1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang, kondisi perekonomian di Indonesia saat ini juga semakin maju dan berkembang, oleh karena itu pemerintah semakin menekankan kepada setiap warga Negara untuk taat dan patuh terhadap Undang-Undang Perpajakan yang berlaku saat ini. Dengan kondisi Negara yang seperti tersebut diatas, maka pemerintah memerlukan sumber penerimaan yang cukup besar untuk dapat menjalankan roda pemerintahan guna membiayai pengeluaran Negara baik pengeluaran untuk pemerintahan pusat maupun daerah. Bagi Negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara. Sebaliknya bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih. Bagi pemerintah, pajak adalah sumber pendapatan yang digunakan untuk kepentingan bersama. Semakin besar pajak yang dibayarkan masyarakat, semakin besar pula pendapatan yang diterima Negara. Sedangkan bagi perusahaan,
pajak
merupakan
biaya
dan
juga
pengeluaran
yang
pengembaliannya tidak secara langsung dapat dirasakan sehingga pajak merupakan pengeluaran yang harus diperhitungkan dalam setiap keputusan yang diambil oleh perusahaan.
2
Pajak merupakan beban bagi perusahaan yang dapat mengurangi laba bersih yang seharusnya didapatkan perusahaan, oleh karena itu meminimalkan beban pajak adalah salah satu fungsi manajemen keuangan melalui fungsi perencanaan pajak. Dalam melakukan pengelolaan pajak, perusahaan harus melakukan upaya-upaya agar beban yang ditimbulkan dari pajak dapat ditekan sekecil mungkin untuk memperoleh peningkatan laba bersih setelah pajak. Upaya untuk menekan beban pajak sekecil mungkin adalah dengan menggunakan perencanaan pajak (tax planning). Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan pajak agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimalkan kewajiban pajak (Suandy, 2013:6). Ada berbagai jenis objek yang menjadi sasaran pajak, salah satu yang paling umum dikenal masyarakat adalah pajak penghasilan pribadi PPh 21. Dalam perusahaan pasti terdapat sumber daya manusia yang bekerja semi kelangsungan hidup perusahaan sehingga mendapatkan apresiasi dari perusahaan yang disebut gaji. Gaji adalah beban perusahaan yang wajib diberikan kepada karyawan setiap bulannya atau dalam periode tertentu sebagai imbalan atas hasil kerja yang telah dilakukan untuk perusahaan. Oleh karena itu maka beban gaji adalah beban rutin yang dikeluarkan perusahaan setiap bulannya dan menjadi salah satu komponen yang mempengaruhi
3
terbentuknya laba perusahaan. Sebab itu ada hubungan antara PPh 21 dengan PPh badan (PPh 25). Untuk dapat melakukan penghematan terhadap pajak, terutama Pajak Penghasilan (PPh) baik pribadi maupun badan dapat dilakukan dengan perencanaan pajak pada biaya-biaya yang berkaitan dengan kesejahteraan bagi karyawan. Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk memotong PPh 21 karyawan. Metode yang pertama adalah gross method yaitu metode dimana karyawan menanggung sendiri jumlah pajak penghasilannya. Metode kedua yang bisa dipilih adalah net method yaitu metode perusahaan menanggung pajak karyawannya. Dan metode ketiga yaitu metode dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak kepada karyawannya sejumlah PPh yang terutang melalui Tunjangan Pajak, dan metode ini disebut juga gross up methode. Penulis memilih Apotek K-24 sebagai tempat penelitian karena perusahaan ini merupakan perusahaan yang baru akan beroperasi sehingga kemungkinan terjadinya perencanaan pajak belum dilakukan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Tax Planning Pemberian Tunjangan PPh 21 Untuk Meminimalkan Beban Pajak Pada Apotek K-24 Demak Surabaya”.
4
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas, maka rumusan masalah untuk penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana
penerapan
perencanaan
pajak
atas
pemberian
tunjangan PPh 21 kepada karyawan di Apotek K-24 Demak Surabaya ? 2.
Bagaimana penerapan perencanaan pajak untuk meminimalisir beban pajak Apotek K-24 Demak Surabaya ?
3.
Bagaimana hubungan antara Pemberian tunjangan PPh 21 kepada karyawan dengan beban pajak Apotek K-24 Demak Surabaya ?
1.3.Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui perencanaan pajak atas pemberian tunjangan PPh 21 kepada karyawan di Apotek K-24 Demak Surabaya
2.
Untuk
mengetahui
penerapan
perencanaan
pajak
untuk
meminimalisir beban pajak Apotek K-24 Demak Surabaya 3.
Untuk mengetahui hubungan antara pemberian tunjangan PPh 21 kepada karyawan dengan beban pajak Apotek K-24 Demak Surabaya
5
1.4.Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dengan disusunnya penelitian ini adalah: 1.4.1.
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat dijadikan sarana untuk menambah pengetahuan dan dapat dipergunakan sebagai bahan untuk studi banding dalam melakukan penelitian di masa yang akan datang khususnya yang berkaitan dengan PPh 21 dan PPh badan.
1.4.2.
Manfaat Praktis a. Bagi Perusahaan Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan dalam mengevaluasi kondisi perpajakan yang ada di perusahaan serta data dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan agar dapat meminimalisir beban pajak perusahaan sehingga dapat meningkatkan laba bersih perusahaan. b. Bagi Penulis Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk memberikan kesempatan menerapkan ilmu yang didapat di bangku kuliah dalam kasus kehidupan sehari-hari yang terjadi dalam sebuah perusahaan.
6
c. Bagi Akademisi Dapat dijadikan bahan referensi untuk generasi yang akan datang saat akan melakukan penelitian serupa juga untuk melakukan pengembangan penelitian atas panalitian ini.
7
BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Pajak Menurut Waluyo (2011:2) menyatakan bahwa banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak seperti yang dikemukakan oleh : Prof. Dr. J. A. Adriani yang diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo “Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan”. Menurut Prof. Edwin R. A. Seligman dalam buku Essay in Taxation yang diterbitkan di amerika menyatakan: “Tax is compulsory contribution from the person to the government to depray the expenses incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred”. Dari definisi tersebut terlihat bahwa adanya kontribusi seseorang yang ditujukan kepada Negara tanpa adanya manfaat yang ditujukan secara khusus pada seseorang. Demikian halnya bahwa bagaimanapun juga pajak itu ditujukan manfaatnya kepada masyarakat.
8
Menurut Philip E. Taylor dalam buku the Economics of Public Finance memberikan batasan pajak seperti diatas hanya menggantikan without reference dengan little reference. Menurut Mr. Dr. NJ. Feldmann dalam buku De Over Heidsmiddelen Van Indonesia (terjemahan): Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontrapretasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum. Menurut Prof. Dr. MJH. Smeets dalam buku De Economics Betekenis Belastingen (Terjemahan): Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontrapretasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul “Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong” menyatakan: “Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oeh penguasa berdasarkan norma-norma hokum, guna menutup biaya produksi barangbarang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”. Dari definisi tersebut tidak tampak istilah “dipaksakan” karena bertitik tolak pada istilah “iuran wajib”. Sisi lainnya yang berhubungan dengan kontrapretasi menekankan pada mewujudkan kontrapretasi itu diperlkan pajak.
9
Menurut Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan (1990:5) menyatakan: “Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbale (kontrapretasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
2.1.2. Pajak penghasilan 2.1.2.1. Pengertian Pajak Penghasilan Menurut Harnanto (2013:77) Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan atas penghasilan kena pajak yang diperoleh atau diterima oleh wajib pajak dalam jangka waktu satu tahun berdasarkan tarif tertentu. 2.1.2.2. Subjek Pajak Waluyo (2013:99),Subjek pajak dapat diartikan sebagai orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak. Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pengertian Subjek Pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap, sebagai berikut : a. Orang pribadi Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia atau di luar Indonesia.
10
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tetap dapat dilaksanakan. c. Badan Badan berdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif. d. Bentuk Usaha Tetap Yang dimaksud dengan Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
2.1.2.3. Objek Pajak Waluyo (2013:109) menyatakan bahwa objek pajak dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung pajak terutang. Objek pajak untuk PPh adalah penghasilan. Pengertian penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
11
atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dilihat dari mengalirnya (inflow) tambahan kemampuan ekonomis kepada subjek pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi: a. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara dan sebagainya. b. Penghasilan dari usaha dan kegiatan. c. Penghasilan dari modal atau investasi, yang berupa harta gerak ataupun harta tidak bergerak seperti bunga, dividen, royalty, sewa, keuntungan penjualan, harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya. d. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya.
Sesuai Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang termasuk penghasilan sebagai objek pajak dengan nama dan bentuk apapun termasuk: a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pension, atau imbalan
12
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang Pajak Penghasilan. b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan c. Laba usaha d. Keuntungan karena penjualan atau karena pegalihan harta termasuk: 1. Keuntungan
karena
pengalihan
harta
kepada
perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal. 2. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekuritas, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya. 3. Keuntungan
karena
likuidasi,
penggabungan,
peleburan,
pemekaran, pemecahan, pegamilalihan usaha, atau organisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun. 4. Keuntungan karena pengambilan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
13
5. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan. e. Penerimaan kembali penerimaan pajak yang telah dibebankan sebagai biaya, dan pembayaran tambahan pengembalian pajak. f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. h. Royalty, atau imbalan atas penggunaan hak i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva n. Premi asuransi o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajak
14
q. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan, dan s. Surplus Bank Indonesia.
2.1.2.4. Penghasilan yang Tidak Termasuk sebagai Objek Pajak Pasal 4 ayat (3) terdapat penghasilan yang tidak termasuk kategori penghasilan yang dikenakan PPh, yaitu: a. Terdiri dari: 1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah. 2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan social, termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang
15
ketentuannya diatur dengan/atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan. Sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan. b. Warisan c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah. Kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang meggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan. e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa. f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan syarat: 1.
Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan, dan
16
2.
Bagi Perseroan Terbatas, BUMN, dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal disetor.
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension (perhatikan huruf “g”) dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan Kontrak Investasi Kolektif. j. Dihapus k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 1.
Merupakan perusahaan mikro kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sector-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2.
Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
17
Perusahaan Modal Ventura adalah suatu perusahaan yang kegiatan usahanya membiayai badan usaha (sebagai pasangan usaha) dalam bentuk penyertaan modal untuk suatu jangka waktu tertentu. l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana
kegiatan
pendidikan
dan/atau
penelitian
dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, dan n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan/atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
18
2.1.2.5. Penghasilan Tidak Kena Pajak Sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan 2012 Untuk menghitung berapa PTKP yang dapat diberikan kepada seorang Wajib Pajak sebelumnya kita harus mengetahui terlebih dahulu kondisi Wajib Pajak antara lain status menikah/belum serta tanggungan. Berdasarkan PMK-162/PMK.011/2012 yang mulai berlaku 1 januari 2013, PTKP dapat diberikan kepada: a.
Rp. 24.300.000 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi.
b.
Rp. 2.025.000 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.
c.
Rp. 24.300.000 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana yang dimaksud pasal 8 ayat (1) UU PPh.
d.
Rp 2.025.000 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
19
2.1.2.6. Tarif Pajak Besarnya Tarif Pajak berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, besarnya tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tarif Pajak Penghasilan Lapisan Penghasilan Kena Paja Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah)
Tarif Pajak 5% (Lima Persen)
Di atas Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta
15%
Rupiah) sampai dengan Rp. 250.000.000,00
(Lima Belas Persen)
(Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) Di atas Rp. 250.000.000,00 (Dua Ratus Lima
25%
Puluh Juta Rupiah) sampai dengan Rp.
(Dua Puluh Lima
500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah) Di atas Rp. 500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah)
Persen) 30% (Tiga Puluh Persen)
20
2.1.3. Pajak Penghasilan Pasal 21 2.1.3.1. Pengertian PPh 21 Menurut Waluyo (2011:201) Pajak Peghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri.
2.1.3.2. Tarif Pajak PPh Pasal 21 Bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP Tarif pajak yang digunakan sebagai tarif pemotongan atas penghasilan yang terutang PPh 21 yaitu tarif pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan,
kecuali
ditetapkan
lain
dengan
peraturan
pemerintah. Besarnya tarif PPh 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dapat dibuktikan dengan cara menunjukkan kartu NPWP.
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf “a” Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas:
21
1. Jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan. 2. Jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah yang diterima oleh peserta kegiatan.
2.1.3.3. Tarif Pajak PPh Pasal 21 Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP Terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) diatur tersendiri dalam menghitung besarnya PPh Pasal 21 Terutang. Aturan dimaksud meliputi berikut ini: 1. Bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP. 2. Jumlah PPh Pasal 21yang harus dipotong sebagaimana dimaksud pada butir 2 sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP.
22
3. Pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada butir 1 hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final. 4. Dalam hal pegawai tetap atau penerima pension berkala sebagai penerima penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 denga tarif yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud
pada
butir
1
mendaftarkan
diri
untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalan tahun kalender yang bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk masa pajak Desember, PPh Pasal 21 yang telah dipotong atas selisih pengenaan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) lebih tinggi tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
2.1.3.4. Pemotong Pajak Pemotong Pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri, Wajib Pajak dilakukan oleh: 1. Pemberi kerja yang terdiri atas orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau
23
unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. 2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk
institusi TNI/POLRI,
Pemerintah
Daerah,
instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan. 3. Dana Pensiun, badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pension dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua. 4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar: a. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak Dalam Negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan
24
atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya. b. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak Luar Negeri. c. Honorarium
atau
imbalan
lain
kepada
peserta
pendidikan, pelatihan, dan magang. 5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apa pun kepada Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
2.1.3.5. Kewajiban Pemotong Pajak 1. Kewajiban mendaftarkan diri sebagai berikut: a. setiap pemotong pajak, termasuk organisasi internasional yang tidak dikecualikan sebagai pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penggalian dan Pengamatan Potensi Perpajakan setempat.
25
b. pemotong pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan
dalam
rangka
pemenuhan
kewajiban
perpajakannya kepada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak dan Pengamatan Potensi Perpajakan setempat. 2. Kewajiban menghitung, memotong, dan menyetorkan sebagai berikut: a. Pemotong pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan kalender. b. PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong oleh pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap masa pajak wajib disetor ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 (sepuluh) hari setelah masa pajak berakhir. c. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap masa pajak yang dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terdaftar, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
26
d. Bila tanggal jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada huruf “a” dan batas waktu pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada huruf “b” bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau libur nasional, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. e. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap atau penerima pensiun berkala paling lama 1 (satu) bulan setelah tahun kalender berakhir. f. Dalam hal pegawai tetap berhenti bekerja sebelum bulan Desember, bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada huruf “a” harus diberikan paling lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja. 3. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 harus memberikan
bukti
pemotongan
PPh
Pasal
21
atas
pemotongan PPh Pasal 21 selain pegawai tetap dan penerima pension berkala, serta bukti pemotongan PPh Pasal 26 setiap ali melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26.
27
a. Bila dalam 1 (satu) bulan kalender, kepada satu penerima penghasilan dilakukan lebih dari 1 (satu) kali pembayaran penghasilan, bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat dibuat sekali untuk 1 (satu) bulan kalender. Bentuk formulir pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 ditetapkan dengan peraturan Direktur Jenderal Pajak tersendiri. b. Jumlah penghasilan yang menjadi dasar penghitungan kembali PPh Pasal 21 tersebut, didasarkan pada kewajiban pajak subjektif yang melekat pada pegawai tetap yang bersangkutan dan untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya berawal atau berakhir dalam tahun pajak, dengan penghitungan sebagai berikut. 1. Apabila pegawai tetap adalah Wajib Pajak dalam negeri dan mulai atau berhenti bekerja dalam tahun berjalan, penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah penghasilan yang sebenarnya diterima atau
diperolehnya
dalam
tahun
pajak
yang
bersangkutan dan tidak disetahunkan. 2. Apabila pegawai tetap adalah Wajib Pajak dalam negeri yang merupakan pendatang dari luar negeri, dan mulai bekerja di Indonesia dalam tahun berjalan,
28
penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah penghasilan yang sebenarnya diperoleh dalam bagian
tahun
pajak
yang
bersangkutan
dan
disetahunkan. 3. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja sebelum tahun kalender berakhir karena meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, maka pada akhir bulan berhentinya pegawai tersebut, penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah penghasilan yang sebenarnya diterima atau diperoleh dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan dan disetahunkan. c. Apabila jumlah pajak yang terutang berdasarkan perhitungan kembali tersebut lebih besar dari jumlah pajak yang telah dipotong, kekurangannya dipotong dari pembayaran gaji pegawai yang bersangkutan untuk bulan pada wakt dilakukannya penghitungan kembali. d. Apabila
jumlah
pajak
terutang
berdasarkan
penghitungan kembai tersebut lebih rendah dari jumlah pajak
yang
telah
dipotong,
kelebihannya
diperhitungkan dengan pajak yang terutang atas gaji untuk bulan pada waktu dilakukan penghitungan kembali.
29
2.1.3.6. Subjek Pajak PPh Pasal 21 Penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu orang pribadi yang merupakan: 1. Pegawai; 2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pension, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya; 3. Bukan
pegawai
yang menerima
atau
memperoleh
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi: a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri
atas
pengacara,
akuntan,
arsitek,
dokter,
konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris; b. Pemain music, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya; c. Olahragawan; d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator; e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah; f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, computer dan system aplikasinya, telekomunikasi,
30
elektronika, fotografi, ekonomi dan social serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan; g. Agen iklan; h. Pengawas atau pengelola proyek; i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara; j. Petugas penjaja barang dagangan; k. Petugas dinas luar asuransi; l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya. 4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi: a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni,
ketangkasan,
ilmu
pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya; b. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja; c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu; d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; e. Peserta kegiatan lainnya.
31
2.1.3.7. Objek Pajak PPh Pasal 21 Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagai berikut: 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur. 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pension secara teratur berupa uang pension atau penghasilan sejenisnya. 3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis. 4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa uang harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan. 5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
32
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, dan imbalan sejenis dengan nama apa pun. 2.1.3.8. Tunjangan Pajak Apabila kepada pegawai diberikan tunjangan pajak, tunjangan pajak tersebut merupakan penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan, sehingga dalam perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji pegawai yang bersangkutan, tunjangan pajak tersebut ditambahkan pada penghasilan yang diterimanya. Dalam perhitungan pajak penghasilan di Indonesia (PPh21), ada 3 metoda yg bisa digunakan, yaitu : 1) Net Method Merupakan
metode
pemotongan
pajak
dimana
perusahaan
menanggung pajak karyawannya 2) Gross Method Merupakan
metode
pemotongan
pajak
dimana
karyawan
menanggung sendiri jumlah pajak penghasilannya 3) Gross-Up Method Merupakan
metode
pemotongan
pajak
dimana
perusahaan
memberikan tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak yang akan dipotong dari karyawan.
33
Methoda Gross-Up, akan menghasilkan tunjangan pajak sama dengan jumlah pajak penghasilan terhutang. Untuk mendapatkan besaran tunjangan pajak tersebut, ada beberapa cara yaitu sebagai berikut: 1)
Penghitungan Iterasi Iterasi pertama akan menghasilkan awal pajak terhutang yang
akan dijadikan inisial besaran tunjangan pajak, yang akan merubah besaran penghasilan brutto kembali. Iterasi berikutnya akan menghitung kembali besaran pajak terhutang baru, untuk dihitung selisihnya dengan tunjangan pajak sebelumnya, jika masih ada selisih, update pajak terhutang baru menjadi komponen tunjangan pajak baru. Hitung kembali pajak terhutang baru, dan demikian seterusnya sampai tidak didapatkan selisih antara besaran tunjangan pajak dengan pajak terhutang. Dengan metode ini, biasanya untuk mendapatkan hasil akhir dibutuhkan 3 sampai 15 iterasi (tergantung dari besaran penghasilan yang bersangkutan). 2)
Penghitungan Cepat Formulasi Gross-Up PPh Pasal 21 terbagi dalam 5 lapisan
rentang PKP, sesuai dengan lapisan tarif yang terdapat dalam pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan (Tarif Progresif) :
34
A. Lapisan I Untuk PKP antara Rp. 0 hingga Rp. 47,500,000 atau 0 < X < 47,500,000. Tunjangan PPh = PKP setahun (-) Rp.0 X 5/95 + (0) B. Lapisan II Untuk PKP antara Rp 47,500,000 hingga Rp 217,500,000 atau 47,500,000 < X < 217,500,000 Tunjangan PPh = PKP setahun (-) Rp. 47,500,000 X 15/85 (+) Rp 2,500,000 C. Lapisan III Untuk PKP antara Rp. 217,500,000 hingga Rp 405,000,000 atau 217,500,000 < X < 405,000,000 Tunjangan PPh = PKP setahun (-) Rp 217,500,000 X 25/75 (+) Rp 32,500,000 D. Lapisan IV Untuk PKP > Rp 405,000,000 Tunjangan PPh = PKP setahun (-) Rp 405,000,000 X 30/70 (+) Rp 95,000,000
2.1.4. Perencanaan Pajak Suandy (2013:6) menyatakan bahwa perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan
35
penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Harnanto (2013:3) mengatakan bahwa definisi dari perencanaan pajak adalah suatu proses pengintegrasian usaha-usaha Wajib Pajak atau sekelompok Wajib Pajak untuk meminimalkan beban atau kewajiban pajaknya, baik yang berupa Pajak Penghasilan maupun pajak-pajak yang lain; melalui pemanfaatan fasilitas perpajakan, penghematan pajak (tax saving), dan penghindaran pajak (tax avoidance) yang sesuai dengan atau tidak menyimpang dari ketentuan perundang-undangan perpajakan. Harnanto (2013:3) menyatakan bahwa tujuan perencanaan pajak adalah untuk meminimisasi beban atau pajak yang terutang (dalam tahun berjalan dan tahun-tahun berikutnya). Suandy (2013:7) menyatakan bahwa jika tujuan perencanaan pajak adalah untuk merekayasa agar beban pajak (tax burden) dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuat undang-undang maka tax planning di sini sama dengan tax avoidance karena secara hakikat ekonomis kedua-duanya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after taxreturn) karena pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia baik untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun untuk diinvestasikan kembali. Suandy (2013:7) mengemukakan untuk meminimumkan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara baik yang masih memenuhi
36
ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan perpajakan (unlawful). Ukuran yang digunakan dalam mengukur kepatuhan peraturan wajib pajak adalah sebagai berikut: a. Tax saving, upaya wajib pajak mengelakkan hutang pajaknya dengan jalan menahan diri untuk tidak membeli produk-produk yang ada pajak pertambahan nilainya atau dengan sengaja mengurangi jam kerja atau pekerjaan yang dapat dilakukannya sehingga penghasilannya menjadi kecil dan dengan demikian terhindar dari pengenaan pajak penghasilan yang besar. b. Tax avoidance, yaitu upaya wajib pajak untuk tidak melakukan perbuatan yang dikenakan pajak atau upaya-upaya yang masih dalam kerangka ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak yang terhutang. Suandy (2008:7), tujuan tax planning secara lebih khusus ditujukan untuk memenuhi hal-hal sebagai berikut : a. Menghilangkan/menghapus pajak sama sekali; b. Menghilangkan/menghapus pajak dalam tahun berjalan; c. Menunda pengakuan penghasilan d. Mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain; e. Memperluas bisnis atau melakukan ekspansi usaha dengan membentuk badan usaha baru; f. Menghindari pengenaan pajak ganda;
37
g. Menghindari bentuk penghasilan yang bersifat rutin atau teratur atau membentuk, memperbanyak, atau mempercepat pengurangan pajak.
Suandy (2008:8), manfaat perencanaan pajak pada prinsipnya adalah sebagai berikut : a. Mengatur alur kas, merupakan perencanaan yang dapat mengestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kasnya dengan lebih akurat. b. Penghematan kas keluar, adalah perencanaan pajak yang dapat menghemat pajak yang merupakan biaya bagi perusahaan. Prinsip-prinsip untuk menghemat pajak : a. Memanfaatkan secara optimal ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku. b. Menyebar penghasilan kebeberapa tahun untuk menghindari pajak yang tinggi. c. Mengambil beberapa keuntungan dari pemilihan bentuk-bentuk tepat. d.Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sehingga dapat diukursecara keseluruhan penggunaan tarif
pajak dan potensi
penghasilannya. Motivasi Perencanaan Pajak Menurut Suandy (2013:10), motivasi dilakukannya perencanaan pajak pada umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu:
38
a. Kebijakan Perpajakan (Tax Policy), merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang menjadi tujuan dalam sistem perpajakan. Faktor-faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak, antara lain : a) Jenis Pajak yang akan dipungut. b) Subjek Pajak. c) Objek Pajak. d) Besarnya Tarif Pajak. e) Prosedur pembayaran pajak. b. Undang-undang Perpajakan (Tax Law). Tidak ada undang-undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain, seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Sering terjadi pertentangan antara ketentuan pelaksanaan tersebut dengan undang-undang itu sendiri karena adanya penyesuaian dengan kepentingan
pembuat kebijakan dalam
mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya. Akibatnya terbuka celah (loopholes) bagi Wajib Pajak untuk menganalisis dengan cermat kesempatan tersebut untuk melakukan perencanaan pajak yang baik. c. Administrasi Perpajakan (Tax Administration). Indonesia sebagai negara yang sedang membangun masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan administrasi perpajakannya secara memadai. Hal ini mendorong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan dengan baik untuk menghindari sanksi administrasi maupun pidana yang diakibatkan karena
39
adanya perbedaan penafsiran antara aparat fiskus dengan perusahaan selaku Wajib Pajak karena luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang belum efektif.
Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak Suandy (2013:13) menyebutkan dalam arus globalisasi dan tingkat persaingan yang semakin tinggi, seorang manajer dalam membuat suatu perencanaan pajak sebagaimana strategi perencanaan perusahaan secara keseluruhan harus memperhitungkan adanya kegiatan yang bersifat local maupun internasional. Agar perencanaan pajak dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka rencana itu seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan tahap-tahap berikut ini: 1. Menganalisis informasi yang ada 2. Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak 3. Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak 4. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak 5. Memutakhirkan rencana pajak (Barry Spitz, 1983)
40
2.2. PENELITIAN TERDAHULU
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No
Peneliti
Judul
Variabel
(Tahun)
Penelitian
yang
Alat Analisis
Hasil Penelitian
digunakan 1
Ardiantha
Analisis
Variabel
Analisis
Penelitian
ini
Saputra
Perencanaan
Independen:
Deskriptif
membuktikan
(2005)
Pajak
Revaluasi
Kuantitatif
bahwa
Melalui
Aktiva tetap
menggunakan penerapan
Revaluasi
Analisis
perencanaan
Aktiva Tetap Variabel
Statistik
pajak
dan
Dependen:
melalui
kebijakan
Penghitungan Pajak
revaluasi aktiva
Besarnya
Terutang
tetap
Pajak
Wajib Pajak
memberikan
Terhutang
Badan
penghematan
tersebut
Wajib Pajak
pajak
Badan
signifikan,
yang dan
hasil ini berlaku juga bagi semua perusahaan
41
anggota populasi penelitian .Penelitian juga ini mengungkapkan bahwa penerapan revaluasi aktiva tetap
akan
menurunkan biaya penyusutan atas selisih revaluasi. 1
Nurjannah Implementasi Variabel
Analisis
Penerapan
(2013)
Independen:
Deskriptif
planning
(Tax Perencanaan
Kuantitatif
meniadakan
Perancanaan Pajak
Planning)
Pajak
(Tax Tanpa
untuk
Planning)
fasilitas
menggunakan dinas
penghematan
Analisis
direksi
jumlah pajak Variabel
Statistik
berdampak
penghasilan pada Semen
Dependen:
PT. Jumlah Pajak
tax yang
mobil bagi
positif terhadap biaya pemeliharaan
42
Bosowa Maros
Penghasilan
pabrik,
dimana
anggaran untuk mobil
tersebut
dialihkan menjadi
biaya
operasional pabrik telah
yang dikoreksi
sebesar
Rp
87.747.105,00 dan
temuan
lainnya
yang
digunakan untuk menghemat pajak
yaitu
biaya
sebesar
Rp 700.000.000,00 yang
berasal
dari
jamuan
perusahaan pada kegiatan tertentu dan
beban
43
handphone sebesar Rp 22.061.170,00 yang digunakan untuk
fasilitas
dinas direksi
2.2.1.
Persamaan: antara penelitian ini maupun penelitian yang sudah ada di atas terdapat persamaan dalam variable terikatnya yaitu Beban Pajak
2.2.2.
Perbedaan: sedangkan untuk perbedaan yang terdapat antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah variable X atau variable bebasnya.
2.3. KERANGKA KONSEPTUAL Kerangka konseptual merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai factor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka pemikiran yang baik akan menjelaskan secara teoritis hubungan antara variable yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antara variable independen dan dependen.
Tunjangan PPh 21
Beban Pajak Badan
(X)
(Y)
44
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif Kualitatif dengan pendekatan Studi Kasus. Sugiyono (2010:29), mendefinisikan “Penelitian deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas”.
3.2. Deskripsi Populasi dan Penentuan Sampel 3.2.1. Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga, sedangkan populasi untuk penelitian ini adalah Penerapan Tax Planning pemberian tunjangan PPh Pasal 21. 3.2.2. Sampel adalah bagian dari populasi yang diharapkan mampu mewakili populasi dalam penelitian, dan untuk sampel dalam penelitian ini adalah Apotek K-24 Demak Surabaya.
3.3. Variabel dan Definisi Operasional Variabel Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang suatu hal, kemudian ditarik kesimpulan. Variabel penelitian dapat dibedakan menjadi Variabel Independen dan Variabel Dependen (terikat). Variabel Independen adalah Variabel
45
yang memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable Dependen (terikat). Sedangkan Variabel Dependen (terikat) adalah variable yang dipengaruhi atau menjadi akibatkarena adanya variable bebas. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : a. Penerapan Tax Planning pemberian Tunjangan PPh Pasal 21 Karyawan (Variabel Independen) Tunjangan PPh Pasal 21 Karyawan yaitu tunjangan yang diberikan oleh pemberi kerja kepada karyawan atas besarnya beban pajak yang harus dibayar karyawan atas penghasilannya. b. Beban Pajak Badan Apotek K-24 (Variabel Dependen) Beban Pajak Badan yaitu jumlah pajak terutang atas laba yang dibebanan kepada perusahaan yang diperoleh dalam satu periode tertentu.
3.4. Jenis dan Sumber Data Jenis-jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Kualitatif, yaitu data yang berisi kondisi perusahaan seperti latar belakangperusahaan, struktur organisasinya, tujuan perusahaan, rencana perusahaan, kebijakan perusahaan. Data tersebut dapat diperoleh secara lisan maupun tulisan. 2. Data Kuantitatif, yaitu data yang berbentuk dokumen, daftar atau angkaangka yang dapat dihitung berupa laporan keuangan perusahaan. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
46
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dengan melakukan wawancara dan observasi pada perusahaan sebagai objek penelitian. 2. Data sekunder, yaitu data yang berupa catatan-catatan perusahaan dan lampiran-lampiran serta literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.5. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.5.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Apotek K-24 Demak Surabaya yang lebih tepatnya ada di Jl. Demak No. 274 Surabaya. 3.5.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 1 (satu) bulan terhitung sejak 20 Mei 2014 sampai 20 juni 2014, selama jam kerja dari pukul 09.00 – 17.00 dari hari senin – jumat.
3.6. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian Teknik yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data yaitu: 1. Observasi, yaitu peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti agar mendapat data yang diperlukan. 2. Wawancara, yaitu peneliti melakukan kegiatan tanya-jawab dengan pihak yang dianggap mengetahui informasi yang dibutuhkan. 3. Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data berupa dokumen dan catatan perusahaan yang diperlukan dalam penelitian ini.
47
Instrumen penelitian merupakan alat bantu di dalam melakukan penelitian yaitu untuk mengumpulkan data secara terencana. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan instrumen penelitian disesuaikan dengan teknik pengumpulan data. Dalam melakukan observasi, yang dibutuhkan adalah daftar kebutuhan data. Di dalam teknik interview, instrumen yang digunakan adalah daftar pertanyaan yang diajukan kepada sumber informasi. Untuk pegumpulan data dokumentasi menggunakan alat tulis manual maupun elektronik.
3.7. Teknik Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu menafsirkan dan menggambarkan data yang bersangkutan dengan situasi yang terjadi, pertentangan 2 keadaan atau lebih, hubungan antar varibel dan pengaruh Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) untuk Penghematan jumlah Pajak Penghasilan pada Apotek K-24 Demak Surabaya.
48
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
4.1. Penyajian Data 4.1.1. Sejarah Singkat Apotek K-24 Demak 1. 1989
: dr. Gideon Hartono menyelesaikan kuliah kedokteran di Universitas Gajah Mada
2. 1991
: dr. Gideon Hartono memulai bisnis fotografi “Agatha” yang menjadi salah satu pemimpin pasar di industrinya di Yogyakarta
3. 1991
: dr. Gideon Hartono memulai bisnis “Agatha Video” yang menjadi salah satu pemimpin pasar di industrinya di Yogyakarta
4. 2002
: dr. Gideon Hartono membuka gerai pertama Apotek K-24 di Jl. Magelang, Yogyakarta
5. 2003
: Pembukaan Apotek K-24 Jl. Gejayan, Yogyakarta dan Jl. Kaliurang Yogyakarta
6. 2004
: Pembukaan Apotek K-24 Jl. Gajah Mada, Semarang dan Jl. Gondomanan, Yogyakarta
7. 2005
: Apotek K-24 mulai diwaralabakan
8. 2011
: dr. Putu Suastiana Adnyana (PSA Apotek K-24 Demak Surabaya) mulai bergabung dengan PT.KDE (Ka Dua Empat) dengan membuka gerai K-24 di Jl. Demak No.274 Surabaya
49
4.1.2. Konsep Bisnis Apotek K-24 1. Komplit Persediaan ragam obat di Apotek K-24 relatif komplit 2. 24 Jam Semua gerai Apotek K-24 berkomitmen melayani masyarakat 24 jam perhari 7 hari perminggu 3. Harga Sama Pada pagi-siang-malam dan hari libur Apotek K-24 berkomitmen tidak mengenakan harga yang lebih tinggi di luar jam kerja biasa 4. Keaslian Obat Apotek K-24 berkomitmen untuk menyediakan obat hanya dari sumbersumber dengan prosedur yang resmi sehingga keaslian obat lebih terjamin 5. Kemajemukan Semua karyawan Apotek K-24 memahami dan menghargai perbedaan dan keragaman sosial budaya di dalam maupun di luar perusahaan 6. Melayani Masyarakat Untuk dapat melayani masyarakat di sekitar lokasi gerai, setiap apotek K24 menyelenggarakan pelayanan pengobatan gratis bagi warga sekitar yang tidak mampu pada setiap hari ulang tahun gerainya.
50
4.1.3. Visi dan Misi Apotek K-24 4.1.3.1. Visi 1. Menjadi merek nasional
yang menjadi pemimpin pasar bisnis
Apotek di Negara Republik Indonesia, melalui apotek jaringan waralaba yang menyediakan ragam obat yang komplit, buka 24 jam termasuk hari libur, yang tersebar di seluruh Indonesia. 2. Menjadi merek nasional kebanggaan bangsa Indonesia yang menjadi berkat dan bermanfaat bagi masyarakat, karyawan-karyawati dan pemilik. 4.1.3.2. Misi 1. Menyediakan pilihan obat yang komplit, setiap saat, dengan harga sama pagi-siang-malam dan hari libur: Apotek K-24 melayani masyarakat selama 24 jam perhari 7 hari perminggu dengan memberlakukan kebijakan harga yang tetap sama pada pagi, siang hari, malam hari maupun hari libur. 2. menyediakan kualitas pelayanan prima: Apotek K-24 senantiasa mempelajari dan mengusahakan peningkatan kualitas pelayanan untuk memaksimalkan tingkat kepuasan para pelanggan dan penerima waralaba.
4.1.4. Merek dan Citra Perusahaan 1. Merek K-24 merupakan singkatan dari “Komplit-24 jam”, berarti persediaan obat relatif komplit dan buka 24 jam perhari 7 hari perminggu
51
2. Logo Apotek K-24 menyiratkan filosofi Apotek K-24 yang memiliki makna kehidupan yang harmonis di tengah kemajemukan kelompok masyarakat di Indonesia, yang dilambangkan dengan perpaduannya secara harmonis warna-warna berikut: a. Hijau Melambangkan keberadaan umat muslim yang merupakan mayoritas masyarakat Indonesia b. Merah Melambangkan keberadaan umat kristiani di Indonesia c. Kuning Melambangkan keberadaan etnis Tionghoa di Indonesia d. Putih Melambangkan keberadaan kelompok-kelompok lain di Indonesia, yang tidak dideskripsikan oleh ketiga warna tersebut.
4.1.5. Lokasi Perusahaan Apotek K-24 Demak berada di Jalan Demak No. 274 RT. RW.001 Kelurahan Jepara Kecamatan Bubutan Kota Surabaya. Alasan dipilihnya lokasi tersebut adalah karena aktifitas operasional apotek yang relatif simpel mengingat perusahaan ini adalah perusahaan dagang yang aktifitas utamanya adalah membeli obat dan alat kesehatan dari PBF (Pedagang Besar Farmasi) kemudian menjualnya kembali kepada konsumen (Pasien). Sedangkan untuk Sumber Daya Manusia atau tenaga kerjanya, perusahaan ini dibantu oleh Branch Office kota Surabaya untuk
52
merekrut karyawan dimulai dari pendaftaran, test, sampai proses pelatihan karyawan baru yang diadakan di K-24 pusat di kota Yogyakarta. Untuk pemasarannya perusahaan menggunakan system retail sebagaimana yang dilakukan oleh toko-toko retail yang ada di sekitar masyarakat.
4.1.6. Struktur Organisasi Perusahaan Dalam Organisasi dengan segala aktivitas, terdapat hubungan antara orangorang yang menjalankan aktifitasnya. Makin banyak kegiatan yang dilakukan dalam organisasi, makin kompleks pula hubungan-hubungan dalam organisasi tersebut. Struktur organisasi yang baik merupakan salah satu syarat keberhasilan untuk menangani kegiatan usaha dalam rangka pencapaian sasaran perusahaan. Tetapi struktur organisasi yang tepat bagi suatu perusahaan yang bersangkutan haruslah menguntungkan jika ditinjau dari segi ekonomi dan bersifat fleksibel sehingga bila ada perluasan keadaan, tidak akan mengganggu susunan yang telah ada. Dalam hal ini struktur organisasi Apotek K-24 Demak Surabaya diatur dalam Pedoman Operasional Waralaba (Franchise Operations Manual) Vol.1 tentang “Sistem Waralaba Apotek K-24”. Struktur organisasi dimaksudkan sebagai alat ukur kontrol bahkan diharapkan struktur organisasi dapat membawa persatuan dan dinamika suatu perusahaan, atau dapat dikatakan bahwa struktur organisasi inilah yang mempersatukan fungsi-fungsi yang ada dalam lingkungan tersebut. Untuk lebih jelasnya tentang struktur organisasi Apotek K-24 Demak Surabaya, dapat dilihat pada gambar berikut:
53
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Apotek K-24 Demak Surabaya
Direktur / PSA
Apoteker Pengelola Apotek APA Apoteker Penndamping Pengelola APP
Asisten Apoteker
Bagian Administrasi
AA
Kasir
Bagian Akunting
Bagian Umum
Sumber: K-24 Demak Surabaya
Adapun pembagian tugas masing-masing fungsi dalam struktur organisasi perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Direktur / Pemilik Sarana Apotek (PSA) ,
Tanggung
Jawabnya
meliputi : a.
Mewakili kefarmasian
Perusahaan
dalam
beragam
kegiatan
non-teknis
54
b. Melakukan rekuritmen, bila perlu Pemberi Waralaba akan membantu c. Menentukan kebijakan kepegawaian menurut ketentuan Pemberi Waralaba d. Mengusahakan tercapainya target kinerja sesuai dengan proyeksi keuangan e. Memantau persaingan dan melaporkan kepada Pemberi Waralaba f.
Bersama Pemberi Waralaba merencanakan strategi pemasaran
2. Apoteker Pengelola Apotek (APA), Tanggung Jawabnya meliputi: a. Mengelola Keuangan b. Mengelola kepegawaian c. Pengendalian Stok d. Filing e.
Membuat laporan secara periodik (bulanan) ke dinas kesehatan dan BPOM
f.
mewakili institusi Apotek K-24 dalam berbagai acara pelatihan, seminar, dan lain-lain.
g. Tara timbangan secara periodik (1 tahun) 3. Apoteker Pendamping Pengelola (APP), Tanggung Jawabnya meliputi: a. Membantu APA merencanakan stock opname b. Mengatur adanya meeting bulanan serta jadwal karyawan c. Menerima pendelegasian tugas dari APA apabila APA sedang tidak bisa melaksanakan tugasnya.
55
4. Asisten Apoteker (AA), Tanggung Jawabnya meliputi: a. Melayani penjualan obat resep dan non resep, baik melalui Telepon atau Fax b. Bersama APA/APP bertanggung jawab dalam pembelian obat antar apotek c. Mengupdate kartu stock d. Menerima barang dari supplier serta melakukancek Expired Date (ED) dan Batch Number sesuai dengan faktur e. Membantu melakukan entry data pembelian f.
Merekap resep
5. Bagian Administrasi, Tanggung Jawabnya meliputi: a. Memeriksa laporan penjualan harian kasir b. Menyiapkan keperluan uang tunai, bai untuk modal kasir, modal tukar, maupun untuk Kas Besar apotek c. Melakukan setoran ke Bank d. Melakukan penggantian atas pengeluaran-pengeluaran kasir. e. Memeriksa email f.
Melakukan kegiatan operasional keuangan harian apotek
g. Melakukan pembayaran atas pembelian h. Memeriksa pembayaran / pencairan transaksi penjualan card i.
Mencetak laporan mutasi harian kas bank dari program
j.
Melakukan Penagihan piutang ke pelanggan / instansi
k. Menerima pelunasan / pembayaran piutang pelanggan.
56
6. Bagian Akunting, Tanggung Jawabnya meliputi: a. Mengambil bukti-bukti dari bagian pejualan, pembelian, dan keuangan b. Memeriksa
keabsahan
bukti-bukti
dari
bagian
penjualan,
pembelian, dan keuangan c. Mencetak laporan jurnal harian d. Memeriksa jurnal dengan bukti terlampir e. Membuat jurnal dari bukti-bukti pembelian, pejualan, dan keuangan f. Membuat rekonsiliasi Bank g. Membuat Cash Flow (Arus Kas) dan analisa umur piutang h. Posting ke buku besar i.
Membuat Laporan keuangan
7. Kasir, Tanggung Jawabnya meliputi: a. Menerima pembayaran Tunai / Card / Kredit dari pelanggan b. Menerima retur dari pelanggan c. Membuat laporan transaksi per-shift 8. Bagian Umum, Tanggung Jawabnya meliputi: a. Membersihkan sampah, lantai, jendela, dan etalase b. Membuang sampah dan merapikan kardus obat c. Pemeliharaan sarana dan prasarana (kendaraan, AC, kipas angin, genset, emergency Lamp, ruang dokter, kamar mandi, dll) d. Pengiriman dan penjemputan pesanan
57
4.2. Analisis Data K-24 Demak Surabaya adalah perusahaan dagang farmasi yang beroperasi sejak tahun 2011, dan perusahaan ini belum menerapkan penerapan Tax Planning berupa pemberian Tunjangan PPh 21 kepada karyawan mengingat Sumber Daya Manusia di perusahaan ini adalah termasuk salah satu bagian vital dalam proses aktivitas keseharian perusahaan. Dengan demikian ada baiknya jika perusahaan melakukan penelitian tentang penerapan pemberian tunjangan PPh 21 kepada karyawan dan menilai keefektifan dan pengaruh atas diberikannya tunjangan PPh 21 terhadap kinerja perusahaan. 4.2.1. Implementasi Perencanaan Pajak dalam perusahaan 4.2.1.1. Kebijakan-kebijakan
Akuntansi
yang
Diterapkan
Perusahaan dalam Perhitungan PPh Terutang Adapun Kebijakan-kebijakan Perusahaan dalam menjalankan usahanya antara lain: a.
Dasar pembukuan yang dilakukan oleh perusahaan adalah menggunakan accrual basis.
b.
Sistem penilaian persediaan dengan menggunakan metode FIFO (First In First Out).
c.
Sistem Pencatatan persediaan dilakukan dengan pencatatan perpetual.
d.
Penyusutan Aktiva Tetap menggunakan metode garis lurus.
58
4.2.1.2. Pemberian Tunjangan PPh 21 Karyawan Dalam pelaksanaan Tax Planning perusahaan masih belum mengadakan pemberian Tunjangan PPh 21 kepada karyawan sehingga karyawan masih menanggung sendiri PPh 21 yang dikenakan atas penghasilannya. Sedangkan untuk memperkecil PKP (Penghasilan Kena Pajak) perusahaan dapat memberikan Tunjangan PPh 21 kepada karyawan karena tunjangan tersebut dapat dikurangkan untuk mengurangi laba perusahaan sehingga PKP perusahaan dapat menjadi lebih kecil yang berujung pada minimalnya Pajak terutang yang harus dibayar.
4.3. Interpretasi 4.3.1. Penerapan Strategi Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pemberian Tunjangan PPh 21 yang dilakukan Aotek K-24 Demak Surabaya 4.3.1.1. Pemberian Tunjangan PPh 21 Perusahaan masih belum menerapkan pemberian tunjangan PPh 21 kepada karyawan atas pajak penghasilan yang harus dipotongkan ke karyawan Apotek K-24 Demak Surabaya. Pemberian Tunjangan PPh 21 menurut peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak bagi karyawan menurut UU PPh No.36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (1) huruf a, dapat dikurangkan dalam Penghasilan Kena Pajak bagi perusahaan.
59
Dengan demikian perusahaan dapat mempertimbangkan kembali selisih biaya perusahaan yang harus perusahaan keluarkan jika memberikan tunjangan PPh 21 atas Penghasilan karyawan.
4.3.1.2. Perbandingan Laba Rugi Fiskal Sebelum dan Sesudah Tax Planning Sebelum membandingkan Laporan Laba Rugi sebelum dan sesudah Tax Planning, hal yang lebih dulu harus dilakukan adalah menghitung besarnya Tunjangan PPh 21 yang diberikan kepada seluruh karyawan K-24 Demak Surabaya. Setelah itu baru bisa dilihat perbedaan pada Laporan Laba Rugi seelum dan Sesudah Tax Planning dilakukan. Berikut adalah perbandingan laporan Laba rugi fiskal sebelum dan sesudah Tax Planning
60
Tabel 4.1 Apotek K-24 Demak Surabaya Laporan Laba Rugi Periode 1 Januari – 31 Januari 2013
Penjualan Harga Pokok Penjualan Laba Kotor Biaya Operasional Biaya Gaji Biaya Tunjangan Makan Biaya Tunjangan Transp Biaya Lembur Biaya Tunjangan PPh 21 Biaya ATK Biaya Fotocopy Biaya BBM Biaya Parkir & Tol Biaya Perlengkapan Biaya Listrik Biaya Air Biaya Telepon / Fax Biaya Materai Biaya Dep. Bangunan Biaya Dep. Kendaraan Biaya Dep. Inv. Kantor Biaya Dep. Komputer Biaya Dep. Genset Biaya Amortisasi Franchise Fee Biaya Amortisasi Renovasi Bangunan Pendapatan Lain-lain Pendapatan Bunga Pendapatan Embalase Pendapatan/Beban Pembulatan Selisih Setor Kasir Biaya Lain-lain Biaya Bank Biaya Pajak Bunga Total Biaya Operasional Laba / Rugi Sumber: K-24 Demak Surabaya
Laba Rugi (Sebelum Tax Planning) 433.057.892 368.907.520 64.150.372
(dalam rupiah) Laba Rugi (Sesudah Tax Planning) 433.057.892 368.907.520 64.150.372
21.130.000 3.000.000 3.000.000 0 0 736.400 342.000 120.000 30.000 472.200 1.945.300 42.300 243.600 12.000 416.667 97.917 462.699 760.313 137.500
21.130.000 0 0 0 294.789 736.400 342.000 120.000 30.000 472.200 1.945.300 42.300 243.600 12.000 416.667 97.917 462.699 760.313 137.500
1.222.222
1.222.222
1.630.865
1.630.865
436.914 33.454 17.475 54.325
0 0 0 0
15.000 87.383 35.259.815 28.890.557
15.000 0 30.096.772 34.053.600
61
Tabel 4.2 Apotek K-24 Demak Surabaya Laporan Laba Rugi Periode 1 Februari – 28 Februari 2013
Penjualan Harga Pokok Penjualan Laba Kotor Biaya Operasional Biaya Gaji Biaya Tunjangan Makan Biaya Tunjangan Transp Biaya Lembur Biaya Tunjangan PPh 21 Biaya ATK Biaya Fotocopy Biaya BBM Biaya Parkir & Tol Biaya Perlengkapan Biaya Listrik Biaya Air Biaya Telepon / Fax Biaya Materai Biaya Dep. Bangunan Biaya Dep. Kendaraan Biaya Dep. Inv. Kantor Biaya Dep. Komputer Biaya Dep. Genset Biaya Amortisasi Franchise Fee Biaya Amortisasi Renovasi Bangunan Pendapatan Lain-lain Pendapatan Bunga Pendapatan Embalase Pendapatan/Beban Pembulatan Selisih Setor Kasir Biaya Lain-lain Biaya Bank Biaya Pajak Bunga Total Biaya Operasional Laba / Rugi Sumber: K-24 Demak Surabaya
Laba Rugi (Sebelum Tax Planning) 487.912.185 418.833.339 69.078.846
(dalam rupiah) Laba Rugi (Sesudah Tax Planning) 487.912.185 418.833.339 69.078.846
21.130.000 3.000.000 3.000.000 0 0 472.150 105.450 160.000 34.000 502.800 1.835.000 41.150 247.050 18.000 416.667 97.917 462.699 760.313 137.500
21.130.000 0 0 0 294.789 472.150 105.450 160.000 34.000 502.800 1.835.000 41.150 247.050 18.000 416.667 97.917 462.699 760.313 137.500
1.222.222
1.222.222
1.630.865
1.630.865
490.115 37.691 19.778 24.300
0 0 0 0
15.000 98.023 34.701.899 34.376.947
15.000 0 29.568.572 39.510.274
62
Tabel 4.3 Apotek K-24 Demak Surabaya Laporan Laba Rugi Periode 1 Maret – 31 Maret 2013 (dalam rupiah) Penjualan Harga Pokok Penjualan Laba Kotor Biaya Operasional Biaya Gaji Biaya Tunjangan Makan Biaya Tunjangan Transp Biaya Lembur Biaya Tunjangan PPh 21 Biaya ATK Biaya Fotocopy Biaya BBM Biaya Parkir & Tol Biaya Perlengkapan Biaya Listrik Biaya Air Biaya Telepon / Fax Biaya Materai Biaya Dep. Bangunan Biaya Dep. Kendaraan Biaya Dep. Inv. Kantor Biaya Dep. Komputer Biaya Dep. Genset Biaya Amortisasi Franchise Fee Biaya Amortisasi Renovasi Bangunan Pendapatan Lain-lain Pendapatan Bunga Pendapatan Embalase Pendapatan/Beban Pembulatan Selisih Setor Kasir Biaya Lain-lain Biaya Bank Biaya Pajak Bunga Selisih Stock Opname Total Biaya Operasional Laba / Rugi Sumber: K-24 Demak Surabaya
Laba Rugi (Sebelum Tax Planning) 424.271.465 359.337.409 67.934.056
Laba Rugi (Sesudah Tax Planning) 424.271.465 359.337.409 67.934.056
21.130.000 3.000.000 3.000.000 2.864.740 0 497.000 111.000 150.000 35.000 523.000 1.724.700 40.000 250.500 30.000 416.667 97.917 462.699 760.313 137.500
21.130.000 0 0 2.864.740 433.948 497.000 111.000 150.000 35.000 523.000 1.724.700 40.000 250.500 30.000 416.667 97.917 462.699 760.313 137.500
1.222.222
1.222.222
1.630.865
1.630.865
426.187 32.775 17.121 49.504
0 0 0 0
15.000 85.237 510.600 38.169.374 29.764.683
15.000 0 0 32.533.070 35.400.986
63
1. Sebelum perencanaan Tax Planning PPh terutang Bulan Januari 2013: 25% x 50% x Rp. 28.890.557 = Rp. 3.611.320 / tahun = Rp. 300.943 / Bulan PPh terutang Bulan Februari 2013: 25% x 50% x Rp. 34.376.947 = Rp. 4.297.118 / tahun = Rp. 358.093 / Bulan PPh terutang Bulan Maret 2013: 25% x 50% x Rp. 29.764.683 = Rp. 3.720.585 / tahun = Rp. 310.049 / Bulan
2. Setelah perencanaan Tax Planning PPh terutang Bulan Januari 2013: 25% x 50% x Rp. 34.053.600 = Rp. 4.256.700 / tahun = Rp. 354.725 / Bulan PPh terutang Bulan Februari 2013: 25% x 50% x Rp. 39.510.274 = Rp. 4.938.784 / tahun = Rp. 411.565 / Bulan PPh terutang Bulan Maret 2013: 25% x 50% x Rp. 35.400.986 = Rp. 4.425.123 / tahun = Rp. 368.760 / Bulan
64
Dari 3 periode laporan Laba Rugi yang disajikan, dapat digambarkan hasil perhitungan jumlah pajak terutang seperti tabel berikut : Tabel 4.4 Perhitungan Pajak Terutang K-24 Demak Surabaya Periode Januari – Maret 2013 Periode
Januari 2013 Februari 2013 Maret 2013 Jumlah
Pajak Terutang (sebelum Tax Planning) 300.943 358.093 310.049 969.085
Pajak Terutang (sesudah Tax Planning) 354.725 411.565 368.760 1.135.050
Naik (Turun)
%
53.782 53.472 58.711 165.965
15.16 % 12.99 % 15.92 % 14.62%
setelah diterapkannya Tax Planning dengan pemberian Tunjangan PPh 21 kepada karyawan, diperoleh hasil bahwa ternyata pemberian tunjangan belum efektif untuk diterapkan karena terdapat biaya-biaya yang tidak diakui fiscal (Tunjangan Makan dan Tunjangan Transportasi). tetapi, ditinjau dari segi non-financial pemberian Tunjangan PPh 21 kepada karyawan mempunyai nilai lebih terhadap perusahaan karena karyawan akan merasa diperhatikan sehingga semakin besar pula kemungkinan diperolehnya loyalitas dari para karyawan.
65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, penerapan Tax Planning
dengan pemberian Tunjangan PPh 21 kepada karyawan oleh Apotek K-24 Demak Surabaya untuk meminimalkan jumlah pajak penghasilan terutang menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam menerapkan Tax Planning, perusahaan telah memiliki beberapa kebijakan-kebijakan akuntansi yang dijadikan sebagai acuan. Seperti perusahaan memilih menerapkan metode penyusutan dengan metode garis lurus (straight line). 2. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap penerapan Tax Planning dengan pemberian Tunjangan PPh 21 memberikan hasil bahwa perusahaan belum efektif untuk menerapkan pemberian Tunjangan dikarenakan terdapat biaya-biaya yang tidak diakui oleh pajak dan itu menyebabkan terjadi kenaikan laba sebanyak Rp. 165.965 atau sebesar 14,62%. 5.2. Saran Melalui kegiatan penelitian yang dilakukan, berdasarkan pengamatan data-data yang diperoleh dari perusahaan serta teori-teori yang ada maka penulis memberikan saran agar perusahaan:
66
1. Menerapkan Tax Planning dengan memberikan Tunjangan PPh 21 kepada karyawan agar dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif di apotek sehingga besar kemungkinan akan menciptakan pribadi yang loyal dari para karyawan karena merasa perusahaan memperhatikan dan peduli terhadap kesejahteraan karyawan. 2. Memasukkan Tunjangan Makan dan Tunjangan Transportasi ke dalam pos beban gaji tiap bulannya sehingga beban tersebut dapat diakui oleh fiscal jika tunjangan-tunjangan tersebut memang diberikan kepada karyawan dalam bentuk uang. Dengan begitu maka pemberian Tunjangan PPh 21 akan dapat diterapkan dalam perusahaan. 3. Dalam penyajian laporan keuangan khususnya Laporan Laba Rugi sebaiknya perusahaan menggunakan istilah “Beban” dari pada “Biaya” karena ditinjau dari pengertian kedua hal tersebut jelas berbeda. Beban adalah Pengorbanan ekonomis yang diberikan untuk mendapatkan Laba. Sedangkan Biaya adalah pengorbanan ekonomis yang diberikan untuk mendapatkan barang / jasa. Mengingat Pengorbanan operasional K-24 Demak Surabaya adalah untuk mendapatkan Laba, maka lebih tepat jika Laporan Laba Rugi menggunakan istilah “Beban”.
67
DAFTAR PUSTAKA
Feldmann , NJ. De Over Heidsmiddelen Van Indonesia. Harnanto. 2013.Perencanaan Pajak. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta. http://www.ortax.go.id diakses tanggal 06 Juni 2014 http://www.jasakonsultanpajak.com diakses tanggal 06 Juni 2014 Mardiasmo.2009.Perpajakan Edisi Revisi 2009. Yogyakarta. Seligman , Edwin R. A.Essay in Taxation. Amerika. Smeets, MJH.Economics Betekenis Belastingen. Soemahamidjaja, Soeparman.Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong. Soemitro, Rochmat.Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan. Suandy, Erly.2013.Perencanaan Pajak. Salemba Empat, Jakarta. Taylor , Philip E.the Economics of Public Finance. Waluyo.2011. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat, Jakarta.
68
LAMPIRAN