BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Oksidasi dapat menyebabkan hilangnya nutrien, terbentuknya flavor yang tidak disukai, perubahan warna, dan terbentuknya senyawa toksis yang membuat produk makanan tidak diterima oleh konsumen. Oksidasi yang terjadi pada produk pangan disebabkan oleh oksigen triplet (3O2) yang bersifat diradikal atau oksigen singlet (1O2) yang bersifat nonradikal. Oksigen singlet dapat terbentuk melalui reaksi kimia, enzimatis dan fotokimia (Choe and Min, 2005). Oksigen singlet dalam makanan paling banyak terbentuk melalui mekanisme fotooksidasi. Reaksi ini dapat terjadi bila tersedia oksigen triplet, cahaya dan sensitiser. Oksigen singlet tidak dapat terbentuk bila salah satu dari ketiga komponen tersebut tidak ada. Oksidasi oksigen triplet telah banyak dipelajari untuk memperbaiki stabilitas oksidatif makanan, namun demikian oksidasi oksigen triplet tidak dapat menjelaskan tahapan inisiasi pada oksidasi lipid (Frankel et al., 1981). Rawls and Van Santen (1970) melaporkan bahwa oksigen singlet dapat bereaksi secara langsung dengan ikatan rangkap komponen makanan tanpa melalui pembentukan radikal bebas. Kerusakan produk makanan akibat oksidasi oksigen singlet sangat signifikan, hal ini disebabkan laju oksidasi oksigen singlet jauh lebih besar dibandingkan oksidasi oksigen triplet. Oksidasi senyawa bioaktif dapat disebabkan oleh reaksi oksigen singlet maupun triplet. Oksigen singlet merupakan reactive oxygen species (ROS) yang
1
menginisiasi oksidasi lipid. Reaksi oksigen singlet dengan asam linoleat mendekati 1450 kali lebih cepat dibandingkan oksigen triplet atau oksigen diatmosfir (Rawls and Van Santen, 1970). Oksigen singlet dalam pelarut nonpolar mempunyai lifetime lebih panjang dibandingkan di air (Gorman and Rogers, 1989). Reaksi oksidasi dalam emulsi mempunyai mekanisme yang berbeda dibandingkan pada minyak, hal ini disebabkan adanya daerah antar muka, fase minyak dan fase air yang berpengaruh kuat terhadap kimia oksidasi. Oksidasi lipid pada emulsi minyak dalam air merupakan interaksi antara hidroperoksida lipid yang berada di permukaan droplet dan metal transisi yang berada di dalam fase aqueous (McClements and Decker, 2000). Autooksidasi dan fotooksidasi merupakan mekanisme paling banyak terjadi pada oksidasi selama pengolahan makanan dan penyimpanan (Choe, 2008). Oksidasi dalam makanan dapat dicegah dengan menambahkan antioksidan. Antioksidan dapat menghambat proses oksidasi atau menurunkan laju oksidasi dalam makanan (Reische et al., 2008). Aktivitas antioksidan dipengaruhi temperatur, pH, tingkat dan jumlah ketidak jenuhan asam lemak, tersedianya oksigen dan ion metal (Kamal-Eldin and Appelqvist, 1996; Reische et al., 2008). Karotenoid mempunyai karakteristik yang penting, salah satunya adalah sebagai antioksidan yaitu melindungi sel dan jaringan dari kerusakan akibat pengaruh radikal bebas dan oksigen singlet. Beta-karoten sebagai karotenoid merupakan salah satu singlet oxygen quencher (SOQ) yang mempunyai kemampuan menghambat oksidasi oksigen singlet pada makanan (Min and Boff, 2002). Fucoxanthin merupakan salah satu senyawa turunan dari karotenoid yang relatif tidak stabil dalam sistem makanan. Hal ini disebabkan fucoxanthin mudah
2
mengalami kerusakan oleh cahaya, oksigen, autooksidasi dan tidak stabil dalam medium basa (Britton, 1991). Fucoxanthin mempunyai aktivitas antioksidan kuat (Nomura et al., 1997) dan mempunyai struktur molekul yang unik yaitu meliputi ikatan rangkap allenik, karbonil terkonjugasi, epoksi, dan gugus asetil (Heo and Jeon, 2009). Karotenoid seperti pada beta karoten, beta kriptosantin, zeaxanthin, astaxanthin dan likopen mempunyai aktivitas antioksidan pada kondisi aerophilik. Sedangkan fucoxanthin mempunyai aktivitas antioksidan tinggi pada oksigen rendah (Nomura et al., 1997). Alga coklat mempunyai potensi senyawa bioaktif yang belum banyak dikembangkan. Senyawa bioaktif ini meliputi phylopheolin, phlorotannin, dan fucoxanthin yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Hosokawa et al., 2006). Namun karakteristik aktivitas antioksidan pada alga coklat mayoritas diperankan oleh fucoxanthin (Nomura et al., 1997). Fucoxanthin merupakan karotenoid perairan yang mempunyai kemampuan biologis sebagai anti kanker (Kotake et al., 2001; Hosokawa et al., 2006; Hosokawa et al., 2004), anti inflammantory (Shiratori et al., 2005), dan anti obesitas (Maeda et al., 2005; Maeda et al., 2006). Fucoxanthin (5,6-epoxy-3′-ethanoyloxy-3,5′-dihydroxy-6′,7′ didehy-dro-5,6,7,8,5′,6′-hexahydro-β, β-caroten-8-one) diketahui secara luas terdapat pada Chrysophyceae (alga cokelat keemasan, Bacillariophyceae (diatom), Prymnesiophyceae dan Phaeophyceae (alga coklat), yang berfungsi sebagai pigmen penangkap cahaya yang digunakan untuk fotosintesis dan mempunyai kelarutan rendah dalam air (Lee, 2008). Sachindra et al. (2007) melaporkan bahwa fucoxanthin dari isolasi alga coklat Undaria pinnatifida (Phaeophyceae) mempunyai konstanta laju quenching
3
oksigen singlet yaitu sebesar 1,19 x 1010 M-1s-1 lebih rendah dibandingkan βkaroten yaitu sebesar 12,78 x 1010 M-1s-1. Penelitian Sachindra et al. (2007) menggunakan substrat 1,3-di-phenyl-izobenzofuran (DPIBF) yang diinisiasi H2O2. Penelitian yang dilakukan dalam disertasi ini menggunakan metode Lee and Min (1988) yaitu dengan cara pemaparan cahaya, pelarut etanol dan eritrosin sebagai quencher, hal ini berbeda yang dilakukan oleh Sachindra et al. (2007). Masing-masing pelarut seperti etanol dan 1,3-di-phenyl-izobenzofuran (DPIBF) mempunyai kemampuan melarutkan oksigen dengan kecepatan yang berbeda. Eritrosin mempunyai kemampuan membentuk oksigen singlet (Yang et al., 2002). Eritrosin dapat berperan sebagai sensitiser yang mempengaruhi mutu produk olahan dan keamanan pangan pada daging akibat fotooksidasi (Pan et al., 2005). Fucoxanthin merupakan salah satu derivat karotenoid mempunyai kelarutan dalam alkohol, benzena, aseton dan tidak larut dalam air (Lee, 2008). Senyawa bioaktif mempunyai kelarutan rendah dalam air, seperti β-karoten mempunyai bioavaibilitas rendah (Yuana et al,. 2008). Demikian halnya senyawa kurkumin tidak larut dalam air pada pH asam atau netral, sulit diabsorbsi dan sebagian besar disekresikan lewat feses dan urin, dan sangat sedikit ditemukan dalam plasma darah (Wang et al., 2008; Lin et al., 2009; Cui et al., 2009). Kelarutan dan bioavaibiltas β-karoten dan kurkumin dapat diperbaiki dengan mikroemulsi oil in water (o/w) (Wang et al., 2008; Yuana et al., 2008). Fucoxantin, seperti halnya senyawa β-karoten dan kurkumin yang tidak larut dalam air menyebabkan aplikasi sulit dan bioavibilitasnya tidak maksimal dalam pangan, diharapkan dapat diperbaiki dengan mikroemulsi oil in water (o/w).
4
Mikroemulsi berpotensi sebagai sistem pembawa senyawa bioaktif yang telah diaplikasikan pada industri makanan, farmasi, nutrisi dan kosmetik karena transparansi, mudah preparasinya dan mempunyai stabilitas lebih baik (McClements, 2005). Mikroemulsi adalah self-assembler dari campuran air, minyak dan surfaktan, dan mempunyai keuntungan optically isotropic dan termodinamika yang stabil (Lin et al., 2009). Surfaktan nonionik, poliol dan alkohol rantai pendek sering digunakan dalam sistem mikroemulsi untuk bidang farmasi dan kadang-kadang digunakan dibidang makanan (Flanagan et al., 2006) namun surfaktan polietil eter tidak digunakan dalam sistem pangan (Flanagan and Singh 2006). Surfaktan nonionik seperti gula ester, polietil sorbitan ester (tween) dan polietil eter telah digunakan secara luas dibidang farmasi karena mempunyai toksisitas relatif rendah tetapi berpotensi menimbulkan iritasi (Flanagan and Singh, 2006). Kombinasi campuran surfaktan (tweens, span, dan garam asam lemak) dan phospholipids (lecithin) banyak dipergunakan oleh industri makanan dalam sistem pangan (McClements, 2008). Ko-surfaktan seperti alkohol sedikit digunakan untuk makanan, hal ini disebabkan alkohol rantai pendek atau medium bersifat toksis dan menyebabkan iritasi (Flanagan and Singh 2006). Ko-surfaktan juga menyebabkan mikroemulsi menjadi rapuh sehingga partisi yang dilarutkan mampu ke luar melalui kosurfaktan pada daerah antar muka ke dalam fase air (Warisnoicharoen et al., 2000). Kestabilan mikroemulsi dalam sistem pangan sangat komplek yang dipengaruhi oleh fase minyak dan jenis surfaktan, suhu, pH, dan pengenceran
5
(Cho et al., 2008; Cui et al., 2009). Mikroemulsi o/w dipengaruhi oleh rasio campuran jenis surfaktan, dan minyak. Mikroemulsi o/w mempunyai stabililitas dan kelarutan tinggi apabila diperoleh jenis dan rasio campuran surfaktan yang tepat, sehingga dapat digunakan sebagai pembawa senyawa bioaktif fucoxanthin. Keseimbangan hidrofilik lipofilik (HLB) adalah konsep yang mendasari metode semiempirik untuk memilih pengemulsi yang tepat atau kombinasi pengemulsi agar diperoleh emulsi yang stabil (Hiemenz and Rejogopolan, 1997). Stabilitas dan kelarutan mikroemulsi yang terbentuk sangat penting untuk meningkatkan kelarutan dan bioavaibiltas fucoxanthin yang mudah preparasinya dalam aplikasi sistem pangan. Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan salah satu jenis minyak yang berpotensi sebagai fase minyak pada pembuatan mikroemulsi o/w. VCO mengandung asam lemak rantai medium terutama asam laurat (46,89-48,03%) (Marinaa et al., 2009). VCO mempunyai aktivitas antioksidan (Marinab et al., 2009; Seneviratne et al., 2009), menurunkan Low Density Lipoprotein (LDL) dan meningkatkan High Density Lipoprotein (HDL) (Nevin and Rajamohan, 2004). Aplikasi fucoxanthin dalam sistem pangan masih jarang, terutama dalam sistem emulsi o/w. Kelarutan dan bioavaibilitas fucoxanthin dalam sistem mikroemulsi diharapkan dapat meningkatkan peranan fucoxanthin menjadi optimum. Sistem heterogen mengandung vitamin C dapat digunakan sebagai model untuk memperoleh peranan fucoxanthin dalam emulsi. Uraian tersebut menggambarkan bahwa fucoxanthin merupakan senyawa bioaktif penting yang mudah rusak akibat adanya reaksi oksidasi, absorbsi tidak efektif dan aplikasi dalam sistem pangan (hidrofilik) sulit diterapkan.
6
Mikroemulsi o/w dapat meningkatkan kelarutan dan bioavaibiltas fucoxanthin yang mudah dalam preparasinya dan mempunyai stabilitas lebih baik. Aplikasi mikroemulsi fucoxanthin pada model minuman untuk memperoleh peranan fucoxanthin dalam menghambat kerusakan vitamin C. B. Rumusan Permasalahan β-karoten telah diketahui mempunyai kemampuan sebagai SOQ. Fucoxanthin merupakan derivat karatenoid mempunyai struktur molekul menyerupai β-karoten yang belum diketahui kemampuan sebagai quenching oksigen singlet dalam asam linoleat yang ditambahkan sensitiser eritrosin. Mekanisme quenching dapat diperoleh dengan mengukur konstanta laju quenching menggunakan total konstanta laju quenching kimia dan fisik. Sifat karakteristik fucoxanthin yang diperoleh sebagai senyawa quencher akan memudahkan aplikasi dalam sistem pangan dan diharapkan mampu menghambat oksidasi oksigen singlet dalam produk pangan. Permasalahan yang ingin dipecahkan adalah bagaimanakah mekanisme quenching oksigen singlet dan berapa konstanta laju SOQ oleh fucoxanthin? Mikroemulsi o/w yang terbentuk dalam sistem pangan adalah komplek. Hal ini dipengaruhi oleh fase minyak dan jenis surfaktan, suhu, pH dan pengenceran. Rasio campuran jenis surfaktan hidrofilik dan lipofilik, dan minyak dengan perbandingan yang tepat diharapkan diperoleh formula mikroemulsi yang stabil. Stabilitas dan kelarutan mikroemulsi yang terbentuk sangat penting dalam aplikasi
sistem
pangan.
Permasalahan
yang
ingin
dipecahkan
adalah
bagaimanakah pembentukan formulasi mikroemulsi o/w yang stabil sebagai
7
sistem pembawa senyawa bioaktif sehingga mampu memfasilitasi pelarutan senyawa bioaktif dalam sistem aqueous? Mikroemulsi o/w yang stabil digunakan sebagai pembawa fucoxanthin. Fucoxanthin sedikit larut di air, preparasi menggunakan surfaktan non ionik dan VCO mempengaruhi pembentukan mikroemulsi fucoxanthin, stabilitas dispersi dan efektifitasnya sebagai antioksidan. Permasalahan yang ingin dipecahkan adalah
bagaimanakah
stabilitas
dispersi
mikroemulsi
fucoxanthin
dan
efektifitasnya dalam menghambat fotooksidasi ? Model minuman mengandung vitamin C diteliti untuk menentukan konsentrasi fucoxanthin yang efektif dalam mikroemulsi. Penambahan vitamin C dalam model minuman digunakan sebagai indikator kemampuan aktivitas antioksidan fucoxanthin untuk melindungi dari oksidasi. Aplikasi mikroemulsi untuk mendispersikan fucoxanthin diharapkan mampu menghambat kerusakan vitamin C pada model minuman. Permasalahan yang ingin dipecahkan adalah bagaimanakah pengaruh mikroemulsi fucoxanthin dalam menghambat kerusakan vitamin C pada model minuman? C. Keaslian Penelitian Sejauh ini belum ditemukan penelitian yang mempublikasikan: 1. Konstanta laju quenching fucoxanthin dalam fotooksidasi dan mekanisme quenching oksigen singlet oleh fucoxanthin. 2. Stabilitas mikroemulsi o/w non ionik menggunakan rasio kombinasi beberapa variasi jenis surfaktan (Tween 20, Tween 80 dan Span 80) dan VCO
8
3. Stabilitas dispersi mikroemulsi yang mengandung fucoxanthin dan efektifitasnya dalam menghambat fotooksidasi. 4. Aplikasi mikroemulsi fucoxanthin pada model minuman. D. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian adalah menjelaskan peranan mikroemulsi dan mekanisme fucoxanthin sebagai antioksidan dalam sistem pangan menggunakan campuran surfaktan hidrofilik dan lipofilik, dan VCO sebagai fase minyak. Adapun tujuan-tujuan khusus: 1. Menentukan konstanta laju SOQ dan mekanisme SOQ fucoxanthin pada fotooksidasi asam linoleat 2. Menentukan formulasi dan cara pembuatan mikroemulsi o/w yang stabil. 3. Menentukan Stabilitas dispersi mikroemulsi yang mengandung fucoxanthin dan efektifitasnya dalam menghambat fotooksidasi. 4. Menentukan konsentrasi mikroemulsi fucoxanthin pada model minuman yang mampu menghambat laju kerusakan vitamin C terhadap fotooksidasi. E. Manfaat Penelitian Manfaat Penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi sifat/karakteristik fucoxanthin terhadap laju SOQ
9
2. Memberikan informasi stabilitas mikroemulsi fucoxanthin terhadap suhu, pH dan pengenceran 3. Memberikan
informasi
penggunaan
konsentrasi
mikroemulsi
fucoxanthin pada model minuman 4. Memberikan informasi teknik preparasi mikroemulsi fucoxanthin yang mampu meminimalisasi penurunan kualitas sensoris. 5. Keseluruhan atau sebahagian informasi-informasi penelitian ini dapat digunakan dalam industri pangan, farmasi dan kosmetik.
10