BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan publik sudah menjadi kebutuhan dan perhatian di era otonomi daerah sesuai dengan UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Terbitnya Undang-Undang itu berakibat langsung terhadap penataan aktivitas pemerintahan. Terdapatnya penegasan hak otonomi yang luas di daerah mengharuskan pemerintah daerah menata kembali seluruh format organisasi pemerintahan dan aktivitasnya termasuk didalamnya aktivitas layanan terhadap masyarakat. Berlakunya Undang – Undang No 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah yang menitik beratkan pada daerah kabupaten / kota yang memberikan kewenangan luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah. Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah sangat ditentukan oleh kesiapan dan kemampuan daerah itu sendiri dalam mengelola dan memberdayakan seluruh potensi dan sumber daya yang tersedia. Wewenang dan tanggung jawab yang dimiliki oleh pemerintah daerah diperlukan adanya aparat birokrasi yang semakin bertanggung jawab. Muara dari pelaksanaan otonomi daerah adalah terselenggaranya pemerintahan yang good governance akan menghasilkan birokrasi yang handal dan profesional, efisien, produktif serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Masyarakat dan pemerintah dapat
1
2
terjadi sinkronisasi yaitu saling bersentuhan, menunjang dan melengkapi dalam satu kesatuan langkah menunju tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Pelaku pelayanan umum di Indonesia adalah aparatur negara sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang didalamnya terdapat kelompok yang dominan baik dalam hal peran layanannya maupun dalam hal jumlah layanan yang diberikan oleh pemerintah untuk memenuhi kepentingan umum.1 Salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara adalah palayanan publik. Pengembangan penyelenggaraan pelayanan publik merupakan salah satu pilihan strategis untuk mengembangkan pemerintah yang baik (good governance) di Indonesia. Hal ini disebabkan karena salah satu tolak ukur penyelenggaraan good governance dapat dilihat dari terselenggaranya pelayanan publik yang berkualitas dan berorientasi pada kepuasan. Penyelenggara negara mempunyai peran yang sangat menentukan terhadap keberhasilan pelaksanaan tugas umum pemerintah, serta membangun tugas–tugas pelayanan kepada masyarakat. Hal tersebut dapat tercapai dengan mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan aparatur negara yang berfungsi melayani secara profesionalisme, berdayaguna, produktif, transparan, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme serta mampu melaksanakan maupun mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). Dalam konteks penerapan prinsip–prinsip good governance dalam pengelolaan pemerintahan menjadi suatu tuntutan utama terhadap peningkatan kinerja pelayanan aparatur negara semakin dirasakan dan penting, karena pelayanan yang baik dan prima akan berdampak pada terwujudnya 1
Moenir. 2001. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesi. Jakarta : Bumi Aksara.Hlm:10
3
iklim usaha yang kondusif. Tugas pokok dan fungsi aparatur pemerintah semakin menjadi sorotan masyarakat karena mendapatkan pelayanan yang baik adalah hak masyarakat, sedangkan aparatur berkewajiban menyelenggarakan pelayanan secara prima, dengan prinsip–prinsip pelayanan yang sederhana, cepat, tepat, tertib, murah, transparan dan tidak diskriminatif. Pemerintahan desa/kelurahan merupakan ujung tombak pemerintahan yang berfungsi sebagai pengayom, pembina, pelayan, penggerak partisipasi masyarakat dan sub sistem dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan nasional, sehingga kelurahan memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya berdasarkan adat istiadat setempat. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai pemerintahan desa/kelurahan adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli dan pemberdayaan masyarakat. Dalam wujudnya pemerintah desa/kelurahan tidak lagi merupakan level administrasi terendah, sistem administrasi yang dikembangkan dalam pemerintahan desa/kelurahan adalah layanan administrasi yang sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat, hal ini untuk menciptakan layanan yang cepat dan efisien. Kebutuhan ini merupakan kepentingan umum yaitu suatu bentuk kepentingan yang menyangkut masyarakat yang disesuaikan dengan norma dan aturan yang kepentingan tersebut bersumber pada kebutuhan hidup orang banyak/masyarakat setempat.2 Peran layanan itu sangat penting dengan kaitannya terhadap publik atau masyarkat oleh karena itu sejauh mana masyarakat merasa puas terhadap pelayanan para aparatur desa. Selama ini hak masyarakat untuk memperoleh layanan dari
2
Ibid hal 12
4
aparatur pemerintah desa terasa belum dapat memenuhi harapan semua pihak. Di sana sini masih ditemui kelemahan-kelemahan yang dampaknya sering merugikan masyarakat yang telah menerima layanan. Dari sisi ketepatan waktu pemrosesan terjadi keterlambatan, dengan dalih prosedur pembuatan KKL melibatkan Kantor Catatan Sipil yang sehari-hari cukup sibuk. Belum lagi pejabat yang menangani yaitu Kepala Urusan Pemerintahan sering tidak ada ditempat, sehingga masyarakat harus menunggu. Berbagai Permasalahan yang timbul di masyarakat karena ketidakpuasaan masyarakat terhadap pelayanan yang dilakukan oleh aparatur desa yang cenderung memperlambat proses penyelesaian layanan, mencari berbagai dalih seperti kekurang lengkapan dokumen pendukung dan keterlambatan pengajuan permohonan, beralasan sedang sibuk melaksanakan tugas lain, sulit untuk dihubungi, berdalih dengan menggunakan kata-kata “sedang diproses”. Dari permasalahan
permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat dalam
penelitian
ini
adalah
:
ANALISIS
KEPUASAN
MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN APARATUR DESA (Studi Di Desa Simbang Wetan Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan).
B. Permasalahan Dari beberapa indikasi yang telah diuraikan di atas maka pokok permasalahan yang penulis analisis adalah : Faktor apa saja yang mempengaruhi ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan di Desa Simbang Wetan Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan?.
5
C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan masyarakat terhadap pelayanan aparatur desa di desa Simbang Wetan Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan.
D. Kerangka Teori 1. Pelayanan Publik Pelayanan publik dapat diartikan sebagai kegiatan pelayanan yang dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak – hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atas pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik. Pelayanan publik merupakan tanggung jawab pemerintah baik pusat maupun daerah, permasalahan umum pelayanan publik antara lain terkait dengan penerapan prinsip–prinsip good governance yang masih lemah seperti masih terbatasnya partisipasi masyarakat, transparasi dan akuntabilitas baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan atau penyelenggaraan pelayanan maupun evaluasinya. Pelayanan publik merupakan pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Dalam kamus besar bahasa indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain sedangkan melayani adalah membantu
menyiapkan
(mengurus)
apa
yang
diperlukan
seseorang.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah
6
pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetap untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama. Birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan yang baik dan profesional. Definisi pelayanan adalah sebagai suatu aktifitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal–hal lain yang disediakan oleh purusahaan pemberi pelayanan yang dimaksud untuk memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan. Maka dapat diketahui ciri pokok dari pelayanan adalah serangkaian aktivitas dari interaksi yang melibatkan karyawan atau peralatan yang disediakan oleh instansi/lembaga penyelenggara pelayanan dalam menyelesaikan masalah yang menerima pelayanan.3 Pada organisasi publik/pemerintah keadaannya tidak jauh berbeda, bahwa kegiatan pelayanan yang terjadi juga akibat adanya interaksi masyarakat/ publik dengan aparat pelayanan (birokrasi) menggunakan peralatan yang disediakan oleh instansi, tetapi berkaitan dengan perwujudan dari salah satu fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat dan abdi negara. Pelayanan publik
(public
service)
oleh
birokrasi
publik
dimaksudkan
untuk
mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Pelayanan umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem,
3
Moenir. 2001. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesi. Jakarta : Bumi Aksara.Hlm:14
7
prosedur, dan matode tertentu dalam usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya.4Sekelompok orang yang memberikan pelayanan tersebut adalah aparat birokrasi pemerintah. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Nomor 25 Tahun 2004, pelayanan umum (publik) merupakan segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang–undangan. Kondisi masyarakat yang semakin kritis, birokrasi publik dituntut harus dapat mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan pelayanan publik. Terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi dari empowering yang dialami oleh masyarakat. Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan
tuntutan,
keinginan
dan
aspirasinya
kepada
pemerintah.
Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintah.5
4 5
Ibid hal 26-27 Thoha, Miftah. 2011. Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi. Kencana: Jakarta, hal 32.
8
2. Asas dan Prinsip Pelayanan Publik a. Asas Pelayanan Publik Pembuatan
kebijakan
pemerintah
dalam
membenahi
dan
meningkatkan pelayanan dilaksanakan dengan selalu berprinsip pada kepuasan publik. Untuk memberikan pelayanan yang baik kepada publik perlu diterangkan prinsip–prinsip pelayanan publik yaitu : kesederhanaan, kejelasan, kepastian, keterbukaan efisiensi, keadilan dan ketepatan waktu. Ada
tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah tanpa
memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayan masyarakat (public service function),
fungsi
pembangunan
(development
function)
dan
fungsi
perlindungan (protection function). Fungsi pelayanan yang dijalankan oleh pemerintah saat ini adalah untuk melayani masyarakat. Hal ini berarti pelayanan merupakan sesuatu yang terkait dengan peran dan fungsi pemerintah yang harus dijalankan. Peran dan fungsinya itu dimaksudkan selain untuk melindungi juga memenuhi kebutuhan dasar masyarakat secara luas guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Hal yang terpenting adalah sejauh mana pemerintah dapat mengelola fungsifungsi tersebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa (pelayanan) yang ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel kepada seluruh masyarakat yang membutuhkannya. Perencanaan dan perumusan sistem dan proses penyelenggaraan pelayanan publik hendaknya mewujudkan asas–asas pelayanan publik (SK MENPAN Nomor 63/2003) yaitu :
9
1) Transparan pelayanan publik : aktivitas pelayanan publik diharapkan bersifat terbuka. Mudah diakses oleh semua pihak yang bersifat transparan sehingga institusi diharapkan menetapkan jaringan informasi yang dibutuhkan masyarakat secara lengkap sehingga memungkinkan masyarakat membuat keputusan secara rasional dan meminimalkan resiko. 2) Akuntabilitas pelayanan publik : prosedur pelayanan publik yang ditetapkan harus dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang–undangan, norma sosial dan kepatuhan yang berlaku. b. Prinsip Pelayanan Publik Tujuh prinsip dalam pelayanan kepada masyarakat : (1). Standar, yaitu adanya kejelasan secara eksplisit mengenai tingkat pelayanan di dalamnya termasuk pegawai dalam melayani masyarakat, (2), Openness, yaitu menjelaskan bagaiman pelayanan masyarakat dilaksanakan, berapa biayanya, dan apakah suatu pelayanan sudah sesuai dengan standar yang ditentukan. (3) Information, yaitu informasi yang menyeluruh dan mudah dimengerti tentang suatu pelayanan, (4). Choice, yaitu memberikan konsultasi dan pilihan kepada masyarakat sepanjang diperlukan, (5). Non Discrimination, yaitu pelayanan diberikan tanpa membedakan ras dan jenis kelamin, (6) Accessbility, pemberian pelayanan harus mampu menyenangkan pelanggan atau memberikan kepuasan kepada pelanggan, (7). Redress, adanya sistem publikasi yang baik dan prosedur
10
penyampaian komplain yang mudah. Keberhasilan dalam melaksanakan prinsip dan hakekat pelayanan berkualitas sangat tergantung pada proses pelayanan publik yang dijalankan. Proses pelayanan publik pada dua pihak yaitu birokrasi (pelayan) dan masyarakat (yang dilayani). Pemberian pelayanan harus berdasarkan pada beberapa prinsip pelayanan prima sebagai berikut : 1) Appropriateness, yaitu setiap jenis, produk, proses dan mutu pelayanan yang disediakan pemerintah harus relevan dan signifikan sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. 2) Accessibility, yaitu setiap jenis, produk, proses dan mutu pelayanan yang disediakan pemerintah harus dapat diakses sedekat dan sebanyak mungkin oleh pengguna jasa pelayanan. 3) Continuity, yaitu setiap jenis, produk, proses dan mutu pelayanan yang disediakan pemerintah harus secara terus menerus tersedia bagi masyarakat pengguna jasa pelayanan. 4) Continuity, yaitu setiap jenis, produk, proses dan mutu pelayanan yang disediakan pemerintah harus ditangani oleh petugas yang benar–benar memiliki kecakapan teknis pelayanan tersebut berdasarkan kejelasan, ketepatan dan kemantapan aturan sistem, prosedur dan instrument pelayanan yang baku, Begitu pentingnya professional pelayanan publik, pemerintah telah mengeluarkan suatu kebijaksanaan No. 81 Tahun 1993 tentang pedoman tata laksana pelayanan umum yang perlu
11
dijadikan pedoman oleh setiap birokrasi publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan prinsip–prinsip pelayanan. c. Kinerja Pelayanan Publik Penilaian terhadap kinerja merupakan suatu hal yang penting untuk dapat mengetahui sejauh mana tujuan organisasi berhasil diwujudkan dalam jangka waktu atau periode tertentu. kinerja (performance) merupakan prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja, penampilan kerja.6 Sedangkan kinerja Menurut Prawirosentono adalah sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab masing – masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan norma dan etika.7 Kinerja juga merupakan sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan dimana hasil kerja tersebut dapat ditunjukan buktinya secara konkrit dan dapat diukur . Sedangkan pengertian kinerja dalam literatur lain
adalah gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.8 Sedangkan konsep kinerja menurut Rue dan Byars dapat didefinisikan sebagai pencapaian atau the degree of accomplishment. Dengan kata lain, kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian bahwa kinerja merupakan suatu tingkatan 6
Moenir. 2001. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesi. Jakarta : Bumi Aksara.Hlm:14
12
sejauhmana proses kegiatan organisasi itu merupakan hasil atau mencapai tujuan. Pada prinsipnya setiap pelayanan publik senantiasa harus selalu ditingkatkan kinerjanya sesuai dengan keinginan klien atau masyarakat pengguna jasa. Kenyataannya untuk mengadakan perbaikan terhadap kinerja pelayanan publik bukanlah sesuatu yang mudah. Banyak jenis pelayanan umum dengan bermacam penyebab persoalan yang bervariasi antara satu dengan yang lainnya, sehingga perlu dicari suatu metode yang mampu menjawab persoalan tadi, guna menentukan prioritas pemerintah. Penilaian terhadap kinerja sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi publik dalam mencapai misinya. Untuk organisasi pelayanan publik, informasi mengenai kinerja tentu berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa. Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja kegiatan pelayanan suatu organisasi/ pemerintah dapat mencerminkan baik tidaknya pengelolaan organisasi/ pemerintah yang bersangkutan. Pengelolaan organisasi atau pemerintah perlu mengetahui apakah pelayanan yang disediakan sesuai dengan jumlah, tingkat kualitas, dan harga yang telah ditetapkan. Birokrasi publik tidak mempunyai indikator yang jelas. Dalam konteks pelaksanaannya perkembangan paradigma pemerintah menuju kearah good government dan penciptaan administrasi pemerintah yang efisien dan efektif membuka kesadaran pemerintah senantiasa tanggap akan tuntutan lingkungannya dengan berupaya memberikan pelayanan yang terbaik.
13
penilaian kinerja pelayanan publik tidak cukup hanya dilakukan dengan menggunakan indikator – indikator yang melekat pada birokrasi itu seperti efisien dan efektifitas, juga dilihat dari indikator - indikator yang melekat pada kepuasan pengguna jasa. Ada beberapa indikator yang dapat digunakan mengukur kinerja birokrasi publik, yaitu : produktivitas, kinerja layanan, responsivitas, responsibilitas, akuntabilitas. 9 Disamping itu, Salim dan Woodward (1992) melihat kinerja berdasarkan pertimbangan – pertimbangan ekonomi efisien, efektifitas dan persamaan pelayanan. Aspek ekonomi diartikan sebagai strategi untuk menggunakan sumber daya yang seminimal mungkin. Efisiensi kinerja pelayanan publik juga dilihat untuk menunjuk suatu kondisi tercapainya perbandingan terbaik (proporsional) antara input pelayanan dengan output pelayanan. Kinerja pelayanan publik yang baik dapat dilihat melalui berbagai indikator sebagai berikut :10 1) Keandalan (reliability) yaitu kemampuan dan kehandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya. 2) Daya tanggap (responsiveness) yaitu kesanggupan untuk membantu dan meyediakan pelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen (masyarakat yang dilayani).
9
Agus Dwiyanto, 2006. Menwujudkan Good Governance melalui Pelayanan Publik. Gaja Mada University Press. Hlm:140
10
Rivai Veithzal. 2003. Kepemimpinan dan perilaku organisasi. Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada,hal 27.
14
3) Jaminan (assurance) yaitu kemampuan dan keramahan serta sopan santun pegawai dalam meyakini kepercayaan konsumen. 4) Perhatian (emphaty) yaitu sikap tegas tetapi penuh perhatian terhadap konsumen. 5) Kenyataan (tangibility) yaitu, kualitas pelayanan yang di lihat dari sarana fisik yangkasat mata, misalnya berupa fasilitas atau sarana perkantoran, komputerisasi, administrasi, ruang tunggu, tempat informasi dan sebagainya. Faktor – faktor yang membentuk kinerja individual atau aparatur pada dasarnya dapat dilihat dari dua aspek yaitu : a) faktor internal, dari diri pegawai seperti : kemampuan intelektual (pendidikan dan keterampilan), sikap mental kepribadian dan motivasi kerja. b) Faktor eksternal, dari luar diri pegawai seperti, kebijakan dan praktik sumber daya manusia (rekruitmen, seleksi, pengembangan karir, sistem penilaian kerja dan sitem balas jasa) dan budaya organisasi. Pada dasarnya setiap faktor saling mempengaruhi kinerja karyawan maupun kinerja organisasi. Dengan demikian interaksi organisasi pemerintah (sebagai penyedia jasa pelayanan) dengan masyarakat merupakan faktor yang menentukan kepuasan dan ketidakpuasan layanan bagi kedua pihak. Kepuasan dan ketidakpuasan masyarakat atas layanan tersebut juga merupakan salah satu basis ukuran kinerja.
15
3. Aparatur Pemerintahan Desa Dalam hubungannya dengan semakin majunya masyarakat yang ditandai dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan, maka pemahaman akan hak-hakya menjadi semakin menajam, seperti pemahaman tentang hak-hak azasi manusia dan lain-lain, yang pada gilirannya akan semakin menajam pula pemahaman mereka akan hak-haknya sebagai peduduk warga negara untuk memperoleh pelayanan yang lebih dari pemerintah. Oleh sebab itu, kompetensi aparatur dapat direfleksikan dalam bentuk kinerja yang secara profesional sesuai dengan *bidang tugasnya mampu memberikan pelayanan sesuai kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai hak-haknya. Di dalam menganalisis peningkatan kompetensi aparatur untuk mewujudkan Good Governance dalam menghadapi tantangan pembangunan bangsa
tersebut,
maka
prinsip-prinsip/asas-asas
penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan bebas KKN (Undang-Undang No. 28 Tahun 1999), yaitu : a.
Asas Kepastian Hukum;
b.
Asas Tertib Penyelenggaraan Negara;
c.
Asas Kepentingan Umum;
d.
Asas Keterbukaan;
e.
Asas Proporsionalitas;
f.
Asas Profesionalitas;
g.
Asas Akuntabilitas.
16
Perkembangan masyarakat yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik serta tingkat pendidikan masyarakat yang semakin tinggi merupakan proses empowering (pemberdayaan) yan dialami masyarakat. Oleh karenanya birokrasi publik harus mengubah posisi dan peran yang dimainkannya, dari semula suka mengatur dan minta dilayani menjadi suka melayani, dari yang selalu menekankan kekuasaan
dan
monolog menuju ke arah yang fleksibel, kolaboratis dan dialogis, dari cara yang sloganis ke cara kerja yang realistis pragmatis. Aparatur pemerintah yang mampu menghadapi perubahan adalah aparatur yang adaptif dengan perubahan itu sendiri, aparatur yang mampu berselancar di atas gelombang perubahan, apapun bentuknya. Aparatur yang dapat memainkan hal ini adalah aparatur yang mempunyai komitmen yang tinggi, mempunyai kompetensi dan akuntabel yang dibuktikan melalui kepribadian yang tangguh serta karakter yang tahan uji. Aparatur yang demikian inilah yang dapat memainkan strategi menghadapi era perubahan. Menurut Sampara Lukman strategi dan pemberdayaan aparatur pemerintah daerah yang perlu dilakukan yaitu :11 a.
Merubah paradigma lama ke paradigma baru
b.
Memimpin perubahan dengan kepemimpinan visioner yang didukung oleh tindakan nyata dalam membangun visi bersama.
c.
11
Kenali dan laksanakan kewajiban sebelum hak.
Sampara Lukman, 2000, Manajemen Kualitas Pelayanan, Jakarta, STIA – LAN PRESS, hal. 41
17
d.
Membaca dan mendengarkan lingkungan baik internal maupun eksternal.
e.
Jangan menghindari masalah kalau tidak ingin dihantui oleh masalah untuk selama-lamanya.
f.
Upayakan sistem pencapaian sasaran melalui kerjasama tim
g.
Persiapkan diri untuk menyerang masa depan. Keberhasilan
pendayagunaan
aparatur
pemerintah
melalui
implementasi dapat diwujudkan apabila berhasil mendefinisikan misi organisasi sehingga diketahui yang hendak diwujudkan dan cara mewujudkannya. Selain itu dapat menciptakan lingkungan yang fleksibel menyebabkan aparatur yang ada di dalam organisasi itu tidak lagi dipandang sebagai “pelayan”, akan tetapi dianjurkan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Untuk keberhasilan dalam pengembangan aparatur yang diberdayakan dapat ditempuh melalui strategi dalam : a. Proses pelatihan untuk mempersiapkan individu dan tim agar berkinerja pada tingkat tanggungjawab dan wewenang yang lebih tinggi. b. Penekanan pada tanggungjawab dan kewenangan sesuai tugas pokok dan fungsinya.
18
Lebih lanjut Lukman
menyatakan bahwa ada dua jenis utama
pemberdayaan yaitu :12 a. Pemberdayaan diri sendiri, dimana karyawan dengan percaya pada kemampuan
sendiri
berkeinginan
untuk
tumbuh,
menerima
tanggungjawab yang semakin besar atas tindakannya. b. Suatu filosofi dan strategi manajemen yang secara aktif bekerja untuk meningkatkan kinerja dengan memberdayakan semua karyawan untuk memperbaiki yang pertama. Lebih lanjut dikatakan bahwa penciptaan tempat kerja yang diberdayakan akan memungkinkan semua karyawan untuk melakukan fungsional quality management yang merupakan ancangan organisasi. Berbicara mengenai masalah sumber daya manusia sebenarnya dapat dilihat dari dua apske yakni kualitas dan kuantitas. Kuantitas menyangkut jumlah
sumber
daya
manusia
(penduduk)
yang
kurang
penting
kontribusinya dalam pembangunan dibandingkan kualitas. Bahkan kuantitas sumber daya manusia tanpa disertai dengan kualitas yang baik akan menjadi beban pembangunan suatu bangsa. Sedangkan kuantitas menyangkut mutu sumber daya manusia tersebut yang menyangkut kemampuan baik kemampuan fisik maupun kemampuan non fisik (kecerdasan mental). Oleh sebab itu untuk kepentingan ekselerasi suatu pembangunan di bidang apapun maka peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat utama. 12
Ibid, hal. 43
19
Kualitas sumber daya manusia ini menyangkut dua aspek juga, yakni aspek fisik (kualitas fisik) dan aspek non fisik (kualitas non fisik) yang menyangkut kemampuan
bekerja, berpikir dan ketrampilan-ketrampilan
lain. Oleh sebab itu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia ini juga dapat diarahkan kepada kedua aspek tersebut. Untuk meningkatkan kualitas fisik dapat diupayakan melalui program-program kesehatan dan gizi. Sedangkan untuk meningkatkan kualitas atau kemampuan non fisik tersebut maka upaya pendidikan dan pelatihan adalah yang paling diperlukan. Upaya inilah yang dimaksud dengan pengembangan sumber daya manusia. Menurut Soekidjo Notoatmojo (1998:2) pengembangan sumber daya manusia itu dapat dibedakan secara makro dan mikro. Pengembangan secara makro adalah : “Suatu proses peningkatan kualitas atau kemampuan manusia dalam rangka mencapai suatu tujuan pembangunan bangsa. Proses peningkatan disini mencakup perencanaan, pengembangan dan pengelolaan sumber daya manusia. Sedangkan secara mikro dalam arti di lingkungan unit kerja (departemen atau lembaga-lembaga lain) maka sumber daya yang dimaksud adalah karyawan, tenaga kerja atau pegawai. Sumber daya ini juga sangat penting peranannya dalam menunjang keberhasilan departemen atau lembaga yang dimaksud.
20
Pembangunan aparatur pemerintah pada hakekatnya merupakan bagia dari upaya penyempurnaan, pendayagunaan dan pembinaan keseluruhan unsure system administrasi yang meliputi penataan organisasi, penyempurnaan
ketatalaksanaan,
pemantapan
system
manajemen,
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan sehingga memiliki disiplin, kemampuan professional, wawasan pembangunan dan semangat pengabdian. Peningkatan kualitas aparatur pemerintah diarahkan untuk lebih memiliki sikap dan perilaku yang berintikan pengabdian, kejujuran, tanggungjawab, disiplin, keadilan dan kewibawaan sehingga dapat memberikan pelayanan dan pengayoman kepada masyarakat sesuai dengan tuntutan hati nurani rakyat. Keberhasilan pembangunan akan ditentukan oleh kualitas dan kemampuan aparatur pemerintah, dan kemampuan pelayanan kepada masyarakat dalam pelaksanan tugas dan pekerjaannya. Pembangunan itu tidak terlepas dari peran aparat pelaksana sehingga ini ditunjang dengan kemampuan untuk melaksanakan tugas yang diberikan. Kemampuan
adalah
tersedianya
modal
kecakapan,
ketangkasan,
ketrampilan atau modal lain yang memungkinkan anggota itu dapat berbuat banyak bagi organisasi.13 Kemampuan kerja adalah kemampuan dalam hubungannya dengan pekerjaan adalah suatu keadaan pada seseorang yang secara penuh
13
Naryono, 1978, Mengenal Kehidupan Berorganisasi, Yogyakarta, Balai Pustaka, hal. 19
21
kesungguhan berdaya guna dan berhasil guna melaksanakan pekerjaan sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal.14 Kemampuan
kerja
menunjukkan
potensi
seseorang
untuk
melaksanakan tugas atau pekerjaan. Kemampuan berkaitan dengan kemampuan fisik dan mental yang dimiliki orang untuk melaksanakan pekerjaan dan bukan yang ingin dilakukan.15 Jadi kemampuan kerja adalah kemampuan di dalam hubungannya dengan pekerjaan ini mendasari tindakan seorang aparat dalam menjalankan tugasnya sehingga ini menunjukkan seorang aparat yang cakap atau tidak dalam menjalankan tugasnya. Kemampuan kerja merupakan kemampuan di dalam hubungannya dengan pekerjaan yang mendasari aparat dalam menjalankan tugasnya sehingga dapat menunjukkan seorang aparat mampu atau cakap dalam menjalankan sesuai tugas kewajibannya. Begitu halnya dengan aparat pemerintahan di lingkungan Sekretariat Daerah sangat berpengaruh terhadap pembuatan laporan pertanggungjawaban Satuan Pemegang Kas (SPK). Tingkat kemampuan aparat dapat dilihat dari hasil kerja, juga atas dasar kemampuan yang dimiliki melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman kerja yang sesuai dengan tugasnya. Dalam ketrampilan setiap aparat itu merupakan unsur penunjang bagi kemampuan yang dapat dipelajari dan dikembangkan melalui
14
A.S Moenir, 1987, Pendekatan Manusiasi dan organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian, Jakarta, Gunung Agung, hal. 74 15 Gibson L, 1994, Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses, Jakarta : PT Gelora Aksaran Pratama, 104
22
pendidikan. Dengan pendapat diatas kemampuan merupakan kombinasi dari pengetahuan, dan ketrampilan yang dapat diperoleh dari pendidikan, latihanlatihan dan pengalaman. Pendidikan sebagai usaha untuk mengembangkan kemampuan dari aparat untuk nantinya dapat digunakan untuk mendukung pelaksanaan dari tugasnya dan ini akan membawa kemajuan serta perkembangan suatu organisasi. Dengan pendidikan tersebut akan dapat diperoleh suatu kemampuan yang pada akhirnya meningkatkan mutu aparat. Adapun aparat yang bermutu menurut adalah :16 “Mereka yang mempunyai kecakapan dan kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dibebankan kepadanya serta dapat memelihara dan meningkatkan kecakapan dan kemampuan itu secara teratur dan pasti” Dalam melaksanakan tertib administrasi pedesaan aparat dituntut memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan yang baik dan tercapainya tujuan maka di imbangi dengan mengembangkan pendidikan dan pelatihan. Untuk itu, aparat dituntut memiliki kecakapan dan kemampuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Pendidikan ini sangat berperan penting dalam pelaksanaan pembangunan sebab akan dilihat seorang aparat perencana itu cakap atau tidak dalam melaksanakan tugasnya. Untuk mengetahui kemampuan dari aparat perencana maka dapat dilihat dari pendidikan yang pernah ditempuh. Mengenai pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
16
Moenir, Locit, hal. 61
23
1. Pendidikan formal 2. Pendidikan non formal 3. Pendidikan informal Pendidikan formal diperoleh dari bangku sekolah mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi, pendidikan non formal dapat diperoleh dengan jalan mengikuti latihan-latihan ataupun kursus-kursus diluar sekolah dan pendidikan informal ini diperoleh dari kursus-kursus, penataran-penataran juga diklat-diklat (pendidikan dan latihan) dalam instansi atau di tempat kerja yang nantinya dapat menambah ketrampilan untuk menunjang tugas yang diberikan. Dengan demikian pendidikan dan pelatihan yang pernah ditempuh dapat digunakan untuk melihat tingkat kemampuan aparat untuk mengerjakan pekerjaan yang diembannya. Selain faktor pendidikan dan latihan juga faktor pengalaman ikut berperan dalam mengetahui kemampuan dari aparat perencana sebab bila seorang aparat itu telah memiliki pengalaman dalam pekerjaannya akan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik walaupun itu menghadapi kesulitan. “Pengalaman adalah keseluruhan pelajaran yang dipetik oleh seseorang dari peristiwa-peristiwa dalam pelajaran hidupnya”
24
E. Metodologi Penelitian Untuk mendapatkan data-data yang benar-benar obyektif, lengkap dan dapat dipertanggunjawabkan kebenarannya dipandang perlu untuk mengambil langkah-langkah penggalian data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Mengingat pentingnya data dalam penelitian ilmiah, maka penulis sebelumnya perlu menentukan metode-metode untuk mendapatkan data tersebut. Mengenai pengertian metode Sri Adji Surjadi (1980 ; 1) memberikan definisi sebagai berikut : “Metode merupakan cara utama yang digunakan untuk mencapai tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis dengan menggunakan tehnik sistem alat tertentu.” Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka metode penelitian yang terdiri dari : 1. Tipe Penelitian Dalam penelitian ini penulis menganut penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang menggali secara luas tentang sebab-sebab atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu. Sedangkan penelitian analisis dilakukan juga dalam bentuk memberikan makna, mengelompokkan, menghubungkan dan membandingkan segala hal yang berhubungan dengan masalah yang diteliti baik dari segi teori atau praktek yang berlaku. 2. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
25
a. Observasi Observasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan desa di lokasi penelitian. Observasi digunakan untuk melengkapi penjelasan-penjelasan atas variabelvariabel yang diteliti dan merupakan sumber data sekunder. b. Wawancara Teknik pengumpulan data yang melakukan wawancara secara bebas dan terbuka/transparan dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada responden yang telah dipersiapkan terlebih dahulu sebagai pedoman wawancara. c. Studi Kepustakaan Untuk memperoleh data sekunder ini penulis mencari dan membaca berbagai sumber literatur/buku-buku yang ada hubungannya dengan materi yang akan diteliti, yang berupa dokumen, pustaka dan lain-lain. 3. Jenis dan Sumber Data Adapun jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Sumber Data Primer Adalah yang data dari penelitian yang diperoleh melalui pengamatan langsung dilapangan. Dalam penelitian ini sebagai data primer yaitu hasil wawancara dan observasi.
26
b. Sumber Data Sekunder Adalah bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer. 4. Teknik Analisa Data Data-data yang telah terkumpul selanjutnya akan dianalisa dengan pendekatan kualitatif, dimana data yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat akan dipisahkan menurut kategori untuk menarik kesimpulan. Untuk memberikan arti dan makna data yang diperoleh guna memecahkan masalah penelitian, analisis data dengan pendekatan kualitatif akan menjawab dan memecahkan masalah dengan melakukan pemahaman secara utuh dan menyeluruh dari obyek yang diteliti guna menghasilkan kesimpulan yang bersifat deskriptif. Apabila data, fakta serta informasi yang didapat telah cukup memadai, maka akan dituangkan dalam bentuk laporan dengan menggunakan metode induktif, yaitu penarikan kesimpulan setelah memberikan pemaparan hasil yang diperoleh di lapangan. Adapun langkah-langkah yang dipergunakan dalam analisa data kualitatif, setelah data-data terkumpul dari berbagai sumber menurut yaitu: (Moleong Lexy, J, 2001;209). a. Menelaah data Data-data yang telah terkumpul yaitu dari wawancara pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi,
27
dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya dibaca, dipelajari dan ditelaah. b. Reduksi data Reduksi data dilakukan dengan cara membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. c. Penyusunan dalam satuan-satuan. d. Dikategorisasikan Kategori-kategori itu dilakukan sambil membuat koding e. Mengadakan pemeriksaan keabsahan data f. Penafsiran data.
F. Sistematika Pembahasan Sistematika dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menyusun hasil penelitian sehingga tersusun dengan rapi dan menjadi mudah untuk dipahami oleh pembaca. Adapun sistematikannya adalah sebagai berikut : Bab I merupakan bab Pendahuluan yang terdiri dari : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab II merupakan bab tentang Gambaran Umum Desa Simbang Wetan Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan berisi tentang monografi Desa Simbang Wetan Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan.
28
Bab III merupakan bab tentang Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan yang dilakukan oleh Aparatur Desa Simbang Wetan Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan. Bab IV merupakan bab tentang merupakan hasil uraian atau jawaban dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian skripsi ini. Bab V merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.