BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pada saat ini investasi di Indonesia semakin berkembang, hal ini
dibuktikan dengan banyaknya perusahaan yang terdaftar dan berpartisipasi dalam Bursa Efek Indonesia hingga mencapai 115 perusahaan seperti dikutip dari http://www.idx.co.id/idid/beranda/anggotabursaamppartisipan/profilanggotabursa. aspx. Selain itu, masyarakat menyadari bahwa investasi merupakan suatu keinginan, kebutuhan, peningkatan nilai kekayaan, dan mengurangi ketidakpastian di masa depan. Tujuan investasi adalah untuk memperoleh keuntungan dari aset yang menjadi objek investasi. Dengan adanya transaksi jual beli saham dalam pasar modal memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia. Menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995, “Pasar modal yaitu sebagai suatu kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”. Dengan kata lain pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan, dan sarana untuk beriventasi. Selain itu, pasar modal memilki dua fungsi dalam suatu perekonomian negara yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar modal menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memilki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer), sedangkan dikatakan fungsi
1
2
keuangan
karena pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan
memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih (Damayanti, Atmadja, dan Darmawan, 2014). Para investor yang bertransaksi dalam bursa memerlukan infomasi untuk membuat suatu keputusan dalam memilih portofolio yang menguntungkan. Salah satu informasi yang diperlukan yaitu berkaitan dengan tindakan korporasi (corporate action). Salah satu jenis corporate action yang terjadi dalam tindakan korporasi adalah pengumuman stock split. Stock split merupakan aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan yang Go Public untuk menaikkan jumlah saham yang beredar dimana aktivitas tersebut
biasanya dilakukan pada saat
harga
saham dinilai terlalu tinggi sehingga akan mengurangi kemampuan investor untuk membelinya (Brigham dan Gapenski, 1994 dalam Mila, 2010). Pada dasarnya terdapat dua jenis pemecahan saham yang dapat dilakukan yaitu pemecahan naik (split-up) dan pemecahan saham turun (split down atau reverse split). Pemecahan naik adalah penurunan nilai nominal per lembar saham yang mengakibatkan bertambahnya jumlah saham yang beredar, misalnya pemecahan saham dengan faktor 1:2, 1:3, dan 1:4. Sedangkan pemecahan turun adalah peningkatan nilai nominal per lembar saham dan mengurangi jumlah saham yang beredar, misalnya pemecahan turun dengan faktor pemecahan 2:1, 3:1, 4:1 (Ewijaya dan Indriantoro, 1999 dalam Iin dan Purba, 2011). Tujuan dilakukannya pemecahan saham oleh emiten adalah agar sahamnya berada pada volume perdagangan yang optimal (optimal range) sehingga distribusi saham menjadi lebih luas dan daya beli investor meningkat terutama
3
untuk investor kecil (Damayanti dan dkk, 2014). Kemudian menurut Iin dan Purba (2011) alasan perusahaan melakukan pemecahan saham (stock split) adalah supaya harga sahamnya tidak terlalu tinggi, sehingga akan meningkatkan likuiditas perdagangannya. Terdapat dua teori mengenai fenomena pemecahan saham ini. Pertama, signaling theory yang menjelaskan bahwa pemecahan saham (stock splits) memberikan informasi kepada investor tentang prospek peningkatan return di masa depan yang substansial. Kedua, trading range theory menyatakan bahwa perusahaan melakukan pemecahan saham (stock splits) dapat meningkatkan likuiditas perdagangan saham (Iin dan Purba, 2011). Menurut Indriyani (2005) dalam Damayanti dan dkk (2014), stock splits merupakan suatu kosmetik saham, dalam artian bahwa tindakan perusahaan tersebut merupakan upaya pemolesan saham agar tampak lebih menarik di mata investor sekalipun tidak meningkatkan kemakmuran bagi investor. Sehingga secara teoritis stock splits dikatakan tidak memiliki nilai ekonomis hal itu dikarenakan di satu sisi jumlah lembar saham yang dimiliki investor bertambahkan serta tetapi di sisi lain harga saham turun secara proporsional. Pemecahan saham juga tidak akan mempengaruhi aliran kas perusahaan, dengan demikian peristiwa pengumuman pemecahan saham seharusnya tidak memiliki nilai ekonomis. Menurut Van Horne dan Wachowicz (1997 dalam Mila, 2010) secara teoritis pemecahan saham tidak menambah nilai perusahaan dimana para investor menerima kepemilikan atas tambahan saham biasa, namun proporsi kepemilikan perusahaan tidak berubah.
4
Dengan adanya stock split maka nilai nominal saham akan lebih rendah dan diharapkan para investor tertarik untuk berinvestasi dalam saham tersebut, sehingga menimbulkan permintaan saham yang meningkat, saham akan menjadi likuid. Likuiditas suatu saham merupakan cepat lambatnya saham tersebut dapat diperjual
belikan.
Saham
yang
likuid
berarti
saham
tersebut
sering
diperdagangkan. Likuiditas tersebut dapat terlihat melalui aktivitas perubahan harga saham, dan ativitas volume perdagangan. Harga saham
suatu
perusahaan yang
terdaftar pada Bursa Efek
Indonesia merupakan harga saham yang dinilai oleh pasar. Harga saham di pasar modal setiap saat bisa mengalami perubahan, sehingga para investor harus teliti dalam pemilihan saham. Informasi yang sepenuhnya tercermin pada harga saham akan sangat berharga bagi para pelaku pasar modal. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi besarnya permintaan saham dan penawaran saham adalah tingkat harga saham tersebut. Apabila harga saham dinilai terlalu tinggi oleh pasar, maka jumlah permintaan akan berkurang. Sebaliknya, bila pasar menilai terlalu rendah, jumlah permintaan akan meningkat. Tingginya harga saham akan mengurangi kemampuan investor untuk membeli saham tersebut, sehingga harga saham yang tinggi tersebut akan menurun sampai tercipta posisi keseimbangan yang baru. Cara yang dilakukan emiten untuk mempertahankan agar sahamnya tetap berada dalam rentang perdagangan yang optimal adalah dengan melakukan pemecahan saham (Ewijaya dan Nur Indrianto, 1999 dalam Fortuna, 2010).
5
Nilai dasar suatu saham sangat berkaitan dengan harga pasar saham yang bersangkutan setelah dilakukannya penyesuaian karena corporate action. Nilai dasar ini merupakan harga perdana saham tersebut (Sunariyah, 2011). Dengan adanya stock split nilai dasar suatu saham selalu disesuaikan. Dengan demikian indeks akan benar-benar mencerminkan pergerakan harga saham saja. Salah satu faktor yang harus dihitung dalam melakukan
indeks adalah menghitung
harga teoritis/harga saham relatif , yaitu dengan membandingan antara harga saham sebelum stock split dengan hasil perbandingan antara nilai nominal saham sebelum stock split dengan nilai nominal saham tersebut sesudah stock split. Setelah itu hitung harga pasar saham relatif setelah pemecahan saham yang dibentuk dari interaksi para penjual dan pembeli saham yang terjadi sesudah stock split. Harga saham yang digunakan adalah closing price harian emiten yang melakukan pemecahan saham. Berikut ini merupakan grafik perbedaan harga saham relatif sebelum dan sesudah kebijakan stock split yang diperoleh dari penelitian penulis pada 31 perusahaan yang melakukan kebijakan stock split periode 2011 sampai dengan 2014.
6
Grafik 1.1 Rata-Rata Harga Saham Relatif Sebelum dan Sesudah Kebijakan Stock Split 12000 9000 6000
X HARGA SAHAM SEBELUM
3000
X HARGA SAHAM SESUDAH
MTSM SSIA AUTO MAIN PBRX INTA BTPN LSIP BBRI ACES KLBF IDKM KREN MDRN INDS PWON PTRO JPFA SMRA ARNA TOWR AMRT JRPT TLKM BATA JKON ALMI INAI TOTO CMPP MLBI
0
Sumber : data diolah dari hasil penelitian tahun 2015 Dari grafik diatas penulis melihat adanya perbedaan harga saham sebelum dan sesudah kebijakan stock split yang digambarkan melalui grafik harga saham relatif. Dengan kebijakan stock split harga saham dari ke 31 perusahaan secara keseluruhan mengalami peningkatan. Dari ke 31 perusahaan terdapat perusahaan yang mengalami peningkatan yang relatif kecil seperti yang ditunjukkan grafik KREN, MDRN, PWON, ALMI, INAI, dan CMPP dimana grafik rata-rata harga saham sesudah stock split berada pada garis yang tidak jauh berbeda dengan garis harga saham sesudah kebijakan stock split. Namun, terdapat juga perusahaan yang mengalami peningkatan harga saham yang cukup tinggi sesudah kebijakan stock split yang ditunjukkan oleh grafik MLBI. Dari kondisi ini maka penulis merasa harus menguji kembali apakah terdapat perbedaan harga saham relatif yang signifikan antara sebelum dan sesudah kebijakan stock split. Dalam penelitian Indarti dan Purba (2011), dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata harga saham yang signifikan
7
pada periode sebelum dan sesudah pengumuman pemecahan saham. Hasil penelitian tersebut mendukung trading range theory. Trading range theory menyatakan bahwa setelah pengumuman pemecahan saham, harga saham berubah secara
signifikan,
yaitu
berda
pada
optimal
trading
range.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa pemecahan saham mengakibatkan harga saham berubah secara signifikan. Sedangkan, volume perdagangan merupakan jumlah transaksi yang diperdagangkan waktu tertentu. Volume diperlukan untuk menggerakan harga saham
(Sumiyana, 2007 dalam Iin dan Purba, 2011). Volume perdagangan
saham merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya reaksi pasar terhadap suatu peristiwa tertentu, untuk melihat pengaruh pemecahan saham yang bersangkutan yang diukur dengan Trading Volume Activity (TVA). Trading Volume Activity (TVA) merupakan perbandingan antara jumlah saham yang diperdagangkan pada waktu tertentu dengan jumlah saham yang beredar pada periode tertentu. Volume perdagangan merupakan ukuran utama dari volume perdagangan saham
yang menunjukkan pergerakan perdagangan saham. Jumlah dari
perubahan volume perdagangan yang ditentukan dengan pengamatan aktivitas volume perdagangan yang dapat dilihat melalui indikator TVA. Menurut Widayanto dan Sunarjanto (2005 dalam Lasmanah dan Bagja, 2014), TVA merupakan sebuah indikator yang dapat digunakan untuk melihat reaksi saham di pasar dengan menginfomasikan melalui parameter pegerakan perdagangan aktivitas volume saham di dalam modal.
8
Volume perdagangan saham sebelum pengumuman pemecahan saham (stock splits) menunjukan bahwa perusahaan yang melakukan pemecahan saham (stock splits) mengalami likuiditas perdagangan saham yang lebih rendah dari pada perusahaan
yang tidak melakukan stock splits (Sriwidharmanely, 2006
dalam Iin dan Purba, 2011). Dengan demikian, diperlukan pengujian tentang adanya volume perdagangan saham sebelum dan sesudah pemecahan saham, agar dapat dibuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan volume perdagangan saham sebelum dan sesudah stock split. Berikut ini adalah
grafik perbedaan
trading volume activity yang
diperoleh dari penelitian penulis antara sebelum dan sesudah kebijakan stock split pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebanyak 31 perusahaan periode tahun 2011 sampai dengan 2014. Grafik 1.2 Rata-Rata Volume Pedagangan Saham (TVA) Sebelum dan Sesudah Kebijakan Stock Split 3.0000 2.4000 1.8000 TVA SEBELUM
1.2000
TVA SESUDAH 0.6000
MTSM SSIA AUTO MAIN PBRX INTA BTPN LSIP BBRI ACES KLBF IDKM KREN MDRN INDS PWON PTRO JPFA SMRA ARNA TOWR AMRT JRPT TLKM BATA JKON ALMI INAI TOTO CMPP MLBI
0.0000
Sumber : data diolah dari hasil penelitian tahun 2015 Berdasarkan grafik 1.2 terlihat bahwa nilai mean TVA sebelum stock split dan nilai
mean TVA sesudah stock
split
mengalami fluktuasi. Terdapat
9
perusahaan yang mengalami
peningkatan volume perdagangan saham seperti
AUTO, MDRN, BATA dan INAI. Sedangkan perusahaan lainnya tidak mengalami peningkatan sesudah adanya kebijakan stock split. Sehingga hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa pada periode sesudah stock split, likuiditas perdagangan saham kurang baik dibandingkan periode sebelum stock split. Hasil ini menunjukkan ketidaksesuaian dengan trading range theory (Mason, 1998), yaitu stock split akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Teori ini menyatakan bahwa harga saham yang lebih rendah akan menambah kemampuan saham tersebut untuk diperjual belikan setiap saat dan meningkatkan efisiensi pasar, sehingga akan menarik investor menengah atau kecil untuk melakukan investasi. Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain seperti yang dilakukan Damayanti, Atmaja, dan Darmawan (2014) yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peristiwa pemecahan saham tidak menyebabkan adanya perbedaan abnormal return saham sebelum dan sesudah peristiwa pemecahan saham, selain itu peristiwa pemecahan saham menyebabkan adanya perbedaan volume perdagangan saham sebelum dan sesudah pemecahan saham yang dilakukan oleh perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia pada periode 2008-2013. Hasil penelitian ini mengenai volume perdagangan sesuai dengan trading range theory. Menurut trading range theory, harga saham yang terlalu tinggi menyebabkan saham tersebut menjadi kurang aktif diperdagangkan. Dengan melakukan pemecahan saham, likuiditas semakin meningkat, sehingga
10
semakin banyak investor yang mampu bertransaksi (Marwata, 2001) dalam (Pranama, 2012). Sedangkan menuru Mila (2010), dalam hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa pada hipotesis pertama tidak ada pengaruh signifikan ratarata volume perdagangan sebelum dan sesudah pemecahan saham. Penelitian ini menunjukkan ketidaksesuaian dengan trading range theory. Trading range theory (Mason, 1998) menyatakan bahwa stock split akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Dengan adanya stock split, saham emiten di pasar akan lebih murah dan jumlahnya pun akan lebih banyak. Untuk hipotesis kedua menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang sinifikan rata-rata abnormal return sebelum dan sesudah pemecahan saham. Penelitian ini menunjukkan ketidaksesuaian dengan signaling theory. Signaling theory menyatakan bahwa stock split memberikan informasi kepada investor tentang peningkatan return masa depan. Berdasarkan baerbagai hasil penelitian terdapat banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan hasil dari pengujian yang telah dilakukan, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai harga saham relatif
dan
volume
perdagangan
saham,
dengan
judul
“
ANALISIS
PERBANDINGAN HARGA SAHAM DAN VOLUME PERDAGANGAN SAHAM SEBELUM DAN SESUDAH KEBIJAKAN STOCK SPLIT (Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2014).
11
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumasan masalah penelitian ini
adalah : 1. Apakah terdapat perbedaan signifikan harga saham relatif sebelum dan sesudah dilakukannya stock split pada perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2011-2014 ? 2. Apakah terdapat perbedaan signifikan volume perdagangan saham sebelum dan sesudah dilakukannya stock split pada perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2011-2014 ?
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas maksud dan tujuan dari penulisan
penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah terdapat perbedaan harga saham sebelum dan sesudah dilakukannya stock split up pada perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2011-2014. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah terdapat perbedaan volume perdagangan saham sebelum dan sesudah dilakukannya stock split up pada perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2011-2014.
12
1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk : 1. Bagi Emiten Diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan di dalam melakukan aktivitas stock split untuk mempertahankan agar saham suatu emiten tetap berada dalam rentang perdagangan yang optimal . 2. Bagi investor Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan acuan di dalam mengambil keputusan berinvestasi pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang melakukan aktivitas stock split. 3. Bagi Akademis Memberikan tambahan literatur dan pertimbangan pada penelitian yang akan datang tentang pasar modal khususnya tentang pemecahan saham (stock split), membuktikan bahwa tetdapat perbedaan harga saham, volume perdagangaan saham sebelum dan sesudah kebijakan pemecahan saham.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan Statistic,
dan
situs-situs
dengan mengambil data sekunder dari IDX keuangan
seperti
www.duniainvestasi.com,
www.sahamok.com, www.idx.co.id, pojok bursa Universitas Widyatama yang berlokasi di Jl. Cikutra No.16 Bandung dalam rangka memperoleh data yang
13
diperlukan guna penyusunan skripsi. Adapun penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus 2015 sampai dengan bulan November 2015.