BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Sebagai kebutuhan yang mendasar, setiap orang mengharapkan pelayanan kesehatan yang bermutu (Hamid, et al. 2013). Selama ini, belum semua layanan puskesmas memberikan pelayanan
bermutu
yang
bisa
memberikan
kepuasan
kepada
pasien.
Ketidakpuasan tersebut disebabkan oleh beberapa hal diantaranya mahalnya biaya pelayanan kesehatan, masih
kurangnya fasilitas pelayanan, lamanya
pelayanan kesehatan yang diberikan dan kurang memuaskan pelayanan yang diberikan petugas kesehatan (Hatmoko, 2006). Mutu menunjukkan kesempurnaan kinerja sebuah organisasi sesuai dengan kode etik dan standar, yang dapat menyebabkan pasien puas (Muninjaya, 2011). Menurut Parasuraman, et al. (1988) dalam Witriasih (2012) menyatakan bahwa, \untuk mewujudkan kepuasan pelanggan, suatu organisasi perlu memberikan layanan yang bermutu yang merupakan kesesuaian antara harapan yang diinginkan pelanggan dengan pelayanan yang dirasakan atau diterima. Pengukuran mutu layanan bisa dilakukan dengan pegukuran lima dimensi mutu sehingga bisa diketahui apakah suatu layanan itu bermutu atau tidak. Lima dimensi mutu adalah bukti fisik, empati, reliabilitas, daya tanggap dan jaminan. Mutu suatu organisasi pelayanan kesehatan, dapat ditingkatkan dengan berbagai macam alat seperti akreditasi, total quality management (TQM ), gugus
kendali mutu (GKM), dan sistem manajemen mutu international organization for standardization (SMM ISO) (Maharani, 2009). SMM ISO diimplementasikan untuk kepuasan pelanggan karena memuat standar dalam sistem mutu dasar sehingga pemberi pelayanan diharapkan untuk memberikan layanan jasa yang memenuhi standar prosedur untuk jenis pelayanannya. Delapan prinsip manajemen mutu yang dipersyaratkan dalam menjalankan SMM ISO sesuai dengan lima dimensi mutu, sehingga kajian lima dimensi mutu dipergunakan untuk menilai kepuasan pasien pada puskesmas yang sudah tersertifikasi SMM ISO. Delapan prinsip itu adalah fokus pada pelanggan, kepemimpinan, keterlibatan sumber daya manusia, pendekatan proses, pendekatan manajemen, peningkatan berkesinambungan, keputusan berdasarkan fakta, hubungan dengan pemasok yang saling menguntungkan (Setyawan, 2008). Puskesmas sebagai pemberi layanan kesehatan terdepan di masyarakat, berfungsi melaksanakan pengembangan di bidang kesehatan, memberdayakan masyarakat dan memberikan layanan terpadu disegala bidang. Puskesmas diharapkan mampu melaksanakan manajemen yang baik, meningkatkan wawasan agar mampu mewujudkan pelayanan yang bermutu. Penilaian kepuasan pelanggan bisa dilakukan dengan melakukan pengkajian mutu layanan yang secara langsung bisa menilai kinerja sebuah layanan (Poerwani, 2005). Dinas Kesehatan Kota Denpasar mengimplementasikan SMM ISO di puskesmas, karena pada saat itu belum terdapat standar mutu layanan yang ditetapkan oleh Depkes R I. Upaya peningkatan mutu layanan di puskesmas Kota Denpasar adalah versi ISO 9001: 2008. Sampai saat ini, Kota Denpasar memiliki
empat puskesmas yang sudah meraih sertifikat ISO 9001; 2008 yaitu Puskesmas II Denpasar Selatan pada tahun 2009, Puskesmas III Denpasar Selatan pada tahun 2012, Puskesmas IV Denpasar Selatan
pada tahun 2013 dan Puskesmas II
Denpasar Barat pada bulan September 2014. Hal ini menunjukkan komitmen Dinas Kesehatan Kota Denpasar memperhatikan mutu layanan puskesmas, walaupun biaya yang dikeluarkan cukup tinggi. Fokus dari program ini memiliki tujuan untuk kepuasan pelanggan, sehingga program ini perlu dievaluasi efektifitas dan efisiensinya. Masyarakat atau pasien sebagai pengguna layanan perlu dilibatkan dalam penilaian atau evaluasi karena pasien yang menerima manfaatnya (Yuniarti, 2007). Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan, puskesmas wajib diakreditasi secara berkala paling sedikit tiga tahun sekali, dilakukan oleh lembaga independen yang ditetapkan oleh menteri. Hal ini berdasarkan permenkes nomor 75 tahun 2014 tentang puskesmas, ini artinya SMM ISO tidak wajib dilaksanakan puskesmas dalam meningkatkan mutu pelayanan. Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas II Denpasar Selatan yang sudah tersertifikasi SMM ISO tahun 2009, diperoleh data kunjungan pasien perhari yaitu pada tahun 2007 terdapat 197 kunjungan, tahun 2008 terdapat 180 kunjungan, tahun 2009 terdapat 175 kunjungan, tahun 2010 terdapat 186 kunjungan, tahun 2011 terdapat 180 kunjungan, tahun 2012 sebanyak 116 orang, tahun 2013 terdapat sebanyak 90 orang. Data tersebut menunjukkan bahwa semenjak menjalankan ISO, kunjungan pasien berfluktuasi dan cenderung menurun, sedangkan berdasarkan wawancara awal dengan kepala puskesmas yang
tersertifikasi SMM ISO di Kota Denpasar, sangat banyak kendala yang dihadapi saat proses sertifikasi karena adanya keterbatasan sarana prasarana, keterbatasan tenaga pada kompetensi tertentu, tidak adanya dana langsung untuk memenuhi beberapa kebutuhan yang mendesak, selain itu keluhan pelanggan juga banyak karena lambatnya proses pelayanan akibat banyaknya dokumen yang harus dikerjakan serta terbatasnya petugas pelaksana. Beberapa penelitian tentang hubungan antara kepuasan pasien dengan penerapan SMM ISO di layanan kesehatan, sudah pernah dilakukan, baik di Indonesia, di luar Indonesia. Penelitian dilakukan di India. dengan rancangan case control, menunjukkan hasil bahwa kepuasan pasien lebih baik pada rumah sakit ISO daripada tidak ISO (Jha-Nutan, 2012). Hal yang berbeda didapatkan pada penelitian dengan rancangan cross-sectional menunjukkan hasil bahwa kepuasan pasien pada layanan kesehatan tersertifikasi ISO lebih rendah daripada yang tidak tersertifikasi, yang artinnya kualitas manajemen ISO tidak mempengaruhi kepuasan pasien (Maryam, et al. 2013). Beberapa penelitian tentang pengaruh ISO terhadap kesehatan dilakukan pernah dilakukan juga di Indonesia. Penelitian dilakukan di Kota Palu, menggunakan rancangan penelitian deskriptif, hasilnya
menyebutkan bahwa
terdapat tingkat kepuasan di puskesmas ISO lebih tinggi dibandingkan dengan puskesmas non ISO (Lasa, et al. 2012). Penelitian
dilaksanakan di Kota
Pekalongan, menggunakan rancangan penelitian deskriptif analitik dengan studi case control, hasilnya menyebutkan penilaian pengunjung terhadap mutu layanan, tidak ada perbedaan antara puskesmas ISO dengan yang belum ISO, artinya tidak
ada hubungan kepuasan pengunjung dengan puskesmas yang menerapkan ISO. Faktor tingkat ekonomi, pendidikan dan pengetahuan pengunjung, mempengaruhi perbedaan mutu layanan (Yuniarti, 2007). Penelitian dilakukan di Kabupaten Sleman, menunjukkan bahwa kebijakan SMM ISO yang diterapkan pada pelayanan kefarmasian, tidak mempengaruhi pelayanan kefarmasian secara signifikan (Aji, 2013). Penelitian tentang perbedaan kinerja pelayanan dokter gigi puskesmas yang pernah bertaraf ISO 9001 dan puskesmas belum bertaraf ISO dilakukan di Kabupaten Jember, dengan rancangan cross-sectional, hasilnya menunjukkan bahwa kinerja dokter gigi pada puskesmas pernah ISO lebih rendah daripada yang belum ISO, yang dilihat dari menurunnya cakupan pelayanan gigi dan mulut (Budiarti, 2013). Penelitian tentang hubungan kepuasan pasien pada puskesmas yang menjalankan SMM ISO di Bali, sampai saat ini belum pernah dilakukan, tetapi sudah ada penelitian tentang analisis kualitas rumah sakit di Provinsi Bali yang sudah menjalankan SMM ISO, dihubungkan dengan harapan pasien, hasilnya menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara kualitas pelayanan dengan harapan pasien, kesenjangan terjadi pada semua rumah sakit yang menjalankan SMM ISO (Nurcaya, 2008). Penelitian terdahulu, menunjukkan hasil yang tidak konsisten, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. Berdasarkan permasalahan di atas dan penelitian tentang hubungan kepuasan pasien dengan implementasi ISO di puskesmas belum pernah dilaksanakan di Bali khususnya di Denpasar, hal ini mendukung peneliti mengadakan penelitian
tentang tingkat kepuasan pasien pada puskesmas ISO dan puskesmas non ISO, di Kota Denpasar dinilai dari kajian dimensi mutu. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian, maka rumusan masalahnya adalah: bagaimanakah perbedaan tingkat kepuasan pasien pada puskesmas ISO dan puskesmas non ISO di Kota Denpasar dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui perbedaan tingkat kepuasan pasien pada puskesmas ISO dan puskesmas non ISO di Kota Denpasar dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien tersebut. 1.3.2 Tujuan khusus Untuk mengetahui lima aspek dibawah ini. 1.
Tingkat kepuasan pasien (perdimensi mutu dan keseluruhan) pada puskesmas ISO dan puskesmas non ISO di Kota Denpasar.
2.
Perbedaan tingkat kepuasan pasien berdasarkan lima dimensi mutu kehandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance), empati (empaty), bukti langsung (tangible), pada puskesmas ISO dan puskesmas non ISO di Kota Denpasar.
3.
Perbedaan tingkat kepuasan pasien secara keseluruhan pada puskesmas ISO dan puskesmas non ISO di Kota Denpasar.
4.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pada puskesmas ISO dan puskesmas non ISO di Kota Denpasar.
5.
Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pasien puskesmas ISO dan puskesmas non ISO di Kota Denpasar.
1.4 Manfaat Penelitian 1.
Manfaat praktis yaitu hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi, masukan dan pertimbangan dalam penyusunan rencana peningkatan mutu layanan puskesmas.
2.
Manfaat teoritis yaitu hasil penelitian bisa menjadi sumber informasi tambahan dalam memperkuat hasil-hasil studi tentang pengaruh menjalankan SMM ISO dengan kepuasan pasien di puskesmas, dan juga sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.