BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kabupaten Ngawi merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi wisata yang beragam. Potensi wisata yang ada terdiri atas wisata alam dan budaya. Oleh karena sebagian wilayahnya terletak di lereng Gunung Lawu, maka Ngawi menawarkan wisata alam pegunungan sebagai daya tarik utama. Namun tidak hanya itu, kabupaten yang dikenal dengan slogan “Ngawi Ramah” juga memiliki wisata sejarah dan budaya seperti situs purba Trinil dan bangunan bersejarah peninggalan Belanda yang bernama Benteng Van Den Bosch. Setidaknya dalam 10 tahun terakhir, Pemerintah Kabupaten Ngawi gencar mengembangkan bidang pariwisata. Semenjak berdirinya Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga (Dispariyapura) pada tahun 2008, Pemerintah Kabupaten Ngawi mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mengatur pengembangan pariwisata seperti Rencana Strategis, menyusun Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi tentang retribusi, membentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) di destinasi wisata Taman Wisata Tawun pada tahun 2013, mencanangkan Tahun Kunjungan Wisata Ngawi 2012 (Visit Ngawi 2012), menyusun Rencana Aksi Kota Pusaka (RAKP) untuk menggali potensi wisata, serta melaksanakan kebijakan pemerintah pusat dalam Program Sapta Pesona (Rohmah dan Trilaksana, 2014:440).
1
2
Saat ini, Pemerintah Kabupaten Ngawi sedang merintis program Visit Ngawi 2017. Program tersebut dirintis untuk menguatkan posisi Ngawi dalam bidang pariwisata. Tujuan dari program ini yaitu meningkatkan angka kunjungan wisata di Kabupaten Ngawi. Beragam perhelatan tahunan sudah digelar demi mendukung persiapan program Visit Ngawi 2017 antara lain yaitu acara kirab budaya pada Hari Jadi Ngawi1 dan ritual Keduk Beji yang setiap tahunnya diselenggarakan di Desa Tawun, Kecamatan Kasreman, Ngawi. Pemerintah Kabupaten Ngawi melalui Dispariyapura berupaya untuk terus melestarikan tradisi dan meningkatkan perekonomian warga setempat2. Beragam usaha pemerintah untuk memajukan pariwisata yang juga ditunjang dengan ketersediaan potensi wisata yang beragam dapat memberikan peluang bagi pariwisata Kabupaten Ngawi untuk berkembang pesat. Selain itu Ngawi memiliki lokasi yang strategis oleh karena merupakan jalur perlintasan utama Solo – Surabaya dan jalur alternatif antar kota karena posisi geografis Ngawi yang merupakan perlintasan pergerakan dari Provinsi Jawa Tengah ke Provinsi Jawa Timur maupun sebaliknya3. Tidak menutup kemungkinan pula jika di masa mendatang, Ngawi menjadi salah satu tujuan wisata utama dalam rangkaian paket perjalanan menuju kota-kota besar di Jawa Tengah maupun Jawa Timur. 1
Humas Ngawi, “Kirab Pusaka : Event Unggulan Ngawi Visit Year 2017”, diakses dari http://www.ngawikab.go.id/home/2016/07/kirab-pusaka-ngawi-visit-year-2017/ pada tanggal 8 Agustus 2016 pukul 18.27 WIB. 2 Bangsa Online, “Ritual Keduk Beji Diharapkan Bisa Dukung Visit Ngawi Year 2017”, diakses dari http://www.bangsaonline.com/berita/14921/ritual-keduk-beji-diharapkan-bisa-dukung-visitngawi-year-2017 pada tanggal 8 Agustus 2016 pukul 18.37 WIB. 3 Diakses dari http://dishubkominfo.ngawikab.go.id/wp-content/uploads/2009/10/tataran_ transportasi_lokal/tataran_transportasi_lokal_bab5.pdf pada tanggal 19 Agustus 2016 pukul 18.03 WIB.
3
Dalam rangka memajukan pariwisata daerah, Pemerintah Kabupaten Ngawi khususnya Dispariyapura perlu melakukan kegiatan promosi yang tepat untuk menarik minat wisatawan berkunjung ke Ngawi. Media promosi yang digunakan harus menyediakan informasi yang lengkap sekaligus menarik. Informasi mengenai destinasi wisata maupun daerah tujuan wisata menjadi penting karena hal tersebut merupakan bagian dari promosi pariwisata. Kegiatan promosi pariwisata dapat dilakukan melalui beraneka ragam media. Brosur, pemandu wisata, dan kantor informasi pariwisata merupakan contoh-contoh media untuk memberikan informasi kepada wisatawan (Molina dan Esteban, 2006:1038). Salah satu media yang paling mudah dan sering digunakan adalah brosur pariwisata (Nolan dalam Molina dan Esteban, 2006:1038). Andereck, Vogt, dan LeClerc (2003) dalam Andereck (2005:1) juga menemukan fakta bahwa brosur pariwisata merupakan media yang paling banyak digunakan untuk memperoleh informasi setelah pengalaman pribadi, informasi mulut ke mulut, peta, dan travel guide. Semua informasi wisata, termasuk brosur berperan dalam pembentukan keputusan wisatawan (Andereck, 2005:2). Selain itu brosur merupakan media promosi yang memiliki kredibilitas tertinggi dibanding media lainnya (Molina dan Esteban, 2006 dalam Avraham dan Daugherty, 2012:1388). Oleh sebab itu, penting untuk mengkaji ulang apakah penyediaan media brosur pariwisata telah mendapat respon positif dari wisatawan mengenai konten beserta aksesibilitasnya (Hasan, 2015:286) dan apakah media brosur telah berfungsi sebagai alat promosi yang dapat menimbulkan atensi, keinginan mengetahui isi brosur lebih dalam,
4
ketertarikan mengunjungi destinasi wisata, hingga akhirnya melakukan tindakan oleh karena pengaruh informasi brosur pariwisata (Lin dan Huang, 2006:1203). Media yang saat ini digunakan oleh Dispariyapura Kabupaten Ngawi dalam mempromosikan pariwisata Kabupaten Ngawi antara lain brosur, booklet, website, billboard, dan media sosial. Pemilihan media brosur sebagai objek penelitian juga didasarkan pada keadaan media-media promosi lainnya. Booklet bukan diterbitkan oleh Dispariyapura Kabupaten Ngawi melainkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur. Dalam hal ini, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur menerbitkan masing-masing booklet untuk semua kabupaten dan kota yang berada di wilayah Jawa Timur. Sedangkan media website sudah tidak aktif lagi semenjak tahun 2015. Hal tersebut dibuktikan dengan pembaharuan berita yang terakhir dilakukan pada tanggal 21 September 2015. Di samping itu media billboard terbatas hanya pada periode pemasangannya saja, di luar itu billboard biasanya diisi dengan iklan komersial lain. Sementara media sosial sudah pernah diteliti sebelumnya (lihat tinjauan pustaka). Maka dari itu, brosur Pariwisata Kabupaten Ngawi dipilih oleh karena merupakan media yang masih aktif digunakan hingga saat ini sekaligus media yang kontennya akan terus dikembangkan oleh Dispariyapura Kabupaten Ngawi. Dengan melihat respon sejumlah wisatawan Kabupaten Ngawi, penelitian ini dapat menjadi rekomendasi bagi pengembangan media promosi pariwisata khususnya brosur Pariwisata Kabupaten Ngawi.
5
Dari penjabaran di atas, maka penelitian tentang analisis respon wisatawan terhadap media brosur sebagai alat promosi pariwisata Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur merupakan penelitian yang relevan untuk dilakukan.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah respon wisatawan terhadap konten brosur Pariwisata Kabupaten Ngawi? 2. Bagaimanakah respon wisatawan terhadap media brosur Pariwisata Kabupaten Ngawi sebagai alat promosi pariwisata?
1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui respon wisatawan terhadap konten brosur Pariwisata Kabupaten Ngawi. 2. Menganalisis respon wisatawan terhadap media brosur Pariwisata Kabupaten Ngawi sebagai alat promosi pariwisata.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi wawasan dan pengetahuan mengenai penerapan teori konten brosur dan model AIDA dalam
6
mengkaji respon wisatawan terhadap media brosur Pariwisata Kabupaten Ngawi sebagai alat promosi pariwisata. 1.4.2. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat menjadi rekomendasi bagi Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Ngawi dalam membuat brosur pariwisata yang dapat memenuhi kebutuhan informasi sekaligus menarik bagi wisatawan.
1.5. Tinjauan Pustaka Peneliti menemukan beberapa hasil penelitian mengenai media promosi, brosur pariwisata, dan pariwisata Kabupaten Ngawi. Penelitian-penelitian tersebut menggunakan beragam metode dan menunjukkan berbagai macam fakta. Pertama, penelitian mengenai promosi pariwisata yang dilakukan di Kabupaten Ngawi. Penelitian tersebut mengambil lokasi fokus salah satu destinasi wisata di Ngawi yaitu Benteng Van Den Bosch. Penelitian yang dilakukan oleh Putri Werdhi Prastiti (2016) membahas mengenai kegiatan promosi Benteng Van Den Bosch oleh Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Ngawi dalam upaya memperkenalkan produk wisata baru kepada masyarakat. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi apa saja langkah yang dilakukan oleh Dispariyapura Kabupaten Ngawi dalam mempromosikan Benteng Van Den Bosch. Jenis penelitian tersebut adalah deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas promosi yang dilakukan Dispariyapura
7
Kabupaten Ngawi terhadap destinasi wisata Benteng Van Den Bosch belum optimal dan cenderung masih bersifat standar. Dari sampel 3 wisatawan yang mengunjungi destinasi wisata tersebut, semuanya mengetahui informasi mengenai Benteng Van Den Bosch dari teman dan keluarga, bukan melalui sarana informasi yang disediakan oleh Dispariyapura Kabupaten Ngawi. Persamaan penelitian Prastiti (2016) dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji tentang promosi pariwisata Kabupaten Ngawi. Perbedaannya adalah lingkup penelitian ini lebih besar yakni dalam satu kabupaten dan media promosi yang dikaji terfokus pada brosur dengan melihat respon wisatawan, sedangkan penelitian Prastiti (2016) kajiannya melingkupi satu destinasi wisata namun aktivitas promosi dilihat secara umum. Kedua, Rista Rovina Putri (2015) juga membahas mengenai pemasaran destinasi wisata Benteng Van Den Bosch melalui sosial media untuk meningkatkan jumlah wisatawan. Penelitian tersebut disajikan secara deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan studi
pustaka.
Hasilnya
menunjukkan
bahwa
sosial
media
mampu
mempromosikan destinasi wisata hingga dikenal wisatawan dari luar kota. Bahkan beberapa orang yang berasal bukan dari Kabupaten Ngawi ikut mempromosikan Benteng Van Den Bosch dengan cara mengunggah foto destinasi wisata tersebut melalui akun Instagram, Facebook, Twitter dan lain-lain sehingga dapat membantu dalam peningkatan angka kunjungan wisatawan. Sosial media cukup berpengaruh dalam mempromosikan Benteng Van Den Bosch sebagai salah satu destinasi wisata di Kabupaten Ngawi. Persamaan penelitian ini dengan penelitian
8
Putri (2015) ialah sama-sama membahas tentang promosi pariwisata Kabupaten Ngawi. Perbedaannya ialah penelitian ini mengkaji tentang media brosur, sedangkan penelitian Putri (2015) mengkaji tentang media sosial. Ketiga, penelitian yang membahas media brosur suatu destinasi wisata pernah dilakukan oleh Ruth Stefanie (2013). Penelitian yang mengkaji tentang respon pengunjung terhadap media brosur Jatim Park 2 ini bertujuan untuk melihat respon pengunjung destinasi wisata Jatim Park 2 terhadap media brosur yang digunakan pengelola sebagai alat promosi pariwisata. Dalam melakukan penelitiannya, Stefanie menggunakan metode survei dengan cara menyebarkan kuesioner yang menggunakan teknik non probability sampling atau secara tidak acak, dimana elemen-elemen populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa dari 100 responden, rata-rata setuju memberikan attention (perhatian) pada sisi harga. Hal ini disebabkan orang biasanya peka terhadap harga dan mungkin akan dijengkelkan oleh suatu iklan yang tidak mencantumkan harga. Selanjutnya dari sisi interest (ketertarikan), responden setuju untuk mengetahui lebih lanjut tentang Jatim Park 2. Dari sisi desire (keinginan) ternyata sebagian besar responden setuju bahwa media brosur mempengaruhi emosi untuk mencoba jasa Jatim Park 2 dan setuju ingin selalu mengunjungi taman rekreasi ini. Sedangkan dari sisi action (tindakan), sebagian besar responden setuju untuk melakukan tindakan pembelian setelah melihat brosur serta setuju untuk merekomendasikan Jatim Park 2. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Stefanie (2013) yaitu sama-sama mengkaji mengenai brosur pariwisata melalui respon wisatawan atau pengunjung.
9
Perbedaan keduanya yakni berada pada lokasi fokus. Penelitian ini mengambil lokasi fokus di Kabupaten Ngawi, sedangkan penelitian Stefanie (2013) mengambil lokasi fokus di destinasi wisata Jatim Park 2. Selanjutnya, Rachmat Teguh Widiantoro (2014) juga pernah melakukan penelitian hampir serupa yang mengkaji brosur bertema pop-up sebagai media promosi Museum Gunung Merapi Yogyakarta. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengkaji kebutuhan akan brosur pop-up menjadi media promosi pariwisata yang efektif dan inovatif bagi Museum Gunung Merapi. Data penelitian dikumpulkan dengan metode studi pustaka dan wawancara. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pop-up merupakan inovasi pengembangan promosi produk yang dapat digunakan sebagai promosi produk pariwisata. Pengembangan promosi pop-up ini dapat dilakukan di Museum Gunung Merapi dalam rangka membangun keunikan dan ciri khas. Inovasi promosi wisata ini diharapkan dapat meningkatkan angka kunjungan wisata supaya Museum Gunung Merapi mampu bersaing dengan destinasi wisata lainnya di Yogyakarta. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian Widiantoro (2014) adalah sama-sama mengkaji tentang brosur pariwisata. Perbedaannya adalah penelitian ini mengambil lokasi fokus Kabupaten Ngawi dan analisis media brosur berdasarkan respon wisatawan, sedangkan penelitian Widiantoro (2014) mengambil lokasi fokus destinasi wisata Museum Gunung Merapi dengan tidak melibatkan respon wisatawan. Terakhir, sebuah penelitian dilakukan oleh Janice Yui Ling Ip (2008) untuk menganalisis brosur pariwisata Hongkong. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk melakukan analisis yang sangat mendalam pada elemen visual dan
10
bahasa yang digunakan di brosur pariwisata. Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagai bentuk dari iklan, brosur pariwisata Hong Kong berusaha untuk mendorong konsumen membeli produk wisata di Hong Kong. Bahasa dan gambar-gambar yang ada dipilih dengan selektif. Brosur menunjukkan destinasi-destinasi wisata yang dikemas secara menarik dan bernilai positif di mata wisatawan. Brosur ini hendak menunjukkan bahwa Hong Kong merupakan tempat yang menarik dan atraktif untuk dikunjungi. Brosur ini merupakan alat promosi yang sukses. Namun sebaliknya, dari sisi perspektif penduduk lokal, keaslian (autentisitas) dari deskripsi informasi dan gambar-gambar yang ada dalam brosur justru dipertanyakan. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian Ip (2008) ialah sama-sama mengkaji tentang brosur pariwisata dalam lingkup yang luas dalam suatu daerah tujuan wisata sehingga mencakup lebih dari satu destinasi wisata. Perbedaannya adalah pada lokasi fokus penelitian. Dari tinjauan pustaka tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa belum ada penelitian secara khusus mengenai brosur Pariwisata Kabupaten Ngawi. Oleh karena itu, tinjauan pustaka di atas dapat digunakan penulis sebagai acuan dalam penelitian ini. Skripsi berjudul “Analisis Respon Wisatawan Terhadap Media Brosur Sebagai Alat Promosi Pariwisata Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur” merupakan karya yang belum pernah ditulis.
11
1.6. Landasan Teori Kegiatan pariwisata tidak terlepas dari adanya promosi. Promosi pariwisata adalah “variabel khusus pemasaran untuk menarik perhatian wisatawan potensial ke destinasi tertentu dan menikmati berbagai kegiatan yang dirancang dalam pariwisata” (Hasan, 2015:259). Media promosi pariwisata pun beraneka ragam, dapat berupa brosur, website, media sosial, media massa, buku travel guide, dan baliho. Hasan (2015:259) menyatakan bahwa untuk menemukan produk liburan, banyak calon wisatawan mencari informasi dari beberapa perusahaan penyedia jasa pariwisata dan mengevaluasi berbagai pilihan sesuai dengan persepsi, kepentingan dan kebutuhan mereka terhadap tawaran produk, dan daya belinya. Maka dari itu ketersediaan informasi menjadi sangat penting. Brosur pariwisata merupakan salah satu bentuk respon produsen atau pengelola destinasi wisata terhadap upaya mendorong perilaku pembelian atau angka kunjungan wisata (Hasan, 2015:263). Molina dan Esteban (2006:1041-1042) mengungkapkan konsep tentang brosur pariwisata yakni alat promosi dalam bentuk cetak yang dibuat untuk mengkomunikasikan destinasi yang dipromosikan kepada wisatawan. Brosur merupakan alat yang konvensional sekaligus paling umum digunakan dalam segala aktivitas promosi pariwisata. Menurut pendapat Getz dan Sailor dalam Molina dan Esteban (2006:1042) dalam pembuatan sebuah brosur, desain estetis yang mampu membangkitkan rasa interest (ketertarikan) amat dibutuhkan agar konsumen mau mengambil dan membaca informasi destinasi wisata yang terdapat di brosur tersebut.
12
Untuk menjawab permasalahan penelitian yang pertama yaitu tentang respon wisatawan terhadap konten brosur, peneliti menggunakan teori aspek konten brosur menurut Hasan (2015:286) di antaranya: a. Mengandung gambar-gambar yang menarik Menampilkan foto yang mengagumkan untuk menunjukkan bahwa destinasidestinasi tersebut menarik untuk dikunjungi, namun tetap jujur dan tidak mengada-ada. b. Mengandung peta wisata Terdapat informasi peta yang mengandung lokasi destinasi-destinasi wisata dan rute perjalanan antar-lokasi. c. Mengandung informasi harga Terdapat informasi harga tiket masuk ke suatu destinasi wisata atau harga layanan wisata lainnya. d. Mengandung gaya bahasa yang persuasif Tulisan teks brosur hendaknya dalam beberapa gaya bahasa persuasif yang sifatnya mengajak pembaca untuk melakukan suatu tindakan tertentu sehingga menciptakan menciptakan atau memperkuat keinginan wisatawan untuk berkunjung ke destinasi wisata terkait. e. Menggunakan gambar dengan kualitas gambar yang jelas Foto destinasi, atraksi, dan elemen lainnya direproduksi dengan tampilan kualitas gambar yang jelas untuk dilihat. Hal tersebut akan sangat menunjang kualitas brosur pariwisata.
13
f. Mudah diakses/diperoleh Brosur harus dapat diakses/diperoleh dengan mudah untuk umum. Misalnya brosur dapat diperoleh dari setiap destinasi wisata, hotel, restoran, kantor informasi pariwisata, dan lain-lain. Brosur dapat dikirim melalui pos ke alamat wisatawan atau pun melalui e-mail. Selain itu brosur pariwisata sebagai alat promosi idealnya harus mampu menarik
perhatian,
mendorong
minat
untuk
mengetahui
lebih
jauh,
membangkitkan keinginan, dan menghasilkan tindakan (Lin dan Huang, 2006:1203). Poin-poin tersebut dituangkan dalam model AIDA (attention, interest, desire, action) yang juga menurut Wowor (2013:9) merupakan hirarki respon konsumen/wisatawan terhadap alat promosi. Model AIDA sudah umum digunakan dalam aktivitas pemasaran baik berupa online maupun offline dan walaupun telah banyak dilakukan modifikasi terhadap bentuk ini, model dasarnya yang terdiri atas empat tahap (attention, interest, desire, action) masih sangat relevan (Hassan, Nadzim dan Shiratuddin, 2015:265). Maka untuk menjawab permasalahan yang kedua, mengenai respon wisatawan terhadap media brosur pariwisata Ngawi sebagai alat promosi, peneliti menggunakan teori model AIDA. 1. Attention (Menarik Perhatian) Brosur pariwisata harus menarik perhatian khalayak sasaran yaitu pembaca, sehingga amat diperlukan gambar atau tulisan yang mencolok (Stefanie, 2013:312). Ini merupakan tugas pemasar untuk mengungkap perhatian calon pembaca dengan visualisasi menarik sehingga orang mau memperhatikan isi pesan berikutnya (Rofiq et al., 2013:2).
14
2. Interest (Menciptakan Ketertarikan) Pada tahap ini informasi yang sedang disampaikan hendaknya mampu memunculkan perasaan ingin tahu yang lebih jauh sehingga konsumen mau melihat dan membaca dengan lebih seksama (Stefanie, 2013:312). Informasi yang ada dalam brosur pariwisata hendaknya memiliki daya tarik bagi pembaca (Rofiq et al., 2013:2). Selain itu supaya brosur dapat menjadi informasi yang menarik, maka pemasar dapat menjelaskan apa kelebihan yang diperoleh wisatawan jika berkunjung ke destinasi wisata tertentu, tidak hanya apa saja daya tarik destinasi wisata tersebut (Rofiq et al., 2013:2). 3. Desire (Menimbulkan Keinginan) Pemasar mulai membangkitkan keinginan pada pembaca untuk memiliki, memakai, atau melakukan sesuatu misalnya mengunjungi destinasi wisata tertentu (Stefanie, 2013:312). Hal tersebut dapat timbul karena pembaca merasa produk (dalam hal ini daya tarik wisata) yang diinformasikan melalui brosur mampu memenuhi keinginan dan kesukaaan mereka (Hassan, Nadzim dan Shiratuddin, 2015:265). 4. Action (Membuat Tindakan) Tahap ini merupakan upaya yang bertujuan membujuk pembaca supaya segera membuat tindakan misalnya mengunjungi destinasi wisata (Stefanie, 2013:313). Dalam hal ini, pemasar harus memaparkan langkah-langkah yang jelas apabila pembaca ingin melakukan tindakan pembelian, sehingga kadang elemen harga tiket juga perlu diinformasikan untuk tindakan tersebut (Rofiq et al., 2013:3).
15
1.7. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan model analisis deskriptif. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang datanya didasarkan pada penghitungan persentase, rata-rata, maupun penghitungan statistik lainnya (Soejono, 2005 dalam Soewadji, 2012:50). Sedangkan analisis deskriptif berfungsi menggambarkan objek penelitian apa adanya tanpa melakukan kontrol atau manipulasi terhadap variabel penelitian (Sangadji dan Sopiah, 2010:24). 1.7.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini hendak melihat respon dari sejumlah wisatawan di Kabupaten Ngawi. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata4. Kegiatan wisata bisa dilakukan di destinasi wisata. Dalam hal ini wisatawan di Kabupaten Ngawi ialah mereka yang berwisata ke destinasi-destinasi wisata di Kabupaten Ngawi. Maka dari itu untuk menjangkau wisatawan-wisatawan tersebut, peneliti terjun ke sejumlah destinasi wisata di Kabupaten Ngawi. Namun pemilihan destinasi wisata pertama didasarkan pada destinasi wisata apa saja yang tercantum dalam brosur pariwisata, karena brosur pariwisata Ngawi merupakan objek penelitian ini. Kedua, dari 9 destinasi wisata yang tercantum pada brosur, hanya 4 destinasi saja yang diambil. Hal tersebut dikarenakan tidak semua destinasi wisata memiliki data kunjungan wisatawan. Data kunjungan wisatawan diperoleh dari laporan statistik “Ngawi Dalam Angka 2015” yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Ngawi. Pertimbangan mengenai jumlah kunjungan wisatawan merupakan hal yang penting karena akan digunakan dalam
4
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
16
penghitungan jumlah sampel. Dari pertimbangan-pertimbangan tersebut dipilih 4 destinasi wisata sebagai lokasi penyebaran kuesioner yaitu Kebun Teh Jamus (Desa Girikerto, Keamatan Sine), Benteng Van Den Bosch (Desa Pelem, Kecamatan Ngawi), Museum Trinil (Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar), dan Taman Wisata Tawun (Desa Tawun, Kecamatan Kasreman). Selain menggunakan kuesioner, penelitian ini juga mengambil data wawancara dengan narasumber Kepala Seksi Pengembangan dan Promosi Wisata Bidang Pariwisata Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Dispariyapura) Kabupaten Ngawi yang beralamat di Jalan Teuku Umar no. 12 Ngawi, Jawa Timur. Waktu penelitian dimulai dari Agustus 2016 hingga November 2016. 1.7.2. Jenis Data Berikut adalah jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini : 1. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan. Data ini dikumpulkan melalui kuesioner yang disebar di 4 destinasi wisata di Kabupaten Ngawi dan wawancara dengan pihak Dispariyapura Kabupaten Ngawi. 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh tidak secara langsung dari suatu fenomena yang diteliti namun dapat mendukung keberadaan data primer. Data sekunder berupa data statistik kunjungan wisatawan Kabupaten Ngawi, data profil Kabupaten Ngawi, data profil Dispariyapura Kabupaten
17
Ngawi, data profil destinasi-destinasi wisata di Kabupaten Ngawi, dan brosur pariwisata Kabupaten Ngawi. 1.7.3. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian antara lain: 1. Kuesioner Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2012:192). Kuesioner yang digunakan menyajikan 15 pernyataan tertutup dan 1 pertanyaan terbuka. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu proportional random sampling yaitu teknik pengambilan sampel secara proporsional berdasarkan jumlah masing-masing sub populasi dengan memperhitungkan besar kecilnya sub populasi tersebut (Sugiyono, 2012:482). Jumlah pengunjung keempat destinasi wisata yang hendak diteliti (Kebun Teh Jamus, Museum Trinil, Benteng Van Den Bosch, dan Taman Wisata Tawun) pada tahun 2015 sebesar 221.823 wisatawan dengan rincian sebagai berikut: Taman Rekreasi Tawun (26.552), Museum Trinil (10.994), Benteng Van Den Bosch (34.762), dan Kebun Teh Jamus (149.524) (Badan Pusat Statistik Kabupaten Ngawi, 2015:265). Dari keterangan tersebut, populasi dalam penelitian ini yaitu sejumlah 221.823. Penentuan jumlah sampel menggunakan tabel sampel dengan taraf kesalahan 10%. Dengan
18
populasi sejumlah 221.823, maka sampel yang diteliti sejumlah 2705. Jumlah sampel tersebut kemudian dibagi pada 4 kelompok destinasi wisata secara proporsional sesuai dengan jumlah populasi. Maka jumlah sampel masingmasing destinasi wisata adalah sebagai berikut : Museum Trinil = (10.994 : 221.823) x 270 = 15 responden; Taman Rekreasi Tawun = (26.552 : 221.823) x 270 = 32 responden; Benteng Van Den Bosch = (34.762 : 221.823) x 270 = 43 responden; dan Kebun Teh Jamus = (149.524 : 221.823) x 270 = 180 responden. Peneliti menyadari bahwa tidak semua responden sudah pernah melihat atau membaca brosur sebelumnya. Oleh karena itu, setiap responden diberi kesempatan selama 3-5 menit untuk membaca brosur untuk kemudian mengisi kuesioner. 2. Wawancara Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan sistem tanya jawab yang berlangsung secara lisan untuk memperoleh informasi-informasi atau keterangan-keterangan wawancara
yang
(Narbuko
dilakukan
dan
termasuk
Achmadi, dalam
2003:83). kategori
Kegiatan wawancara
semiterstruktur, oleh karena peneliti menggunakan panduan pertanyaan tertulis namun narasumber memiliki kesempatan terbuka untuk menjawab pertanyaan dan mengemukakan pendapatnya. Adapun wawancara dilakukan dengan Kepala Seksi Pengembangan dan Promosi Pariwisata dan Kepala
5
Nuryanto, Apri. “Statistik”, diakses dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/apri-nuryantospdstmt/statistik-apri.pdf pada tanggal 7 November 2016 pukul 16.35 WIB.
19
Seksi Pembinaan Usaha Sarana Wisata Bidang Pariwisata Dispariyapura Kabupaten Ngawi. 1.7.4. Metode Analisis Data Kuesioner dalam penelitian ini menyajikan pernyataan dengan skala likert untuk mengukur respon wisatawan terhadap brosur pariwisata Kabupaten Ngawi. Skala likert berfungsi untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang mengenai suatu topik tertentu (Sugiyono, 2012:136). Jawaban dari setiap butir pernyataan terdiri atas 5 poin yaitu Sangat Setuju, Setuju, Cukup Setuju, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju. Untuk keperluan analisis, kelima jawaban tersebut diberi skor sebagai berikut : Sangat Setuju diberi skor
5
Setuju diberi skor
4
Cukup Setuju diberi skor
3
Tidak Setuju diberi skor
2
Sangat Tidak Setuju diberi skor
1
Jawaban-jawaban responden dikelompokkan per butir pernyataan, kemudian jawaban seluruh responden dalam tiap-tiap butir tersebut dikelompokkan berdasarkan pilihan jawaban. Masing-masing skor pilihan jawaban dikalikan dengan jumlah responden yang memilihnya, kemudian dijumlah. Hasilnya akan ditempatkan pada skala interval untuk mengetahui di mana kecenderungan jawaban responden sehingga dapat diambil kesimpulan. Skala interval adalah suatu skala di mana kategori dapat diurutkan berdasarkan suatu atribut tertentu, jarak/interval tiap kategori sama (Siregar, 2013:47).
20
Batas tertinggi dari skala interval yaitu apabila seluruh responden memilih jawaban Sangat Setuju yang memiliki skor 5, sehingga nilainya = 270 x 5 = 1350. Batas terendah dari skala interval yaitu apabila seluruh responden memilih jawaban Sangat Tidak Setuju yang memiliki skor 1, sehingga nilainya = 270 x 1 = 270. Skala interval dimulai dari nilai 270 hingga 1350 sehingga rentang data sebesar 1080 (1350 dikurangi 270). Skala interval dibagi menjadi 5 kelas sehingga masing-masing kelas memiliki panjang senilai 216 (1080 : 5), dengan rincian sebagai berikut: 270 – 485
Sangat Tidak Setuju
486 – 701
Tidak Setuju
702 – 917
Cukup Setuju
918 – 1133
Setuju
1134 – 1350
Sangat Setuju
Selain analisis menggunakan scoring jawaban responden, peneliti juga menganalisis data dalam bentuk persentase yang penyajiannya dikelompokkan per lokasi penyebaran kuesioner. Analisis ini berfungsi untuk mengidentifikasi hal-hal yang lebih spesifik yang tidak terlihat dalam metode analisis scoring.
21
1.8. Kerangka Pemikiran Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran
1.9. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri atas empat bab yang masingmasing dijabarkan sebagai berikut : Bab I
22
Berisi pendahuluan, antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, kerangka pemikiran dan sistematika penulisan. Bab II Berisi gambaran umum lokasi penelitian berupa profil Kabupaten Ngawi, sejarah Kabupaten Ngawi, daya tarik wisata yang ada di Kabupaten Ngawi, profil Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Ngawi dan profil brosur pariwisata Kabupaten Ngawi. Bab III Berisi analisis data dan pembahasan dari hasil kuesioner. Data yang telah diolah dijabarkan sebagai berikut: (1) analisis respon wisatawan terhadap konten brosur Pariwisata Kabupaten Ngawi; (2) analisis respon wisatawan terhadap brosur Pariwisata Kabupaten Ngawi sebagai alat promosi pariwisata; (3) respon wisatawan yang dinyatakan melalui jawaban pertanyaan terbuka; (4) penyajian data per destinasi wisata. Bab IV Berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan temuan baru yang diperoleh dari hasil survei, serta saran untuk pengembangan brosur pariwisata dan penelitian selanjutnya.