BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemuda-pemudi khususnya siswa di Indonesia sekarang memang sangat banyak terlibat dalam perkembangan gaya hidup arus global yang terkait dengan gengsi semata. Hal ini disebabkan karena lunturnya nilai patriotisme dan nasionalisme di diri generasi muda, mereka sudah tidak memahami pentingnya nilai-nilai patriotisme. Lunturnya nilai-nilai patriotisme pada sebagian masyarakat dapat berarti awal sebuah malapetaka bagi sebuah bangsa dan negara. Fenomena itu sudah bisa terlihat dengan mulai terjadinya kemerosotan moral, mental, dan etika dalam bermasyarakat dan berbangsa terutama pada generasi muda. Pada zaman yang serba bebas sekarang ini, pergaulan merupakan faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya jati diri pemuda. Mulai dari tidak hapalnya lagu kebangsaan Indonesia Raya, selalu membeli dan memakai property dengan brand luar negeri, sampai pada terlambatnya siswa saat acara upacara bendera. Berdasarkan contoh di atas dapat dikaitkan bahwa tingkat kecintaan pada tanah air pemuda zaman sekarang sudah menurun. Pemuda zaman sekarang tidak lagi menghiraukan nilai-nilai patriotisme karena mereka cendrung ikut-ikutan ke dalam pergaulan bebas yang sedang berkembang saat ini. Berbagai
macam
indikator
permasalahan
menurunnya
nilai-nilai
patriotisme yang dialami generasi muda maka untuk menumbuhkan nilai-nilai patriotisme kembali dengan cara pendidikan di sekolah dan dengan menerapkan
1
2
seutuhnya dari tujuan pendidikan itu sendiri serta melalui pembelajaran sejarah yang mengkaji tentang perjuangan pahlawan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Agar tujuan pendidikan nasional dapat dicapai, maka harus ditunjang dengan kualitas proses pembelajaran yang bermutu yang dilaksanakan di sekolah. Menurut Tresna, Dalam menyelenggarakan proses pembelajaran kepada siswa, guru perlu mempertimbangkan beberapa hal antara lain profesionalitas keguruan, akuntabilitas, dan pertimbangan pembelajaran itu sendiri. Semua ini dilakukan agar tujuan pembelajaran yang dilaksanakan dapat tercapai dan berhasil dengan baik. Pertimbangan pembelajaran yang dimaksudkan adalah meliputi penguasaan keterampilan mengajar (Tresna, 1991: 44). Sejarah dalam arti subjektif adalah suatu konstruk, ialah bangunan yang disusun penulis sebagai suatu uraian atau cerita. Uraian atau cerita itu merupakan suatu kesatuan atau unit yang mencakup fakta-fakta terangkaikan untuk menggambarkan suatu gejala sejarah, baik proses maupun struktur. Kesatuan itu menunjukkan koherensi, artinya berbagai unsur bertalian satu sama lain dan merupakan satu kesatuan. Fungsi unsur-unsur itu saling menopang dan saling tergantung satu sama lain. Sejarah dalam arti objektif menunjuk kepada kejadian atau peristiwa itu sendiri, ialah proses sejarah dalam aktualitasnya. Kejadian itu sekali terjadi tidak dapat diulang atau terulang lagi. Bagi orang yang ada kesempatan mengalami suatu kejadian pun sebenarnya hanya dapat mengamati dan mengikuti sebagian dari totalitas kejadian itu. Jadi, mungkin mempunyai gambaran umum seketika itu. Keseluruhan proses itu berlangsung terlepas dari
3
subjek mana pun juga. Jadi, objektif dalam arti tidak memuat unsur-unsur subjek (pengamat atau pencerita) (Kartodirjo, 2014:16-17). Sejarah merupakan mata pelajaran yang menanamkan pengetauan, sikap, dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga masa kini (Agung, 2013:55). Pembelajaran sejarah di sekolah perlu dilaksanakan untuk membangun pemahaman keilmuan berperspektif waktu, memori bersama, dan kesadaran terhadap nilai inti bangsa. Sebagaimana dikutip Setianto, I Gde Widja menyatakan bahwa pembelajaran sejarah adalah perpaduan antara aktivitas belajar dan mengajar yang di dalamnya mempelajari peristiwa masa lampau yang erat kaitannya dengan masa kini (Setianto, 2012:479). Pada konteks pengembangan identitas nasional, pengetahuan sejarah yang dapat diperoleh dari pengajaran sejarah mempunyai fungsi yang sangat penting. Pengajaran sejarah selain memberikan pengetahuan tentang sejarah juga memiliki tujuan untuk membangkitkan kesadaran sejarah dalam diri siswa. Kesadaran sejarah dipandang sebagai sumber inspirasi dan aspirasi bagi berkembangnya rasa tanggung jawab dan bangga terhadap bangsa dan negara. Membenahi pengajaran sejarah di sekolah-sekolah adalah salah satu jalan yang perlu ditempuh agar sasaran pengajaran sejarah dapat tercapai. Sasaran pengajaran sejarah antara lain adalah memberikan pengetahuan sejarah dan menanamkan kesadaaran sejarah dalam diri siswa. Sartono Kartodirdjo (1992: 2) dalam hubungannya dengan kesadaran sejarah menjelaskan bahwa kesadaran terhadap sesuatu mengandung arti sadar akan apa yang diamati
4
dan sadar terhadap proses pengamatannya. Pengetahuan sejarah yang harus dimiliki siswa SMA adalah peristiwa-peristiwa sejarah masa prasejarah hingga sekarang, baik itu sejarah di Indonesia maupun di dunia. Pengetahuan sejarah akan menjadi kesadaran sejarah apabila siswa memiliki persepsi yang tepat terhadap pengetahuan sejarah tersebut. Dalam rangka membenahi pengajaran sejarah di sekolah-sekolah, pembentukan persepsi yang tepat terhadap peristiwa sejarah perlu diusahakan dengan sungguh-sungguh. Persepsi yang tepat terhadap peristiwa sejarah dan menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa sejarah dan seorang tokoh pahlawan merupakan sumbangan yang penting bagi pembentukan kesadaran sejarah yang membentuk peserta didik menjadi masyarakat cinta tanah air dan menghargai sejarah. Penguasaan materi sejarah dan keterampilan mengajar yang diimbangi dengan penanaman nilai-nilai oleh pengajar yang disampaikan ke peserta didik sangat diharapkan mengingat masyarakat dewasa ini sudah terlena akan masa depan dengan melupakan peristiwa Negara ini terbentuk. Menanamkan pengertian, persepsi, dan pengetahuan yang baik kepada peserta didik sangat penting untuk disadari oleh semua pihak terutama oleh para guru di sekolah, orang tua, dan media masa. Pengetahuan nilai-nilai dan rangsangan positif yang diterima oleh peserta didik sangat menentukan perkembangannya di ke kemudian hari. Pembelajaran sejarah sebagai unsur pengembangan nasionalisme kultural sangat berfungsi untuk menjadi mediasi dalam memantapkan hubungan antara unsur-unsur masyarakat olural (Supardan, 2009:97). Pembelajaran sejarah di
5
sekolah mengandung dua misi. Pertama, sebagai pendidikan intelektual, dan kedua sebagai pendidikan nilai, pendidikan kemanusiaan, pendidikan pembinaan moralitas, jati diri, nasionalisme, dan identitas bangsa (Agung, 2013:63). Kesemua ini menunjukan bahwa pembelajaran sejarah secara tidak langsung akan membentuk rasa kecinta tanah air ketika dalam penerapan pembelajarannya guru mengintegrasikan nilai-nilai sejarah, khususnya nilai patriotisme. Buku Pengantar Ilmu Sosial, Hasan (2004:10) mengungkapkan bahwa menurut hasil kesimpulan penelitian yang telah dilakukannya terhadap pelaksanaan
pengajaran
sejarah
di
Sekolah
Menengah
Atas
(SMA)
memperlihatkan kecendrungan yang merugikan. Secara universal materi pembelajaran sejarah ditandai oleh kecenderungan memanfaatkan fakta sejarah sebagai materi pendidikan sejarah. Peristiwa sejarah yang dipelajari oleh siswa penuh dengan berbagai fakta sejarah seperti angka tahun, nama pelaku sejarah, tempat peristiwa sejarah, dan rangkaian kejadian demi kejadian. Pelajaran sejarah identik tentang hapalan tentang tahun, nama tokoh, nama tempat, dan lain-lain. Hal di atas sebenarnya adalah pemahaman yang sempit, sebab sejarah berbicara banyak tentang aspek-aspek lain seperti hubungan sebab akibat, konsep kesinambungan dan perubahan (Continuity dan Change), keberlangsungan, serta nilai-nilai hidup yang perlu diambil dari kehidupan manusia di masa lalu. Untuk membangkitkan minat siswa dalam pembelajaran sejarah, keaktifan siswa perlu ditingkatkan. Penggambaran peristiwa sejarah secara konkrit dan rasional akan membantu mengembangkan daya imajinasi dan mengarahkan persepsi siswa yang tepat terhadap peristiwa sejarah (Sartono Kartodirdjo, 1992:
6
3). Guru dapat membantu pembentukan disiplin diri pada siswa dengan memberikan penugasan yang jelas (Ferguson, 1971: 54). Rendahnya pemahaman nilai-nilai sejarah disebabkan beberapa hal, diantaranya bahwa muncul wacana belajar sejarah membosankan. Sesuai dengan pendapat Nasution (2004:10) menjelaskan bahwa menghapal fakta-fakta, peristiwa, nama, dan tahun-tahun dalam sejarah terkadang mudah dilupakan jika tidak dihubungkan dengan pemahaman terdapat konteks yang lebih luas. Hasan (2004:10) juga menjelaskan bahwa orientasi pada kehidupan masa kini menuntut siswa menggunakan pengetahuan dan pemahamannya mengenai kecenderungankecenderungan yang terjadi di masa lampau sebagai pelajaran yang dapat dimanfaatkan bagi kehidupan siswa di masa kini. Orientasi ini memang penuh dengan tantangan tetapi memiliki makna edukatif yang tinggi bagi siswa. Hal ini juga dapat menyumbangkan kebermaknaan yang tinggi bagi siswa yang belajar sejarah untuk menghadapi realita hidupnya sebagai individu, anggota masyarakat, anggota bangsa (Dian Nugraha, 2003:4). Wiriatmadja (2002:158) menjelaskan bahwa dari hasil-hasil penelitian, secara umum ternyata pengajaran sejarah nasional sebagai bagian dari pengajaran sejarah nasional Indonesia dan sejarah dunia di SMA dalam pelaksanaan tugasnya, selain memiliki potensi juga memiliki kelemahan-kelemahan. Hal ini tampak dalam konteks pembelajaran yang kurang mengikutsertakan siswa dan membiarkan budaya diam berlangsung di dalam kelas. Pembelajaran sejarah kurang berhasil dalam menggairahkan siswa untuk menghayati nilai-nilai secara mendalam yang ditunjukkan dengan ekspresi secara vokal. Lemahnya budaya
7
membaca menyebabkan siswa kurang percaya diri untuk bertanya maupun menyatakan pendapat. Padahal, membaca merupakan upaya yang penting dalam menambah pengetahuan yang berkaitan dengan sejarah. Kurangnya keberanian diri untuk berbicara ini juga disebabkan oleh kebiasaan guru yang bertindak sebagai satu-satunya sumber informasi dan menganggap siswa sebagai bejana kosong yang harus diisi ilmu pengetahuan seperti yang dikemukan dalam teori Tabularasa. Permasalahan mengenai rendahnya pemahaman nilai-nilai sejarah tidak bisa dibiarkan berlanjut karena masyarakat Indonesia akan kehilangan jati diri dan mengaburkan identitas kebangsaan. Upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia khususnya dalam menginternalisasikan nilai-nilai dalam pembelajaran sejarah maka terlebih dahulu harus memperbaiki proses pembelajarannya. Berkaitan dengan pembelajaran nilai-nilai, terutama nilai-nilai sejarah seperti nilai patriotisme, di SMA Muhammadiyah 1 Palembang dari hasil observasi belum menunjukan penanaman nilai-nilai patriotisme walaupun guru sudah mengintegrasikan pembelajaran sejarah lokal dengan mengangkat sejarah perjuangan pahlawan lokal di Palembang, namun siswa belum begitu mengenal secara detail siapa saja pahlawan lokal di kota Palembang dan apa makna pejuangannya
dalam
mempertahankan
kota
Palembang
dari
penjajahan
kolonialisme, serta bagaimana mengimplementasikan atau meneladani sosok pahlawan lokal tersebut dalam kehidupan sehari-hari siswa. Metode pembelajaran sejarah yang monoton dan terpaku pada buku teks, membuat motivasi siswa dalam belajar menurun. Ketika minat siswa dalam pembelajaran sejarah rendah,
8
pengetahuan yang diperoleh oleh siswa pun sedikit, baik mengenai pengetahuan sejarah loka, nasional, maupun global. Dalam mengkaji sejarah yang paling dekat dengan lingkungan siswa dalam hal ini ialah sejarah lokal, tidak sedikit siswa yang mengetahui dan mengenal sosok pahlawan lokalnya, padahal siswa harus mengenal lingkungan tempat tinggalnya dalam memahami sejarah lokal sebagai bagian dari pembelajaran sejarah nasional. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran sejarah yang mengintegrasikan nilai-nilai
patriotisme
Sultan
Mahmud
Badaruddin
II
di
SMA
Muhammadiyah 1 Palembang? 2. Bagaimanakah implementasi pembelajaran sejarah yang mengintegrasikan nilai-nilai
patriotisme
Sultan
Mahmud
Badaruddin
II
di
SMA
Muhammadiyah 1 Palembang? 3. Bagaimana hambatan yang dihadapi guru dalam mengintegrasikan nilainiai patriotisme dalam pembelajaran sejarah dan cara mengatasinya di SMA Muhammadiyah 1 Palembang? 4. Bagaimana hasil dari pembelajaran sejarah yang mengintegrasikan nilainilai patriotisme Sultan Mahmud Badaruddin II di SMA Muhammadiyah 1 palembang?
9
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian untuk : 1. Mengetahui perencanaan yang dilakukan guru dalam mengintegrasikan nilai-nilai
patriotisme
Sultan
Mahmud
Badaruddin
II
di
SMA
Muhammadiyah 1 Palembang. 2. Mengetahui implementasi pembelajaran sejarah yang mengintegrasikan nilai-nilai
patriotisme
Sultan
Mahmud
Badaruddin
II
di
SMA
Muhammadiyah 1 Palembang. 3. Mengetahui hambatan yang dihadapi guru dalam mengintegrasikan nilainiai patriotisme dalam pembelajaran sejarah dan cara mengatasinya di SMA Muhammadiyah 1 Palembang. 4. Mengetahui hasil dari pembelajaran sejarah yang mengintegrasikan nilainilai patriotisme terhadap siswa di SMA Muhammadiyah 1 palembang. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat teoritis maupun praktis. 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan menjadi tambahan referensi yang telah ada sehingga dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam pembelajaran sejarah dengan menanamkan nilai-nilai patritisme.
10
2. Manfaat Praktis a. Bagi sekolah yang diteliti bermanfaat dalam memberikan masukanmasukan yang cukup berharga guna memberikan pelayanan pendidikan kepada siswa, partisipasi siswa dapat dikembangkan secara optimal, dan meningkatkan kualitas dalam proses belajar mengajar. b. Bagi para guru penelitian ini dapat memberikan tambahan pemahaman tentang menginternalisasikan nilai-nilai patriotisme dalam proses pembelajaran sejarah. c. Bagi Peneliti, penelitian ini bermanfaat sebagai penambah pengetahuan dalam melaksanakan proses pembelajaran pada mata pelajaran sejarah.