DIKLAT PEMBENTUKAN AUDITOR TERAMPIL
KESA KODE MA : 1.110
KODE ETIK DAN STANDAR AUDIT
2008 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWASAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
EDISI KELIMA
Kode Etik dan Standar Audit
Judul Modul
: Kode Etik dan Standar Audit
Penyusun
:
Drs. H.T. Redwan Jaafar, Ak. Sumiyati, Ak., M.F.M.
Perevisi Pertama
:
Drs. H.T. Redwan Jaafar, Ak. Drs. Wawan Trangawan
Perevisi Kedua
:
Teguh Widhyo Utomo, Ak. Sunaryono, Ak., M.M.
Perevisi Ketiga
:
Sigit Susilo Broto, Ak., M.Comm.
Perevisi Keempat
:
John Elim, Ak., MBA
Pereviu
:
Linda Ellen Theresia, SE., MBA
Editor
:
Riri Lestari, Ak
Dikeluarkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP dalam rangka Diklat Sertifikasi JFA Tingkat Pembentukan Auditor Terampil
Edisi Pertama
:
Tahun 1998
Edisi Kedua (Revisi Pertama)
:
Tahun 2000
Edisi Ketiga (Revisi Kedua)
:
Tahun 2002
Edisi Keempat (Revisi Ketiga)
:
Tahun 2005
Edisi Kelima (Revisi Keempat)
:
Tahun 2008
ISBN 979-3873-06-X
Dilarang keras mengutip, menjiplak, atau menggandakan sebagian atau seluruh isi modul ini, serta memperjualbelikan tanpa izin tertulis dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP
Pusdiklatwas BPKP 2008
ii
Kode Etik dan Standar Audit
DAFTAR ISI Kata Pengantar .....................................................................................................
i
Daftar Isi ...............................................................................................................
iv
BAB I
PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A.
Tujuan Pembelajaran .................................................................
2
B.
Sistematika Modul ......................................................................
2
C.
Metodologi Pemelajaran ............................................................
4
BAB II
BAB III
ETIKA PROFESI, STANDAR AUDIT, DAN KENDALI MUTU ...........
5
Tujuan Pemelajaran Khusus ..............................................................
5
A.
Pengertian Profesi .....................................................................
5
B.
Pengertian dan Tujuan Kode Etik ...............................................
7
C.
Pengertian dan Tujuan Standar Audit ........................................
13
D.
Kode Etik, Standar Audit, dan Program Jaminan Kualitas ..........
14
E.
Kode Etik dan Standar Audit APIP .............................................
16
F.
Latihan Soal ...............................................................................
17
KODE ETIK APARAT PENGAWASAN FUNGSIONAL PEMERINTAH ...................................................................................
19
Tujuan Pemelajaran Khusus ...............................................................
19
A.
Landasan Hukum .......................................................................
20
B.
Kode Etik APIP ..........................................................................
21
C.
Pelanggaran ..............................................................................
28
D.
Pengecualian .............................................................................
29
E.
Sanksi atas Pelanggaran ............................................................
30
F
Kode Etik Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal ………..
30
G.
Latihan Soal ...............................................................................
32
Pusdiklatwas BPKP 2008
iv
Kode Etik dan Standar Audit
BAB IV
BAB V
STANDAR AUDIT APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH ...................................................................................
34
Tujuan Pemelajaran Khusus ...............................................................
34
A.
Pendahuluan ..............................................................................
34
B.
Standar Audit APIP ....................................................................
38
C.
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ...................................
84
D.
Standar Profesi Audit Internal ...................................................
89
E.
Latihan Soal ...............................................................................
104
PENUTUP ..........................................................................................
107
Daftar Kepustakaan ..............................................................................................
109
Lampiran 1 Lampiran 2
Pusdiklatwas BPKP 2008
v
Kode Etik dan Standar Audit
Kepercayaan masyarakat terhadap suatu profesi ditentukan oleh keandalan, kecermatan, ketepatan waktu, dan mutu jasa atau pelayanan yang dapat diberikan oleh profesi yang bersangkutan. Kata ”kepercayaan” demikian pentingnya karena tanpa kepercayaan masyarakat maka jasa profesi tersebut tidak akan diminati, yang kemudian pada gilirannya profesi tersebut akan punah. Untuk membangun kepercayaan perilaku para pelaku profesi perlu diatur dan kualitas hasil pekerjaannya dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu dibutuhkan penetapan standar tertentu, sehingga masyarakat dapat meyakini kualitas pekerjaan seorang profesional. Pekerjaan audit adalah profesi. Auditor yang bekerja di sektor publik selain dituntut untuk mematuhi ketentuan dan peraturan kepegawaian sebagai seorang pegawai negeri sipil, ia juga dituntut untuk menaati kode etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta Standar Audit APIP atau standar audit lainnya yang telah ditetapkan. Sehingga bagaimana seharusnya perilaku seorang auditor Pemerintah serta apa saja yang harus dilakukan agar hasil pekerjaannya memenuhi standar mutu yang harus dicapai, perlu diketahui oleh setiap mereka yang berprofesi sebagai aparat pengawasan intern pemerintah. Modul Kode Etik dan Standar Audit ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan,
keterampilan
dan
sikap
yang
seharusnya
dimiliki
dan
dilaksanakan oleh seorang auditor sebagai aparatur pengawasan intern
Pusdiklatwas BPKP 2008
1
Kode Etik dan Standar Audit
pemerintah mengenai kode etik dan standar audit dengan tujuan pembelajaran sebagai berikut : A.
TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan pemelajaran adalah sesuatu yang diharapkan dicapai oleh para peserta diklat
setelah menyelesaikan suatu diklat. Tujuan
pemelajaran dapat dibagi ke dalam tujuan pembelajaran umum dan tujuan pemelajaran khusus. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM Setelah mempelajari mata diklat ini, peserta pelatihan diharapkan mampu menjelaskan Kode Etik dan Standar Audit dalam rangka pelaksanaan tugasnya selaku auditor Pemerintah. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS Setelah mempelajari mata diklat ini, peserta pelatihan mampu: 1.
Menjelaskan pentingnya jasa profesi memperoleh kepercayaan masyarakat;
B.
2.
Menjelaskan dan menerapkan Kode Etik APIP;
3.
Menjelaskan dan menerapkan Standar Audit APIP; dan
4.
Menjelaskan pentingnya kendali mutu bagi auditor.
SISTEMATIKA MODUL BAB I
Pendahuluan Bab ini menguraikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, sistematika modul dan metodologi pembelajaran.
Pusdiklatwas BPKP 2008
2
Kode Etik dan Standar Audit
BAB II
Etika Profesi, Standar Audit dan Kendali Mutu Pada bab ini diuraikan pengertian profesi, pengertian dan tujuan kode etik, pengertian dan tujuan standar audit, hubungan antara kode etik, standar audit dan kendali mutu. Dalam bab ini juga disinggung sepintas mengenai pelaksanaan kode etik dan standar audit bagi APFP dan pada akhir bab diberikan soal-soal latihan.
BAB III Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Pada bab ini diuraikan kode etik yang berlaku di kalangan Aparat
Pengawasan
Intern
Pemerintah.
Sebagai
bahan
perbandingan, pada bab ini akan diuraikan Kode Etik bagi auditor internal yang diterbitkan oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal dan Kode Etik Akuntan Indonesia. Di akhir bab juga diberikan soal-soal latihan/bahan diskusi. BAB IV Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Pada bab ini diuraikan secara rinci standar audit yang berlaku bagi APIP beserta penjelasannya. Sebagai tambahan bahan perbandingan, pada bab ini akan dijelaskan secara ringkas Standar Profesi Audit Internal yang disusun oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. Pada akhir bab diberikan latihan soal/bahan diskusi. BAB V Penutup Pada bab ini, sebagai penutup disampaikan himbauan moral agar para auditor APIP umumnya dan peserta Diklat khususnya senantiasa mematuhi aturan perilaku atau kode etik yang
Pusdiklatwas BPKP 2008
3
Kode Etik dan Standar Audit
berlaku serta standar audit yang telah ditetapkan dan dipelajari dalam Diklat yang bersangkutan.
C.
METODOLOGI PEMBELAJARAN Metodologi pembelajaran untuk mata diklat ini menggunakan metode ceramah, diskusi dan pembahasan kasus. Ceramah diberikan untuk memberikan pengetahuan kepada peserta pelatihan tentang Kode Etik dan Standar Audit, sedangkan diskusi dan pembahasan kasus dimaksudkan
untuk
meningkatkan
pemahaman
dan
kemampuan
penerapan kode etik dan standar audit bagi peserta pelatihan. Dengan demikian diharapkan para peserta dapat lebih memahami materi ajaran ini yang pada gilirannya mampu menerapkannya dalam pelaksanaan tugas audit secara baik.
Pusdiklatwas BPKP 2008
4
Kode Etik dan Standar Audit
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS Setelah mempelajari bab ini, para peserta dapat menjelaskan pengertian profesi, kode etik, standar, kendali mutu dan pentingnya ketiga hal tersebut dalam pelaksanaan tugas audit di lingkungan Pemerintahan.
A.
PENGERTIAN PROFESI Profesi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu.
Sedangkan profesional menurut
KBBI adalah: 1.
Bersangkutan dengan profesi;
2.
Pekerjaan
yang
memerlukan
kepandaian
khusus
untuk
menjalankannya; 3.
Mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan dari amatir). Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa persyaratan utama
dari suatu profesi adalah tuntutan kepemilikan keahlian tertentu yang unik. Dengan demikian setiap orang yang mau bergabung dalam suatu profesi tertentu dituntut memiliki keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh
Pusdiklatwas BPKP 2008
5
Kode Etik dan Standar Audit
orang awam atau orang kebanyakan. Selain itu, para anggota profesi dituntut untuk memberikan hasil pekerjaan yang
memuaskan
karena
ada
kompensasi
berupa
pembayaran untuk melakukannya. Hal ini mewajibkan adanya komitmen terhadap kualitas hasil pekerjaan. Suatu pekerjaan keahlian dapat digolongkan sebagai suatu profesi jika memenuhi persyaratan tertentu. Prof. Welenski di dalam buku Sawyers Internal Auditing menyebutkan 7 (tujuh) syarat, yaitu: 1.
Pekerjaan tersebut adalah untuk melayani kepentingan orang banyak (umum)
2.
Bagi yang ingin terlibat dalam profesi dimaksud, harus melalui pelatihan yang cukup lama dan berkelanjutan
3.
Adanya kode etik dan standar yang ditaati di dalam organisasi tersebut
4.
Menjadi anggota dalam organisasi profesi dan selalu mengikuti pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh organisasi profesi tersebut
5.
Mempunyai
media
massa/publikasi
yang
bertujuan
untuk
meningkatkan keahlian dan keterampilan anggotanya 6.
Kewajiban menempuh ujian untuk menguji pengetahuan bagi yang ingin menjadi anggota
7.
Adanya suatu badan tersendiri yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengeluarkan sertifikat Dikaitkan
dengan
tugas
auditor
internal
pemerintah
yang
terhimpun dalam Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), timbul pertanyaan apakah pekerjaan audit yang dilakukan oleh auditor pemerintah dapat digolongkan sebagai pekerjaan profesi. Jika dilihat dari
Pusdiklatwas BPKP 2008
6
Kode Etik dan Standar Audit
rumusan atau pengertian profesi menurut KBBI dan pendapat Prof. Welenski tersebut di atas, maka pekerjaan audit yang dilakukan auditor APIP dapat digolongkan pada pekerjaan profesi/profesional. Bekerja secara profesional berarti bekerja dengan menggunakan keahlian khusus menurut aturan dan persyaratan profesi. Karena itu setiap pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan suatu sarana berupa standar dan kode etik sebagai pedoman atau pegangan bagi seluruh anggota profesi tersebut. Kode etik dan standar tersebut bersifat mengikat dan harus ditaati oleh setiap anggota agar setiap hasil kerja para anggota dapat dipercaya dan memenuhi kualitas yang ditetapkan oleh organisasi.
B.
PENGERTIAN DAN TUJUAN KODE ETIK 1.
Pengertian Etik dan Kode Etik Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, mendefinisikan etik sebagai (1) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; (2) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat sedangkan etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Menurut Eric L. Kohler dalam buku A Dictionary for Accountants, edisi ke lima, 1979 – ethic adalah : A system of moral principles and their application to particular problems of conduct; specially, the rules of conduct of a profession imposed by a professional body governing the behavior of its member. Etika menurut Dictionary of Accounting karangan Ibrahim Abdulah Assegaf, cetakan I tahun 1991 adalah sebagai berikut :
Pusdiklatwas BPKP 2008
7
Kode Etik dan Standar Audit
Disiplin pribadi dalam hubungannya dengan lingkungan yang lebih daripada apa yang sekedar ditentukan oleh UndangUndang. Jadi, kode etik pada prinsipnya merupakan sistem dari prinsipprinsip moral yang diberlakukan dalam suatu kelompok profesi yang ditetapkan secara bersama. Kode etik suatu profesi merupakan ketentuan
perilaku
yang harus dipatuhi oleh setiap mereka yang menjalankan tugas profesi tersebut, seperti dokter, pengacara, polisi, akuntan, penilai, dan profesi lainnya.
2.
Dilema Etika dan Solusinya Dalam hidup bermasyarakat perilaku etis sangat penting, karena interaksi antar dan di dalam masyarakat itu sendiri sangat dipengaruhi
oleh
nilai-nilai
etika.
Pada
dasarnya dapat dikatakan bahwa kesadaran semua
anggota
masyarakat
untuk
berperilaku secara etis dapat membangun suatu ikatan dan keharmonisan bermasyarakat. Namun demikian, kita tidak bisa mengharapkan bahwa semua orang akan berperilaku secara etis. Terdapat dua faktor utama yang mungkin menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni: a.
Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Misalnya, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandar udara (bandara). Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka.
Pusdiklatwas BPKP 2008
8
Kode Etik dan Standar Audit
Pada kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga dan teman-temannya, yang bersangkutan dengan bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet dan mengambil isinya. b.
Orang tersebut secara sengaja bertindak tidak etis untuk keuntungan diri sendiri. Misalnya, seperti contoh di atas, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandara. Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut. Dorongan orang untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat
oleh
rasionalisasi
yang
dikembangkan
sendiri
oleh
yang
bersangkutan berdasarkan pengamatan dan pengetahuannya. Rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai berikut: a.
Setiap orang juga melakukan hal (tidak etis) yang sama. Misalnya, orang mungkin berargumen bahwa tindakan memalsukan perhitungan pajak, menyontek dalam ujian, atau menjual barang yang cacat tanpa memberitahukan kepada pembelinya bukan perbuatan yang tidak etis karena yang bersangkutan berpendapat bahwa orang lain pun melakukan tindakan yang sama.
b.
Jika sesuatu perbuatan tidak melanggar hukum berarti perbuatan
tersebut
tidak
melanggar
etika.
Argumen
tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa hukum yang sempurna harus sepenuhnya dilandaskan pada etika. Misalnya, seseorang yang menemukan barang hilang tidak wajib mengembalikannya kecuali jika pemiliknya dapat membuktikan bahwa barang yang ditemukannya tersebut benar-benar milik orang yang kehilangan tersebut.
Pusdiklatwas BPKP 2008
9
Kode Etik dan Standar Audit
c.
Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya akan diketahui orang lain serta sanksi yang harus ditanggung jika perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang lain tidak signifikan. Misalnya penjual yang secara tidak sengaja terlalu besar menulis harga barang mungkin tidak akan dengan kesadaran mengoreksinya jika jumlah tersebut sudah
dibayar oleh pembelinya. Dia
mungkin akan
memutuskan untuk lebih baik menunggu pembeli protes untuk
mengoreksinya,
sedangkan
jika
pembeli
tidak
menyadari dan tidak protes maka penjual tidak perlu memberitahu. Kenyataan ini menimbulkan dilema etika, pertanyaan tentang bagaimana seseorang seharusnya menyikapi suatu keadaan untuk menetapkan apakah suatu tindakan merupakan perbuatan etis atau tidak etis. Pada tahun 1930-an, organisasi pengusaha Rotary International, mengembangkan kode etik untuk kalangannya.
Dalam
menetapkan
apakah
suatu
tindakan
digolongkan etis atau tidak etis, organisasi tersebut menggunakan empat pertanyaan, biasa dikenal dengan the Four-Way Test, yakni: a.
Apakah tindakan tersebut benar?
b.
Apakah tindakan tersebut adil untuk semua pihak?
c.
Apakah
tindakan
membangun
tersebut
kesan
baik
dapat dan
pertemanan yang lebih baik? d.
Pusdiklatwas BPKP 2008
Apakah tindakan tersebut menguntungkan semua pihak?
10
Kode Etik dan Standar Audit
Saat ini, telah dikembangkan rangka pemikiran untuk membantu setiap orang memecahkan dilema etika. Rangka tersebut dapat membantu masyarakat mengidentifikasi masalah etika dan menetapkan tindakan yang tepat sesuai dengan nilai pribadi yang dimilikinya. Rangka tersebut dikenal sebagai the sixstep approach, yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut: a.
Identifikasikan kejadiannya.
b.
Identifikasikan masalah etika berkaitan dengan kejadian tersebut.
c.
Tetapkan siapa saja yang akan terpengaruh serta tetapkan apa
konsekuensi
yang
akan
diterima/ditanggungnya
berkaitan dengan kejadian tersebut. d.
Identifikasikan alternatif-alternatif tindakan yang dapat ditempuh pihak yang terkait dengan dilema tersebut.
e.
Identifikasikan konsekuensi dari tiap-tiap alternatif tersebut.
f.
Tetapkan tindakan yang tepat berdasarkan pertimbangan tentang nilai-nilai etika yang dimiliki dan konsekuensi serta kesanggupan
menanggung
konsekuensi
atas
pilihan
tindakannya. Pilihan tindakan tersebut sifatnya sangat individual sehingga sangat tergantung pada nilai etika yang dimiliki oleh yang bersangkutan serta kesanggupannya menanggung akibat dari pilihan tindakannya. Langkah tersebut akan mengarah pada ketidakseragaman perilaku karena nilai yang diyakini oleh masing-masing individu mungkin
berbeda.
Oleh
karena
itu,
untuk
tercapainya
keseragaman ukuran perilaku, apakah suatu tindakan etis atau tidak etis, maka kode etik perlu ditetapkan bersama oleh seluruh anggota profesi.
Pusdiklatwas BPKP 2008
11
Kode Etik dan Standar Audit
3.
Perlunya Kode Etik bagi Profesi Sebagaimana diuraikan di atas, kode etik yang mengikat semua anggota profesi perlu ditetapkan bersama. Tanpa kode etik, maka setiap individu dalam satu komunitas akan memiliki tingkah laku yang berbeda-beda yang dinilai baik menurut anggapannya dalam berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Tidak dapat dibayangkan betapa kacaunya apabila, misalnya, setiap orang dibiarkan dengan bebas menentukan mana yang baik dan mana yang buruk menurut kepentingannya masing-masing, atau bila menipu dan berbohong dianggap perbuatan baik, atau setiap orang diberi kebebasan untuk berkendaraan di sebelah kiri atau kanan sesuai keinginannya. Oleh karena itu nilai etika atau kode etik diperlukan oleh masyarakat, organisasi, bahkan negara agar semua berjalan dengan tertib, lancar, teratur dan terukur. Kepercayaan
masyarakat
dan pemerintah atas hasil kerja auditor ditentukan oleh keahlian, independensi
serta
integritas
moral/kejujuran para auditor dalam menjalankan
pekerjaannya.
Ketidakpercayaan terhadap
satu
auditor
dapat
masyarakat atau
beberapa
merendahkan
martabat profesi auditor secara keseluruhan,
sehingga
dapat
merugikan auditor lainnya.
Pusdiklatwas BPKP 2008
12
Kode Etik dan Standar Audit
Oleh karena itu organisasi auditor berkepentingan untuk mempunyai kode etik yang dibuat sebagai prinsip moral atau aturan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan auditan, antara auditor dengan auditor dan antara auditor dengan masyarakat. Kode etik atau aturan perilaku
dibuat
untuk
dipedomani dalam berperilaku atau melaksanakan penugasan sehingga
menumbuhkan
kepercayaan dan memelihara citra
organisasi
di
mata
masyarakat.
C.
PENGERTIAN DAN TUJUAN STANDAR AUDIT Salah satu pengertian standar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan. Standar antara lain diperlukan sebagai: 1.
Ukuran mutu;
2.
Pedoman kerja;
3.
Batas tanggung jawab;
4.
Alat pemberi perintah;
5.
Alat pengawasan;
6.
Kemudahan bagi umum. Standar
yang
digunakan
sebagai
ukuran
pada
umumnya
diperlukan pada pekerjaan yang memiliki ciri:
Pusdiklatwas BPKP 2008
13
Kode Etik dan Standar Audit
1.
Menyangkut kepentingan orang banyak;
2.
Mutu hasilnya ditentukan;
3.
Banyak orang (pekerja) terlibat;
4.
Sifat dan mutu pekerjaan sama;
5.
Ada organisasi yang mengatur. Standar merupakan kriteria atau ukuran mutu kinerja yang harus
dicapai, berbeda dengan prosedur yang merupakan urutan tindakan yang harus dilaksanakan untuk mencapai suatu standar tertentu. Standar audit merupakan ukuran mutu pekerjaan audit yang ditetapkan oleh organisasi profesi audit, yang merupakan persyaratan minimum yang harus dicapai auditor dalam melaksanakan tugas auditnya. Standar audit diperlukan untuk menjaga mutu pekerjaan auditor. Mutu audit perlu dijaga supaya profesi auditor tetap mendapat kepercayaan dari masyarakat. Untuk meyakinkan pembaca laporan audit, maka auditor harus mencantumkan dalam laporannya bahwa auditnya telah dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku.
D.
KODE ETIK, STANDAR AUDIT DAN PROGRAM JAMINAN KUALITAS Dasar pikiran yang melandasi penyusunan kode
etik
kebutuhan
dan
standar
profesi
setiap
tersebut
profesi
akan
adalah
kepercayaan
masyarakat terhadap mutu jasa yang diberikan oleh profesi. Setiap profesi yang menjual jasanya kepada masyarakat
memerlukan
kepercayaan
dari
masyarakat yang dilayaninya.
Pusdiklatwas BPKP 2008
14
Kode Etik dan Standar Audit
Pada
umumnya
tidak
semua
pengguna jasa audit memahami hal-hal yang berkaitan dengan auditing. Yang memahami auditing adalah kalangan profesi itu sendiri. Oleh karena itu profesi tersebut perlu mengatur dan menetapkan ukuran mutu yang harus dicapai oleh para auditornya. Aturan yang
ditetapkan
menyangkut
oleh
aturan
profesi
perilaku,
ini yang
disebut dengan kode etik, yang mengatur perilaku auditor sesuai dengan tuntutan profesi dan organisasi pengawasan serta standar audit yang merupakan ukuran mutu minimal yang harus dicapai auditor dalam menjalankan tugas auditnya. Apabila aturan ini tidak dipenuhi berarti auditor tersebut bekerja di bawah standar dan dapat dianggap melakukan malpraktik. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa profesi harus dijaga. Karena itu setiap
profesi
harus
membangun
dan
melaksanakan program jaminan kualitas. Program ini harus dilakukan dalam upaya pemenuhan mengharuskan
standar auditor
audit
yang
menggunakan
keahlian profesional dengan cermat dan seksama. Program jaminan kualitas harus diciptakan untuk mempertahankan profesionalisme dan kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa audit. Program jaminan kualitas untuk masing-masing APIP dapat dibangun sendiri sesuai dengan karakteristik APIP yang bersangkutan. Sebagai contoh, langkah-langkah pengendalian mutu dalam penugasan
Pusdiklatwas BPKP 2008
15
Kode Etik dan Standar Audit
audit di lingkungan BPKP, sebagai bagian dari program jaminan kualitas, dituangkan dalam 12 (dua belas) formulir kendali mutu (KM-1 s.d. KM-12) sebagaimana ditetapkan Surat Edaran Kepala BPKP No. SE-448/K/1990 tanggal 11 September 1990. Standar Pengendali Mutu yang harus dibuat menurut ketentuan Ikatan Akuntan Indonesia dapat dilihat di Lampiran 1.
E.
KODE ETIK DAN STANDAR AUDIT APIP Auditor
APIP
adalah
pegawai negeri yang mendapat tugas
antara
lain
untuk
melakukan audit. Karena itu auditor
pemerintah
dapat
diibaratkan sebagai seseorang yang kaki kanannya terikat pada ketentuan-ketentuan
sebagai
pegawai negeri sedangkan kaki kirinya terikat pada ketentuanketentuan profesinya. Pernyataan tersebut tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa bagi pegawai negeri yang bertugas sebagai auditor posisinya sebagai pegawai negeri adalah lebih utama dari tugas profesinya, tetapi menyatakan ruang lingkup kode etik yang harus diperhatikannya lebih luas dari profesi tertentu yang lain. Auditor APIP yang
meliputi auditor di
Inspektorat Jenderal Departemen,
lingkungan
BPKP,
Unit Pengawasan LPND, dan
Inspektorat Propinsi, Kabupaten, dan Kota dalam menjalankan tugas auditnya wajib mentaati Kode Etik APIP yang berkaitan
dengan
statusnya sebagai pegawai negeri dan Standar Audit APIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.
Pusdiklatwas BPKP 2008
16
Kode Etik dan Standar Audit
PER/04/M.PAN/03/2008 dan No. PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008. Di sisi lain, terdapat pula auditor pemerintah, khususnya auditor BPKP, adalah akuntan, anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang dalam keadaan tertentu melakukan audit atas entitas yang
menerbitkan
laporan
keuangan
yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (BUMN/BUMD) sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Karena itu auditor pemerintah tersebut wajib pula mengetahui dan mentaati Kode Etik Akuntan Indonesia dan Standar Audit sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Kutipan Kode Etik ini dimuat dalam Lampiran 2.
F.
LATIHAN SOAL 1.
Sebutkan 5 macam profesi yang Saudara ketahui dan jelaskan pengertian profesional !
2.
Menurut pendapat Saudara apakah pekerjaan APIP termasuk pekerjaan profesional ? Jelaskan alasan Saudara !
3.
Mengapa kode etik diperlukan dalam organisasi profesi auditor ?
4.
Bagaimana sikap Saudara selaku auditor pada APIP, jika melihat auditor APIP lainnya dalam tingkah lakunya tidak sesuai dengan yang diatur oleh organisasi profesinya ?
5.
Apa perlunya standar audit ? Apa yang dimaksud dengan pengendalian mutu dalam kaitannya dengan penugasan audit ?
Pusdiklatwas BPKP 2008
17
Kode Etik dan Standar Audit
Mengapa setiap organisasi auditor perlu membuat kebijakan dan prosedur pengendalian mutu audit ? 6.
Apa bedanya standar audit dengan prosedur audit ? Jelaskan hubungan keduanya !
7.
Harap Saudara jelaskan hubungan kode etik, standar audit dan pengendalian mutu audit !
8.
Umumnya, apabila personil yang ditugaskan semakin cakap dan berpengalaman,
maka supervisi secara langsung terhadap
personil tersebut, semakin tidak diperlukan. Demikian salah satu pernyataan dalam standar pengendalian mutu akuntan publik. Tanpa memperhatikan standar yang lain, bagaimana komentar Saudara mengenai pernyataan tersebut ? 9.
Apakah hasil audit yang dilakukan oleh seorang auditor yang pandai pasti bermutu ? Jelaskan jawaban Saudara !
10.
Sebutkan unsur kebijakan dan prosedur pengendalian mutu audit menurut Ikatan Akuntan Indonesia ?
Pusdiklatwas BPKP 2008
18
Kode Etik dan Standar Audit
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS Setelah mempelajari bab ini para peserta mampu menjelaskan dan menerapkan kode etik APIP
Kode etik APIP dimaksudkan sebagai pegangan atau pedoman bagi para pejabat dan auditor APIP dalam bersikap dan berperilaku agar dapat memberikan citra APIP yang baik serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap APIP. Di samping itu, sebagai bahan perbandingan, dalam modul ini akan dibahas secara singkat mengenai kode etik yang diterapkan oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal yang antara lain termasuk Forum Komunikasi Satuan Pengawasan Intern BUMN/BUMD (FKSPI BUMN/BUMD).
Pusdiklatwas BPKP 2008
19
Kode Etik dan Standar Audit
A.
LANDASAN HUKUM Kode Etik APIP yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur
Negara
Nomor:
PER/04/M.PAN/03/2008
tanggal 31 Maret 2008 dilandasi oleh ketentuan hukum sebagai berikut: 1.
Undang-Undang
RI
Nomor
28
Tahun
1999
Tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; 2.
Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara;
3.
Undang-Undang
RI
Nomor
1
Tahun
2004
Tentang
Perbendaharaan Negara; 4.
Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara;
5.
Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah;
6.
Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara RI sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
7.
Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi;
8.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
PER/03.1/M.PAN/03/2007
Tentang
Kebijakan
Pengawasan Nasional Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2007–2009.
Pusdiklatwas BPKP 2008
20
Kode Etik dan Standar Audit
B.
KODE ETIK APIP Kode etik APIP ini diberlakukan bagi seluruh auditor dan pegawai negeri sipil yang diberi tugas oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk melaksanakan pengawasan dan pemantauan tindak lanjutnya. Isi dari kode etik APIP ini memuat 2 (dua) komponen, yaitu: (1) Prinsip-prinsip perilaku auditor yang merupakan pokok-pokok yang melandasi perilaku auditor; dan (2) Aturan perilaku yang menjelaskan lebih lanjut prinsip-prinsip perilaku auditor. 1.
Prinsip-prinsip Perilaku Tuntutan sikap dan perilaku auditor dalam melaksanakan tugas pengawasan dilandasi oleh beberapa prinsip perilaku, yaitu: integritas, obyektivitas, kerahasiaan dan kompetensi. a.
Integritas Auditor dituntut untuk memiliki kepribadian yang dilandasi oleh sikap jujur, berani, bijaksana,
dan
bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna
memberikan dasar
bagi keputusan
pengambilan yang
handal.
Bersikap dan bertindak jujur merupakan tuntutan untuk dapat dipercaya. Hasil pengawasan yang dilakukan auditor dapat dipercaya oleh pengguna apabila auditor dapat menjunjung tinggi kejujuran. Sikap jujur ini juga didukung
Pusdiklatwas BPKP 2008
21
Kode Etik dan Standar Audit
oleh sikap berani untuk menegakkan kebenaran. Tidak mudah diancam dengan berbagai ancaman. Bijaksana berarti auditor melaksanakan tugasnya dengan tidak tergesa-gesa melainkan berdasarkan pembuktian yang memadai. Auditor dinilai bertanggung jawab apabila dalam penyampaian hasil pengawasannya
seluruh bukti yang
mendukung temuan audit didasarkan pada bukti yang cukup, kompeten, dan relevan. b.
Obyektivitas Auditor
harus
menjunjung
tinggi
ketidak-berpihakan
profesional dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan memroses data/informasi audit. Auditor APIP membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang lain dalam mengambil keputusan. c.
Kerahasiaan Auditor harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang diterimanya dan tidak mengungkapkan informasi tersebut tanpa otorisasi yang memadai, kecuali
diharuskan
oleh
peraturan
perundang-undangan. Auditor hanya mengungkapkan informasi yang diperolehnya kepada yang berhak untuk menerimanya sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. d.
Kompetensi Dalam melaksanakan tugasnya auditor dituntut untuk memiliki
Pusdiklatwas BPKP 2008
pengetahuan,
keahlian,
pengalaman
dan
22
Kode Etik dan Standar Audit
keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas. Tuntutan ini bukan saja dilakukan berdasarkan penugasan keikutsertaan dalam seminar, lokakarya atau pelatihan dari instansinya saja melainkan juga dilakukan secara mandiri oleh auditor yang bersangkutan.
2.
Aturan Perilaku Aturan perilaku mengatur setiap tindakan yang harus dilakukan oleh auditor dan merupakan pengejawantahan prinsipprinsip perilaku auditor. a.
Integritas Dalam prinsip ini auditor dituntut agar: 1) Dapat melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan bersungguh-sungguh; 2) Dapat menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang berkaitan
dengan
profesi
dan
organisasi
dalam
melaksanakan tugas; 3) Dapat mengikuti perkembangan peraturan perundangundangan
dan mengungkapkan
segala
hal
yang
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan profesi yang berlaku; 4) Dapat menjaga citra dan mendukung visi dan misi organisasi; 5) Tidak menjadi bagian kegiatan ilegal atau mengikatkan diri pada tindakan-tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi APIP atau organisasi;
Pusdiklatwas BPKP 2008
23
Kode Etik dan Standar Audit
6) Dapat menggalang kerjasama yang sehat diantara sesama auditor dalam pelaksanaan audit; dan 7) Dapat
saling
mengingatkan,
membimbing
dan
mengoreksi perilaku sesama auditor. Bahan Diskusi: Sumitro adalah seorang guru besar akuntansi pada suatu universitas negeri. Ia duduk di ruangan kerjanya sambil berpikir keras karena baru saja melakukan percakapan telepon dengan seorang pengacara yang mewakili suatu bank pemerintah terkemuka. Sang pengacara meminta dirinya menjadi saksi ahli dalam suatu kasus laporan keuangan nasabah bank berkaitan dengan pemberian kredit. Kelihatannya bank tersebut telah memberikan suatu pinjaman dalam jumlah yang besar kepada nasabah tersebut yang didasarkan pada laporan keuangannya. Pinjaman tersebut tidak sanggup ditanggulangi pengembaliannya oleh si nasabah karena terjadi kesulitan keuangan yang berdampak pada terganggunya kelangsungan hidup perusahaan nasabah itu. Laporan keuangan itu telah diaudit dengan opini wajar tanpa pengecualian oleh sebuah kantor akuntan publik yang dikenalnya dengan baik. Profesor Sumitro telah mereviu laporan audit atas laporan keuangan, kertas kerja audit, dan standar akuntansi yang terkait dengan masalah tersebut. Ia menyimpulkan bahwa kantor akuntan publik telah lalai dalam pemberian pendapat atau opini atas penyajian laporan keuangan dan kondisi perusahaan. Profesor Sumitro ragu-ragu apakah ia bersedia menjadi saksi ahli dalam kasus tersebut karena ia mengenal secara pribadi para akuntan yang bekerja pada kantor akuntan publik tersebut. Di samping itu, kantor akuntan publik tersebut selalu merekrut mahasiswa dari universitasnya dan telah memberikan banyak sumbangan keuangan yang cukup besar bagi pengembangan program akuntansi di universitasnya. Kenyataan lain, kantor akuntan publik itu sedang memroses dukungan dana dalam mempromosikan dirinya untuk menduduki jabatan ketua jurusan akuntansi. Sumitro khawatir jika ia setuju memberikan pelayanan sebagai saksi ahli, ia mungkin tidak dapat memberikan kesaksiannya dengan obyektif. Ia juga khawatir tindakannya sebagai saksi ahli dapat membahayakan hubungan baik yang sudah terjalin antara universitasnya dengan kantor akuntan publik tersebut. Diskusikan kasus tersebut yang dikaitkan dengan unsur integritas dan apa yang harus dilakukan oleh Profesor Sumitro.
Pusdiklatwas BPKP 2008
24
Kode Etik dan Standar Audit
b.
Obyektivitas Dalam prinsip ini auditor dituntut agar: 1)
Mengungkapkan
semua
fakta
material
yang
diketahuinya, yang apabila tidak diungkapkan mungkin dapat mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang diaudit; 2)
Tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubunganhubungan yang mungkin mengganggu atau dianggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang mungkin
menyebabkan
terjadinya
benturan
kepentingan; dan 3)
Menolak suatu pemberian dari auditi yang terkait dengan
keputusan
maupun
pertimbangan
profesionalnya.
Bahan Diskusi:
Pusdiklatwas BPKP 2008
25
Kode Etik dan Standar Audit
Aditia, seorang auditor, menerima penugasan audit pada Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur. Hasil audit sementara yang dijumpai adalah adanya indikasi kerugian negara akibat penebangan ilegal yang dilakukan oleh sekelompok oknum tertentu, yang tidak terdeteksi oleh pengawasan dinas kehutanan. Aditia menduga ada kolusi antara kelompok oknum tersebut dengan orang dalam , sehingga penebangan liar tersebut tidak terlaporkan. Padahal seyogianya dapat terdeteksi melalui sistem pengendalian intern Dinas Kehutanan. Salah
seorang
pejabat dinas kehutanan pernah melakukan pendekatan secara pribadi kepada Aditia, ketika ia sedang menanyakan tentang jenisjenis kayu yang hendak ia beli dalam rangka pembangunan rumah tinggalnya. Pejabat tersebut menjanjikan akan menyediakan kayu yang Aditia butuhkan dengan kualitas terbaik tanpa harus membayar sepeserpun. Walaupun tidak ada permintaan kompensasi dari pejabat tersebut, namun Aditia dapat menduga bahwa pemberian kayu yang dijanjikan memiliki hubungan dengan hasil audit yang ia sampaikan. Diskusikan kasus tersebut dikaitkan dengan sikap obyektivitas yang seharusnya dipertahankan oleh Aditia.
c.
Kerahasiaan Dalam prinsip ini auditor dituntut agar: 1)
Secara hati-hati menggunakan dan menjaga segala informasi yang diperoleh dalam audit; dan
2)
Tidak akan menggunakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan
kepentingan
pribadi/golongan
organisasi atau
di
luar
dengan cara
yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Bahan Diskusi:
Pusdiklatwas BPKP 2008
26
Kode Etik dan Standar Audit
Sejak memasuki era reformasi, kebebasan untuk memperoleh informasi sedemikian gencar sampai-sampai informasi yang belum dipublikasikan secara formal pun ternyata telah tersebar di masyarakat. Masyarakat mempertanyakan hasil-hasil pengawasan yang dihasilkan oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah selama lebih dari 30 tahun di era orde baru. Banyak pihak berpendapat bahwa hasil pengawasan oleh aparatur pengawasan intern pemerintah diklasifikasikan sebagai informasi yang rahasia bagi instansi tersebut sehingga tidak patut dipublikasikan kepada masyarakat. Di lain pihak masyarakat sebagai stakeholders merasa perlu memperoleh berbagai informasi tersebut sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip akuntabilitas publik oleh aparatur negara dalam mengelola dana masyarakat. Contoh yang masih belum lenyap di ingatan kita, bagaimana seorang ketua tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan menginformasikan temuan auditnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi yang kemudian diperluas dengan penjebakan (istilah penasehat hukum terdakwa) di sebuah hotel yang berujung kepada proses pengadilan dan penjatuhan hukuman 3 (tiga) tahun penjara terhadap terdakwa. Diskusikan: kasus tersebut dilihat dari sudut pandang prinsip kerahasiaan yang harus dijaga oleh auditor dan berikan pendapat Saudara apakah yang dilakukan oleh ketua tim auditor BPK itu melanggar etika?
d.
Kompetensi Dalam prinsip ini auditor dituntut agar: 1)
Melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan standar audit;
2)
Terus menerus meningkatkan kemahiran profesional, keefektifan dan kualitas hasil pekerjaan; dan
3)
Menolak untuk melaksanakan tugas apabila tidak sesuai
dengan
pengetahuan,
keahlian,
dan
keterampilan yang dimiliki.
Pusdiklatwas BPKP 2008
27
Kode Etik dan Standar Audit
Bahan Diskusi: Anton baru saja diangkat sebagai pegawai negeri sipil dan ditempatkan pada Inspektorat Jenderal Departemen Teknologi Tinggi. Ia adalah seorang lulusan sarjana ekonomi jurusan akuntansi yang belum pernah melakukan audit. Dua minggu sejak penempatannya, ia langsung ditugaskan untuk melakukan audit kinerja pada Direktorat Jenderal Teknologi Nuklir yang merupakan salah satu unit kerja di bawah departemen itu. Anton menyadari bahwa ia belum berpengalaman sama sekali tentang bidang tugasnya. Sebagai pegawai baru tentu saja ia merasa enggan untuk menginformasikan hal itu kepada pimpinannya, padahal surat tugasnya telah ditanda tangani. Diskusikan dari kasus di atas keterkaitannya dengan pemenuhan prinsip etika kompetensi. C.
PELANGGARAN Penegakan disiplin atas pelanggaran kode etik profesi adalah suatu tindakan positif agar ketentuan tersebut dipatuhi secara konsisten. Itulah sebabnya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur
Negara
Nomor
PER/04/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 menetapkan kebijakan atas pelanggaran kode etik APIP ini. Kebijakan yang berupa pernyataan ketentuan tersebut adalah: 1. Tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik tidak dapat diberi toleransi, meskipun dengan alasan tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan organisasi atau diperintahkan oleh pejabat yang lebih tinggi. 2. Auditor
tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa
karyawan lain melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis. 3. Pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran kode etik oleh auditor kepada pimpinan organisasi.
Pusdiklatwas BPKP 2008
28
Kode Etik dan Standar Audit
4. Pemeriksaan, investigasi dan pelaporan pelanggaran kode etik ditangani oleh Badan Kehormatan Profesi, yang terdiri dari pimpinan APIP dengan anggota yang berjumlah ganjil dan disesuaikan dengan kebutuhan. Anggota Badan Kehormatan Profesi diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan APIP.
D.
PENGECUALIAN Berhubung penerapan kode etik berkaitan dengan peran manusia yang lingkungannya tidak selalu normal, maka diberikan klausul pengecualian atas pelanggaran kode etik profesi. Dalam hal-hal tertentu yang
menurut
pertimbangan
profesionalnya,
seorang
auditor
dimungkinkan untuk tidak menerapkan aturan perilaku tertentu, maka mekanisme
pengecualiannya
diatur sebagai berikut:
Permohonan
pengecualian atas penerapan kode etik tersebut harus dilakukan secara tertulis sebelum auditor terlibat dalam kegiatan atau
tindakan
yang
dimaksud.
Persetujuan untuk tidak menerapkan kode etik hanya boleh diberikan oleh pimpinan APIP. Dengan kata lain, pengecualian untuk tidak menerapkan kode etik hanya dilakukan atas situasi yang telah direncanakan, bukan secara spontan pada saat kejadian itu berlangsung. Pengecualian juga tidak diperkenankan ketika pelanggaran atas kode etik telah dilakukan baru kemudian diajukan permohonan.
Pusdiklatwas BPKP 2008
29
Kode Etik dan Standar Audit
E.
SANKSI ATAS PELANGGARAN Auditor APIP yang terbukti melanggar Kode Etik APIP akan dikenakan sanksi oleh pimpinan APIP atas rekomendasi dari Badan Kehormatan Profesi. Bentuk-bentuk sanksi yang direkomendasikan oleh Badan Kehormatan Profesi antara lain berupa: a.
Teguran tertulis;
b.
Usulan pemberhentian dari tim audit; dan
c.
Tidak diberi penugasan audit selama jangka waktu tertentu. Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran Kode Etik oleh pimpinan
APIP dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
F.
KODE ETIK KONSORSIUM ORGANISASI PROFESI AUDIT INTERNAL Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal
menyusun
kode
etik
dengan
pendekatan yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan latar belakang organisasionalnya yang berbeda dengan APIP. Konsorsium menggunakan
istilah
Standar
Perilaku
Auditor Internal yang berisi: i.
Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan
dalam
melaksanakan
tugas
dan
memenuhi
tanggungjawab profesinya. ii.
Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya atau terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal
Pusdiklatwas BPKP 2008
30
Kode Etik dan Standar Audit
tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau melanggar hukum. iii.
Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkan organisasinya.
iv.
Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan
konflik dengan kepentingan organisasinya;
kegiatan-kegiatan
yang
dapat
menimbulkan
prasangka,
atau yang
meragukan kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya secara objektif. v.
Auditor internal tidak boleh menerima sesuatu dalam bentuk apapun dari karyawan, klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis organisasinya, yang dapat, atau, patut diduga, dapat memengaruhi pertimbangan profesionalnya.
vi.
Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan dengan menggunakan kompetensi profesional yang dimilikinya.
vii.
Auditor
internal
harus
mengusahakan
berbagai
upaya
agar
senantiasa memenuhi Standar Profesi Audit Internal. viii.
Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menggunakan
informasi
yang
diperoleh
dalam
pelaksanaan
tugasnya. Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi rahasia (i) untuk mendapatkan keuntungan pribadi, (ii) secara melanggar hukum, atau (iii) yang dapat menimbulkan kerugian terhadap organisasinya. ix.
Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkapkan semua fakta-fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta-fakta yang jika tidak diungkap dapat (i) mendistorsi laporan atas
Pusdiklatwas BPKP 2008
31
Kode Etik dan Standar Audit
kegiatan yang direviu, atau (ii) menutupi adanya praktik-praktik yang melanggar hukum. x.
Auditor internal harus senantiasa meningkatkan kompetensi serta efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan.
G.
LATIHAN SOAL 1.
Harap
Saudara
jelaskan
pengertian
independensi
dalam
hubungannya dengan penugasan audit! Ada berapa jenis independensi yang Saudara ketahui, jelaskan ! 2.
Mengapa
di
dalam
menjalankan
tugasnya
auditor
harus
independen? 3.
Misalkan
Saudara
Publik/Kepala
pimpinan
Perwakilan
salah
satu
BPKP/Inspektur
Kantor
Akuntan
Jenderal/Inspektur
Wilayah. Saudara mengetahui bahwa salah satu staf, Auditor A yang terkenal sangat independen dalam sikap mentalnya, memiliki hubungan keluarga dengan pimpinan organisasi B. Bagaimana pertimbangan Saudara, apakah Saudara akan menugaskan Auditor A untuk memeriksa organisasi B ? Apa alasan Saudara! 4.
Dengan merujuk kepada soal no. 3. jika Saudara adalah Auditor A, dan pimpinan Saudara tidak tahu bahwa Saudara
memiliki
hubungan keluarga dengan pimpinan organisasi B, tapi Saudara ditugaskan untuk memeriksa organisasi B, bagaimana sikap Saudara ? Jelaskan jawaban Saudara. 5.
Dalam bulan Januari 20XX Saudara ditugaskan melakukan audit atas pengadaan barang inventaris dalam partai besar yang
Pusdiklatwas BPKP 2008
32
Kode Etik dan Standar Audit
spesifik dan harganya mahal, yang dibiayai dari anggaran belanja barang kantor Saudara. Pada saat audit dijumpai hal-hal berikut : a.
Pada saat Saudara melakukan cek fisik ternyata terdapat kekurangan barang dengan nilai Rp 500.000.000,00 ;
b.
Pejabat yang bertanggung jawab atas pengadaan barang tersebut
menyatakan
bahwa
sisa
barang
sejumlah
kekurangan tersebut dititipkan kepada rekanan (penjual) ; c.
Dari hasil analisis serta teknik audit yang Saudara lakukan diperoleh bukti/data bahwa telah terjadi kejanggalan yang menjurus kepada tindakan manipulasi dan kolusi sesama pejabat dan rekanan yang bersangkutan.
d.
Pada saat Saudara membicarakan masalah tersebut kepada pejabat yang bertanggung jawab, Saudara diminta untuk tidak mempermasalahkan penyimpangan tersebut dan
tidak
memasukkan
dalam
laporan
audit.
Ia
mengemukakan bahwa uang sebesar Rp500 juta tersebut tidak hanya untuk kepentingan pribadinya sendiri saja, tetapi dibagi-bagi dengan pejabat-pejabat lainnya. Bagaimana
sikap
Saudara
seharusnya
dalam menghadapi
masalah tersebut? Berikan komentar secukupnya ! 6.
Sering dikatakan bahwa auditor harus memiliki integritas yang tinggi. Apa maksud dari pengertian integritas di sini? Jelaskan jawaban Saudara !
7.
Pemeriksa harus memiliki keahlian yang diperlukan dalam tugasnya. Keahlian apa saja yang perlu dimiliki seorang auditor?
Pusdiklatwas BPKP 2008
33
Kode Etik dan Standar Audit
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS Setelah mempelajari bab ini, para peserta mampu menjelaskan standar audit yang berlaku bagi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah serta standar audit yang berlaku pada organisasi audit internal lainnya.
Bab ini akan menguraikan perihal: 1.
Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (SA-APIP)
2.
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara – Badan Pemeriksa Keuangan
3.
Standar Profesi Audit Internal – Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal.
A.
PENDAHULUAN Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (SA-APIP) merupakan revisi atas Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah yang disusun oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun 1996.
Pusdiklatwas BPKP 2008
34
Kode Etik dan Standar Audit
Di dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004, tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, diatur tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab Keuangan Negara yang dilakukan oleh dan atau atas nama Badan Pemeriksa Keuangan (Pasal 1 butir (3)). Oleh
karena
APIP
adalah
auditor intern dalam lembaga eksekutif dan
dibentuk
pimpinan
di
untuk lingkungan
membantu lembaga
eksekutif, baik di tingkat Presiden, Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah non Departemen (LPND) sampai ke tingkat Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten, dan Kota, maka standar audit APIP diperlukan kehadirannya, mengingat pelaksanaan audit yang dilakukan oleh BPK tidak selalu dapat dialihkan untuk dilakukan oleh APIP, seperti audit keuangan. Namun dalam modul ini akan diuraikan secara singkat standar pemeriksaan keuangan negara (SPKN) yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala BPK Nomor 1 Tahun 2007 sebagai bahan pembanding. 1.
Landasan Hukum Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (SAAPFP), yang diterbitkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara
dalam
Peraturan
Menpan
Nomor:
PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008, didasarkan pada: o
Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara;
Pusdiklatwas BPKP 2008
35
Kode Etik dan Standar Audit
o
Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Lembaga Pemerintah Non Departemen dimana Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diatur pada pasal 52 sampai dengan pasal 54)
o
Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara RI sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
o
Peraturan Negara
Menteri Nomor:
Negara
Pendayagunaan
PER/03.1/M.PAN/03/2007
Aparatur Tentang
Kebijakan Pengawasan Nasional Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2007–2009.
2.
Pengertian Standar Audit APIP Standar audit APIP adalah kriteria atau ukuran mutu minimal untuk melakukan kegiatan audit yang wajib dipedomani oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
3.
Tujuan dan Fungsi Standar Audit APIP Tujuan standar audit APIP adalah: a.
Menetapkan prinsip-prinsip dasar untuk merepresentasikan praktik-praktik audit yang seharusnya;
b.
Menyediakan kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan kegiatan audit intern yang memiliki nilai tambah;
c.
Menetapkan dasar-dasar pengukuran kinerja audit;
d.
Mempercepat perbaikan kegiatan operasi dan proses organisasi;
Pusdiklatwas BPKP 2008
36
Kode Etik dan Standar Audit
e.
Menilai, mengarahkan dan mendorong auditor untuk mencapai tujuan audit;
f.
Menjadi pedoman dalam pekerjaan audit; dan
g.
Menjadi dasar penilaian keberhasilan pekerjaan audit. Standar audit berfungsi sebagai ukuran mutu minimal bagi
para auditor dan APIP dalam: a.
Pelaksanaan
tugas
pokok
dan fungsi (tupoksi) yang dapat
merepresentasikan
praktik-praktik seharusnya,
audit
yang
menyediakan
kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan kegiatan audit yang memiliki nilai tambah serta menetapkan dasar-dasar pengukuran kinerja audit; b.
Pelaksanaan koordinasi audit oleh APIP;
c.
Pelaksanaan perencanaan audit oleh APIP; dan
d.
Penilaian efektivitas tindak lanjut hasil pengawasan dan konsistensi penyajian laporan hasil audit.
4.
Ruang Lingkup Kegiatan utama APIP meliputi: audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lainnya berupa sosialisasi, asistensi dan konsultansi. Namun peraturan ini hanya mengatur mengenai Standar Audit APIP. Kegiatan audit yang dapat dilakukan oleh APIP pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) jenis audit, yaitu:
Pusdiklatwas BPKP 2008
37
Kode Etik dan Standar Audit
a.
Audit atas memberikan
laporan keuangan yang opini
atas
bertujuan
untuk
kewajaran penyajian laporan
keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum. b.
Audit kinerja yang bertujuan untuk memberikan simpulan dan rekomendasi atas pengelolaan instansi pemerintah secara ekonomis, efisien, dan efektif.
c.
Audit dengan tujuan tertentu yaitu audit yang bertujuan untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diaudit. Yang termasuk dalam kategori ini adalah audit investigatif, audit terhadap masalah yang menjadi fokus perhatian pimpinan organisasi dan audit yang bersifat khas. Ruang lingkup kegiatan audit yang diatur dalam Standar Audit ini meliputi audit kinerja dan audit investigatif, sedangkan audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan opini atas kewajaran penyajian
laporan
keuangan
wajib
menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
B.
STANDAR AUDIT APIP Standar audit APIP disusun dengan sistematika yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Pusdiklatwas BPKP 2008
38
Kode Etik dan Standar Audit
PRINSIP-PRINSIP DASAR
STANDAR UMUM AUDIT KINERJA
AUDIT INVESTIGATIF
STANDAR
STANDAR
STANDAR
STANDAR
PELAKSANAAN
PELAPORAN
PELAKSANAAN
PELAPORAN
STANDAR TINDAK LANJUT
STANDAR TINDAK LANJUT
1. Prinsip-prinsip Dasar Prinsip-prinsip
dasar
adalah
asumsi-
asumsi dasar, prinsip-prinsip yang diterima secara umum dan persyaratan yang digunakan dalam mengembangkan standar audit, yang bagi auditor berguna dalam mengembangkan simpulan atau opini atas audit yang dilakukan, terutama dalam hal tidak adanya standar audit yang berkaitan dengan hal-hal yang sedang diaudit. Prinsip-prinsip dasar tersebut mencakup audit kinerja dan audit investigatif. Prinsip-prinsip dasar ini dapat diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu: kewajiban auditor dan kewajiban APIP. a.
Kewajiban Auditor 1)
Kewajiban Auditor untuk Mengikuti Standar Audit Auditor harus mengikuti Standar Audit dalam segala pekerjaan audit yang dianggap material.
Pusdiklatwas BPKP 2008
39
Kode Etik dan Standar Audit
Agar pekerjaan auditor dapat dievaluasi, maka setiap auditor
wajib
mengikuti
melaksanakan
Standar
pekerjaannya
material. Suatu hal dianggap
Audit
yang
dalam
dianggap
material apabila
pemahaman mengenai hal tersebut kemungkinan akan memengaruhi pengambilan keputusan oleh pengguna laporan audit. Auditor diharuskan untuk menyatakan dalam setiap laporan bahwa kegiatankegiatannya ”dilaksanakan sesuai dengan standar”. 2)
Kewajiban Auditor untuk Meningkatkan Kemampuan Auditor harus secara terus menerus meningkatkan kemampuan teknik dan metodologi audit Dengan memperbaiki teknik dan metodologi audit, auditor dapat meningkatkan kualitas audit
dan
keahlian
mempunyai
yang
lebih
baik
untuk menilai ukuran kinerja atau pedoman kerja yang digunakan oleh auditi. Komponen kemampuan auditor
yang
harus
ditingkatkan
meliputi:
kemampuan teknis, manajerial, dan konseptual yang terkait dengan audit dan auditi. b.
Kewajiban APIP 1)
Menyusun Rencana Pengawasan APIP
harus
menyusun
tahunan dengan
prioritas
rencana
pengawasan
pada kegiatan
yang
mempunyai risiko terbesar dan selaras dengan tujuan
Pusdiklatwas BPKP 2008
organisasi.
APIP
diwajibkan
menyusun
40
Kode Etik dan Standar Audit
rencana strategis lima tahunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan Rencana
pengawasan
tahunan
berisi
rencana
kegiatan audit dalam tahun yang bersangkutan serta sumber daya yang diperlukan. Penentuan prioritas kegiatan
audit
didasarkan
pada
evaluasi risiko yang dilakukan APIP
oleh
dan
kewajiban
dengan
mempertimbangkan
menindak-lanjuti
masyarakat.
Penyusunan
prinsip
pengaduan
rencana
dari
pengawasan
tahunan tersebut didasarkan atas prinsip keserasian, keterpaduan,
menghindari
tumpang
tindih
dan
pemeriksaan berulang-ulang serta memperhatikan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya. Rencana strategis sekurang-kurangnya berisi visi, misi, tujuan, strategi, program dan kegiatan APIP selama lima tahun. 2)
Mengomunikasikan
dan
Meminta
Persetujuan
Rencana Pengawasan Tahunan APIP
harus
mengomunikasikan
rencana
pengawasan tahunan kepada pimpinan organisasi dan unit-unit terkait Melalui
pengomunikasian
rencana
pengawasan
tahunan tersebut diharapkan kendala yang dihadapi berupa
Pusdiklatwas BPKP 2008
kekurangan
sumber
daya
dapat
41
Kode Etik dan Standar Audit
terinformasikan kepada pimpinan dan mencegah terjadinya tumpang tindih pemeriksaan oleh berbagai APIP. 3)
Mengelola Sumber Daya APIP harus mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara ekonomis, efisien dan efektif, serta memrioritaskan alokasi sumber daya tersebut pada kegiatan yang mempunyai risiko besar Dengan terbatasnya sumber daya yang ada, maka APIP hendaknya membuat skala prioritas
pada
pekerjaan-
pekerjaan
pengawasan
yang
menurut peraturan perundangundangan
harus
diselesaikan
dalam periode waktu tertentu. Keterbatasan sumber daya tidak dapat dijadikan alasan bagi APIP untuk tidak memenuhi standar audit. 4)
Menetapkan Kebijakan dan Prosedur APIP harus menyusun kebijakan dan prosedur untuk mengarahkan kegiatan audit Kebijakan dan prosedur yang meliputi pengelolaan kantor,
dan
pelaksanaan
audit
memastikan
bahwa
pengelolaan
pelaksanaan
pengawasannya
disusun
untuk
APIP
serta
dapat
dilakukan
secara ekonomis, efisien, dan efektif. Efektivitas kebijakan dan prosedur tersebut dapat dicapai jika
Pusdiklatwas BPKP 2008
42
Kode Etik dan Standar Audit
proses reviu atas kebijakan dan prosedur dilakukan secara terus menerus. 5)
Melakukan Koordinasi APIP harus melakukan koordinasi dengan, dan membagi
informasi
kepada,
auditor
eksternal
dan/atau auditor lainnya
Tujuan dilakukannya koordinasi pengawasan adalah untuk memastikan bahwa cakupan yang dilakukan telah tepat dan tidak terjadi pengulangan kegiatan. Salah satu perwujudan koordinasi adalah dengan menyampaikan rencana pengawasan tahunan serta hasil-hasil pengawasan yang telah dilakukan APIP dalam periode yang akan dilakukan oleh auditor eksternal dan/atau auditor lainnya. 6)
Menyampaikan Laporan Berkala APIP wajib menyusun dan menyampaikan laporan secara berkala tentang realisasi kinerja dan kegiatan audit yang dilaksanakan APIP
Pusdiklatwas BPKP 2008
43
Kode Etik dan Standar Audit
Laporan berkala dimaksudkan untuk menyampaikan perkembangan pengawasan sesuai dengan rencana pengawasan tahunan, hambatan yang dijumpai serta rencana pengawasan periode berikutnya. 7)
Melakukan
Pengembangan
Program
dan
Pengendalian Kualitas APIP
harus
mengembangkan
program
dan
mengendalikan kualitas audit Program pengembangan kualitas mencakup seluruh
aspek
kegiatan audit di lingkungan APIP. Program
ini
dirancang
untuk
memberikan kegiatan
nilai
operasi
tambah organisasi
dan
meningkatkan
serta
memberikan
jaminan bahwa kegiatan audit di lingkungan APIP sejalan dengan Standar Audit dan Kode Etik. Efektivitas program tersebut harus dipantau secara terus menerus baik oleh internal APIP maupun pihak lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. 8)
Menindaklanjuti Pengaduan Masyarakat APIP
harus
menindaklanjuti
pengaduan
dari
masyarakat
Pusdiklatwas BPKP 2008
44
Kode Etik dan Standar Audit
APIP
berkewajiban
untuk
menindaklanjuti
pengaduan masyarakat antara lain terhadap hal-hal seperti:
hambatan,
rendahnya
keterlambatan,
kualitas
pelayanan
dan
publik
atau serta
penyalahgunaan wewenang, tenaga, uang, dan aset atau barang miliki negara/daerah. 2.
Standar Umum Standar
umum
ini
meliputi
standar-standar yang terkait dengan karakteristik
organisasi
dan
para
individu yang melakukan penugasan audit kinerja dan audit investigatif. Sistematika standar umum dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut: a.
Visi, Misi, Tujuan, Kewenangan dan Tanggung Jawab
b.
Independensi dan Obyektivitas 1) Independensi APIP 2) Obyektivitas Auditor 3) Gangguan Terhadap Independensi dan Obyektivitas
c.
Keahlian 1) Latar Belakang Pendidikan Auditor 2) Kompetensi Teknis 3) Sertifikasi Jabatan dan Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan 4) Penggunaan Tenaga Ahli dari Luar
Pusdiklatwas BPKP 2008
45
Kode Etik dan Standar Audit
d.
Kecermatan Profesional
e.
Kepatuhan Terhadap Kode Etik Uraian rinci dari butir-butir Standar Umum di atas adalah
sebagai berikut: a.
Visi, Misi, Tujuan, Kewenangan dan Tanggung Jawab Visi, misi, tujuan, kewenangan dan tanggung jawab APIP harus dinyatakan secara tertulis, disetujui dan ditandatangani Pernyataan
oleh
pimpinan
tertinggi
organisasi.
standar
tersebut
dimaksudkan
untuk
memberikan kejelasan secara formal tentang arah dan mandat yang diberikan kepada APIP dalam melaksanakan setiap penugasan audit yang secara khusus berkenaaan dengan kewenangan akses APIP dan para auditornya atas informasi dan personel auditi. Setiap APIP tentunya harus memiliki visi, misi dan tujuan yang searah dengan
visi,
misi,
dan
tujuan
pemerintah serta instansi induknya. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) misalnya, memiliki visi, misi, dan tujuan
yang selaras
dengan visi, misi,
dan
tujuan
pemerintah. Demikian pula Inspektorat Jenderal memiliki visi, misi, dan tujuan yang selaras dengan visi, misi, dan tujuan departemennya dan seterusnya pada APIP lainnya. Kemudian, kewenangan dan tanggung jawab APIP harus diberdayakan
secara
optimal
agar
APIP
dapat
melaksanakan tugasnya secara independen dan obyektif.
Pusdiklatwas BPKP 2008
46
Kode Etik dan Standar Audit
b.
Independen dan Obyektivitas Dalam semua hal yang berkaitan dengan audit, APIP harus independen dan para auditornya harus obyektif dalam pelaksanaan tugasnya. Keindependensian dan obyektivitas tersebut dapat dicapai melalui status APIP dalam organisasi dan penciptaan kebijakan untuk menjaga obyektivitas auditor terhadap auditi. Status APIP dalam organisasi yang ditempatkan langsung di bawah pimpinan tertinggi instansi adalah contoh keindependensian yang tinggi dari APIP tersebut. Dalam praktiknya kedudukan dan status organisasi dimana APIP ditempatkan adalah kewenangan pemerintah yang dituangkan dalam suatu peraturan seperti: Keputusan Presiden
atau
Peraturan
Presiden
tentang
organisasi
pemerintah. Independensi pada
dasarnya
merupakan
state
of
mind atau sesuatu yang dirasakan oleh masingmasing menurut apa yang diyakini sedang berlangsung. Sehubungan dengan hal tersebut, independensi auditor dapat ditinjau dan dievaluasi dari dua sisi, independensi praktisi dan independensi profesi. Secara lengkap hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: v
Independensi Praktisi, yakni independensi yang nyata atau faktual yang diperoleh dan dipertahankan
Pusdiklatwas BPKP 2008
47
Kode Etik dan Standar Audit
oleh auditor dalam seluruh rangkaian kegiatan audit, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai tahap pelaporan. Independensi dalam fakta ini merupakan
tinjauan
sesungguhnya
terhadap
dimiliki
oleh
kebebasan auditor,
yang
sehingga
merupakan kondisi ideal yang perlu diwujudkan oleh auditor. Apabila auditor sungguh-sungguh memiliki kebebasan demikian, maka independensi dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil audit
dapat
terpenuhi.
Namun
demikian,
independensi dalam fakta tersebut sifatnya sukar diukur
dan
tidak
merta
dapat
serta
disaksikan
oleh orang lain. Kenyataan adanya
independensi
tersebut
hanya
dirasakan
langsung
dapat oleh
auditor sendiri dan tidak mudah untuk ditunjukkan atau didemonstrasikan kepada umum. Oleh karena itu, ketika berbicara tentang independensi dalam wujudnya sehari-hari, independensi praktisi ini kurang mendapat perhatian, melainkan menurut
lebih ditekankan pada tinjauan
yang
kedua
independensi sebagaimana
dikemukakan berikut. v
Independensi Profesi, yakni independensi yang ditinjau menurut citra (image) auditor dari pandangan publik atau masyarakat umum terhadap auditor yang bertugas. Independensi menurut tinjauan ini sering pula dinamakan independensi dalam penampilan
Pusdiklatwas BPKP 2008
48
Kode Etik dan Standar Audit
(independence
in
appearance).
Independensi
menurut tinjauan ini sangat krusial karena tanpa keyakinan publik bahwa seorang auditor adalah independen, maka segala hal yang dilakukannya serta
pendapatnya
tidak
akan
mendapatkan
penghargaan dari publik atau pemakainya. Agar independensi menurut tinjauan penampilan ini dapat memperoleh pengakuan publik, maka cara yang efektif
untuk
mewujudkannya
adalah
dengan
menghindari segala hal yang dapat menyebabkan penampilan auditor dalam kaitannya dengan kliennya mendapat kecurigaan dari publik. Namun demikian, untuk menghilangkan kecurigaan itu tidaklah mudah, bahkan sering memperoleh sorotan dari publik. Kebijakan
untuk
menjaga
obyektivitas
auditor
terhadap auditi dapat dituangkan dalam bentuk ketentuan seperti: tidak diperkenankannya seorang auditor melakukan audit pada auditi tertentu selama tiga tahun berturut-turut, dilakukannya
rotasi atau
mutasi penugasan audit, larangan seorang auditor melakukan auditi
yang
memiliki
audit
pada
pejabatnya hubungan
keluarga, dan sebagainya. Jika
independensi
atau obyektivitas terganggu, baik secara faktual maupun penampilan, maka gangguan tersebut harus dilaporkan kepada pimpinan APIP. Auditor dapat menyampaikan
Pusdiklatwas BPKP 2008
49
Kode Etik dan Standar Audit
keberatannya
atas
penugasan audit yang dapat
mengganggu
independensi
dan
obyektivitasnya sehingga
pimpinan
dapat menggantikannya dengan orang lain yang tidak
terganggu
keindependensian dan obyektivitasnya. Dalam pelaksanaannya
perlu
diciptakan ketentuan yang mengatur tentang tatacara pelaporan tersebut. Perlu juga diciptakan kebijakan yang mengatur tentang tidak diizinkannya seorang auditor melakukan penugasan audit pada suatu auditi tertentu apabila yang bersangkutan memiliki hubungan keluarga, sosial, dan hubungan lainnya yang dapat mengganggu independensi dan
obyektivitasnya.
Demikian
pula
perlu
diciptakan
kebijakan tentang tidak diperkenankannya auditor yang memberikan jasa reviu atau konsultansi atas suatu kegiatan atau instansi tertentu untuk terlibat dalam suatu penugasan audit pada instansi yang sama atau sebaliknya.
Pusdiklatwas BPKP 2008
50
Kode Etik dan Standar Audit
c.
Keahlian Auditor
harus
mempunyai
pengetahuan,
keterampilan, dan kompetensi lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.
Agar tercipta kinerja audit yang baik, maka APIP harus memiliki kriteria tertentu dari setiap auditor yang diperlukan untuk merencanakan audit, mengidentifikasi kebutuhan profesional auditor dan untuk mengembangkan teknik dan metodologi audit. Untuk itu, maka auditor APIP harus memiliki latar belakang pendidikan formal
minimal
Strata Satu (S-1) atau yang setara. Kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh setiap auditor
pada
umumnya
adalah
auditing,
akuntansi,
administrasi pemerintahan dan komunikasi. Sedangkan khusus
bagi
auditor
investigatif
diharusnya
memiliki
kompetensi tambahan, yaitu:
Pusdiklatwas BPKP 2008
51
Kode Etik dan Standar Audit
1)
Pengetahuan tentang prinsip-prinsip, praktik-praktik, dan teknik audit investigatif, termasuk cara-cara untuk memperoleh bukti dari whistleblower (pihakpihak tertentu yang menyampaikan sesuatu yang menyimpang
yang
dapat
digunakan
sebagai
informasi awal dalam proses audit investigatif). 2)
Pengetahuan tentang penerapan hukum, peraturan, dan ketentuan lainnya yang terkait dengan audit investigatif.
3)
Kemampuan memahami konsep kerahasiaan dan perlindungan terhadap sumber informasi.
4)
Kemampuan
menggunakan
peralatan
komputer,
perangkat lunak, dan sistem terkait secara efektif dalam rangka mendukung proses audit investigatif terkait
dengan
cybercrime
(kejahatan
dalam
lingkungan dunia maya dengan teknologi informasi).
Auditor
harus
mempunyai
sertifikasi
jabatan
fungsional auditor (JFA) dan mengikuti pendidikan dan pelatihan
profesional
berkelanjutan
(continuing
professional
education).
Pendidikan
sertifikasi
jabatan
fungsional auditor adalah kompetensi dasar auditor yang harus dimiliki oleh setiap auditor sesuai dengan jenjangnya masing-masing sebelum ditugaskan dalam penugasan audit. Auditor diwajibkan
untuk
terus
meningkatkan
kompetensinya
dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan berkelanjutan,
Pusdiklatwas BPKP 2008
52
Kode Etik dan Standar Audit
seperti: keikutsertaan dalam konferensi, seminar, kursus, program pelatihan di kantor sendiri dalam bidang yang terkait dengan penugasan audit dan berpartisipasi dalam proyek penelitian yang memiliki substansi di bidang audit. APIP dapat menggunakan tenaga ahli apabila APIP tidak mempunyai
keahlian
yang
diharapkan untuk melaksanakan penugasan. Tenaga ahli tersebut dapat berupa: aktuaris, penilai (appraiser), pengacara, insinyur, konsultan lingkungan, profesi medis, ahli statistik dan geologi. Tenaga ahli tersebut harus memiliki kualifikasi profesional, kompetensi dan pengalaman yang relevan, independen dan memiliki proses pengendalian kualitas. Mereka juga harus disupervisi sebagaimana mestinya. d.
Kecermatan Profesional Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara
hati-hati
(prudent)
dalam
Penggunaan cermat
penugasan.
keahlian
dan
professional auditor
setiap
seksama care)
untuk
secara (due
mewajibkan melaksanakan
tugasnya secara serius, teliti, dan menggunakan
seluruh
kemampuan
dengan
pertimbangan profesionalnya dalam melaksanakan tugas audit.
Pusdiklatwas BPKP 2008
53
Kode Etik dan Standar Audit
e.
Kepatuhan Terhadap Kode Etik. Auditor harus mematuhi Kode Etik yang ditetapkan. Auditor tidak saja harus menggunakan seluruh kemampuan dan kecermatannya tetapi juga dituntut untuk mematuhi kode etik yang ditetapkan. Dengan demikian kompetensi dan etika harus dipenuhi secara bersamaan.
3.
Standar Pelaksanaan Audit Kinerja Standar pekerjaan
pelaksanaan audit
kinerja
mendeskripsikan sifat kegiatan audit kinerja dan menyediakan kerangka
kerja
untuk
melaksanakan dan mengelola pekerjaan audit kinerja yang dilakukan oleh auditor. Secara sistematis standar pelaksanaan audit kinerja terdiri dari: a.
Perencanaan 1) Penetapan sasaran, ruang lingkup, metodologi, dan alokasi sumber daya 2) Pertimbangan dalam perencanaan a)
Evaluasi terhadap sistem pengendalian intern
b)
Evaluasi atas ketidakpatuhan auditi terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatuhan (abuse)
b.
Pusdiklatwas BPKP 2008
Supervisi
54
Kode Etik dan Standar Audit
c.
Pengumpulan dan Pengujian Bukti 1) Pengumpulan bukti 2) Pengujian bukti
d.
Pengembangan Temuan
e.
Dokumentasi Uraian dari masing-masing butir Standar Pelaksanaan Audit
Kinerja adalah sebagai berikut: a.
Perencanaan Dalam setiap penugasan audit kinerja, auditor harus menyusun rencana audit. Perencanaan audit bertujuan untuk menjamin bahwa tujuan audit dapat tercapai secara berkualitas, ekonomis, efisien, dan efektif. Dalam perencanaan ini, auditor menetapkan sasaran, ruang lingkup, metodologi, dan alokasi sumber
daya
serta
mempertimbangkan berbagai hal termasuk
sistem
pengendalian
intern dan ketaatan auditi terhadap peraturan perundangundangan, kecurangan dan ketidakpatuhan (abuse). 1)
Penetapan Sasaran, Ruang Lingkup, Metodologi, dan Alokasi Sumber Daya Sasaran penugasan audit kinerja adalah untuk menilai bahwa auditi telah menjalankan kegiatannya secara ekonomis, efisien dan efektif serta; menilai efektivitas sistem pengendalian intern dan kepatuhan
Pusdiklatwas BPKP 2008
55
Kode Etik dan Standar Audit
terhadap
peraturan
perundang-undangan,
kecurangan serta ketidakpatutan (abuse). Ruang lingkup dalam audit kinerja meliputi aspek keuangan dan operasional auditi sehingga auditor harus memeriksa semua buku, dokumen, catatan, laporan, aset maupun personalia. Untuk mencapai sasaran audit berdasarkan ruang lingkup audit yang telah ditetapkan, auditor harus menggunakan metodologi audit yang meliputi: a) Penetapan
waktu
yang
sesuai
untuk
melaksanakan prosedur audit tertentu; b) Penetapan jumlah bukti yang akan diuji; c) Penggunaan teknologi audit yang sesuai, seperti: teknik sampling dan pemanfaatan komputer sebagai alat bantu audit; d) Pembandingan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; dan e) Perancangan prosedur audit untuk mendeteksi terjadinya
penyimpangan
dari
ketentuan
peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatutan (abuse). Alokasi sumber daya harus ditentukan oleh APIP
dalam
upaya
untuk
mencapai
penugasan
audit.
Penugasan
didasarkan
kepada
evaluasi
sasaran
auditor atas
sifat
harus dan
kompleksitas penugasan, keterbatasan waktu dan ketersediaan sumber dana. Pengalokasian sumber
Pusdiklatwas BPKP 2008
56
Kode Etik dan Standar Audit
daya manusia auditor yang diperlukan didasarkan pada
latar
belakang
pendidikan
formal
dan
pengalaman sesuai dengan kebutuhan audit. 2)
Pertimbangan dalam Perencanaan Dalam merencanakan audit kinerja, auditor harus mempertimbangkan berbagai hal, termasuk sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan auditi terhadap
peraturan
perundang-undangan,
kecurangan dan ketidakpatutan (abuse). Hal-hal yang harus dipertimbangkan adalah: a)
Laporan hasil audit sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi yang material;
b)
Sasaran audit dan pengujian yang diperlukan untuk mencapai sasaran audit dimaksud;
c)
Kriteria
yang
akan
digunakan
untuk
mengevaluasi organisasi, program, aktivitas atau fungsi yang diaudit; d)
Sistem pengendalian intern auditi termasuk aspek
penting
lingkungan
tempat
beroperasinya auditi; e)
Pemahaman tentang hak dan kewajiban serta hubungan timbal balik antara auditor dengan auditi, dan manfaat audit bagi kedua belah pihak;
f)
Pendekatan audit yang paling efisien dan efektif; dan
g)
Pusdiklatwas BPKP 2008
Bentuk, isi dan pengguna laporan hasil audit.
57
Kode Etik dan Standar Audit
Auditor harus memahami rancangan sistem pengendalian intern dan menguji penerapannya. Sistem pengendalian intern adalah proses yang integral pada tindakan dan
kegiatan
yang
dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan
seluruh
pegawai
yang memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efisien
dan
efektif,
keterandalan
pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Efektivitas sistem pengendalian intern akan memberi keyakinan yang memadai akan tercapainya tujuan organisasi. Itulah sebabnya auditor harus memiliki pemahaman atas sistem pengendalian intern dan menilainya yang dapat
dilakukan
melalui
teknik
audit
seperti:
permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi, dan pemeriksaan atas catatan dan dokumen. Auditor harus merancang auditnya untuk mendeteksi
adanya
ketidakpatuhan peraturan undangan,
terhadap perundang-
kecurangan
dan
ketidakpatutan (abuse). Dalam merencanakan pengujian untuk mendeteksi adanya ketidakpatuhan, auditor harus mempertimbangkan
Pusdiklatwas BPKP 2008
perkembangan
peraturan-
58
Kode Etik dan Standar Audit
peraturan baru dan kerumitan peraturan perundangundangan tersebut. Di samping itu, auditor harus mempertimbangkan risiko terjadinya kecurangan yang berpengaruh secara signifikan terhadap tujuan audit. Auditor harus menggunakan pertimbangan profesionalnya adanya
untuk
mendeteksi
ketidak-patuhan
perundang-undangan,
kemungkinan
terhadap
peraturan
kecurangan dan ketidak-
patutan (abuse) serta melaporkan jika dijumpai halhal tersebut kepada pihak-pihak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b.
Supervisi Pada setiap tahap audit kinerja, pekerjaan auditor harus disupervisi secara memadai untuk memastikan tercapainya
sasaran,
terjaminnya
kualitas
dan
meningkatnya kemampuan auditor. Supervisi yang dilakukan
secara terus menerus
selama pekerjaan audit harus diarahkan ke substansi maupun metodologi audit, untuk mengetahui: 1) Pemahaman anggota tim audit atas rencana audit; 2) Kesesuaian pelaksanaan audit dengan standar audit; 3) Kelengkapan bukti yang terkandung dalam kertas kerja audit untuk mendukung simpulan dan rekomendasi; 4) Kelengkapan dan akuransi laporan audit.
Pusdiklatwas BPKP 2008
59
Kode Etik dan Standar Audit
Kegiatan supervisi dilakukan secara berjenjang. Dimulai dari ketua tim auditor mereviu pekerjaan anggota tim, pengendali teknis mereviu pekerjaan ketua dan anggota
tim,
pengendali
mutu
mereviu
pekerjaan
pengendali teknis, ketua tim, dan anggota tim. Supervisi dilakukan untuk memastikan bahwa: 1)
Tim audit memahami tujuan dan rencana audit;
2)
Audit dilaksanakan sesuai dengan standar audit;
3)
Prosedur audit telah diikuti;
4)
Kertas
kerja
audit
memuat
bukti-bukti
yang
mendukung temuan dan rekomendasi; 5) c.
Tujuan audit telah dicapai.
Pengumpulan dan Pengujian Bukti Auditor harus mengumpulkan dan menguji bukti untuk mendukung kesimpulan dan temuan audit kinerja. Oleh
karena
audit
dapat
didefinisikan sebagai proses pengumpulan dan pengujian bukti untuk melihat kesesuaian informasi
yang
terkandung
dalam bukti tersebut dengan suatu
kriteria
yang
mendasarinya, maka proses pengumpulan dan pengujian bukti adalah inti dari audit.
Pusdiklatwas BPKP 2008
60
Kode Etik dan Standar Audit
1)
Pengumpulan bukti Auditor harus mengumpulkan bukti yang cukup, kompeten, dan relevan. Bukti audit dapat digolongkan menjadi bukti fisik, bukti dokumen, bukti kesaksian, dan bukti analisis. Bukti yang cukup berkaitan dengan jumlah bukti yang dapat dijadikan sebagai dasar penarikan suatu kesimpulan audit. Penentuan kecukupan bukti didasarkan pada pertimbangan keahlian auditor secara profesional dan obyektif. Bukti yang kompeten adalah bukti yang sah dan
dapat
diandalkan
untuk
menjamin
kesesuaiannya dengan fakta. Bukti disebut sah apabila bukti tersebut memenuhi persyaratan hukum dan peraturan perundang-undangan. Bukti yang dapat
diandalkan
berkaitan
dengan
sumber
perolehan dan cara perolehan bukti itu sendiri. Bukti audit disebut relevan jika bukti tersebut secara logis mendukung pendapat atau argumentasi yang berhubungan dengan tujuan dan kesimpulan audit. Auditor dapat menggunakan tenaga ahli untuk memperoleh bukti yang cukup, kompeten dan relevan. 2)
Pengujian bukti Auditor harus dikumpulkan.
menguji bukti audit
yang
Pengujian bukti dimaksudkan untuk
menilai kesahihan bukti yang dikumpulkan terkait
Pusdiklatwas BPKP 2008
61
Kode Etik dan Standar Audit
dengan
kesesuaian
antara
informasi
yang
terkandung dalam bukti tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan. Teknik audit dalam melakukan pengujian bukti dapat dilakukan seperti: konfirmasi, inspeksi, pembandingan, penelusuran hingga bukti asal, dan wawancara. d.
Pengembangan Temuan Auditor
harus
mengembangkan
temuan
yang
diperoleh selama pelaksanaan audit kinerja. Temuan audit berupa
ketidak-ekonomisan,
ketidak-efisienan
dan
ketidak-
efektifan pengelolaan organisasi, program, aktivitas atau fungsi yang diaudit. Selain itu, temuan juga dapat berupa tidak efektifnya sistem pengendalian
intern,
adanya
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatutan (abuse). Unsur temuan meliputi: kondisi, kriteria, sebab, dan akibat. e.
Dokumentasi Auditor harus menyiapkan dan menata-usahakan dokumen audit kinerja dalam bentuk kertas kerja audit. Dokumen audit harus disimpan secara tertib dan sistematis agar dapat secara efektif diambil kembali, dirujuk, dan dianalisis.
Pusdiklatwas BPKP 2008
62
Kode Etik dan Standar Audit
Dokumen audit yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan audit harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan auditor yang berpengalaman
tetapi
tidak
mempunyai hubungan dengan audit tersebut dapat memastikan bahwa dokumen
audit
tersebut
dapat
menjadi
bukti
yang
mendukung kesimpulan, temuan, dan rekomendasi auditor. Dokumen audit harus berisi hal-hal berikut ini: 1) Tujuan, lingkup, dan metodologi audit, termasuk kriteria pengambilan uji petik yang digunakan; 2) Dokumentasi
pekerjaan
yang
dilakukan
untuk
mendukung pertimbangan profesional dan temuan auditor; 3) Bukti tentang reviu supervisi terhadap pekerjaan yang dilakukan; dan 4) Penjelasan
auditor mengenai standar yang
tidak
diterapkan, apabila ada, alasan dan akibatnya. APIP harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang wajar mengenai pengamanan dan penyimpanan dokumen audit selama waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dokumen audit dapat berupa dokumen tertulis secara manual maupun dalam format elektronik. Dokumen audit dapat dijadikan sarana reviu terhadap kualitas pelaksanaan audit.
Pusdiklatwas BPKP 2008
63
Kode Etik dan Standar Audit
4.
Standar Pelaporan Audit Kinerja Standar
pelaporan
merupakan acuan bagi penyusunan laporan hasil audit kinerja yang merupakan tahap akhir suatu proses audit untuk mengomunikasikan hasil audit kepada auditi dan pihak lain yang terkait. Secara sistematis standar pelaporan audit kinerja meliputi butir-butir sebagai berikut: a.
Kewajiban Membuat Laporan
b.
Cara dan Saat Pelaporan
c.
Bentuk dan Isi Laporan
d.
Kualitas Laporan
e.
Tanggapan Auditi
f.
Penerbitan dan Distribusi Laporan Rincian dari setiap butir-butir stándar pelaporan audit
kinerja adalah sebagai berikut. a.
Kewajiban Membuat Laporan Auditor harus membuat laporan hasil audit kinerja sesuai dengan penugasannya yang disusun dalam format yang sesuai, segera setelah selesai melakukan auditnya. Laporan hasil audit berguna antara lain untuk: 1)
Mengomunikasikan hasil audit kinerja kepada auditi dan
pihak
lain
yang
berwenang
berdasarkan
peraturan perundang-undangan;
Pusdiklatwas BPKP 2008
64
Kode Etik dan Standar Audit
2)
Menghindari kesalah-pahaman atas hasil audit;
3)
Menjadi bahan untuk melakukan tindakan perbaikan bagi auditi dan instansi terkait; dan
4)
Memudahkan
pemantauan
tindak
lanjut
untuk
menentukan pengaruh tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan. b.
Cara dan Saat Pelaporan Laporan hasil audit kinerja harus dibuat secara tertulis dan segera, yaitu pada kesempatan pertama setelah berakhirnya pelaksanaan audit. Laporan
yang
dibuat
tertulis
bertujuan
untuk
menghindari kemungkinan salah tafsir atas kesimpulan, temuan dan rekomendasi auditor. Keharusan membuat laporan secara tertulis tidak membatasi atau mencegah pembahasan lisan dengan auditi selama proses audit berlangsung. c.
Bentuk dan Isi Laporan Laporan hasil audit kinerja harus dibuat dalam bentuk dan isi yang dapat dimengerti oleh auditi dan pihak lain yang terkait. Laporan hasil audit dapat berbentuk surat atau bab. Bentuk surat digunakan apabila dari hasil audit tidak dijumpai banyak temuan. Sedangkan digunakan dalam bentuk bab apabila dari hasil audit ditemukan banyak temuan.
Pusdiklatwas BPKP 2008
65
Kode Etik dan Standar Audit
Laporan hasil
audit
kinerja baik bentuk surat atau
bab harus
memuat:
8)
Dasar melakukan audit;
9)
Identifikasi audit;
10)
Tujuan/sasaran, lingkup dan metodologi audit;
11)
Pernyataan
bahwa
audit
dilaksanakan
sesuai
dengan standar audit; 12)
Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi;
13)
Hasil audit berupa kesimpulan, temuan audit dan rekomendasi;
14)
Tanggapan dari pejabat auditi yang bertanggung jawab;
15)
Pernyataan adanya keterbatasan dalam audit serta pihak-pihak yang menerima laporan ;
16)
Pelaporan informasi rahasia, bila ada. Kelemahan
sistem
pengendalian
intern,
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatutan (abuse) disajikan sebagai bagian temuan.
Pusdiklatwas BPKP 2008
66
Kode Etik dan Standar Audit
d.
Kelemahan Sistem Pengendalian Intern Auditor harus melaporkan adanya kelemahan atas sistem pengendalian intern auditi. Kelemahan atas sistem pengendalian intern yang dilaporkan adalah kelemahan yang mempunyai pengaruh signifikan. Sedangkan kelemahan yang tidak signifikan cukup disampaikan kepada auditi dalam bentuk surat (management letter).
e.
Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan, Kecurangan dan Ketidakpatutan (abuse) Auditor harus melaporkan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidapatutan (abuse).
f.
Kualitas Laporan Laporan hasil audit kinerja harus tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan, serta jelas dan seringkas mungkin. Agar
suatu
informasi
bermanfaat secara maksimal, maka laporan hasil audit harus tepat
waktu.
Agar
menjadi
lengkap, maka laporan hasil audit
harus
informasi dibutuhkan
Pusdiklatwas BPKP 2008
memuat
dari untuk
bukti
semua yang
memenuhi
67
Kode Etik dan Standar Audit
sasaran audit, memberikan pemahaman yang benar dan memadai atas hal yang dilaporkan, dan memenuhi persyaratan isi laporan hasil audit. Laporan yang akurat berarti informasi yang disajikan didukung oleh bukti yang benar dan temuan telah disajikan dengan
tepat.
Perlunya
keakuratan
didasarkan
atas
kebutuhan untuk memberikan keyakinan kepada pengguna laporan bahwa apa yang dilaporkan memiliki kredibilitas dan dapat diandalkan. Laporan yang
obyektif
berarti
informasi
yang disajikan itu seimbang
(adil)
dalam isi maupun redaksinya,
tidak
memihak sehingga pengguna laporan dapat oleh
diyakinkan fakta
yang
disajikan. Laporan obyektif
juga
memiliki pengertian tidak menyesatkan. Auditor yang menyampaikan laporan hasil audit harus berdiri netral. Agar laporan itu meyakinkan, maka laporan harus dapat menjawab sasaran audit, menyajikan temuan, kesimpulan dan rekomendasi yang logis. Informasi yang disajikan harus cukup meyakinkan pengguna laporan untuk
Pusdiklatwas BPKP 2008
68
Kode Etik dan Standar Audit
mengakui
validitas
temuan
dan
manfaat
penerapan
rekomendasi. Laporan yang jelas adalah laporan yang mudah dibaca
dan
dipahami.
Untuk
itu,
maka
laporan
menggunakan bahasa yang jelas, sederhana, lugas dan tidak teknis. Pengorganisasian laporan secara logis, akurat dan tepat dalam menyajikan fakta merupakan hal yang penting dalam memberikan kejelasan dan pemahaman bagi pengguna laporan hasil audit. Laporan yang ringkas adalah laporan yang tidak lebih panjang dari yang diperlukan untuk menyampaikan dan mendukung pesan. g.
Tanggapan Auditi Auditor harus meminta tanggapan atau pendapat terhadap kesimpulan, temuan dan rekomendasi termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan oleh auditi secara tertulis dari pejabat auditi yang bertanggung jawab.
h.
Penerbitan dan Distribusi Laporan Laporan hasil audit kinerja diserahkan kepada pimpinan organisasi, auditi, dan pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil audit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan hasil audit kinerja harus didistribusikan tepat waktu kepada pihak yang berkepentingan sesuai peraturan perundang-undangan. Namun dalam hal yang diaudit merupakan rahasia negara atau dilarang untuk disampaikan kepada pihak-pihak tertentu atas dasar ketentuan peraturan
Pusdiklatwas BPKP 2008
69
Kode Etik dan Standar Audit
perundang-undangan, maka untuk tujuan pengamanannya, auditor dapat membatasi pendistribusian laporan tersebut. 5.
Standar Tindak Lanjut Audit Kinerja Standar tindak lanjut mengatur tentang ketentuan dalam hal kepastian saran dan rekomendasi telah dilakukan oleh auditi. Secara sistematis butir-butir standar tindak lanjut audit kinerja meliputi: a.
Komunikasi Dengan Auditi
b.
Prosedur Pemantauan
c.
Status Temuan
d.
Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan dan Kecurangan Uraian dari masing-masing butir standar tindak lanjut audit
kinerja adalah sebagai berikut. a.
Komunikasi Dengan Auditi Auditor harus mengomunikasikan kepada auditi bahwa
tanggung
jawab
untuk
menyelesaikan
atau
menindak-lanjuti temuan audit kinerja dan rekomendasi berada pada auditi. Pernyataan
tersebut
dimaksudkan untuk memberikan pemahaman
dan
kesadaran
bahwa tanggungjawab menindaklanjuti rekomendasi audit bukan berada pada auditor melainkan pada auditi. Oleh sebab itu, dalam praktiknya, auditor harus memperoleh pernyataan
Pusdiklatwas BPKP 2008
70
Kode Etik dan Standar Audit
atau penegasan tertulis dari auditi bahwa hasil auditnya akan ditindaklanjuti. b.
Prosedur Pemantauan Auditor harus memantau dan mendorong tindak lanjut atas temuan beserta rekomendasi. Walaupun tanggung jawab menindak-lanjuti hasil audit berada pada pihak auditi, namun demikian auditor diwajibkan
memantau
proses
tindak
lanjut
melalui
pendokumentasian data temuan audit dan pemutahiran data temuan audit tersebut secara terus menerus. APIP perlu membuat kebijakan dan prosedur pemantauan guna mengefektifkan pelaksanaan tindak lanjut hasil audit. Auditor dalam setiap penugasan audit wajib memeriksa tindak lanjut hasil audit tahun sebelumnya dan memperoleh informasi secukupnya tentang belum ditindak-lanjutinya hasil audit tahun sebelumnya. c.
Status Temuan Auditor harus melaporkan status temuan beserta rekomendasi audit kinerja sebelumnya yang belum ditindaklanjuti. Laporan status temuan yang disampaikan kepada pihak yang berkepentingan memuat antara lain: 1. Temuan dan rekomendasi; 2. Sebab-sebab belum ditindaklanjutinya temuan; 3. Komentar dan rencana pihak auditi untuk menuntaskan temuan.
Pusdiklatwas BPKP 2008
71
Kode Etik dan Standar Audit
d.
Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan dan Kecurangan Terhadap temuan yang berindikasi adanya tindakan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan kecurangan, auditor harus membantu aparat penegak hukum terkait dalam upaya penindak-lanjutan temuan tersebut. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) harus melakukan kerja sama dengan aparat penegak hukum dan meneliti sebab-sebab tidak atau belum adanya proses hukum.
6.
Standar Pelaksanaan Audit Investigatif Standar pelaksanaan pekerjaan audit investigatif mendeskripsikan sifat kegiatan audit investigatif dan menyediakan kerangka kerja untuk melaksanakan dan mengelola pekerjaan audit investigatif yang dilakukan oleh auditor investigatif. Sistematika standar pelaksanaan audit investigatif meliputi : a. Perencanaan 1) Penetapan sasaran, ruang lingkup dan alokasi sumber daya 2) Pertimbangan dalam perencanaan b. Supervisi c. Pengumpulan dan Pengujian Bukti
Pusdiklatwas BPKP 2008
72
Kode Etik dan Standar Audit
1) Pengumpulan bukti 2) Pengujian bukti d. Dokumentasi Rincian dari masing-masing butir standar pelaksanaan audit investigatif adalah sebagai berikut. a.
Perencanaan Dalam setiap penugasan audit investigatif, auditor investigatif harus menyusun rencana audit. Rencana audit tersebut harus dievaluasi dan bila perlu disempurnakan selama proses audit investigatif berlangsung sesuai dengan perkembangan hasil audit investigatif di lapangan. Perencanaan audit investigatif dimasudkan untuk memperkecil tingkat risiko kegagalan dalam melakukan audit investigatif dan memberikan arah agar pelaksanaan audit investigatif dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif. Informasi yang diterima dari berbagai sumber, seperti: pengaduan masyarakat, audit
kinerja
pengembangan atau
audit
hasil
lainnya,
permintaan instansi aparat penegak hukum atau instansi lainnya dijadikan sebagai dasar penyusunan rencana audit
investigatif.
Setiap
informasi
yang diterima dianalisis dan dievaluasi untuk menentukan satu keputusan dari 3 (tiga) keputusan, yaitu: melakukan audit investigatif, meneruskan ke pejabat yang berwenang, atau tidak perlu ditindak-lanjuti. Apabila keputusan yang
Pusdiklatwas BPKP 2008
73
Kode Etik dan Standar Audit
diambil adalah melakukan audit investigatif, maka rencana tindakan memuat langkah-langkah berikut: v
Menentukan sifat utama pelanggaran;
v
Menentukan fokus perencanaan dan sasaran audit investigatif;
v
Mengindentifikasi kemungkinan pelanggaran hukum, peraturan,
atau
perundang-undangan,
memahami
unsur-unsur
yang
terkait
dan dengan
pembuktian atau standar; v
Mengindentifikasi dan menentukan prioritas tahapan audit investigatif yang diperlukan untuk mencapai sasaran audit investigatif;
v
Menentukan sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan audit investigatif; dan
v
Melakukan
koordinasi
dengan
instansi
yang
berwenang,
termasuk
instansi
penyidik
jika
diperlukan. 1)
Penetapan Sasaran, Ruang Lingkup dan Alokasi Sumber Daya Dalam membuat rencana audit, auditor harus menetapkan sasaran, ruang lingkup, dan alokasi sumber daya. Sasaran
audit
investigatif
adalah
terungkapnya kasus penyimpangan yang berindikasi dapat
menimbulkan
kerugian
keuangan
negara/daerah.
Pusdiklatwas BPKP 2008
74
Kode Etik dan Standar Audit
Ruang
lingkup
audit
investigatif
meliputi
pengungkapan fakta dan proses kejadian, sebab dan dampak penyimpangan, dan penentuan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam atau bertanggung jawab atas penyimpangan. Tujuan
penetapan
alokasi
sumber
daya
pendukung audit investigatif adalah agar kualitas audit investigatif dapat dicapai secara optimal. Kebutuhan sumber daya yang harus ditentukan antara lain terkait dengan personil, pendanaan, dan sarana prasarana lainnya. 2)
Pertimbangan dalam Perencanaan Dalam penyusunan rencana audit investigatif, auditor
investigatif
harus
mempertimbangkan
berbagai hal. Berbagai hal yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan rencana audit investigatif antara lain: v
Sasaran, ruang lingkup dan alokasi sumber daya;
v
Pemahaman
mengenai
akuntabilitas
berjenjang; v
Aspek kegiatan operasi auditi dan aspek pengendalian intern;
v
Pusdiklatwas BPKP 2008
Jadwal kerja dan batasan waktu;
75
Kode Etik dan Standar Audit
v
Hasil audit
periode
sebelumnya
dengan
mempertimbangkan tindak lanjut terhadap rekomendasi atas temuan sebelumnya; dan v
Mekanisme koordinasi antara auditor, auditi, dan pihak terkait lainnya.
b.
Supervisi Pada setiap tahap audit investigatif, pekerjaan auditor
harus
disupervisi
secara
memadai
untuk
memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kemampuan auditor. Supervisi harus diarahkan baik pada substansi maupun metodologi audit yang bertujuan antara lain untuk mengetahui: v
Pemahaman tim audit atas tujuan dan rencana audit;
v
Kesesuaian pelaksanaan audit dengan standar audit;
v
Ketaatan terhadap prosedur audit;
v
Kelengkapan bukti-bukti yang terkandung dalam kertas kerja audit untuk mendukung temuan dan rekomendasi; dan
v c.
Pencapaian tujuan audit.
Pengumpulan dan Pengujian Bukti Auditor
investigatif
harus
mengumpulkan
dan
menguji bukti untuk mendukung kesimpulan dan temuan audit investigatif.
Pusdiklatwas BPKP 2008
76
Kode Etik dan Standar Audit
Pelaksanaan pengumpulan dan evaluasi bukti harus difokuskan
pada
upaya
pengujian
hipotesis
untuk
mengungkapkan: v
Fakta-fakta dan proses kejadian (modus operandi);
v
Sebab dan dampak penyimpangan; dan
v
Pihak-pihak yang diduga terlibat/bertanggung jawab atas kerugian keuangan negara/daerah.
o
Pengumpulan Bukti Auditor investigatif harus mengumpulkan bukti audit yang cukup, kompeten dan relevan. Pengumpulan
bukti
bertujuan
untuk
menentukan apakah informasi awal yang diterima dapat diandalkan karena akan digunakan auditor untuk mendukung kesimpulan dan temuan audit.
o
Pengujian Bukti Auditor investigatif harus menguji bukti audit yang dikumpulkan. Pengujian
bukti
dimaksudkan
untuk
menilai kesahihan bukti yang
dikumpulkan
dan
kesesuaian bukti dengan hipotesis. dengan urutan
Bukti
memperhatikan proses
(sequences)
Pusdiklatwas BPKP 2008
diuji
kejadian dan
77
Kode Etik dan Standar Audit
kerangka
waktu
kejadian
(time
frame)
yang
dijabarkan dalam bentuk bagan arus kejadian (flow chart) atau narasi. Teknik yang dapat digunakan untuk menguji bukti antara lain: inspeksi, observasi, wawancara, konfirmasi, analisis, pembandingan, rekonsiliasi dan penelusuran kembali. d.
Dokumentasi Auditor harus menyiapkan dan menatausahakan dokumen audit investigatif dalam bentuk kertas kerja audit. Dokumen audit investigatif harus disimpan secara tertib dan sistematis agar dapat secara efektif diambil kembali, dirujuk, dan dianalisis. Hasil
audit
investigatif
harus
didokumentasikan dalam berkas audit investigatif secara lengkap.
akurat
dan
Pedoman
internal audit investigatif harus secara khusus dan jelas
menekankan
kecermatan dan pentingnya ketepatan waktu. Laporan temuan audit investigatif dan pencapaian hasil audit investigatif harus didukung dengan dokumentasi yang cukup dalam berkas audit investigatif. 7.
Standar Pelaporan Audit Investigatif Standar pelaporan ini merupakan acuan bagi penyusunan laporan hasil audit yang merupakan tahap akhir kegiatan audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
78
Kode Etik dan Standar Audit
investigatif, untuk mengomunikasikan hasil audit investigatif kepada auditi dan pihak lain yang terkait. Secara sistematis standar pelaporan audit investigatif meliputi butir-butir sebagai berikut: o
Kewajiban Membuat Laporan
o
Cara dan Saat Pelaporan
o
Bentuk dan Isi Laporan
o
Kualitas Laporan
o
Pembicaraan Akhir dengan Auditi
o
Penerbitan dan Distribusi Laporan Rincian dari setiap butir standar pelaporan audit investigasi
adalah sebagai berikut. o
Kewajiban Membuat Laporan Auditor investigatif harus membuat laporan hasil audit investigatif sesuai dengan penugasannya yang disusun dalam format yang tepat segera setelah melakukan tugasnya. Laporan hasil audit investigatif dibuat secara tertulis , dengan
tujuan
untuk
memudahkan
pembuktian
dan
berguna untuk proses hukum berikutnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Beberapa hal yang perlu dipedomani adalah: v
Dalam setiap laporan, fakta harus diungkapkan untuk membantu pemahaman pembaca laporan. Hal ini termasuk suatu pernyataan yang singkat dan jelas
Pusdiklatwas BPKP 2008
79
Kode Etik dan Standar Audit
berkenaan dengan penerapan hukum yang dilanggar atau sebagai dasar suatu audit investigatif. v
Laporan
harus
memuat
bukti-bukti
baik
yang
mendukung maupun yang melemahkan temuan audit. v
Laporan harus didukung dengan kertas kerja audit investigatif yang memuat referensi kepada semua wawancara, kontak, atau aktivitas audit investigatif yang lain.
v
Laporan harus mencerminkan hasil yang diperoleh dari
audit
investigatif,
yaitu
berupa:
denda,
penghematan, pemulihan, tuduhan, rekomendasi dan sebagainya. v
Auditor harus menulis laporannya dalam bentuk deduktif, menggunakan kalimat dan pernyataan yang berupa ulasan dan kalimat topik. Penulisan kalimat dan
paragraf
harus
singkat,
sederhana
dan
langsung. v
Laporan
harus
kejelasan,
ringkas
kelengkapan
tanpa dan
mengorbankan
ketepatan
untuk
mengomunikasikan temuan audit investigatif yang relevan. v
Laporan tidak boleh mengungkapkan pertanyaan yang
belum
terjawab
atau
memungkinkan
interpretasi yang keliru. v
Laporan audit investigatif tidak boleh mengandung opini atau pandangan pribadi. Semua penilaian,
Pusdiklatwas BPKP 2008
80
Kode Etik dan Standar Audit
kesimpulan, pengamatan dan rekomendasi harus didasarkan fakta yang tersedia. v
Kelemahan sistem atau permasalahan manajemen yang terungkap dalam audit investigatif harus dilaporkan kepada pejabat yang berwenang dengan segera.
o
Cara dan Saat Pelaporan Laporan hasil audit investigatif dibuat secara tertulis dan
segera
setelah
berakhirnya
pelaksanaan
audit
investigatif. APIP
harus
menetapkan
kapan
laporan
akan
diberikan secara tertulis sesuai dengan situasi dan kasus yang diaudit. o
Isi Laporan Laporan hasil audit investigatif harus memuat semua aspek yang relevan dari audit investigatif. Laporan
hasil audit
investigatif
minimal
harus
memuat hal-hal berikut: v
Dasar melakukan audit;
v
Identifikasi auditi;
v
Tujuan/sasaran, lingkup dan metodologi audit;
v
Pernyataan
bahwa
audit
investigatif
telah
dilaksanakan sesuai Standar Audit; v
Fakta-fakta dan proses kejadian mengenai siapa, di mana, bilamana, bagaimana dari kasus yang diaudit;
v
Pusdiklatwas BPKP 2008
Sebab dan dampak penyimpangan;
81
Kode Etik dan Standar Audit
v
Pihak yang diduga terlibat atau bertanggung jawab; dan
v
Dalam pengungkapan pihak yang bertanggung jawab atau yang diduga terlibat, auditor harus memperhatikan asas praduga tidak bersalah yaitu dengan tidak menyebut identitas lengkap.
o
Kualitas Laporan Laporan hasil audit investigasi harus akurat, jelas, lengkap, singkat, dan disusun dengan logis, tepat waktu, dan obyektif. Laporan harus akurat dan jelas,
singkat,
menunjukkan
hasil-hasil relevan dan upaya auditor
investigatif.
Laporan
harus disajikan secara langsung tepat
secara
menghindari mengganggu,
gramatikal,
penggunaan atau
kata
yang
membingungkan.
tidak
perlu,
Laporan
harus
disajikan dengan baik, relevan dengan audit investigatif dan mendukung penyajian. Semua audit investigatif harus dilaksanakan dan dilaporkan secara cermat dan tepat waktu. Hal ini disebabkan besarnya dampak hasil audit investigatif terhadap karir seseorang atau kehidupan suatu organisasi. o
Pembicaraan Akhir dengan Auditi Auditor
investigatif
harus
meminta
tanggapan/
pendapat terhadap hasil audit investigatif. Tanggapan/
Pusdiklatwas BPKP 2008
82
Kode Etik dan Standar Audit
pendapat
tersebut
harus
dikemukakan
pada
saat
melakukan pembicaraan akhir dengan auditi. Salah
satu
cara
yang
paling
efektif
untuk
memastikan bahwa suatu laporan hasil audit investigatif dipandang adil, lengkap, dan obyektif adalah adanya reviu dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab, sehingga dapat diperoleh suatu laporan yang tidak hanya mengemukakan melainkan
kesimpulan
memuat
pula
auditor pendapat
investigatif pejabat
saja, yang
bertanggung jawab tersebut. Tanggapan tersebut harus dievaluasi dan dipahami secara seimbang dan obyektif, serta disajikan secara memadai dalam laporan hasil audit investigatif. Apabila tanggapan dari auditi bertentangan dengan kesimpulan dalam laporan hasil audit investigatif, dan menurut pendapat auditor investigatif tanggapan tersebut tidak benar, maka auditor investigatif harus menyampaikan ketidak-setujuannya
atas
tanggapan
tersebut
beserta
alasannya secara seimbang dan obyektif. Sebaliknya, auditor harus memperbaiki laporannya, apabila auditor berpendapat bahwa tanggapan tersebut benar. o
Penerbitan dan Distribusi Laporan Laporan hasil audit investigatif diserahkan kepada pimpinan organisasi, auditi, dan pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil audit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan hasil audit investigatif harus didistribusikan tepat waktu kepada pihak yang telah ditentukan sesuai
Pusdiklatwas BPKP 2008
83
Kode Etik dan Standar Audit
dengan peraturan perundang-undangan. Namun dalam hal yang diaudit merupakan rahasia negara, maka untuk tujuan keamanan negara atau menurut peraturan perundangundangan dilarang dipublikasikan, maka APIP harus membatasi pendistribusian laporan tersebut. 8.
Standar Tindak Lanjut Audit Investigatif Standar Tindak Lanjut mengatur tentang ketentuan dalam hal kepastian saran dan rekomendasi telah dilakukan oleh auditi. o
Tanggung Jawab APIP Untuk Memantau Tindak Lanjut Temuan APIP harus memantau tindak lanjut hasil audit investigatif yang dilimpahkan kepada aparat penegak hukum Standar
ini
mengadministrasikan
mengharuskan temuan
audit
APIP
untuk
investigatif
guna
keperluan pemantauan tindak lanjut dan pemutakhiran data hasil audit investigatif, termasuk yang hasil akhirnya berupa tuntutan perbendaharaan atau tuntan ganti rugi (TP/TGR). APIP
harus
memantau
tindak
lanjut
kasus
penyimpangan yang berindikasi adanya tindak pidana korupsi/perdata yang dilimpahkan kepada Kejaksaan atau Komisi Pemberantasan Korupsi.
C.
STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA Selain standar audit yang telah dibicarakan di atas, terdapat Standar Pemeriksaan Keuangan Negara yang diterbitkan oleh Badan
Pusdiklatwas BPKP 2008
84
Kode Etik dan Standar Audit
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia melalui Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 pada bulan Januari 2007 yang memiliki landasan dan referensi berikut: 1.
Landasan Peraturan Perundang-undangan: a. Undang Undang Dasar RI Tahun 1945; b. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; c.
Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ;
d. Undang Undang Nomor 15 Yahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; dan e. Undang Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. 2.
Referensi: o
Standar Audit Pemerintahan – Badan Pemeriksa Keuangan RI Tahun 1995;
o
Generally Accepted Government Auditing Standards (GAGAS) 2003 Revision, United States Generally Accounting Office;
o
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), 2001, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI);
o
Auditing Standards, International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI), Latest Ammendment 1995;
o
Generally Accepted Auditing Standards (GAAS), AICPA, 2002;
o
Internal Control Standards, INTOSAI, 2001; dan
o
Standards for the Professional Practice of Internal Auditing, Latest Revision December 2003.
Pusdiklatwas BPKP 2008
85
Kode Etik dan Standar Audit
Standar berlaku
pemeriksaan untuk
ini
semua
pemeriksaan
yang
dilaksanakan
terhadap
entitas, program, kegiatan serta fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan demikian, maka standar pemeriksaan ini berlaku untuk: §
BPK.
§
Akuntan Publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara, untuk dan atas nama BPK.
§
Aparat Pengawas Intern Pemerintah termasuk satuan pengawasan intern maupun pihak lainnya sebagai acuan dalam menyusun standar pengawasan sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsinya. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara memuat 7 (tujuh) butir
Pernyataan Standar Pemeriksaan berikut: §
Standar Umum
§
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan;
§
Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan;
§
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja;
§
Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja;
§
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu; dan
§
Standar Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu.
Pusdiklatwas BPKP 2008
86
Kode Etik dan Standar Audit
Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 1 tentang Standar Umum
mengatur kriteria yang bersifat umum untuk melaksanakan
pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Standar ini berkaitan dengan ketentuan mendasar untuk menjamin kredibilitas hasil pemeriksaan. Standar ini juga memberikan kerangka dasar untuk dapat menerapkan standar pelaksanaan dan standar pelaporan secara efektif. Cakupan standar umum mengatur halhal berikut: a.
Persyaratan kemampuan/keahlian;
b.
Independensi;
c.
Penggunaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama; dan
d.
Pengendalian mutu. Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 2 tentang Standar
Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan mengatur hal-hal berikut: o
Hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik;
o
Komunikasi Pemeriksa;
o
Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya;
o
Merancang
pemeriksaan
untuk
mendeteksi
terjadinya
penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse); o o
Pengembangan temuan pemeriksaan; dan Dokumentasi pemeriksaan. Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 3 tentang Standar
Pelaporan Pemeriksaan Keuangan mengatur hal-hal berikut:
Pusdiklatwas BPKP 2008
87
Kode Etik dan Standar Audit
a.
Hubungan dengan standar profesional
akuntan publik
yang
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia; b.
Pernyataan Kepatuhan terhadap standar pemeriksaan;
c.
Pelaporan
tentang
kepatuhan
terhadap
ketentuan
peraturan
perundang-undangan; d.
Pelaporan tentang pengendalian intern;
e.
Pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab;
f.
Pelaporan informasi rahasia; dan
g.
Penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan. Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor
4 tentang Standar
Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja mengatur hal-hal berikut: a.
Perencanaan;
b.
Supervisi;
c.
Bukti; dan
d.
Dokumentasi pemeriksaan. Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 5 tentang Standar
Pelaporan Pemeriksaan Kinerja mengatur hal-hal berikut: a.
Bentuk;
b.
Isi laporan;
c.
Unsur-unsur kualitas laporan; dan
d.
Penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan. Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 6 tentang Standar
Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu mengatur hal-hal berikut: a.
Hubungan dengan standar profesional
akuntan publik
yang
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia;
Pusdiklatwas BPKP 2008
88
Kode Etik dan Standar Audit
b.
Komunikasi Pemeriksa;
c.
Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya;
d.
Pengendalian intern;
e.
Merancang
pemeriksaan
untuk
mendeteksi
terjadinya
penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan; kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse); dan f.
Dokumentasi pemeriksaan. Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 7 tentang Standar
Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu mengatur hal-hal berikut: a.
Hubungan dengan standar profesional
akuntan publik
yang
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia; b.
Pernyataan kepatuhan terhadap standar pemeriksaan;
c.
Pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan;
D.
d.
Pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab;
e.
Pelaporan informasi rahasia; dan
f.
Penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.
STANDAR PROFESI AUDIT INTERNAL (SPAI) Sebagaimana dikemukakan di atas,
sebagai
perbandingan,
bahan
berikut
ini
diuraikan Standar Profesi Audit Internal yang diterbitkan oleh
Pusdiklatwas BPKP 2008
89
Kode Etik dan Standar Audit
Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. SPAI membagi standar audit menjadi dua kelompok besar: (1) Standar Atribut, dan (2) Standar Kinerja. Berikut ini akan disajikan SPAI secara lengkap.
1. Standar Atribut a.
Tujuan, Kewenangan, dan Tanggung jawab Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam Charter Audit Internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.
b.
Independensi dan Objektivitas Fungsi audit internal harus independen, dan auditor internal harus objektif dalam melaksanakan pekerjaannya. 1)
Independensi Organisasi Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan
fungsi
tersebut
memenuhi
tanggung
jawabnya. Independensi akan meningkat jika fungsi audit internal
memiliki
akses
komunikasi
yang
memadai
terhadap Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi. 2)
Objektivitas Auditor Internal Auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest)
Pusdiklatwas BPKP 2008
90
Kode Etik dan Standar Audit
3)
Kendala terhadap Prinsip Independensi dan Objektivitas Jika prinsip independensi dan objektivitas tidak dapat dicapai baik secara fakta maupun dalam kesan, hal ini harus diungkapkan kepada pihak yang berwenang. Teknis dan rincian pengungkapan ini tergantung kepada alasan tidak terpenuhinya prinsip independensi dan objektivitas tersebut.
c.
Keahlian dan Kecermatan Profesional Penugasan harus dilaksanakan dengan memerhatikan keahlian dan kecermatan profesional. 1)
Keahlian Auditor internal harus memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan
kompetensi
lainnya
yang
dibutuhkan
untuk
melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi Audit Internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. a)
Penanggung jawab Fungsi Audit Internal harus memperoleh saran dan asistensi dari pihak yang kompeten
jika
pengetahuan,
ketrampilan,
dan
kompetensi dari staf auditor internal tidak memadai untuk
pelaksanaan
sebagian
atau
seluruh
penugasannya. b)
Auditor Internal harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat mengenali, meneliti, dan menguji adanya indikasi kecurangan.
Pusdiklatwas BPKP 2008
91
Kode Etik dan Standar Audit
c)
Fungsi Audit Internal secara kolektif harus memiliki pengetahuan tentang risiko dan pengendalian yang penting dalam bidang teknologi informasi dan teknikteknik audit
berbasis
teknologi
informasi
yang
tersedia. 2)
Kecermatan Profesional Auditor Internal harus menerapkan kecermatan dan ketrampilan yang layaknya dilakukan oleh seorang auditor internal yang prudent dan kompeten. Dalam
menerapkan
kecermatan
profesional
auditor
internal perlu mempertimbangkan: a)
Ruang lingkup penugasan.
b)
Kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan.
c)
Kecukupan
dan
efektivitas
manajemen
risiko,
pengendalian, dan proses governance. d)
Biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalam penugasan.
e)
Penggunaan teknik-teknik audit berbantuan komputer dan teknik-teknik analisis lainnya.
3)
Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan (PPL) Auditor
internal
harus
meningkatkan
pengetahuan,
ketrampilan, dan kompetensinya melalui Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan.
Pusdiklatwas BPKP 2008
92
Kode Etik dan Standar Audit
d.
Program Quality Assurance Fungsi Audit Internal Penanggung
jawab
Fungsi
Audit
Internal
harus
mengembangkan dan memelihara program quality assurance, yang mencakup seluruh aspek dari fungsi audit internal dan secara terus menerus memonitor efektivitasnya. Program ini mencakup penilaian kualitas internal dan eksternal secara periodik serta pemantauan internal yang berkelanjutan. Program ini harus dirancang untuk membantu fungsi audit internal dalam menambah nilai dan meningkatkan operasi perusahaan serta memberikan jaminan bahwa fungsi audit internal telah sesuai dengan Standar dan Kode Etik Audit Internal. 1)
Penilaian terhadap Program Quality Assurance Fungsi audit internal harus menyelenggarakan suatu proses untuk memonitor dan menilai efektivitas program quality assurance secara keseluruhan. Proses ini harus mencakup
penilaian
(assessment)
internal
maupun
eksternal. a)
Penilaian
Internal.
Fungsi audit
internal
harus
melakukan penilaian internal yang mencakup: •
Reviu yang berkesinambungan atas kegiatan dan kinerja fungsi audit internal, dan
•
Reviu
berkala
yang
dilakukan
melalui
self
assessment atau oleh pihak lain dari dalam organisasi yang memiliki pengetahuan tentang standar dan praktek audit internal. b)
Penilaian
Eksternal.
Penilaian
eksternal
harus
dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam tiga
Pusdiklatwas BPKP 2008
93
Kode Etik dan Standar Audit
tahun oleh pihak luar perusahaan yang independen dan kompeten. 2)
Pelaporan Program Quality Assurance Penanggung jawab fungsi audit internal harus melaporkan hasil reviu dari pihak eksternal kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.
3)
Pernyataan Kesesuaian dengan SPAI Dalam laporan kegiatan periodiknya, auditor internal harus memuat pernyataan bahwa aktivitasnya ‘dilaksanakan sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal’. Pernyataan ini harus didukung dengan hasil penilaian Program Quality Assurance.
4)
Pengungkapan atas Ketidakpatuhan Dalam hal terdapat ketidak-patuhan terhadap SPAI dan Kode Etik yang mempengaruhi ruang lingkup dan aktivitas fungsi audit internal secara signifikan, maka hal ini harus diungkapkan kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.
2. Standar Kinerja a.
Pengelolaan Fungsi Audit Internal Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengelola fungsi audit internal secara efektif dan efisien untuk memastikan bahwa kegiatan fungsi tersebut memberikan nilai tambah bagi organisasi.
Pusdiklatwas BPKP 2008
94
Kode Etik dan Standar Audit
1)
Perencanaan Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun perencanaan yang berbasis risiko (risk-based plan) untuk menetapkan prioritas kegiatan audit internal, konsisten dengan tujuan organisasi. Rencana penugasan audit internal harus berdasarkan penilaian risiko yang dilakukan paling sedikit setahun sekali. Masukan dari pimpinan dan dewan pengawas organisasi
serta
perkembangan
terkini
harus
juga
dipertimbangkan dalam proses ini. Rencana penugasan audit internal harus mempertimbangkan potensi untuk meningkatkan
pengelolaan
risiko,
memberikan
nilai
tambah dan meningkatkan kegiatan organisasi. 2)
Komunikasi dan Persetujuan Penanggung
jawab
fungsi
audit
internal
harus
mengomunikasikan rencana kegiatan audit, dan kebutuhan sumberdaya kepada pimpinan dan dewan pengawas organisasi untuk mendapat persetujuan. Penanggung jawab fungsi audit internal juga harus mengomunikasikan dampak yang mungkin timbul karena adanya keterbatasan sumberdaya. 3)
Pengelolaan Sumberdaya Penanggung jawab fungsi audit internal harus memastikan bahwa sumberdaya fungsi audit internal sesuai, memadai, dan dapat digunakan secara efektif untuk mencapai rencana-rencana yang telah disetujui.
Pusdiklatwas BPKP 2008
95
Kode Etik dan Standar Audit
4)
Kebijakan dan Prosedur Penanggung jawab fungsi audit internal harus menetapkan kebijakan
dan
prosedur
sebagai
pedoman
bagi
pelaksanaan kegiatan fungsi audit internal. 5)
Koordinasi Penanggung
jawab
berkoordinasi
dengan
organisasi
yang
fungsi
audit
pihak
internal
melakukan
internal dan
pekerjaan
harus
eksternal
audit
untuk
memastikan bahwa lingkup seluruh penugasan tersebut sudah memadai dan meminimalkan duplikasi. 6)
Laporan kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Penanggung
jawab
fungsi
audit
internal
harus
menyampaikan laporan secara berkala kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas mengenai perbandingan rencana dan
realisasi
yang
mencakup
sasaran,
wewenang,
tanggung jawab, dan kinerja fungsi audit internal. Laporan ini
harus
memuat
permasalahan
mengenai
risiko,
pengendalian, proses governance, dan hal lainnya yang dibutuhkan atau diminta oleh pimpinan dan dewan pengawas.
b.
Lingkup Penugasan Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses pengelolaan risiko, pengendalian,
dan
governance,
dengan
menggunakan
pendekatan yang sistematis, teratur dan menyeluruh.
Pusdiklatwas BPKP 2008
96
Kode Etik dan Standar Audit
1)
Pengelolaan Risiko Fungsi audit internal harus membantu organisasi dengan cara mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko signifikan dan
memberikan
kontribusi
terhadap
peningkatan
pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern. 2)
Pengendalian Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam memelihara pengendalian intern yang efektif dengan cara mengevaluasi
kecukupan,
efisiensi
dan
efektivitas
pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian intern secara berkesinambungan. a)
Berdasarkan hasil penilaian risiko, fungsi audit internal efektivitas
harus
mengevaluasi
sistem
kecukupan
pengendalian
intern,
dan yang
mencakup governance, kegiatan operasi dan sistem informasi organisasi. Evaluasi sistem pengendalian intern harus mencakup: •
Efektivitas dan efisiensi kegiatan operasi.
•
Keandalan dan integritas informasi.
•
Kepatuhan
terhadap
peraturan
perundang-
undangan yang berlaku. • b)
Pengamanan aset organisasi.
Fungsi audit internal harus memastikan sampai sejauh mana sasaran dan tujuan program serta kegiatan operasi telah ditetapkan dan sejalan dengan sasaran dan tujuan organisasi.
Pusdiklatwas BPKP 2008
97
Kode Etik dan Standar Audit
c)
Auditor internal harus mereviu kegiatan operasi dan program untuk memastikan sampai sejauh mana hasil-hasil yang diperoleh konsisten dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
d)
Untuk mengevaluasi sistem pengendalian intern diperlukan kriteria yang memadai.
3)
Proses Governance Fungsi audit internal harus menilai dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuan-tujuan berikut: a)
Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai di dalam organisasi.
b)
Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang efektif dan akuntabel.
c)
Secara
efektif
mengomunikasikan
risiko
dan
pengendalian kepada unit-unit yang tepat di dalam organisasi. d)
Secara efektif mengoordinasikan kegiatan dari, dan mengomunikasikan informasi di antara pimpinan, dewan pengawas, auditor internal dan eksternal serta manajemen.
Fungsi audit internal harus mengevaluasi rancangan, implementasi dan efektivitas dari kegiatan, program dan sasaran organisasi yang berhubungan dengan etika organisasi.
Pusdiklatwas BPKP 2008
98
Kode Etik dan Standar Audit
c.
Perencanaan Penugasan Auditor
internal
harus
mengembangkan
dan
mendokumentasikan rencana untuk setiap penugasan yang mencakup
ruang
lingkup,
sasaran,
waktu,
dan
alokasi
sumberdaya. 1)
Pertimbangan Perencanaan Dalam merencanakan penugasan, auditor internal harus mempertimbangkan: a)
Sasaran dan kegiatan yang sedang direviu dan mekanisme yang digunakan kegiatan tersebut dalam mengendalikan kinerjanya.
b)
Risiko
signifikan
sumberdaya,
dan
pengendalian
yang
atas operasi
kegiatan, yang
diperlukan
sasaran,
direviu
untuk
serta
menekan
dampak risiko ke tingkat yang dapat diterima oleh organisasi. c)
Kecukupan dan efektivitas pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern.
d)
Peluang
yang
signifikan
untuk
meningkatkan
pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern. 2)
Sasaran Penugasan Sasaran untuk setiap penugasan harus ditetapkan.
3)
Ruang Lingkup Penugasan Agar sasaran penugasan tercapai maka fungsi audit internal harus menentukan ruang lingkup penugasan yang memadai.
Pusdiklatwas BPKP 2008
99
Kode Etik dan Standar Audit
4)
Alokasi Sumber Daya Penugasan Auditor internal harus menentukan sumber daya yang sesuai untuk mencapai sasaran penugasan. Penugasan staf harus didasarkan pada evaluasi atas sifat dan kompleksitas
penugasan,
keterbatasan
waktu,
dan
ketersediaan sumber daya. 5)
Program Kerja Penugasan Auditor internal harus menyusun dan mendokumentasikan program
kerja
dalam
rangka
mencapai
sasaran
penugasan. Program
kerja
harus
mengidentifikasi,
menetapkan
menganalisis,
mendokumentasikan
informasi
prosedur
mengevaluasi, selama
untuk dan
penugasan.
Program kerja ini harus memperoleh persetujuan sebelum dilaksanakan. Perubahan atau penyesuaian atas program kerja harus segera mendapat persetujuan.
d.
Pelaksanaan Penugasan Dalam
melaksanakan
mengidentifikasi,
audit,
menganalisis,
auditor
internal
harus
mengevaluasi,
dan
mendokumentasikan informasi yang memadai untuk mencapai tujuan penugasan. 1)
Mengidentifikasi Informasi Auditor internal harus mengidentifikasi informasi yang memadai, handal, relevan, dan berguna untuk mencapai sasaran penugasan.
Pusdiklatwas BPKP 2008
100
Kode Etik dan Standar Audit
2)
Analisis dan Evaluasi Auditor internal harus mendasarkan kesimpulan dan hasil penugasan pada analisis dan evaluasi yang tepat.
3)
Dokumentasi Informasi Auditor internal harus mendokumentasikan informasi yang relevan
untuk
mendukung
kesimpulan
dan
hasil
penugasan. 4)
Supervisi Penugasan Setiap penugasan harus disupervisi dengan tepat untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kemampuan staf.
e.
Komunikasi Hasil Penugasan Auditor internal harus mengomunikasikan hasil penugasannya secara tepat waktu. 1)
Kriteria Komunikasi Komunikasi
harus
mencakup
sasaran
dan
lingkup
penugasan, simpulan, rekomendasi, dan rencana tindak lanjutnya. a)
Komunikasi memungkinkan
akhir
hasil
memuat
opini
penugasan, keseluruhan
bila dan
kesimpulan auditor internal. b)
Auditor internal perlu memberikan apresiasi, dalam komunikasi hasil penugasan, terhadap kinerja yang memuaskan dari kegiatan yang direviu.
Pusdiklatwas BPKP 2008
101
Kode Etik dan Standar Audit
c)
Bilamana hasil penugasan disampaikan kepada pihak di luar organisasi, maka pihak yang berwenang harus menetapkan pembatasan dalam distribusi dan penggunaannya.
2)
Kualitas Komunikasi Komunikasi yang disampaikan baik tertulis maupun lisan harus akurat, objektif, jelas, ringkas, konstruktif, lengkap, dan tepat waktu. Kesalahan
dan
kealpaan.
Jika
komunikasi
final
mengandung kesalahan dan kealpaan, penanggung jawab fungsi audit internal harus mengomunikasikan informasi yang telah dikoreksi kepada semua pihak yang telah menerima komunikasi sebelumnya. 3)
Pengungkapan atas Ketidak-patuhan terhadap Standar Dalam hal terdapat ketidak-patuhan terhadap standar yang mempengaruhi penugasan tertentu, komunikasi hasil-hasil penugasan harus mengungkapkan:
4)
•
Standar yang tidak dipatuhi.
•
Alasan ketidak-patuhan.
•
Dampak dari ketidak-patuhan terhadap penugasan.
Penyampaian Hasil-hasil Penugasan Penanggung
jawab
fungsi
audit
internal
harus
mengomunikasikan hasil penugasan kepada pihak yang berhak.
Pusdiklatwas BPKP 2008
102
Kode Etik dan Standar Audit
f.
Pemantauan Tindak Lanjut Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun dan menjaga sistem untuk memantau tindak lanjut hasil penugasan yang telah dikomunikasikan kepada manajemen. Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun prosedur tindak lanjut untuk memantau dan memastikan bahwa manajemen telah melaksanakan tindak lanjut secara efektif, atau menanggung risiko karena tidak melakukan tindak lanjut.
g.
Resolusi Penerimaan Risiko oleh Manajemen Apabila manajemen senior telah memutuskan untuk menanggung risiko residual yang sebenarnya tidak
dapat
organisasi, fungsi
diterima
oleh
penanggung
jawab
audit
mendiskusikan
internal masalah
harus ini
dengan manajemen senior. Jika diskusi menghasilkan
tersebut keputusan
tidak yang
memuaskan, maka penanggung jawab fungsi audit internal dan manajemen senior harus melaporkan hal tersebut kepada Pimpinan
dan
Dewan
Pengawas
Organisasi
untuk
mendapatkan resolusi.
Pusdiklatwas BPKP 2008
103
Kode Etik dan Standar Audit
E.
LATIHAN SOAL 1.
Standar Audit yang berlaku bagi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah terdiri dari berapa kategori? Sebutkan satu persatu!
2.
Apa alasan bahwa pertanggung-jawaban keuangan manajemen harus diperiksa oleh auditor yang independen? Apakah manajemen tidak mampu untuk menyajikan laporan pertanggungjawaban yang baik?
3.
Jika sebuah kantor/organisasi audit pemerintah menugaskan dua orang auditor yang baru lulus dari universitas dan belum pernah melaksanakan audit (namun memiliki nilai akademis yang tinggi) untuk melaksanakan suatu penugasan audit, apakah penugasan ini telah memenuhi standar umum APIP? Apa alasan Saudara?
4.
Apa saja yang harus dimiliki auditor untuk memenuhi standar umum yang pertama (keahlian dan pelatihan)?
5.
APIP dan para auditornya harus senantiasa mewaspadai setiap kendala yang dapat mempengaruhi independensi dalam audit yang sedang dilakukannya baik kendala pribadi maupun kendala eksternal. Harap Saudara jelaskan apa saja kendala pribadi dan kendala eksternal tersebut!
6.
Dalam suatu penugasan audit, Saudara menemukan bahwa di dalam sistem pengelolaan bahan baku terdapat kelemahan di mana setiap pengeluaran bahan baku tidak didasarkan atas bon pengeluaran barang, namun hanya berdasarkan nota telepon dari kepala bagian produksi. Dalam hal ini, apa reaksi Saudara ? Apakah langsung memberikan instruksi kepada kepala gudang untuk memperbaiki kelemahan tersebut ? Jelaskan alasan Saudara!
Pusdiklatwas BPKP 2008
104
Kode Etik dan Standar Audit
7.
Sistem kendali mutu yang memadai meliputi suatu pengujian sejumlah sampelkegiatan pelaksanaan audit secara sistematis. Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan apa ?
8.
Supervisi, berupa bimbingan dan pengawasan terhadap para asisten, diperlukan untuk mencapai tujuan audit dan menjaga mutu audit. Supervisi harus dilakukan dalam semua penugasan tanpa memandang tingkat pengalaman auditor yang bersangkutan. Supervisi ini dilakukan untuk memastikan apa saja ?
9.
Sebutkan jenis-jenis bukti audit !
10. Apa yang dimaksudkan dengan bukti relevan dan bukti kompeten ? 11. Apa saja yang harus didokumentasikan dalam Kertas Kerja Audit (KKA)? 12. Apa tujuan Kertas Kerja Audit ? 13. Agar dapat memenuhi tujuannya, KKA harus memenuhi syaratsyarat tertentu. Sebutkan syarat-syarat tersebut ! 14. Dalam standar pelaporan disebutkan bahwa temuan dan simpulan yang disampaikan kepada auditan harus dikemukakan secara objektif. Apa maksudnya? 15. Unsur-unsur apa saja yang harus ada dalam setiap temuan hasil pemeriksaan? 16. Apa lingkup penilaian sistem pengendalian intern dalam audit operasional? 17. APIP melakukan audit dengan standar audit sendiri, berarti APIP dalam menjalankan tugas auditnya tidak mengikuti standar audit yang
telah
ditetapkan
Ikatan
Akuntan Indonesia.
Benarkah
pernyataan ini ? Jelaskan jawaban Saudara !
Pusdiklatwas BPKP 2008
105
Kode Etik dan Standar Audit
18. Banyak temuan hasil pemeriksaan APIP yang tidak ditindak-lanjuti oleh auditan, sehingga akumulasinya sangat material dan di samping
menimbulkan
citra
negatif
mengenai
keberhasilan
pengawasan, juga menimbulkan beban administrasi yang tidak ringan. Sebagai bahan diskusi, apa saja penyebab tidak ditindaklanjutinya temuan hasil pemeriksaan dalam kaitannya dengan standar audit ? 19. Bentuk dan isi laporan harus disusun sedemikian rupa, sehingga memenuhi tujuan audit, jelas, mudah dimengerti, lengkap dan objektif. Bentuk dan isi laporan audit tersebut sekurang-kurangnya harus mencakup hal-hal apa ? 20. Menurut standar audit, apa yang harus dilakukan auditor jika mendapatkan temuan yang berindikasi melawan hukum?
Pusdiklatwas BPKP 2008
106
Kode Etik dan Standar Audit
Telah disampaikan pada bab pendahuluan bahwa setiap profesi yang memberikan
jasa
pelayanan
kepercayaan dari masyarakat
kepada
masyarakat
pengguna
jasa
perlu
mendapatkan
profesi tersebut.
Tanpa
kepercayaan, profesi tersebut akan musnah. Selaku APIP, untuk menjaga kepercayaan masyarakat, dan tentunya juga pemerintah yang merupakan stakeholder APIP, kita semua perlu menjaga perilaku agar sesuai dengan etika yang berlaku dan senantiasa
memenuhi standar
mutu kerja yang telah tetapkan. Prinsip umum sikap seorang auditor yang harus bekerja secara profesional, independen dan objektif harus dipegang teguh, sehingga tercermin ciri yang unik dan spesifik dari profesi audit, sekaligus memberikan martabat yang tinggi bagi APIP. Perlu disadari bersama bahwa setiap pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh seorang anggota profesi audit, akan memberikan citra buruk bagi profesi audit secara umum di mata masyarakat, demikian pula jika penugasan
Pusdiklatwas BPKP 2008
107
Kode Etik dan Standar Audit
dilaksanakan dengan mutu di bawah standar, hal ini akan memberikan dampak yang kurang lebih sama. Godaan yang dihadapi APIP memang banyak dan terkadang sangat menggiurkan, tapi martabat profesi justru diukur antara lain dari kemampuan untuk menepis godaan tersebut dan tetap bersikap objektif. Kode etik APIP dan standar audit APIP adalah amanat profesi yang harus kita jaga dan laksanakan bersama,
agar
martabat
APIP
di
mata
para
stakeholders mendapat tempat yang terhormat dan hasil kerja APIP diharapkan dapat benar-benar memberikan andil yang berarti bagi kemajuan bangsa.
Pusdiklatwas BPKP 2008
108
Kode Etik dan Standar Audit
Arens, Alvin A., Beasley, Mark S., and Elder, Randel J., Auditing and Assurance Services, Ptentice Hall, 11th edition, 2007 Assegaf, Ibrahim Abdulah, Dictionary of Accounting, cetakan I, 1991 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Aturan Perilaku Pegawai BPKP, 1993/1994 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Aturan Perilaku Pemeriksa BPKP, 1993 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA-APFP), 1996 Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, 2004 Collins Cobuild, English Dictionary, 2000 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke sembilan, 1997 Eric E. Kohler, A Dictionary for Accountants, edisi ke lima, 1979 Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Januari 2001 Sawyer., L.B., Dittenhofer, M.A., Sawyer s Internal Auditing, The Practice of Modern Internal Auditing, The Institute of Internal Auditing, 5th ed.,2003
Pusdiklatwas BPKP 2008
109
Kode Etik dan Standar Audit
Lampiran 1 KUTIPAN STANDAR PENGENDALIAN MUTU IAI Standar Pengendali Mutu Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) SPM Seksi 200 Perumusan Kebijakan dan Prosedur Pengendalian Mutu, terdapat 9 unsur kebijakan dan prosedur kendali mutu audit yang wajib dibuat, yaitu : 1.
Independen, yang memberikan keyakinan memadai bahwa, pada setiap lapis organisasi, semua staf profesional mempertahankan independensi sebagaimana diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik. Secara rinci, Aturan Etika No.1, Integritas, Objektivitas dan Independensi, memuat contoh-contoh penerapan yang berlaku untuk akuntan publik.
2.
Penugasan Personil, yang memberikan keyakinan memadai bahwa penugasan akan dilaksanakan oleh staf profesional yang memiliki tingkat pelatihan dan keakhlian teknis untuk penugasan tersebut. Dalam proses penugasan personil, sifat dan lingkup supervisi harus dipertimbangkan. Umumnya, apabila personil yang ditugaskan semakin cakap dan berpengalaman, maka supervisi secara langsung terhadap personil tersebut, semakin tidak diperlukan.
3.
Konsultasi, yang memberikan keyakinan memadai bahwa personil akan memperoleh informasi yang memadai sesuai yang dibutuhkan dari orang yang memiliki tingkat pengetahuan, kompetensi, pertimbangan (judgement) yang memadai. Sifat konsultasi akan tergantung atas beberapa faktor, antara lain ukuran KAP dan tingkat pengetahuan, kompetensi dan pertimbangan yang dimiliki oleh staf pelaksana perikatan.
4.
Supervisi, yang memberikan keyakinan memadai bahwa pelaksanaan perikatan memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh KAP. Lingkup supervisi dan review yang sesuai pada kondisi tertentu, tergantung atas beberapa faktor, antara lain kerumitan masalah, kualifikasi staf pelaksana perikatan, dan lingkup konsultasi yang tersedia dan yang telah digunakan. Tanggung jawab KAP untuk menetapkan prosedur mengenai supervisi berbeda dengan tanggung jawab staf secara individual untuk merencanakan dan melakukan supervisi secara memadai atas perikatan tertentu.
5.
Pemekerjaan (Hiring), yang memberikan keyakinan memadai bahwa semua staf profesionalnya memiliki karakteristik yang tepat sehingga memungkinkan mereka melakukan perikatan secara kompeten. Akhirnya, mutu pekerjaan KAP tergantung kepada integritas, kompetensi dan motivasi personil yang melaksanakan dan melakukan supervisi atas pekerjaan. Oleh karena itu, program pemekerjaan KAP menjadi salah satu unsur penentu untuk mempertahankan mutu pekerjaan KAP.
6.
Pengembangan Profesional, yang memberikan keyakinan memadai bahwa personil memiliki pengetahuan memadai sehingga memungkinkan mereka memenuhi tanggungjawabnya. Pendidikan profesional berkelanjutan dan pelatihan merupakan wahana bagi KAP untuk memberikan kepada personilnya pengetahuan memadai untuk memenuhi tanggung jawab mereka dan untuk kemajuan karier mereka di KAP.
Pusdiklatwas BPKP 2008
Lampiran 1 hal. 1 -- 2
Kode Etik dan Standar Audit
7.
Promosi (Advancement), yang memberikan keyakinan memadai bahwa semua personil terseleksi untuk promosi memiliki kualifikasi seperti yang disyaratkan untuk lapis tanggung jawab yang lebih tinggi. Praktik promosi personil akan berakibat terhadap mutu pekerjaan KAP. Kualikasi personil terseleksi untuk promosi harus mencakup, tetapi tidak terbatas pada, karakter, inteligensi, pertimbangan (judgement), dan motivasi.
8.
Penerimaan dan berkelanjutan klien, memberikan keyakinan memadai bahwa perikatan dari klien akan diterima atau dilanjutkan untuk meminimumkan hubungan dengan klien yang manajemennya tidak memiliki integritas. Adanya keharusan bagi KAP untuk menetapkan prosedur dengan tujuan seperti tersebut, tidak berarti bahwa KAP bertugas untuk menentukan integritas atau keandalan klien, dan tidak juga berarti bahwa KAP berkewajiban kepada siapapun, kecuali kepada dirinya, untuk menerima, menolak atau mempertahankan kliennya. Namun, dengan berdasarkan pada prinsip pertimbangan hati-hati (prudence), KAP disarankan selektif dalam menentukan hubungan profesionalnya.
9.
Inspeksi, yang memberikan keyakinan memadai bahwa prosedur yang berhubungan dengan unsur-unsur pengendalian mutu, seperti tersebut pada 1 s.d. 8, telah diterapkan secara efektif. Prosedur inspeksi dapat dirancang dan dilaksanakan oleh individu yang bertindak mewakili kepentingan manajemen KAP. Jenis prosedur inspeksi yang akan digunakan tergantung kepada pengendalian yang ditetapkan oleh KAP dan penetapan tanggung jawab di KAP untuk melaksanakan kebijakan dan prosedur pengendalian mutunya.
Pusdiklatwas BPKP 2008
Lampiran 1 hal. 2 -- 2
Kode Etik dan Standar Audit
Lampiran 2 KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA Etika profesi bagi akuntan di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tahun 1973, kemudian disempurnakan tahun 1981 dan tahun 1986. Selanjutnya etika tersebut disempurnakan lagi tahun 1987 dan tahun 1994 diberi nama Kode Etik Akuntan Indonesia (KEAI). Setiap manusia yang memberikan jasa berdasarkan pengetahuan dan keahlian, harus memiliki tanggung jawab kepada pihak-pihak yang terpengaruh oleh jasanya tersebut. Akuntan, yang pemakaian gelarnya dilindungi oleh UU No. 34 tahun 1954 adalah profesi yang berdiri di atas landasan kepercayaan masyarakat. Dengan demikian dalam melaksanakan tugasnya, akuntan harus senantiasa menjaga kepercayaan masyarakat dengan menjalankan tugasnya secara objektif dan bertanggung jawab. KEAI adalah pedoman bagi para anggota IAI agar objektif dan bertanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan profesinya. Rumusan KEAI yang dihasilkan kongres ke 6 IAI tahun 1994 terdiri atas 8 Bab, 11 pasal dan 6 pernyataan etika profesi. Pokok-pokok pernyataan etika profesi tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Integritas, Objektivitas dan Independensi (Pernyataan Etika Profesi No.1) 1)
Setiap anggota harus mempertahankan integritas dan objektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak jujur, tegas dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan objektivitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadi ;
2)
Jika terlibat sebagai auditor, setiap anggota harus mempertahankan sikap independensi . Ia harus bebas dari semua kepentingan yang bisa dipandang tidak sesuai dengan integritas maupun objektivitasnya, tanpa tergantung efek sebenarnya dari kepentingan itu ;
3)
Jika ada masalah tertentu yang belum diatur dalam standar etika profesi atau hukum negara, setiap anggota harus tetap mempertahankan integritas dan objektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadi ;
4)
Auditor harus selalu mempertahankan sikap independen in fact dan in appearance (citra bebas) selama melaksanakan tugas audit ;
5)
Dalam hal seorang anggota tidak bisa mempertahankan sikap di atas yang relevan dengan profesinya, ia harus menolak untuk menerima atau mengundurkan diri dari tugas yang bersangkutan .
Pusdiklatwas BPKP 2008
Lampiran 2 hal. 1 -- 13
Kode Etik dan Standar Audit
Hal yang dapat mempengaruhi independensi dan objektivitas seorang auditor seperti :
2.
3.
4.
1)
Hubungan keuangan dengan klien;
2)
Kedudukan dalam perusahaan yang diaudit ;
3)
Keterlibatan dalam usaha yang tidak sesuai dan tidak konsisten
4)
Pelaksanaan jasa lain untuk klien audit ;
5)
Hubungan keluarga dan pribadi ;
6)
Imbalan atas jasa profesional ;
7)
Penerimaan barang atau jasa dari klien ;
8)
Pemberian barang atau jasa kepada klien.
Kecakapan Profesional (Pernyataan Etika Profesi No.2) 1)
Seorang anggota harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar profesi yang relevan. Jika seseorang mempekerjakan staf dan ahli lainnya untuk melaksanakan tugas profesionalnya, ia harus menjelaskan kepada mereka mengenai keterikatan akuntan pada kode etik. Dan ia tetap bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut secara keseluruhan. Ia juga berkewajiban untuk bertindak sesuai dengan kode etik, jika ia memilih ahli lain untuk memberikan saran atau bila merekomendasikan ahli lain itu kepada kliennya;
2)
Setiap anggota harus meningkatkan kecakapan profesionalnya, agar mampu memberikan manfaat optimal dalam pelaksanaan tugasnya;
3)
Setiap anggota harus menolak setiap penugasan yang tidak akan dapat diselesaikannya atau tidak sesuai dengan keakhlian profesionalnya.
Pengungkapan Informasi/Rahasia Klien (Pernyataan Etika Profesi No.3) 1)
Setiap anggota harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam tugasnya dan tidak boleh terlibat dalam pengungkapan dan pemanfaatan informasi tersebut, tanpa seizin pihak yang memberi tugas, kecuali jika hal tersebut dikehendaki oleh standar profesi, hukum atau negara ;
2)
Auditor harus tetap menjaga informasi rahasia pemberi tugas walaupun ia sudah bukan auditor pemberi tugas tersebut ;
3)
Kewajiban menjaga informasi rahasia klien tersebut juga berlaku bagi staf yang membantunya, dan pihak yang dimintai pendapat atau bantuannya. Ia harus menjelaskan dan tetap bertanggungjawab atas kerahasiaan informasi tersebut.
Iklan Bagi Kantor Akuntan Publik (Pernyataan Etika Profesi No.4) 1)
Seorang akuntan publik tidak boleh membuat iklan yang menipu atau bentuk pendekatan lain yang palsu dan menyesatkan karena bertentangan dengan kepentingan umum ;
Pusdiklatwas BPKP 2008
Lampiran 2 hal. 2 -- 13
Kode Etik dan Standar Audit
2)
5.
6.
Jika terlibat dalam profesi akuntan publik, setiap anggota tidak boleh menawarkan jasanya secara tertulis kepada calon klien, kecuali atas permintaan klien. Dalam hal ini KAP diperkenankan untuk memberikan Company Profile.
Komunikasi Antar Akuntan Publik (Pernyataan Etika Profesi No.5) 1)
Setiap anggota yang berprofesi sebagai akuntan publik harus memelihara hubungan baik dengan rekan seprofesi. Hal ini terutama berlaku bila ia mengganti atau diganti oleh rekan seprofesi dalam jasa audit atau bila ada kebutuhan untuk bekerja sama;
2)
Setiap anggota yang berprofesi sebagai akuntan publik tidak boleh memberi saran atau pandangan mengenai masalah akuntansi atau pemeriksaan akuntan kepada orang atau badan yang diperiksa oleh rekan akuntan publik lain tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan rekan yang bersangkutan ;
3)
Akuntan publik pengganti tidak boleh menerima penugasan atas klien yang sama, apabila antara akuntan terdahulu dengan klien tersebut timbul masalah audit fee yang belum diselesaikan.
Perpindahan Staff/Partner dari Satu Kantor Akuntan ke Kantor Akuntan Yang Lain (Pernyataan Etika Profesi No.6) 1)
2)
Staf / partner pada suatu KAP yang hendak pindah bekerja pada KAP yang lain harus : a.
Mengajukan permohonan selambat-lambatnya 1-2 bulan untuk staf dan 6 bulan untuk partner kepada KAP terdahulu;
b.
Dengan persetujuan KAP terdahulu.
Staf/Partner dari suatu KAP tertentu yang pindah bekerja pada KAP lain tidak boleh memperlihatkan/membawa/menggunakan audit working paper, management letter dan atau informasi lainnya kepada KAP baru tempatnya bekerja.
Berdasarkan hasil Kongres ke 7 IAI tahun 1998, telah dilakukan beberapa perubahan pada kerangka kode etik IAI, sehingga menjadi sebagai berikut : 1.
Prinsip Etika, yang mengikat seluruh anggota IAI, dan merupakan produk kongres.
2.
Aturan Etika, yang mengikat kepada anggota kompartemen dan merupakan produk Rapat Anggota Kompartemen. Aturan etika tidak boleh bertentangan dengan prinsip etika.
3.
Interpretasi Aturan Etika, merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh kompartemen setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Pusdiklatwas BPKP 2008
Lampiran 2 hal. 3 -- 13
Kode Etik dan Standar Audit
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini, sebagaimana telah diuraikan pada halaman-halaman sebelum ini dapat dipakai sebagai interpretasi, sebelum adanya interpretasi baru. Adapun Prinsip Etika Profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional, terdiri atas 8 prinsip, yang secara lengkap dikutip sebagai berikut : 1.
Tanggung Jawab Profesi Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. 01.
2.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerjaa sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
Kepentingan Umum (Publik) Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. 01.
Satu ciri dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri atas klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada objektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
02.
Profesi akuntan dapat tetap berbeda pada posisi yang penting ini hanya dengan terus-menerus memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi dan sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.
03.
Dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak
Pusdiklatwas BPKP 2008
Lampiran 2 hal. 4 -- 13
Kode Etik dan Standar Audit
dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya. 04.
Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, objektivitas, keseksamaan professional, dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.
05.
Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
06.
Tanggung jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititikberatkan pada kepentingan publik, misalnya : § Auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung pemberian pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memperoleh modal ; § Eksekutif keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam oorganisasi dan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya organisasi ; § Auditor intern memberikan keyakinan tentang struktur pengendalian intern yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi kerja kepada pihak luar ; § Ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta penerapan yang adil dari system pajak ; dan § Konsultan manajemen mempunyai tanggung jawab terhadap kepentingan umum dalam membantu pembuatan keputusan manajemen yang baik
3.
Integritas Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. 01.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
02.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan
Pusdiklatwas BPKP 2008
Lampiran 2 hal. 5 -- 13
Kode Etik dan Standar Audit
pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4.
03.
Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
04.
Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip objektivitas dan kehati-hatian professional.
Objektivitas Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. 01.
Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota . Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
02.
Anggota bekerja dalam berbagai kaapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan objektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemen di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apa pun jasa atau kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara objektivitas.
03.
Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan objektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap factor-faktor berikut : a.
Adakalanya anggota dihadapkan pada situasi yang memungkinkan mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu objektivitasnya.
b.
Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua ssituasi di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk mengidentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak objektivitas anggota.
c.
Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias pengaruh lainnya untuk melanggar objektivitas harus dihindari.
Pusdiklatwas BPKP 2008
atau
Lampiran 2 hal. 6 -- 13
Kode Etik dan Standar Audit
5.
d.
Anggota memiliki kewajiban untuk memstikan bahwa orang-orang yang terlibat dalam pemberiaan jasa profesional mematuhi prinsip objektivitas.
e.
Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orangorang yang berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehatihatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legistasi dan teknik yang paling mutakhir. 01.
Kehati-hatian professional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
02.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogianya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi professional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase terpisah : a.
Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian kompetensi professional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian professional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.
b.
Pemeliharaan Kompetensi Profesional. §
Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan professional secara berkesinambungan selama kehidupan professional anggota.
§
Pemeliharaan kompetensi professional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing, dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan.
§
Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa
Pusdiklatwas BPKP 2008
Lampiran 2 hal. 7 -- 13
Kode Etik dan Standar Audit
professional yang internasional.
6.
konsisten
dengan
standar
nasional
dan
03.
Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan professional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau penyerahan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung jawab yang harus dipenuhinya.
04.
Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung jawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku.
05.
Kehati-hatian professional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan professional yang menjadi tanggung jawabnya.
Kerahasiaan Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. 01.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa professional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
02.
Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau professional untuk mengungkapkan informasi.
03.
Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
04.
Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa professional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.
05.
Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia tentang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan
Pusdiklatwas BPKP 2008
Lampiran 2 hal. 8 -- 13
Kode Etik dan Standar Audit
informasi dengan tujuan memenuhi tanggung jawab anggota berdasarkan standar professional. 06.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa professional dapat atau perlu diungkapkan.
07.
Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan. a.
Apabila pengungkapan diizinkan. Jika persetujuan untuk mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan.
b.
Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa contoh di mana anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia adalah :
c.
7.
§
Untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum; dan
§
Untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik
Ketika ada kewajiban atau hak professional untuk mengungkapkan: §
Untuk mematuhi standar teknis dan aturan etika ; pengungkapan seperti itu tidak bertentangan dengan prinsip etika ini;
§
Untuk melindungi kepentingan professional anggota dalam sidang pengadilan ;
§
Untuk menaati penelaahan mutu (atau penelaahan sejawat) IAI atau badan professional lainnya ; dan
§
Untuk menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau badan pengatur.
Perilaku Profesional Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8.
Standar Teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keakhliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk
Pusdiklatwas BPKP 2008
Lampiran 2 hal. 9 -- 13
Kode Etik dan Standar Audit
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas. 01.
Standar teknis professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
Selanjutnya di bawah ini disajikan contoh Aturan Etika, yaitu Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang berlaku di kalangan Kantor Akuntan Publik (KAP). Isinya adalah sebagai berikut : 100
INDEPENDENSI, INTEGRITAS DAN OBJEKTIVITAS 101
Independensi Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance).
102
Integritas dan Objektivitas Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangan kepada pihak lain.
200 STANDAR UMUM DAN PRINSIP AKUNTANSI 201
Standar Umum Anggota KAP harus mematuhi standar berikut ini beserta interpretasi yang terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI: A. Kompetensi profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional. B. Kecermatan dan keseksamaan profesional. Anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional. C. Perencanaan dan supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional.
Pusdiklatwas BPKP 2008
Lampiran 2 hal. 10 -- 13
Kode Etik dan Standar Audit
D. Data relevan yang memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi simpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya. 202
Kepatuhan terhadap Standar Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi, review, kompilasi, konsultansi manajemen, perpajakan, atau jasa profesional lainnya wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan oleh IAI.
203
Prinsip-prinsip Akuntansi Anggota KAP tidak diperkenankan : (1) menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau (2) menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku, apabila laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI. Dalam keadaan luar biasa, laporan atau data mungkin memuat penyimpangan seperti tersebut di atas. Dalam kondisi tersebut, anggota KAP dapat tetap mematuhi ketentuan dalam butir ini selama anggota KAP dapat menunjukkan bahawa laporan atau data akan menyesatkan apabila tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara mengungkapkan penyimpangan dan estimasi dampaknya (bila praktis), serta alasan mengapa kepatuhan atas prinsip akuntansi yang berlaku umum akan menghasilkan laporan yang menyesatkan
300
TANGGUNG JAWAB KEPADA KLIEN 301
Informasi Klien yang Rahasia Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk : (1) membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi (2) mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang berlaku
Pusdiklatwas BPKP 2008
Lampiran 2 hal. 11 -- 13
Kode Etik dan Standar Audit
(3) melarang review praktik profesional (review mutu) seorang Anggota sesuai dengan kewenangan IAI atau (4) menghalangi Anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAI-KAP dalam rangka penegakan disiplin Anggota. Anggota yang terlibat dalam penyidikan dan review di atas, tidak boleh memanfaatkannya untuk kepentingan diri pribadi mereka atau mengungkapkan informasi klien yang harus dirahasiakan yang diketahuinya dalam pelaksanaan tugasnya. Larangan ini tidak boleh membatasi Anggota dalam pemberian informasi sehubungan dengan proses penyidikan atau penegakan disiplin sebagaimana telah diungkapkan dalam butir (4) di atas atau review praktik profesional (review mutu) seperti telah disebutkan dalam butir (3) di atas. 302
Fee Profesional A. Besaran Fee Besarnya fee Anggota dapat bervariasi tergantung antara lain : risiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesional lainnya. Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi. B. Fee Kontinjen Fee kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional tanpa adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil tertentu di mana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak kontinjen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal perpajakan, jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan badan pengatur. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee kontinjen apabila penetapan tersebut dapat mengurangi independensi
400
TANGGUNG JAWAB KEPADA REKAN SEPROFESI 401
Tanggung Jawab kepada Rekan Seprofesi Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.
402
Komunikasi Antar Akuntan Publik Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu bila akan mengadakan perikatan (engagement) audit menggantikan akuntan
Pusdiklatwas BPKP 2008
Lampiran 2 hal. 12 -- 13
Kode Etik dan Standar Audit
publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan. Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai. 403
Perikatan Atestasi Akuntan publik tidak diperkenankan mengadakan perikatan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan perikatan yang dilakukan oleh akuntan yang lebih dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila perikatan tersebut dilaksanakan untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.
500
TANGGUNG JAWAB DAN PRAKTIK LAIN 501
Perbuatan dan Perkataan yang Mendiskriditkan Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi
502
Iklan, Promosi, dan kegiatan Pemasaran Lainnya Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi.
503
Komisi dan Fee Referal A. Komisi Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya yang diberikan kepada atau diterima dari klien/pihak lain untuk memperoleh perikatan dari klien/pihak lain. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk memberikan/menerima komisi apabila pemberian/penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi independensi. B. Fee Referal (Rujukan) Fee referal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan/diterima kepada/dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik. Fee referal (rujukan) hanya diperkenankan bagi sesama profesi.
504
Bentuk Organisasi dan KAP Anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam bentuk organisasi yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau yang tidak menyesatkan dan merendahkan citra profesi.
Pusdiklatwas BPKP 2008
Lampiran 2 hal. 13 -- 13
Pusdiklat Pengawasan BPKP Jln. Beringin II Pandansari, Ciawi Bogor 16720
ISBN 979-3873-06-X