkan oleh Sparadley dengan situasi sosial , maka pengamatan yang akan dilakukan meliputi : 1) Place, atau tempat dimana interaksi atau aktivitas dalam situasi sosial berlangsung.
2) Actor, atau orang-orang yang sedang memainkan atau menjalani aktivitas sosial atau peran tertentu di suatu tempat. 3) Activity, atau kegiatan yang dilakukan oleh actor dalam situasi sosial yang sedang berlangsung. (Sugiyono, 2008, 229) b. Wawancara Mendalam (In-Depth Interview) Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk suatu tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka anara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan informan tersebut terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatanya di dalam kehidupan informan. (Bungin, Burhan 2007 : 108) Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yakni pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (informan anggota aktif dan anggota pasif JPN) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Pengadaan wawancara juga memiliki maksud atau tujuan yang dijelaskan oleh Lincoln dan Guba antara lain : 1) Mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, kebulatan dan lain-lain. 2) Merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu. 3) Memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang.
4) Memverifikasi, mengubah, dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota. (Moeleong, 2002 : 135) Adapun pandangan lain dari tujuan wawancara ini ialah untuk dapat mengeksplorasi pandangan-pandangan informan pada sebuah gagasan, program, atau situasi dan informasi secara lebih mendalam mengenai Jogja Punya Ninja. c. Dokumentasi Dokumentasi ini dapat berupa laporan secara tertulis (arsip) maupun foto yang akan dipergunakan sebagai data. Laporan atau arsip tertulis dapat peneliti lakukan dengan cara membaca literatur berupa buku, e-book, paper, penelitian-penelitian dengan informasi terkait Jogja Punya Ninja.
d. Penelusuran data online Perkembangan internet yang semakin maju dan pesat didukung dengan kemajuan tekhnologi saat ini telah mampu menjawab berbagai kebutuhan masyarakat saat ini dan memungkinkan para akademisi ingin atau tidak menjadikan media online seperti internet sebagai salah satu medium atau ranah yang sangat bermanfaat bagi penelusuran berbagai informasi teoritis maupun data-data primer atau sekunder yang diinginkan oleh peneliti untuk mendapatkan kebutuhan penelitian. (Bungin, Burhan 2007 : 124). Sehubungan dengan itu, maka peneliti akan melakukan penelusuran data melalui media online seperti internet atau media jaringan lainya yang menyediakan informasi terkait dengan data yang dibutuhkan dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
6. Informan Informan memiliki teknik penentuan yang digunakan dalam melakukan penelitian dengan menggunakan metode pengambilan sampel tujuan (purposive sample) dan snowball sample. Kedua metode tersebut memiliki penjelasan, yang mana purposive sampling merupakan teknik pengambilan sample sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini semisal individu yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti oleh peneliti. Sedangkan snowball sampling ialah teknik pengambilan suatu sumber data yang pada awalnya sedikit, dan lama kelamaan menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit tersebut belum mampu memberikan data yang memuaskan, maka mencari orang lain yang dapat digunakan sebagai sumber data. (Sugiono, 2008 : 218-219) Pada saat penelitian, peneliti akan mewawancarai beberapa orang yang dapat dijadikan narasumber dengan rincian sebagai berikut :
1) Ketua Jogja Punya Ninja Komunitas motor ini pada setiap kepengurusan memiliki ketua, mulai dari 2003 hingga 2014, peneliti terjun dalam penelitian ini sejak periode ketua 2013 - 2014, dengan berbagai informasi yang didapat, peneliti berusaha mendapatkan informasi yang lengkap dari salah satu ketua JPN yang sangat paham mengenai wadah komunitas JPN ini dengan selengkaplengkapnya.
2) Anggota aktif dan pasif Jogja Punya Ninja Peneliti akan mewawancarai beberapa anggota JPN yang tergabung aktif ataupun yang tergabung pasif dalam keanggotaan yang mana memiliki informasi-informasi menarik di setiap anggota JPN dengan jumlah yang tidak ditentukan sesuai dengan kebutuhan data peneliti dan bisa mewakili guna menggambarkan data seperti yang diinginkan. Adanya pihak-pihak yang memiliki kepentingan atau hubungan sosial dengan komunitas motor Jogja Punya Ninja dengan jumlah yang tidak ditentukan sesuai kebutuhan data yang diinginkan peneliti, serta dirasa mampu merepresentasikan penggambaran data yang peneliti inginkan untuk mendapat informasi selengkap-lengkapnya. 7. Instrumen Penelitian Dalam penelitian yang peneliti lakukan, peneliti menggunakan beberapa instrument penelitian untuk mengumpulkan data dan mendapatkan data dari para informan, yakni dengan menggunakan instrumen sebagai berikut :
1) Panduan Wawancara (interview guide). 2) Catatan Lapangan. 3) Dokumen. 4) Camera Digital. 5) Handphone sebagai instrument komunikasi.
6) Atribut seragam Jogja Punya Ninja. 7) Kendaraan Motor Kawasaki Ninja 150R dan Kawasaki Ninja 250R. 8. Sumber Perolehan Data Menurut Lofland (1984 : 187) Sumber data utama dalam penelitian kualitatif berupa katakata, dan tindakan selebihnya adalah dengan data tambahan seperti dokumentasi dan lain-lain. (Moeleong, 2002 : 112). Terdapat pula dua sumber data yang peneliti gunakan sebagai acuan dalam proses penyusunan penelitian ini, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun pengertianya sebagai beriku : 1) Sumber Primer, merupakan suatu obyek atau dokumen original – material mentah dari pelaku yang disebut “first-hand information” (Silalahi, Ulber 2009 :289). Moeleong juga memiliki penjelasan bahwa sumber data utama ialah kata-kata atau tindakan orang-orang yang diamati atau yang diwawancarai. (Moeleong, 2002 :112). Sumber data primer dapat diperoleh berdasarkan hasil penelitian langsung dilapangan, yakni berdasarkan hasil observasi langsung terhadap obyek penelitian dan juga yang diperoleh melalui informan. 2) Sumber Sekunder, adalah data yang dikumpulkan dari tangan kedua atau dari sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan. (Silalahi, Ulber 2009 : 291). Walaupun dikatakan bahwa sumber diluar kata dan tindakan, hal tersebut merupakan sumber kedua, jelas hal itu tidak bisa diabaikan. ( Moeleong, 2002 : 113). Bahan tambahanpun yang berasal dari sumber tertulis dapat peneliti peroleh dari studi pustaka, literature serta sumber yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini, sehingga dapat memperkuat data primer.
9. Teknik Analisis Data Peneliti sebelum melakukan penarikan kesimpulan data, maka data yang telah dikumpulkan harus melalui tahapan analisis terlebih dahulu terkait dengan penelitian ini, Beberapa cara yang peneliti gunakan untuk melakukan analisis data penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Data Reduction (Reduksi Data) Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data yang dikumpulkan semakin banyak, kompleks dan rumit. Hal ini perlu dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, atau dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan akan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencari bila dibutuhkan. (Sugiyono, 2008 : 247)
2) Data Display (Penyajian Data) Data Display, data yang terkumpul baik dari observasi, wawancara, maupun dari berbagai dokumen yang ada kemudian disajikan. Penyajian data dapat menggunakan table, bagan, hubungan antar kategori, dan semacamnya yang diisi dengan uraian singkat atau dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan mempermudah untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya bedasarkan apa yang telah dipahami dan didapat.
3) Verifikasi (Penarikan kesimpulan) Peneliti berusaha mengupas berbagai informasi dan mencari makna dari data yang telah diperoleh dengan melihat pola, tema, hubungan, hipotesis dari data yang tersaji. Kesimpulan tahap awal masih bersifat kabur, karena minimnya data yang diperoleh untuk mendukung tujuan penelitian ini. Namun dengan penggalian data secara lebih lanjut maka data semakin lengkap. Hal ini dapat dituangkan dalam kesimpulan yang mana menyajikan kalimat yang lebih ringkas, jelas, kaya akan makna dan memudahkan para pembaca