BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak tanaman yang digunakan sebagai obat. Penggunaan bahan alam tumbuhan sebagai obat kini terpilah menjadi tiga bagian, yaitu sebagai jamu, sediaan herbal terstandarkan dan sediaan fitofarmaka (Susanti, 2009). Pada saat ini penggunaan obat-obatan herbal menjadi sebuah alternatif yang sangat digandrungi oleh masyarakat karena obat herbal mengandung bahan alami yang dianggap bersifat lebih aman dimana efek samping yang ditimbulkannya relatif kecil sehingga lebih aman digunakan daripada obat-obat modern yang memiliki banyak efek samping selain itu juga relatif lebih murah dibandingkan obat modern karena dapat dibudidayakan di sekitar pekarangan rumah (Mangan, 2003). Di alam diperkirakan hidup sekitar 40.000 spesies tumbuhan, dimana 30.000 spesies hidup di kepulauan Indonesia. Diantara 30.000 spesies tumbuhan yang hidup di kepulauan Indonesia, diketahui sekurang-kurangnya 9.600 spesies tumbuhan berkhasiat sebagai obat dan kurang lebih 300 spesies telah digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat tradisional (Kep. Menteri Kesehatan RI, 2007). Contoh tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai obat adalah kencur, kunyit, jahe, lidah buaya dan temulawak. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman asli Indonesia dan banyak tersebar di Pulau Jawa, Madura, Maluku, dan Kalimantan (Herman,1985). Saat ini selain di Asia Tenggara tanaman ini dapat ditemui di
1
2
Cina, Bardabos, India, Jepang, Korea, di Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa (Susanti, 2009). Pada mulanya tanaman temulawak banyak tumbuh liar di hutan jati, di tanah kering, tegalan, maupun padang alang-alang, tetapi karena penggunaannya yang semakin meluas maka tanaman ini banyak dibudidayakan di kebun maupun pekarangan rumah (Herman, 1985). Tanaman ini biasanya digunakan sebagai bahan jamu tradisional karena mempunyai banyak khasiat bagi kesehatan, diantaranya sebagai antioksidan, antiinflamasi serta memiliki kemampuan sebagai hepatoprotektor (Dirjen POM, 2000). Temulawak juga bermanfaat
sebagai
antihepatitis,
antikarsinogenik,
antimikroba,
antihiperlipidemia, antiviral, detoksifikasi, dan juga dapat meningkatkan fungsi ginjal (Susanti, 2009). Rimpang temulawak mengandung kurkuminoid, mineral, minyak atsiri, serta minyak/lemak. Kurkuminoid merupakan zat pigmen yang menyebabkan temulawak memiliki warna kuning. Selain pemberi warna, kurkuminoid juga merupakan salah satu komponen temulawak yang memberikan khasiat farmakologis seperti zat antiinflamasi dan memiliki aktivitas hipokolesterolemik (Sidik dkk, 1995). Kandungan kurkumin berkisar antara 1,6%–2,22% dihitung berdasarkan berat kering (Riessya, 2009). Zat tepung yang terdapat pada temulawak memiliki jumlah yang bervariasi antara 48–54% tergantung dari ketinggian tempat tumbuhnya, makin tinggi tempat tumbuhnya makin rendah kadar tepungnya. Selain tepung, temulawak juga mengandung zat gizi antara lain karbohidrat, protein, dan lemak serta serat kasar mineral seperti kalium (K), natrium (Na), magnesium (Mg), zat besi (Fe), mangan (Mn) dan Kadmium (Cd). Minyak atsiri pada temulawak mengandung fellandrean, kamfer, tumerol, tolil-
3
metilkarbinol, arkurkumen, zingiberen, kuzerenon, germakron, β-tumeron serta xanthorrhizol yang sering disebut sebagai minyak menguap (Rukmana, 1995). Kandungan dan zat-zat minyak atsiri yang terkandung dalam temulawak tersebut merupakan zat yang diduga sebagai penyebab berkhasiatnya temulawak (Riessya, 2009). Fellandrean yang terkandung dalam temulawak dapat dimanfaatkan untuk pengobatan anemia, antioksidan, dan antikanker. Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai dengan kadar sel darah merah (eritrosit), nilai packed cell volume (hematokrit), dan hemoglobin (Hb) yang lebih rendah dibandingkan normal (Soebroto, 2010). Saat kadar hemoglobin rendah maka jumlah sel darah merah pun akan rendah. Demikian pula halnya dengan nilai hematokrit. Anemia dapat terjadi karena pembentukan darah yang kurang memadai karena gizi yang tidak baik, gangguan sintesis hemoglobin termasuk defisiensi zat besi, Cu, vitamin, dan asam amino di dalam makanan. Anemia dapat juga disebabkan oleh hilangnya darah karena pendarahan dari luka atau karena parasit seperti cacing perut ataupun kutu dan apabila sel-sel darah mengalami hemolisis yang lebih cepat dibandingkan dengan pembentukannya yang baru atau apabila sel-sel darah merah tidak berhasil menjadi masak secara normal (Frandson, 1996). Pemeriksaan anemia dapat dilakukan dengan uji laboratorium dan tanda klinis yang terlihat pada hewan. Kandungan yang terdapat dalam temulawak yaitu zat tepung, kurkumin dan minyak atsiri dapat berfungsi untuk meningkatkan sel darah merah dan menjaga PCV, kadar hemoglobin dan total eritrosit tetap berada pada kisaran normal. Cara kerjanya yaitu dengan meningkatkan kerja ginjal serta sebagai anti inflamasi. Seperti yang telah diketahui bahwa sel darah merah memiliki masa
4
hidup 120 hari sejak dibentuk di jaringan hematopoietik. Pembentukkannya diatur oleh eritropoietin, suatu hormon yang disintesis diginjal kemudian keluar ke aliran darah menuju sumsum tulang sebagai respon terhadap adanya hipoksia jaringan. Dalam sumsum tulang selanjutnya terjadi mobilisasi sel stem multipoten. Dalam perkembangannya sel stem multipoten ini akan membentuk kelompok progenitor myeloid yang kemudian akan menghasilkan calon sel darah merah dan trombosit serta granulosit dan monosit. Semua proses ini berlangsung dalam sumsum tulang sebelum akhirnya lepas ke sirkulasi darah perifer dalam bentuk sel dewasa yang telah masak (Sofro, 2012). 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah pemberian jamu temulawak mampu menjaga packed cell volume (PCV) tetap normal pada mencit? 2. Apakah pemberian jamu temulawak mampu menjaga kadar hemoglobin tetap normal pada mencit? 3. Apakah pemberian jamu temulawak
mampu menjaga total eritrosit
tetap normal pada mencit? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui pengaruh pemberian packed cell volume (PCV) pada mencit.
jamu temulawak terhadap
5
2.
Untuk mengetahui pengaruh pemberian jamu temulawak terhadap kadar hemoglobin pada mencit.
3.
Untuk mengetahui pengaruh pemberian jamu temulawak terhadap total eritrosit pada mencit.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini antara lain : 1.
Dapat memberikan informasi mengenai manfaat jamu temulawak terhadap PCV, hemoglobin, dan total eritrosit pada mencit.
2.
Dapat memberikan informasi mengenai profil hematologi (packed cell volume, hemoglobin, dan total eritrosit) mencit yang diberikan jamu temulawak dalam berbagai dosis.
1.5 Kerangka Konsep Jamu temulawak dalam berbagi dosis (10mg/100grbb, 20mg/100grbb, 30mg/100grbb dan 40mg/100grbb) diberikan pada mencit selama 14 hari. Kandungan yang terdapat dalam temulawak yakni kurkuminoid dan minyak atsiri memiliki
fungsi
sebagai
hepaprotektor,
antiinflamasi,
antikarsinogenik,
meningkatkan fungsi ginjal, antihepatitis, antimikroba, dan detoksifikasi. Kandungan ini diduga mampu untuk menjaga kadar packed cell volume, hemoglobin, dan total eritrosit tetap berada pada kisaran normal dan mampu untuk memelihara status kesehatan hewan. Seperti yang kita ketahui darah merupakan salah satu parameter dari status kesehatan hewan karena darah mempunyai fungsi penting dalam pengaturan fisiologis tubuh. Fungsi darah secara umum berkaitan dengan transportasi komponen di dalam tubuh seperti nutrisi, oksigen, karbon
6
dioksida, metabolit, hormon, panas, dan imun tubuh sedangkan fungsi tambahan dari darah berkaitan dengan keseimbangan cairan dan pH tubuh (Sismin et al, 2010). Penentuan status kesehatan hewan dapat di lihat dengan melakukan pemeriksaan persentase kadar packed cell volume (PCV), hemoglobin, dan total eritrosit. Berikut adalah kerangka konsep penelitian pengaruh pemberian jamu temulawak terhadap gambaran darah mencit yang disajikan pada Gambar 2. Mencit jantan Jenis pakan Suhu kandang Air minum Umur mencit 2Jamu temulawak Berbagai dosis (10mg/100grbb, 20mg/100grbb, 30mg/100grbb, dan 40mg/100grbb)
Kurkuminoid Minyak atsiri
Mencit
Darah mencit 1. Packed cell volume 2. Hemoglobin 3. Total eritrosit Gambar 1.1 Kerangka Konsep Penelitian 1.5 Hipotesis Berdasarkan kerangka kosep tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1. Pemberian jamu temulawak mampu menjaga packed cell volume (PCV) tetap normal pada mencit jantan. 2. Pemberian jamu temulawak
mampu menjaga kadar hemoglobin tetap
normal pada mencit jantan. 3. Pemberian jamu temulawak mampu menjaga total eritrosit tetap normal pada mencit jantan.