BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dalam Menghadapi perkembangan dunia usaha yang semakin pesat dan
disertai persaingan yang ketat, membuat organisasi membenahi manajemennya dan mampu menawarkan produknya agar diterima oleh masyarakat luas. Peran karyawan dalam organanisasi sangat penting dalam memajukan organisasi, masalah yang sering timbul dalam organisasi antara lain adalah masalah sikap karyawan yang kurang menguntungkan bagi organisasi. Di dalam sebuah organisasi dibutuhkan etos kerja dalam diri karyawan karena etos kerja merupakan spirit, ruh, semangat, dan mentalitas yang mewujud menjadi seperangkat perilaku kerja yang positif seperti rajin, hemat, bersemangat, teliti, tekun, ulet, sabar, akuntabel, responsibel, berintegritas, menghargai waktu, menghargai pengetahuan, kreatif, inovatif (http://guruprivatsmp.wordpress.com, diakses 08 April 2014). Porter (2004) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa pegawai yang memiliki etos kerja yang positif selalu bekerja dengan penuh senang dan bangga, memiliki tingkat motivasi dan disiplin yang tinggi, berintegritas, bertanggung jawab, rajin, memiliki inisiatif tinggi serta loyal pada organisasi. Sementara Kinicki dan Willams (2011) menyatakan bahwa etos kerja memberikan pengaruh kepada seseorang individu dalam perilakunya terhadap pekerjaan, seorang pegawai yang memiliki etos kerja yang positif akan memiliki sebuah pandangan 1
hidup yang positif pula, ia merupakan pribadi yang efisien, loyal, dan kreatif ketika merasakan bahwa pekerjaan yang mereka lakukan memiliki nilai. Asifudin (2004) menyatakan karyawan dengan etos kerja tinggi akan tercermin dalam perilaku yaitu bekerja keras, efisien dalam bekerja, berkeinginan untuk mencapat tingkat yang lebih tinggi dari standar minimal yang ditetapkan, mau bekerja sama, proporsional, menghormati rekan kerja, dan sebagainya. Sebagai hasilnya, karyawan dengan etos kerja tinggi akan menjadi asset yang memberikan andil besar terhadap perkembangan perusahaan secara keseluruhan. Etos kerja yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok organisasi, akan menjadi sumber motivasi bagi perbuatannya. Apabila dikaitkan dengan situasi kehidupan manusia yang sedang “membangun”, maka etos kerja yang tinggi akan dijadikan sebagai prasyarat yang mutlak, yang harus ditumbuhkan dalam kehidupan. Di dalam organisasi yang selalu ingin maju, akan melibatkan anggotanya untuk meningkatkan mutu kinerjanya, salah satu cara untuk meningkatkan mutu diantaranya setiap orang yang ada dalam organisasi harus memiliki etos kerja yang baik. Wirawan (2007) menyatakan etos kerja merupakan ide yang menekankan individualisme atau independensi dan pengaruh positif bekerja terhadap individu, bekerja dianggap baik karena dapat meningkatakan derajat kehidupan serta status sosial seseorang, berupaya bekerja keras akan memastikan kesuksesan. Setiap orang memiliki internal being yang merumuskan siapa dia. Salah satu yang diyakini adalah bahwa dengan menciptakan etos kerja yang positif dan kemudian berupaya meningkatkannya di tingkat tertinggi maka organisasi sedikitnya akan 2
dapat lebih membantu organisasi tersebut. Di dalam etos kerja terkandung nilainilai semangat kerja, kecerdasan, kejujuran, loyalitas, dan aktualisasi diri. Menurut Gregory (2003) sejarah membuktikan negara yang dewasa ini menjadi negara maju, dan terus berpacu dengan teknologi/informasi tinggi pada dasarnya dimulai dengan suatu etos kerja yang sangat kuat untuk berhasil, maka tidak dapat diabaikan etos kerja merupakan bagian yang patut menjadi perhatian dalam keberhasilan suatu perusahaan, perusahaan besar dan terkenal telah membuktikan bahwa etos kerja yang militan menjadi salah satu dampak keberhasilan perusahaannya. Salah satunya Etos kerja Jepang yang dinilai tinggi yang menganut etos kerja Bushido yaitu bersikap benar dan bertanggung jawab, berani dan ksatria, murah hati dan mencintai, bersikap sopan santun dan hormat, bersikap tulus dan bersungguh-sungguh, menjaga martabat dan kehormatan, mengabdi pada bangsa. Begitu juga dengan bangsa Jerman yang memiliki etos kerja bertindak rasional, berdisiplin tinggi, bekerja keras, berorientasi sukses material, tidak mengumbar kesenangan, hemat, bersahaja, menabung dan berinvestasi (Sinamo, 2005). Etos kerja manusia dapat dipengaruhi beberapa hal yaitu agama, budaya, sosial politik, pendidikan, kondisi lingkungan, dan motivasi. Adapun menurut Asifudin, (2004) etos kerja dipengaruhi oleh dimensi individual, sosial dan atau lingkungan alam. Bagi orang beragama bahkan sangat mungkin etos kerjanya di dukungan kuat dari dimensi transedental. Etos kerja manusia yang berkaitan erat dengan dimensi individual bila dilatar belakangi oleh motif yang bersifat pribadi di mana kerja menjadi cara untuk merealisasikannya, kalau nilai sosial yang 3
memotivasi aktivitas kerjanya seperti dorongan meraih status dan penghargaan dari masyarakat, maka ketika itu etos kerja sudah mendapat pengaruh kuat dan tidak terpisahkan dari dimensi sosial, untuk faktor lingkungan alam berperan bila keadaan alam, iklim dan sebagainya berpengaruh terhadap sikap kerja orang itu, sedangkan dimensi transendental dimana dimensi ini yang melampaui batas-batas nilai materi yang mendasari etos kerja manusia hingga pada dimensi ini kerja dipandang sebagai ibadah. Salah satu faktor etos kerja dibentuk oleh religiusitas, penelitian yang dilakukan oleh Sonny (dalam Ahmad dan Hepi, 2008) mengungkapkan bahwa suatu individu atau kelompok dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi, apabila menunjukkan tanda-tanda seperti mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia, menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi eksistensi manusia, kerja dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia, kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan, dan sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita dan kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah. Dimensi spritualitas memilki cakupan makna kehakikian, keabadian, dan bukan sifatnya sementara, dalam perspektif agama-agama, dimensi spritualitas senantiasa berkaitan secara langsung dengan realitas Tuhan dan merupakan inti kemanusian itu sendiri (Tobroni, 2005). Studi tentang pentingnya nilai-nilai religiusitas dan spiritualitas dalam pengelola sumber daya manusia dan perilaku organisasi dalam sebuah organisasi telah banyak dilakukan misalnya mengenai spritualitas di tempat kerja telah 4
dilakukan oleh berbagai peneliti diantaranya Mitroof & Denton (1999) dan Klenke (2003) dimana mereka mengemukakan bahwa salah satu aspek penting di dalam melakukan perubahan dalam organisasi adalah nilai-nilai religius yang dimiliki karyawan dalam bekerja, etos kerja serta outcomes organisasi berupa kapabilitas inovasi. Elci (dalam Heru, 2011) menemukan bahwa nilai-nilai religiusitas memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap orientasi kerja keras. Beberapa studi juga mengindikasikan bahwa religiosity berpengaruh positif terhadap etos kerja (Simmons, 2005; Weaver & Agle, 2002), sedangkan studi yang dilakukan Ford & Richardson (1994) tidak menemukan pengaruh religiosity terhadap etos kerja. Studi tentang pengaruh budaya dan etos Islam serta komitmen pemimpin terhadap kemajuan ekonomi pernah dilakukan Bobock (dalam Madjid, 1998) yang diilhami oleh studinya Weber. Studi ini dilakukan di Afrika Timur khususnya kaum imigran Muslim dari IndoPakistan studinya menyimpulkan bahwa semangat keagamaan (religiusitas) sangat berperan penting dalam mendorong budaya organisasi dan budaya kerja mereka. Banyak orang belum menyadari bahwa suatu keberhasilan kerja berakar pada nilai-nilai tersebut, bermula dari adat istiadat, kebiasaan, agama dan kaidah lainnya yang menjadi keyakinan dan kemudian menjadi kebiasaan dalam perilaku orang-orang dalam melaksanakan pekerjaan. Pada diri seseorang maupun organisasi atau suatu komunitas menganut paradigma kerja tertentu, meyakini sepenuhnya, dan memiliki komitmen pada paradigma kerja tersebut, keyakinan tersebut akan melahirkan sikap kerja dan perilaku kerja mereka secara spesifik. Lebih lanjut dapat dikatakan seperti apa etos kerja 5
yang ada dan diyakini, maka seperti itu pulalah budaya kerja yang tercipta. Nilainilai yang telah menjadi kebiasaan tersebut dinamakan budaya. Karena budaya tersebut dikaitkan dengan kadar kualitas kerja, maka budaya disebut budaya kerja, baik di dalam maupun diluar organisasi (Pattipawae, 2011). Robbins & Timothy (2008) mengatakan bahwa dalam suatu budaya yang kuat berasal dari nilai suatu organisasi itu dipegang secara intensif dan di anut bersama secara meluas, maka makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai itu semakin kuat budaya tersebut. (Laabs, 1998) menyatakn pendapatnya bahawa budaya yang kuat memberikan tekanan yang cukup besar pada karyawan untuk menyesuaikan diri, karena budaya perusahaan mampu mengurangi variabilitas perilaku karyawan di tempat kerja dan memberikan karyawan pengertian bagaimana berperilaku dan dimana menempatkan prioritas dalam menyelesaikan pekerjaan. Proses pengembangan budaya kerja dimulai dari kesepakatan atas nilai-nilai yang diyakini sebagai pilihan acuan, nilai-nilai ini selanjutnya diinternalisasikan dalam setiap sumber daya manusia. Budaya yang kuat dan positif sangat berpengaruh terhadap perilaku dan efektivitas kerja karyawan maupun organisasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Kennedy, Miner dan Robin (dalam Sutrisno, 2010). Universitas perkembangan
Muhammadiyah
yang
pesat,
Malang
semakin
hari
menunjukkan
perkembangan
tersebut
diantaranya
adalah
meningkatnya kualitas SDM baik secara kuntitatif maupun kualitatif, semakin terjaminnya kualitas hidup dan ketersediaan sarana prasarana yang semakin memadai. Namun demikian ada sebuah tantangan yang harus diubah menjadi 6
peluang besar diantaranya adalah semakin beratnya beban pembiayaan, semakin tingginya tuntutan akan kualitas pelayanan baik internal maupun eksternal khsusnya bidang administrasi dan melemahnya tingkat komitmen. Dampak tersebut muncul dan tumbuh sebagai bagian yang wajar terjadi, yang dapat disebabkan oleh, melemahnya daya kreatifitas, lemahnya kontrol pimpinan Fakultas/Unit yang mengakibatkan terjadinya toleran terhadap ketidak disiplinan Pegawai, melemahnya disiplin dan etos kerja dengan sikap acuh, saling menunggu dan menggantungkan tugas pada rekan kerja serta melemahnya rasa tanggung jawab terhadap tugas dan pekerjaannya, masih tingginya tingkat keluhan terhadap unit-unit pelayanan, bergesernya orientasi baik karyawan maupun dosen dalam pengabdian kepada Universitas yang berkaitan dengan system kompensasi dan karir, melemahnya rasa ikut memilki (self belonging) karyawan dan dosen terhadap seluruh aset Universitas, belum melembaganya kerangka pengembangan (kompetensi) SDM, salah satu tindakan ketidak telitian karyawan bagian administrasi yang di temukan oleh peneliti dimana karyawan masih sering terdapat kesalahan dalam penulisan surat menyurat yang di ajukan mahasiswa, namun dibalik kinerja karyawan non akademik Universitas Muhammadiyah Malang terdapat sebuah ajaran agama islam yang di anut dan dijalankan dalam bekerja. Kondisi-kondisi tersebut harus segera mendapatkan perhatian secara intensif karena kondisi-kondisi itulah yang dapat mengakibatkan etos kerja karyawan menjadi tidak optimal dan berdampak tidak baik terhadap elemenelemen yang menjadi bagian organisasi tersebut. Dimana karyawan non akademik 7
merupakan komponen penting dilembaga pendidikan ini, keberhasilan Universitas Muhammadiyah Malang akan sangat tergantung dari karyawan dalam memberikan pelayanan terhadap pelanggannya yaitu mahasiswa dan dosen. Menarik untuk diadakan kajian lebih lanjut apakah etos kerja karyawan mempunyai hubungan dengan religiusitas dan budaya kerja sehingga peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Religiusitas Terhadap Budaya Kerja Dan Etos kerja (Studi Pada Karyawan Non Akademik Universitas Muhammadiyah Malang)”.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana religiusitas karyawan non akademik Universitas Muhammadiyah Malang?
2.
Bagaimana
budaya
kerja
karyawan
non
akademik
Universitas
Muhammadiyah Malang? 3.
Bagaimana etos kerja karyawan non akademik Universitas Muhammadiyah Malang?
4.
Apakah religiusitas mempengaruhi budaya kerja karyawan non akademik Universitas Muhammadiyah Malang?
5.
Apakah religiusitas mempengaruhi etos kerja karyawan non akademik Universitas Muhammadiyah Malang?
8
6.
Apakah budaya kerja mempengaruhi etos kerja karyawan non akademik Universitas Muhammadiyah Malang?
7.
Apakah religiusitas berpengaruh secara tidak langsung terhadap etos kerja melalui budaya kerja karyawan non akademik Universitas Muhammadiyah Malang?
1.3
Tujuan penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1.
Mendeskripsikan religiusitas karyawan yang terdapat pada karyawan non akademik Universitas Muhammadiyah Malang.
2.
Mendeskripsikan budaya kerja Universitas Muhammadiyah Malang.
3.
Mendeskripsikan etos kerja yang terdapat pada karyawan non akademik Universitas Muhammadiyah Malang.
4.
Menguji pengaruh religiusitas terhadap budaya kerja karyawan non akademik Universitas Muhammadiyah Malang.
5.
Menguji pengaruh religiusitas terhadap etos kerja karyawan non akademik Universitas Muhammadiyah Malang.
6.
Menguji pengaruh budaya kerja terhadap etos kerja karyawan non akademik Universitas Muhammadiyah Malang.
7.
Menguji pengaruh religiusitas secara tidak langsung terhadap etos kerja melalui budaya kerja karyawan non akademik Universitas Muhammadiyah Malang. 9
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan. Dalam hal ini adalah para pengembang civitas akademik terutama karyawan non akademik. Secara rinci kegunaan penelitian ini adalah: 1.
Sebagai bahan masukan bagi Pimpinan (Rektor) Universitas Muhammadiyah Malang dalam mengelola religiusitas dan budaya kerja pegawai dalam upaya meningkatkan etos kerja pegawai.
2.
Sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti dalam bidang ilmu manajemen sumber daya
manuasia, khususnya mengenai
pengaruh
religiusitas dan budaya kerja terhadap etos kerja. 3.
Sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji masalah yang sama di masa yang mendatang dan dapat mengembangkan lebih lanjut tentang berbagai faktor yang mempengaruhi etos kerja karyawan dengan mempertimbangkan variabel-variabel yang belum diteliti.
10